EFEKTIFITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK SELF-TALK UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN AKADEMIK SISWA KELAS X MAN 3 KOTA BANDA ACEH Baruu
EFEKTIFITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK SELF-TALK UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN AKADEMIK SISWA KELAS X MAN 3 KOTA BANDA ACEH Baruu
EFEKTIFITAS KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK SELF-TALK UNTUK MENGURANGI TINGKAT KECEMASAN AKADEMIK SISWA KELAS X MAN 3 KOTA BANDA ACEH Baruu
Diajukan sebagai Tugas Proposal Penelitian Kuantitatif sebagai bagian dari tugas Mata Kuliah
Metodologi Penelitian Kuantitatif Semester Ganjil 2024
Disusun Oleh:
Ninda Zakia Izza
2206104030005
Dosen Pengampu:
Drs. Syaiful Bahri, M.Pd
Puji dan syukur kita ucapkaan kepada kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita
hidayah, karunia dan kenikmatanNya sehingga penulis dapat menyusun proposal ini sebagai
Tugas Proposal Penelitian Kuantitatif sebagai bagian dari tugas Mata Kuliah Metodologi
Penelitian Kuantitatif Semester Ganjil 2024 dengan Judul “Efektifitas Konseling Kelompok
dengan Teknik Self-Talk Untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan Akademik Siswa Kelas X
Man 3 Kota Banda Aceh. ”. Tak lupa Shalawat serta salam peneliti kepada junjungan Islam
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari alam kebodohan kepada alam yang
penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penulis menyadari bahwa dalam proposal ini terdapat banyak kekurangan yang
disebabkan karena keterbatasan wawasan dan pengetahuan, oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati peneliti sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk
menyempurnakan penelitian ini dan untuk lebih baik kedepannya.
Dalam penyelesaian proposal ini, peneliti banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
peneliti juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada pihak-pihak
yang telah membantu dan berkontribusi dalam menyelesaikan penelitian ini. Semoga kita adalah
orang-orang yang senantiasa selalu beriman dan mendapatkan syafaat dari apa yang dikerjakan.
Allahumma Aamiiin Yarabbal’alamin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
2.3 Kecemasan.............................................................................................................................8
3.2.1 Populasi.........................................................................................................................12
3.2.2 Sampel...........................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
berbagai aspek kehidupan siswa, termasuk prestasi akademik, kesehatan mental, dan interaksi
sosial. Siswa kelas X, sebagai kelompok yang baru memasuki fase transisi dari SMP ke SMA,
sering kali menghadapi tekanan akademik yang lebih tinggi, tuntutan untuk beradaptasi dengan
lingkungan baru, serta ekspektasi yang tinggi dari diri sendiri maupun dari orang tua dan guru.
Tingkat kecemasan dapat menurunkan motivasi dan prestasi akademik. Jika kecemasan
akademik tidak ditangani dengan baik, maka akan berdampak tidak baik pada diri siswa
semisalnya mereka akan membenci guru, menunda-nunda pekerjaan rumah (PR), mengerjakan
tugas sekolah dengan tidak baik, membolos, berbohong kepada orang tuanya sendiri, dan
menarik diri dari lingkungan. Kecemasan akademik yang tinggi akan menimbulkan penurunan
motivasi belajar yang dimiliki oleh siswa dalam kegiatan akademik. Keadaan seperti ini akan
berdampak buruk pada prestasi belajar yang diraih oleh siswa. Beberapa penelitian juga
menunjukkan bahwa kecemasan akademik sangat mempengaruhi kebiasaan belajar siswa
sehingga akan berdampak kepada kecerdasan siswa.
Diperkuat oleh hasil penelitian (Hashempour & Mehrad, 2014) menunjukkan bahwa
kecemasan akademik sangat berhubungan dengan proses belajar siswa, ketika kecemasan
akademik siswa meningkat maka proses belajarnya akan tidak efektif. Dari beberapa penelitan
diatas dapat disimpulkan bahwa kecemasan akademik dapat mempengruhi kebiasaan dan proses
belajar siswa menjadi tidak epektif sehingga akan berdampak kepada prestasi akademik siswa.
Layanan konseling kelompok cognitive behaviour therapy (CBT) menggunakan teknik self-talk.
adalah suatu tekhnik yang lazim digunakan untuk menangani masalahmasalah, seperti:
perfeksionisme, hawatir atau cemas, self-esteem, dan pengelolaan amarah (Erford, 2016: 231).
positif dapat digunakan untuk membantu individu lebih memfokuskan pada hal-hal positif
daripada negatif dan untuk memperkuat keterampilan coping mereka. Tujuannya adalah agar
individu mengidentifikasi pikiran-pikiran atau selftalk negatif dan mengenali bahwa situasi itu
tidak seburuk kelihatannya.
Beberapa penelitian menunjukkan teknik self talk efektif dalam mengurangi kecemasan
seseorang penelitian yang telah dilakukan oleh (Kross dkk., 2014). Dari study yang telah dikaji
peneliti menemukan bahwa self-talk dapat mempengaruhi perilaku seseorang, perasaan dan stres
sosial yang dialami oleh seseorang. Penelitian yang serupa juga telah dilakukan oleh
(Hatzigeorggiadis, 2006). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa, self-talk dapat
mempengaruhi perhatian sisiwa, kepercayaan diri siswa, kecemasan siswa, dan motivasi siswa.
2
Berdasarkan pemahaman dan hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas, merupakan bukti
bahwa penerapan teknik self-talk sudah pernah digunakan dalam mengurangi kecemasan
seseorang. Namun, dalam penelitian ini dieksplorasi lebih lanjut tentang keefektifan teknik self-
talk untuk mengurangari tingkat kecemasan dalam aspek akademik siswa kelas X MAN 3 KOTA
BANDA ACEH.
MAN 3 Kota Banda Aceh, sebagai salah satu lembaga pendidikan Islam yang memiliki
standar akademik tinggi, tidak terlepas dari fenomena ini. Banyak siswa di kelas X yang
menunjukkan tanda-tanda kecemasan akademik seperti kekhawatiran berlebihan terhadap hasil
ujian, rasa takut gagal, dan kesulitan dalam mengelola waktu belajar. Kecemasan ini, jika tidak
ditangani dengan baik, dapat menurunkan motivasi belajar dan berpotensi menurunkan prestasi
akademik mereka.
Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk melihat Efektifitas Konseling
Kelompok dengan Teknik Self Talk Untuk Mengurangi Tingkat Kecemasan Akademik Siswa
Kelas X Man 3 Kota Banda Aceh.
3
b. Meningkatkan kepercayaan diri dan kesehatan mental siswa melalui penggunaan
teknik self-talk yang positif.
c. Menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dengan mengurangi
kecemasan yang dapat menghambat prestasi akademik.
d. Menyediakan pendekatan baru dalam program bimbingan dan konseling untuk
mengatasi kecemasan akademik siswa.
e. Meningkatkan efektivitas intervensi konseling yang sudah ada dengan memasukkan
teknik self-talk.
2. Manfaat teoritis
a. Menambah literatur dan bukti empiris mengenai efektivitas konseling kelompok
dengan teknik self-talk dalam konteks pendidikan.
b. Memberikan wawasan baru tentang mekanisme dan proses yang terjadi dalam
konseling kelompok yang berfokus pada self-talk.
c. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas intervensi psikologis
ini dalam mengurangi kecemasan akademik.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Adapun Manfaat self talk bagi keseharian kita adalah :
a. Penyaluran emosi Saat kita merasa kesal dengan orang lain kadang-kadang sadar
atau tidak sadar di dalam diri kita terjadi percakapan. Apakah kita mau marah atau
tidak. Jika marah seperti apa, dan jika tidak apa alasanya. Saat kita memutuskan
untuk tidak marah kadang kita masih merasa kesal. Di sinilah kita memerlukan
self talk. Namun berhati-hatilah jangan sampai self talkmembuat kita semakin
merasa tidak nyaman.
b. Alat bantu mengambil keputusan Saat dihadapkan dengan dua pilihan
menyenangkan, self talk menjadi penolong yang berperan penting. Maka self talk
bisa dimanfaatkan sebagai alat penimbang sebelum pencapaian keputusan akhir.
c. Mengenal dan menerima diri sendiri Self talk yang kita lakukan membuat kita
lebih akrab dengan diri sendiri. Dengan seringnya bercakap-cakap sendiri, sifat-
sifat akan keluar, tinggal bagaimana kita membawanya.
d. Berinteraksi dengan orang lain Atas dasar keinginan dan kebutuhan, kita akan
memutuskan untuk berinteraksi dengan orang lain. Monolog kita adalah kita
menimbang kebutuhan sendiri, memperkirakan apakah orang lain bisa memenuhi
kebutuhan kita, menimbang segala resiko lalu kita memutuskan untuk mengambil
tindakan. Bentuk relasi ang kemudian terjadi adalah bergantung pada self talk
kita.
e. Mengembangkan diri Banyak kata-kata mutiara yang bisa dijadikan acuan self
talk. Misalnya kebiasaan menyalahkan orang lain membuat kita tidak bisa melihat
kesalahan diri sendiri. Kalimat ini membuat kita berfikir dalam hati dan akhirnya
berubah menjadi monolog dengan diri sendiri yang akan membawa pencerahan
dan membuat kita lebih berkembang.
Self talk dalam REBT terdiri dari dua macam, yaitu self talk positif atau rasional dan self
talk negatif atau irasional. Masing-masing self talk tersebut memiliki pengaruh yang kuat
terhadap pikiran dan perilaku. Berikut ini merupakan penjelasan tentang self talk positif dan self
talk negatif :
1. Self Talk Positif. Self Talk positif adalah alat yang kuat untuk mengubah jalur secara mental
sehingga bisa menghadapi kesempatankesempatan belajar dengan kekuatan dan rasa
6
percaya diri. Pusat-pusat belajar di dalam pikiranpun terisi dengan kekuatan penuh serta
bekerja secara optimal. Segitiga self talk positif, semua sudut dalam segitiga ini tidak
terbebas dari konflik, justru ketiganya bekerja sama dalam harmoni. Dan hasilnya
muncullah rasa damai dan kepercaaan diri yang tinggi. Dalam self talk positif maka
seseorang selalu “Oke”. Hal ini karena sudut P dari segitiga bisa diakses ke Personal Power
(P+), sehingga menjadi asertif dan melindungi diri sendiri. P+ (persecutor atau penganiaya)
juga memberi batas-batas emosional internal yang turut membantu dalam mengatur emosi.
Jika orang menggunakan self talk positif, maka seseorang akan sangat mungkin tetap
termotivasi untuk mencapai tujuan mereka (Erford, 2016: 224).
Sehingga self talk positif akan meningkatkan motivasi seseorang untuk menampilkan atau
mencapai sesuatu dalam aktivitas dengan penuh kesenangan dan kegembiraan. Beretsky
(2011: 66) mengatakan bahwa ada satu hal yang sangat penting dan perlu diperhatikan
dalam self talk, yaitu selain self talk harus selalu positifsupaya menghasilkan sesuatu yang
juga positif, bentuk kalimat positive self talk juga dalam bentuk kalimat yang positif.
Pikiran bawah sadar cenderung untuk tidak membaca kata tidak atau negatif, jika kalimat
positive self talk terbiasa dengan bentuk kalimat yang negatif, kecenderungan pikiran
bawah sadar justru membaca dan merekam sebaliknya. Contohnya ialah positive self talk
namun dalam bentuk kalimat yang negatif adalah seperti ini, “Saya tidak takut”, maka
kecenderungan yang terbaca dalam pikiran bawah sadar adalah “Saya takut”. Untuk itu
perlunya kalimat yang positif agar alam bawah sadar kita juga membacanya secara positif
juga yaitu menggantinya dengan kalimat “saya berani”. Untuk meningkatkan self talk, hal
yang paling penting untuk dipahami adalah pola pikir untuk memfasilitasi penampilan dan
bagaimana mereka dapat membandingkan dengan pola pikir negatif yang dapat merusak.
Semakin sering seseorang mengucapkan kalimat positif pada diri sendiri maka perasaan
yang mengikuti kalimat tersebut juga semakin positif. Mengubah pola pikir seseorang juga
sedang berproses mengubah perasaan dalam dirinya.
2. Self talk negatif adalah kombinasi dari Penganiaya (Persecutor atau P-), Penolong (Rescuer
atau R-) dan/atau Korban (Victim atau V-). Masing-masing sudut dalam segitiga self talk
negatif itu berkonflik sehingga menimbulkan perselisihan. Self talk negatif dalam teori
REBT disebut sebagai ide-ide atau pikiran-pikiran yang tidak rasional. REBT memiliki
asumsi bahwa keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai irasional tersebut berhubungan secara
7
kausal dengan gangguan-gangguan emosional dan behavioralnya, maka cara yang paling
efisien untuk membantu orang tersebut adalah dengan mengonfrontasikan secara langsung
dengan filsafat hidup mereka sendiri dan mengajari bagaimana berpikir secara logis
sehingga mampu menghapus keyakinan-keyakinan irasionalnya. Self talk negative
seringkali bersifat self-defeating dan mencegah klien untuk membaik atau sukses. Sebuah
penelitian untuk memeriksa tipe-tipe pikiran yang lazim dikaitkan dengan self talk negatif.
Tiga masalah teratas yang ditemukan para peneliti mencakup masalah-masalah
interpersonal, penampilan fisik, dan ciri-ciri kepribadian.
2.3 Kecemasan
Kecemasan atau anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berkenaan
dengan adanya rasa terancam oleh sesuatu, biasanya dengan objek ancaman yang tidak begitu
jelas. Ancaman itu menimbulkan perasaan tidak menyenangkan yang ditandai dengan
8
ketegangan yang diiringi perasaan takut khawatir dan gelisah, sehingga individu tidak mampu
merespon bahaya tersebut secara wajar. Menurut Bandura (dalam Prawitasari, 2012) kecemasan
yang dipicu oleh ketidakyakinan akan kemampuan diri untuk mengatasi tugas-tugas akademik
disebut sebagai kecemasan akademik (academic anxiety).
Kecemasan akademik merupakan suatu jenis kecemasan yang berpotensi yang dirasakan
oleh siswa dalam lingkungan akademik. Kecemasan akademik merupakan masalah yang
bersumber dari pikiran negatif yang akan berdampak kepada prestasi akademik siswa. Dalam
pengobatan gangguan kecemasan, terapi kognitif-perilaku dapat membantu untuk
mengidentifikasi dan menantang pola pikir negatif individu (Rehman, 2016). Penelitian yang
dilakukan oleh (Seligman & Ollendick, 2011) menunjukkan bahwa pendekatan CBT telah efektif
untuk menurunkan kecemasan yang dihadapi oleh anak atau remaja. Keefktifan pendekatan CBT
juga telah dilakukan oleh (Otte, 2011) dan (Wolgensinger, 2015) dalam penelitiannya
menunjukkan bahwa pendekatan CBT efektif dalam upaya mengurangi tingkat kecemasan
individu. Tekhnik dalam pendekatan perilaku-kognitif yang dapat diterapkan oleh konselor
kepada klien yang mengalami masalah bersumber dari pikiran negatif adalah teknik self-talk.
9
di atas dapat dipahami bahwa konseling kelompok adalah bantuan kepada individu di dalam
kelompok yang bersifat pencegahan, penyembuhan, dan pengarahan. Menurut Gazda (dalam
Kurnanto, 2013:8), konseling kelompok adalah suatu proses dinamis antar pribadi, berpusat pada
pemikiran dan perilaku yang disadari, dan dalam bentuk kelompok untuk mengungkapkan diri
kepada sesama anggota dan konselor.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa konseling kelompok adalah proses
dinamis antar pribadi dalam bentuk kelompok yang berpusat pada pemikiran dan perilaku yang
disadari untuk mengungkapkan diri. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa konseling kelompok adalah proses dinamis dalam pemberian bantuan kepada individu
dalam situasi kelompok untuk mengungkapkan diri kepada sesama anggota dan pemimpin
kelompok (konselor).
Konseling kelompok memiliki dua fungsi (Kurnanto, 2013: 9) yaitu sebagai berikut :
1. Fungsi layanan kuratif yaitu layanan yang diarahkan untuk mengatasi atau mengentaskan
permasalahan yang dialami individu.
2. Fungsi layanan preventif yaitu layanan yang diarahkan untuk mencegah terjadinya
permasalahan pada individu.
Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami dan disimpulkan bahwa fungsi dari
konseling kelompok adalah fungsi kuratif yang berarti mengentaskan permasalahan dan fungsi
preventif yang berarti mencegah permasalahan.
Tujuan Konseling Kelompok Menurut Prayitno (2004:4) tujuan dari konseling kelompok
yaitu terkembangnya perasaan, pikiran, wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku khususnya
dan bersosialisasi dan berkomunikasi; terpecahnya masalah individu yang bersangkutan dan
diperolehnya imbasan pemecahan masalah tersebut bagi individu lain yang menjadi peserta
layanan. Menurut Wibowo (2005:20) tujuan yang ingin dicapai dalam konseling kelompok, yaitu
pengembangan pribadi, pembahasan dan pemecahan masalah pribadi yang dialami oleh masing-
masing anggota kelompok, agar terhindar dari masalah dan masalah terselesaikan dengan cepat
melalui bantuan anggota kelompok yang lain.
Menurut Sukardi, (2002:49).Tujuan konseling kelompok meliputi:
a) Melatih anggota kelompok agar berani berbicara dengan orang banyak.
b) Melatih anggota kelompok dapat bertenggang rasa terhadap teman sebayanya.
c) Dapat mengembangkan bakat dan minat masing-masing anggota kelompok.
10
d) Mengentaskan permasalahan – permasalahan kelompok. Berdasarkan pendapat di atas
dapat diapahami dan disimpulkan bahwa tujuan dari konseling kelompok adalah
menemukan jati diri, meningkatkan kemampuan berkomunikasi, memperoleh
kemampuan mengatur diri sendiri, meningkatkan kepekaan, dan meningkatkan
keberanian.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
3.2.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek yang akan diteliti, Menurut Sugiyono (2014) Populasi
diartikan sebagai subjek/objek yang mempunyai karakteristik tertentu yang diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini
adalah siswa/siswi Kelas X MAN 3 Kota Banda Aceh.
3.2.2 Sampel
Dalam penelitian ini, Sampel berjumlah 30 siswa dengan 15 siswa sebagai kelompok
eksperimen 1 dan 15 siswa lainnya sebagai kelompok eksperimen 2.
12
memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab nya.
Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup, yaitu angket yang menghendaki jawaban
pendek dan jawabannya diberikan dengan membubuhkan jawaban tertentu. Angket ini
menggunakan skala likert 4 pilihan jawaban. Skala likert merupakan skala yang digunakan untuk
mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena
sosial (Sugiono, 2011:41). Skala likert memiliki 4 pilihan jawaban yaitu sangat sesuai (SS),
sesuai (S), tidak sesuai (TS), dan sangat tidak sesuai (STS) dengan penilaian sebagai berikut :
13
3.5 Uji Validasi dan Reabilitas
a. Uji Validasi
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu instrumen pengukur (tes) dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas
instrumen dapat dibuktikan dengan beberapa bukti. Bukti-bukti tersebut antara lain secara
konten, atau disebut validitas konten atau validitas isi, secara konstruk atau dikenal dengan
validitas konstruk dan secara kriteria atau dikenal dengan validitas kriteria Suatu tes dikatakan
memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukur secara tepat atau
memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Uji
validitas dapat menggunakan rumus Pearson Product Moment, setelah itu diuji dengan
menggunakan uji t kemudian dilihat penafsiran dari indeks korelasinya (Puspasari & Puspita,
2022).
Pengujian validitas pada penelitian ini menggunakan aplikasi SPSS 22.0 dengan kriteria :
a. Jika nilai r hitung > r tabel, maka butir soal kuesioner dinyatakan valid. Sebaliknya, jika r
hitung < r tabel maka butir soal kuesioner dinyatakan tidak valid. b. Jika probabilitas (sig.) ≤
0,05, maka butir soal kuesioner dinyatakan valid. Sebaliknya, jika probabilitas (sig.) ≥ o,05 maka
butir soal kuesioner dinyatakan tidak valid.
b. Uji Reabilitas
Uji reliabilitas bertujuan untuk mengetahui sejauh mana instrumen tersebut dapat
dipercaya. Instrumen yang telah terstandar dan reliabel tetap harus dilakukan uji coba kembali
setiap akan digunakan. Hal ini disebabkan karena setiap subjek, lokasi, dan waktu yang berbeda
akan menghasilkan hasil yang berbeda pula (Yusup, 2018). Pengukuran reliabilitas data
dilakukan setelah pengukuran validitas data, hal ini untuk mengetahui apakah alat ukur dapat
digunakan atau tidak.Reliabilitas dapat diukur dengan beberapa rumus, diantaranya belah dua
dan Spearman Brown, (jika untuk mengetahui reliabilitas seluruh tes) Kuder Richardson-20,
Anova Hoyt dan alpha (Hidayat, 2021). Untuk uji reliabilitas instrumen pada penelitian ini,
peneliti menggunakan rumus Alpha dari Cronbach melalui aplikasi SPSS (Statistical Package for
the Social Sciences) dengan kriteria : a. Jika nilai Cronbach Alpha Variabel X lebih besar dari
nilai r-tabel, maka instrumen tersebut adalah reliabel b. Dan jika nilai Cronbach Alpha Variabel Y
lebih besar dari nilai r-tabel maka instrumen tersebut juga reliabel.
14
DAFTAR PUSTAKA
15
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Sukardi, Dewa Ketut. 2002. Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Van Breda, A. (2011). Resilience Theory: A Literature Review with special chapters on.
92(2001), 1–334.
Wibowo, Eddy Mungin. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT UNNES
Yusup, F. (2018). Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Kuantitatif. Jurnal
Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 7(1), (17-23.
16