Akutansi Dasar II - Rps 4 - Kadek Krisna Wahyudi - 202331122006

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 8

AKUTANSI DASAR II

KONSEP PERSEDIAAN

Oleh:
Nama: Kadek Krisna Wahyudi
Kelas: KHG1
NPM: 202331122006
Prodi: Ekonomi Pembangunan

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WARMADEWA
2024
PEMBAHASAN

A. Harga Perolehan Persediaan


Harga perolehan, atau dalam istilah keuangan dikenal sebagai acquisition cost,
adalah total biaya yang dikeluarkan oleh sebuah bisnis untuk mengakuisisi aset baru atau
klien. Ini mencakup berbagai komponen, mulai dari biaya penutupan hingga biaya
tambahan yang mungkin tidak terlihat secara langsung.
Menghitung harga perolehan dengan akurat sangat penting, baik itu untuk aset fisik
seperti peralatan dan real estate, atau aset non-fisik seperti akuisisi perusahaan lain. Dalam
konteks pemasaran, harga perolehan juga merujuk pada biaya yang dikeluarkan untuk
mendapatkan pelanggan baru, yang mencakup segala sesuatu dari biaya pemasaran hingga
komisi penjualan.
Konsep harga perolehan mencakup lebih dari sekadar harga pembelian awal. Ini
adalah angka yang komprehensif yang memperhitungkan semua biaya yang terkait
dengan akuisisi. Dalam akuntansi, ini termasuk biaya penutupan, bea cukai, dan biaya lain
yang mungkin timbul selama proses pembelian.
Dalam dunia bisnis, terutama dalam penjualan, harga perolehan mencakup biaya
pemasaran dan promosi yang diperlukan untuk menarik pelanggan baru. Ini bisa menjadi
indikator penting dari efisiensi kampanye pemasaran dan penjualan sebuah perusahaan.
Dalam pencatatan akuntansi, nilai aset dicatat dengan menggunakan harga
perolehan, bukan harga pembelian. Harga perolehan dicatat sebagai nilai buku aset
tersebut, dan menjadi dasar perhitungan penyusutan.
Secara prinsip, harga perolehan menghitung semua biaya yang dibayarkan untuk
mempersiapkan sebuah aset hingga siap untuk digunakan. Harga perolehan adalah harga
pembelian ditambah dengan semua biaya lain yang menyertai sampai aset siap digunakan,
dan dikurangi diskon atau potongan.
Secara sederhana harga perolehan adalah total biaya yang dikeluarkan oleh
perusahaan dalam kegiatannya untuk memiliki aset tetap sampai aset tersebut siap untuk
digunakan. Harga perolehan biasa disebut biaya akuisisi.
Secara formal, dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) disebutkan
bahwa harga perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar
dari imbalan lain yang diserahkan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau
konstruksi atau, jika dapat diterapkan, jumlah yang diatribusikan pada aset ketika pertama
kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu. Sedangkan dalam undang-undang
perpajakan, disebutkan dalam UU No. 36 tahun 2008 ayat 1 – 3 bahwa:
1) Harga perolehan atau harga penjualan dalam hal terjadi jual beli harta yang tidak
dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud adalah jumlah yang
sesungguhnya dikeluarkan atau diterima, sedangkan apabila terdapat hubungan
istimewa adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima.
2) Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta adalah
jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
3) Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga
pasar, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.

B. Metode Harga Perolehan


1. Metode Persediaan First In First Out (FIFO)
Seperti namanya first in first out yang artinya masuk pertama keluar pertama,
maka pada metode ini unit persediaan yang pertama kali masuk ke gudang perusahaan
akan dijual pertama. FIFO (First-In, First-Out) adalah metode untuk menentukan harga
pokok penjualan dengan cara mengasumsikan bahwa produk yang sudah terjual
merupakan produk terlama dalam inventaris. Biaya yang dikeluarkan untuk produk
terlama itulah yang digunakan dalam perhitungan.
Singkatnya, metode FIFO akan menghapus produk paling awal yang masuk dari
akun persediaan setiap terjadi pencatatan penjualan. Misalnya, menjalankan bisnis
penjualan roti, maka roti yang terlebih dahulu dijual yaitu roti yang pertama kali masuk
ke toko. Perhitungan biaya dari roti yang terjual pertama itulah yang dijadikan sebagai
biaya pokok penjualan.
Metode persediaan barang FIFO ini didasarkan pada asumsi bahwa aliran cost
masuk persediaan harus dipertemukan dengan hasil penjualannya. Sebagai akibatnya,
biaya per unit persediaan yang masuk terakhir dipakai sebagai dasar penentuan biaya
barang yang masih dalam persediaan pada akhir periode (persediaan akhir).
Dalam penerapan metode FIFO berarti perusahaan akan menggunakan persediaan
barang yang lama/pertama masuk untuk dijual terlebih dahulu. Jadi biasanya persediaan
akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan persediaan yang terakhir
masuk. Metode FIFO cocok diterapkan pada perusahaan yang menjual produk yang
memiliki masa kadaluarsa, seperti makanan, minuman, obat dan lain sebagainya.
Metode FIFO merupakan metode yang paling umum digunakan dalam pencatatan
persediaan.

2. Metode Persediaan Last In First Out (LIFO)


LIFO artinya adalah yang masuk terakhir keluar pertama. Metode ini
mengasumsikan unit persediaan yang dibeli pertama akan dikeluarkan di akhir. Artinya,
unit yang dijual pertama adalah unit persediaan yang terakhir masuk ke gudang. Jadi
biasanya persediaan akhir barang dagangan akan dinilai dengan nilai perolehan
persediaan yang pertama atau awal masuk.
Metode biaya persediaan LIFO ini adalah didasarkan pada asumsi bahwa aliran
keluar biaya persediaan adalah kebalikan dari kronologi terjadinya biaya. Pada metode
ini, harga beli terakhir dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga (inflasi),
sehingga laba yang dihasilkan akan kecil dan pajak yang terutang juga menjadi lebih
kecil. Namun, berdasarkan PSAK 14 metode LIFO tidak boleh digunakan lagi.

3. Metode Persediaan Rata – Rata Tertimbang (Average)


Metode average biasa disebut metode rata-rata tertimbang. Metode average
membagi antara biaya barang persediaan untuk dijual dengan jumlah unit yang tersedia.
Sehingga persediaan akhir dan beban pokok penjualan dapat dihitung dengan harga rata-
rata. Metode average adalah titik tengah atau perpaduan dari metode FIFO dan LIFO.
Jadi kelebihan dan kekurangan metode ini berada diantara metode LIFO dan FIFO.
Dalam penerapan metode Average berarti perusahaan akan menggunakan
persediaan barang yang ada di gudang untuk dijual tanpa memperhatikan barang mana
yang masuk lebih awal atau akhir.

C. Pengaruh Metode Harga Perolehan terhadap Laporan Keuangan, Neraca dan Laba
Rugi
1. Pengaruh FIFO
Metode FIFO adalah cara yang lebih sederhana dalam menghitung nilai persediaan
dan biaya barang yang terjual, ketika barang Ketika harga barang cenderung meningkat,
metode FIFO membantu menunjukkan keuntungan yang lebih tinggi pada laporan
keuangan karena biaya inventaris yang lebih rendah dibandingkan dengan harga jual
yang lebih tinggi.
Namun, salah satu kelemahan FIFO terjadi dalam situasi inflasi, di mana metode
ini dapat menghasilkan beban pajak yang lebih tinggi. Ini karena, dalam kondisi harga
yang meningkat, biaya inventaris yang lebih rendah (karena dihitung berdasarkan harga
pembelian yang lebih dahulu) akan menghasilkan laba kotor yang lebih tinggi, yang
pada gilirannya meningkatkan kewajiban pajak perusahaan.
2. Pengaruh LIFO
Metode LIFO dapat menyebabkan persediaan lama tertinggal di gudang, potensial
menyebabkan masalah dengan kedaluwarsa atau usang jika tidak dikelola dengan baik.
Kondisi ini tentu menjadi masalah untuk produk yang memiliki umur simpan terbatas
atau untuk industri yang mengalami perubahan cepat dalam perkembangan teknologi
atau preferensi konsumen.
Selain itu, LIFO dapat membuat nilai persediaan yang dilaporkan di neraca
keuangan menjadi lebih rendah dari yang sebenarnya, karena persediaan tersebut
dihitung berdasarkan harga pembelian yang lebih lama dan mungkin lebih rendah. Ini
bisa mengakibatkan penurunan nilai aset perusahaan pada laporan keuangan, yang
mungkin tidak menguntungkan dari perspektif investor atau pemberi pinjaman.
3. Pengaruh Average
Dalam metode ini masalah persediaan mungkin tidak mencerminkan nilai
ekonomi yang berlaku dan akan merugikan perusahaan, dimana ketika nilai rata – rata
persediaan dibagi dengan jumlah unit maka akan menghasilkan jumlah dengan titik
decimal yang harus dibulatkan keatas atau kebawah ke bilangan bulat, sehingga metode
ini tidak memberikan hasil yang benar – benar akurat dan akan berdampak pada
pencatatan laporan keuangan, neraca serta laporan laba rugi peusahaan.

D. Pemilihan Metode Harga Perolehan dan Pengaruhnya terhadap Pajak


Dalam pemilihan metode harga perolehan yang akan digunakan biasanya dipengaruhi
oleh jenis dan sifat barang persediaan yang dijual. Ada jenis barang yang hanya cocok
menggunakan metode tertentu, namun ada juga jenis dan sifat barang yang bisa
menggunakan beberapa metode, maka setiap perusahaan harus menentukan metode yang
paling cocok dan akurat, karena kesalahan dalam mencatat persediaan barang akan
mempengaruhi Neraca (Balance Sheet) dan Laporan Laba Rugi (Income Statements).
➢ Pengaruh Metode Harga Perolehan terhadap Pajak antara lain;
1. FIFO terhadap Pajak
Pasar yang bersifat fluktuatif menyebabkan biaya produksi suatu produk terus
naik sejalan dengan inflasi. FIFO menjadi metode yang dapat membuat catatan
keuangan perusahaan terlihat lebih impresif. Dengan metode persediaan FIFO,
produk atau barang yang dijual adalah produk terlama dengan harga produksi yang
masih murah. Hal ini membuat margin dan keuntungan terlihat lebih besar jika
dibandingkan dengan perhitungan metode rata-rata. Namun disisi lain dengan
tingginya profit yang dihasilkan perusahaan maka pajak yang harus dibayarkanpun
menjadi semakin besar.
2. LIFO terhadap Pajak
Berbanding terbalik dengan metode FIFO, dalam metode LIFO apabila harga
mengalami kenaikan maka harga barang menjadi konservatif. Laba operasional
tidak dipengaruhi oleh untung atau rugi dari fluktuasi harga serta laba atau rugi yang
dihasilkan perusahaan cenderung lebih rendah dan ini akan mengakibatkan biaya
pajak yang harus dibayarkan semakin rendah.
3. Average terhadap Pajak
Merupakan metode pendekatan dimana harga barang yang dijual dicatat
berdasarkan rata – rata harga dari seluruh barang yang ada. Metode average ini cocok
untuk produk yang tidak memiliki kadaluarsa seperti furniture, alat elektroik, alat
tulis kantod, dll. Pajak yang terutang cenderung lebih kecil daripada FIFO
dikarenakan semua biaya yang dikeluarkan langsung dibagi dengan banyaknya unit
persediaan serta laba yang dihasilkan juga menjadi lebih kecil.

E. Penyajian dalam Laporan Keuangan


PSAK (Pernyataan Standar Akutansi Keuangan) Persediaan (PSAK 14) adalah standar
akuntansi keuangan yang mengatur tentang pengakuan, pengukuran, dan penyajian
persediaan dalam laporan keuangan suatu entitas. Tujuan dari PSAK Persediaan adalah
untuk memastikan bahwa persediaan dilaporkan dengan cara yang konsisten dan transparan
dalam laporan keuangan.
PSAK Persediaan berlaku untuk semua jenis persediaan, baik persediaan barang jadi,
persediaan bahan baku, persediaan barang dalam proses, maupun persediaan barang yang
dikirimkan atas nama pihak lain.
Selain itu, PSAK Persediaan juga mengatur tentang perlakuan persediaan dalam
situasi tertentu, antara lain:
1) Persediaan yang dimiliki oleh perusahaan dalam bentuk konsinyasi, yaitu
persediaan yang dimiliki oleh pihak lain namun disimpan di gudang perusahaan
untuk dijual. Dalam hal ini, perusahaan harus memperlakukan persediaan
konsinyasi sebagai persediaan milik pihak lain dan tidak boleh mengakui
persediaan tersebut sebagai aset.
2) Persediaan yang dijual secara kredit atau cicilan, yaitu persediaan yang dijual
dengan memberikan kredit kepada pembeli atau dengan membayar secara cicilan.
Dalam hal ini, perusahaan harus memperhatikan ketentuan mengenai pengakuan
pendapatan dan pengakuan piutang dagang.
3) Persediaan yang dihasilkan oleh perusahaan untuk kepentingan internal, seperti
prototipe atau barang percobaan. Dalam hal ini, perusahaan harus memperlakukan
persediaan tersebut sebagai biaya produksi dan tidak boleh mengakui persediaan
tersebut sebagai aset.

PSAK Persediaan juga menyediakan pedoman mengenai pengukuran persediaan pada


perusahaan manufaktur dan perdagangan. Perusahaan manufaktur harus menghitung biaya
produksi persediaan dengan memperhitungkan biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik yang terkait. Sementara itu, perusahaan perdagangan
harus menghitung biaya perolehan persediaan dengan memperhitungkan harga beli, biaya
pengangkutan, dan biaya lainnya yang terkait.
Dalam hal terdapat ketidakpastian terkait penurunan nilai persediaan, perusahaan
harus melakukan estimasi yang cermat dan mengadopsi metode yang konsisten dalam
penghitungan penurunan nilai persediaan. Dengan memperhatikan ketentuan PSAK
Persediaan secara cermat, perusahaan dapat menghindari kesalahan dalam pengakuan,
pengukuran, dan penyajian persediaan dalam laporan keuangan serta memastikan laporan
keuangan yang disajikan akurat dan dapat dipercaya. Beberapa hal lain yang perlu
diperhatikan terkait dengan PSAK Persediaan antara lain:
1) Biaya perolehan atau biaya produksi harus mencakup semua biaya yang
diperlukan untuk memperoleh atau memproduksi persediaan, termasuk biaya
pengangkutan dan biaya lainnya yang terkait.
2) Persediaan harus diukur dengan biaya yang lebih rendah antara biaya perolehan
atau biaya produksi dan nilai realisasi bersih. Nilai realisasi bersih adalah harga
jual diperkirakan dari persediaan setelah dikurangi biaya-biaya penjualan.
3) Jika terdapat penurunan nilai persediaan, maka penurunan nilai tersebut harus
diakui sebagai kerugian dalam laporan laba rugi. Penurunan nilai persediaan dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti perubahan harga pasar, kerusakan atau
kecacatan barang, atau kemerosotan permintaan.
4) Persediaan harus dicatat dan diinventarisasi secara teratur dan dilakukan
pengecekan fisik persediaan secara berkala untuk memastikan keakuratan catatan
persediaan.
5) Persediaan yang diakui sebagai aset tidak boleh dihapuskan dari laporan keuangan
kecuali jika persediaan tersebut telah terjual atau dibuang, atau jika ada indikasi
yang kuat bahwa persediaan tersebut tidak akan laku terjual.
6) Perusahaan harus mencatat persediaan dengan sistem yang memungkinkan
informasi yang diperlukan untuk pengendalian persediaan dan pengambilan
keputusan terkait persediaan.
7) Perusahaan harus memperhatikan ketentuan mengenai metode penghitungan biaya
persediaan yang digunakan. Metode yang dapat digunakan antara lain metode
FIFO (first in first out), LIFO (last in first out), atau metode rata-rata tertimbang.
8) Perusahaan harus memperhatikan ketentuan mengenai penilaian persediaan yang
rusak, tidak layak jual, atau kadaluwarsa. Persediaan yang tidak layak jual harus
dihapuskan dari catatan persediaan dan diakui sebagai kerugian dalam laporan
laba rugi.
9) Perusahaan harus memperhatikan ketentuan mengenai pengungkapan informasi
terkait persediaan dalam laporan keuangan, seperti jumlah persediaan, metode
penghitungan biaya persediaan yang digunakan, dan informasi mengenai
persediaan yang rusak atau tidak layak jual.

Dalam menyusun laporan keuangan, perusahaan perlu memperhatikan ketentuan


PSAK Persediaan dengan cermat agar laporan keuangan yang disajikan dapat dipercaya dan
memberikan informasi yang berguna bagi pengguna laporan keuangan, seperti pemilik
perusahaan, investor, dan kreditor.

Anda mungkin juga menyukai