Makalah Uas Hadist
Makalah Uas Hadist
Makalah Uas Hadist
Disusun oleh:
Agna Yunia Ningrum
NIM: 1222020010
Penulis
i
DAFTAR ISI
1.3 Tujuan............................................................................................... 2
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.3 Tujuan
Adapun makalah ini disusun bertujuan untuk:
1. Mengetahui apa pengertian hadist palsu
2. Memahami bagaimana sejarah dan perkembangan hadist palsu
3. Mengetahui faktor pemalsuan hadist
4. Mengetahui apa pengertian ingkar sunnah
5. Memahami bagaimana sejarah ingkar sunnah
6. Memahami bagaimana latar belakang kritik orientalis terhadap hadist nabi
7. Mengetahui bagaimana pandangan tokoh orientalis dalam mengkritik hadist
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Mayoritas ulama berpendapat bahwa kondisi hadits dari masa Nabi hingga
sebelum terjadinya konflik antara Ali dan Muawiyah masih bebas dari pemalsuan.
Namun, Sejak pertentangan antara Ali dan Muawiyyah tentang masalah jabatan
kekhalifahaan, terjadilah pemalsuan hadist yang dilakukan oleh kelompok
kelompok penyebar bid’ah atau orang-orang yang tidak mengikuti tradisi nabi dan
para sahabat.
Kemudian sejak terbunuhnya al-Husein bin Ali, terjadi perpecahan yang
luar biasa di kalangan umat muslim segingga menyebabkan munculnya beberapa
golongan seperti Khawarij, Syi’ah, Muawiyah dan jumhur sehingga pemalsuan
hadist semakin merajalela karena setiap golongan berusaha memperoleh legitimasi
dari al Quran dan hadist. Apalagi mereka tidak menemukan pada kesua sumber
tersebut maka Sebagian mereka akan menginterpretasikan keduanya sesuai dengan
tujuan dan kepentingan golongannya. Namun, karena al Quran sudah banyak
dihafal oleh masyarakat yang mana hal ini tidak memungkinkan mereka untuk
merubahnya. Maka dari itu mereka mengubah hadist, mengurangi hadist,
menambah-nambahkan bahkan hingga mengatas namakan Rasulullah bersabda
sementara nabi tidak pernah mengatakan hal tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, latar belakang kemunculan pemalsuan hadist
yang dapat dipahami dan diakui kebenarannya adalah menurut mayoritas ulama
dikarenakan tidak ada bukti kuat pemalsuan hadis pada masa Nabi dan para sahabat
sebelum masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan bukti-bukti yang ada,
pemalsuan hadis muncul dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Thalib,
yaitu setelah terjadinya konflik politik yang menimbulkan perpecahan dan
terbentuknya kelompok-kelompok, seperti Khawarij, Syiah, dan Sebagainya.
4
Terjadinya pertentangan politik di kalangan umat muslim dimulai sejak masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang berdampak pada munculnya hadist hadist
maudhu’ atau hadist palsu ini yang bertujuan untuk kepentingan golongan masing-
masing.
2. Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran islam (Herdi,
2014)
Terdapat kaum yang berusaha untuk merusak ajaran islam. Kaum tersebut
dikenal sebagai kaum zindik yang mana mereka menyamar menjadi bagian dari
umat islam yang berusaha untuk memecah belahkan umat islam dengan berbagai
cara diantaranya adalah dengan memalsukan hadist.
3. Mempertahankan madzhab dalam masalah fiqih dan masalah kalam (Herdi,
2014)
Hadits palsu juga diciptakan oleh para pengikut mazhab, baik dalam bidang
fikih maupun ilmu kalam. Mereka menciptakan hadist hadist maudhu atau palsu
dalam upaya mendukung dan memperkuat pendapat, hasil ijtihad dan pendirian
imam mereka.
4. Pembuatan cerita (Mukhtar, 2017)
Tidak hanya pengikut madzhab, para ahli cerita juga turut andil memalsukan
hadist dengan tujuan untuk menarik simpati orang banyak atau agar para
pendengarnya kagum terhadap cerita atau kisah yang disampaikan.
5. Pendekatan kepada penguasa (Mukhtar, 2017)
Pemalsuan hadist ini dilakukan untuk mendapatkan perhatian dan
penghargaan dari penguasa dengan membuat hadist yang berisi sesuatu yang dapat
menyenangkan hati para penguasa.
6. Keinginan berbuat baik tanpa dasar pengetahuan agama (Mukhtar, 2017)
Terdapat Sebagian orang soleh yang ingin berbuat baik namun ilmu
agamanya dangkal sehingga mereka membuat hadist palsu dengan bertujuan untuk
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.
5
Secara terminologi, ingkar sunnah berarti Paham yang timbul pada sebagian
minoritas umat islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih, baik
hadits mutawattir maupun ahad secara totalitas maupun sebagian tanpa ada alasan
yang dapat diterima.
Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa ingkar sunnah adalah pendapat
perorangan atau kelompok atau aliran yang menolak akan sunnah Nabi Muhammad
SAW sebagai dasar hukum islam.
6
dikemukakan oleh kelompok ini untuk mempertahankan pendiriannya, baik
mengutip dalil naqli atau bahkan alasan yang berlandaskan akal.
Mereka mengutip ayat al-Quran untuk dijadikan landasan untuk
mempertahankan pendiriannya, diantara ayat tersebut adalah:
QS. An-nahl: 89 yang artinya “Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an)
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)”
QS. Al-An’am: 38 yang artinya “dan tidak ada seekor binatangpun yang ada
di bumi dan burung burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan
sesuatupun dalam kitab, kemudian kepada tuhanlah mereka dikumpulkan.
Menurut penginkar sunnah, ayat tersebut menunjukan bahwa al-Quran telah
mencakup segala sesuati yang berkenaan dengan agama, tanpa perlunya penjelasan
dari as-sunnah.
2. Ingkar sunnah pada periode modern
Sesudah zaman imam syafi’i, munculah orang berpaham ingkar sunnah pada
zaman modern (abad ke-19 dan abad ke-20). Salah satu diantaranya adalah seperti
Ghulam Ahmad Parvez yang berasal dari India, Taufiq Sidqi yang berasal dari
Mesir dan Rasyad Khalifah kelahiran mesir yang menetap di Amerika Serikat.
Bahkan terdapat pengingkar sunnah yang berasal dari Indonesia. Seperti, Lukman
Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) dan Dadang Setio Groho yang meruapakan
karyawan dari Unilever. (Suhandi, 2015)
Mereka adalah orang yang berpaham ingkar sunnah. Argumen yang mereka
keluarkan tidak berbeda dengan para pengingkar sunnah zaman klasik. Adapun
alasan utama para pengingkar sunnah zaman modern ini adalah akibat pengaruh
kolonialisme yang semakin dahsyat. Para kolonialis memperdaya dan melemahkan
Islam melalui penyebaran faham-faham yang bertentangan dengan faham dasar
Islam.
7
tentang kebudayaan,agama,peradaba,kehidupan dan lain sebagainnya dari bangsa
dan negeri timur .
Mengenai siapa pertama kali orientalis yang membahas tentang hadist belum
ditemukan titik terang. Terdapat sebuah karya yang muncul pada abad ke 19 yang
cukup menggemparkan dunia islam pasalnya karya tersebut berisi kritikan salah
satu kitab fenomenal mereka. Ia adalah Ignas Goldziher dengan karyanya yang
berjudul Muhammedanise studien. Hal ini maenjadikan Mustafa Azami
menyimpulka bahwa Ignas Goldziher adalah orientalis pertama yang membahas
hadist. Namun, hal tersebut di bantah oleh A.J Wensinck bahwan bukan Ignas
Goldziher melainkan Snouck Hourgronje dengan karyanya yang berjudul colonial
international. (Zaimah, 2021)
Di kalangan orientalis terdapat dua kelompok dalam memandang nabi
Muhammad. Yaitu kelompok yang memandang bahwa nabi Muhammad adalah
seseorang yang diutus untuk mengeluarkan orang orang dari kedzoliman, dan
kelompok lainnya memandang bahwa nabi Muhammad adalah seorang penganut
agama Kristen. Pandangan kedua inilah memberikan pandangan negatif yang
mendominasi pada hadist dikalangan orientalis.
Dengan demikian, ada beberapa faktor yang menjadikan hadist sebagai
sumber kajian para orientalis untuk menjatuhkan islam, diantaranya adalah:
a. Hadist lebih mudah dikritik karena keberadaan hadist jauh setelah nabi
wafat. Sehingga, keotentikan hadist dipertanyakan terlebih banyak hadist
yang dibuat oleh orang yang tidak bertemu secara langsung dengan nabi
muahmmad SAW.
b. Banyaknya hadist palsu mengakibatkan sulitnya membedakan hadist shalih
dan palsu. Hal ini dijadikan kesempatan para orientalis untuk mengkritik
karya islam tersebut.
Dikalangan muhadditsin, terdapat tiga aspek yang menjadi obyek penelitian
hadist yaitu pelacakan hadist,kritikan matan dan metode kritik hadist. Dengan aspek
tersebut, para orientalis membuka jalan untuk menelitu keotentikan sebuah hadist.
Ada beberapa aspek yang keluar dari pendapat mereka secara umum (Zaimah,
2021) adalah sebagai berikut:
1. Pribadi nabi Muhammad
8
Menurut orientalis, pribadi nabi Muhammad perlu dipertanyakan, mereka
membagi status nabi Muhammad menjadi tiga, sebagai utusan, kepala negara dan
rakyat biasa. Sesuatu yang didasarkan dari nabi Muhammad barulah layak disebut
sebagai hadist jika hal tersebut berkaitan dengan hal hal praktis keagamaan.
2. Aspek sanad
Sanad merupakan bagian penting dalam hadist untuk menentukan keaslian
suatu hadist. Dengan demikian, Ilmu ilmu takhrijul hadist menjadi sangat penting
dikalangan peneliti hadist. Para orientalis dalam kritikannya mengenai hadist,
meragukan sanad yang sampai kepada nabi Muhammad. Justru tingkatan hadist lebi
tinggi jika sanad perawinya sampai sebatas sahabat. Oleh karena itu, para orientalis
juga menganggap sanad dalam hadist adalah fiktif atau tidak bisa dibedakan anatara
yang asli dan palsu.
3. Aspek matan
Para orientalis beranggapan bahwa ada kekeliruan pada para muhadditsin
atau peneliti hadist ini. karena para muhadditsin meneliti hanya sebatas sanad. Jika
sanad sudah aman dan sudah termasuk hadist shahih maka hal tersebut sudah final
dan tidak meneliti isi dari hadist tersebut. Dengan demikian, para orientalis
beranggapan bahwa matan juga mempunyai kelemahan.
9
Pendapat ini, disebabkan karena mereka meragukan bahwa tidak adanya bukti
yang menunjukkan bahwa hadist telah dibuat dan dicatat sejak masa Rasulullah
SAW dan bahkan orang yang membuat hadist pun lemah ingatannya sehingga tidak
menjamin keasliannya.
2. Joseph Schatcht
Joseph Schacht merupakan seorang orientalis yang berasal dari jerman yang
merupakan keturunan yahudi. Ia memiliki sebuah karya yang fenomenal yang
berjudul the origins of Muhammad jurisprudence dan an-introduction to Islamic
law. Didalamnya ia mengatakan bahwa tidak ada hadist yang benar benar asli dari
nabi Muhammad SAW. Jikapun ada, maka jumlahnya pun sedikit sekali. (Zaimah,
2021)
Ia lebih menyoroti pada bagian sanad hadist, karena menurutnya bagian
terbesar dari sanad hadist adakah palsu. Ia berpendapat bahwa sanad adalah hasil
rekayasa para ulama pada abad kedua hijriyah dalam menyandarkan sebuah hadist
kepada tokoh-tokoh terdahulu hingga akhirnya sampai pada tingkatan tertinggi
yaitu nabi Muhammad SAW untuk mencari legitimasi yang kuat dari hadist
tersebut.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
a. Menurut jumhur al-muhadditsin, Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik
antara golongan Ali dan pendukung Muawiyah. Upaya islah dan tahkim
tidak mampu meredam pertentangan mereka, bahkan semakin menambah
ruwetnya masalah dengan keluarnya Sebagian pengikut Ali (khawarij) dan
membentuk kelompok sendiri. Golongan yang terakhir ini tidak hanya
memusuhi Ali, tapi juga melawan Muawiyah. Mereka saling
mengunggulkan kelompok mereka masing-masing dengan membuat hadits-
hadits palsu dengan anggapan jika itu hadits maka orang-orang akan
percaya dengan pernyataan tersebut.
b. Inkar as-sunnah yaitu paham atau pendapat individu maupun kelompok
yang menolak sunnah Nabi sebagai landasan hukum islam. Kemudian
terdapat dua periode dalam Sejarah perkembangan inkar as-sunnah yaitu
periode klasik yang muncul pada penghujung abad ke-2 H dan periode
modern yang disebabkan oleh kolonialisme pada awal abad ke-19 di dunia
islam.
c. Orientalis adalah sekelompok ahli tentang soal-soal timur, yakni segala
sesuatu mengenai negeri negeri timur, terutama negeri arab tentang
kebudayaan,agama,peradaba,kehidupan dan lain sebagainnya dari bangsa
dan negeri timur. Mereka berpendapat bahwa hadist bukanlah berasal dari
Rasulullah SAW melainkan hasil rekayasa dari para ulama pada abad kedua
hijriyah. Pendapat ini dikarenakan mereka meragukan bahwa tidak adanya
bukti yang menunjukkan bahwa hadist telah dibuat dan dicatat sejak masa
Rasulullah SAW dan bahkan orang yang membuat hadist pun lemah
ingatannya sehingga tidak menjamin keasliannya.
11
3.2 Saran
Setelah apa yang penulis sampaikan diatas, penulis menyarankan kepada
pembaca untuk lebih mendalami materi mengenai problematika hadist sebagai dsar
tasyri’.
12
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah. (2013). Pemalsuan Hadist dan Upaya Mengatasinya. Al-Hikmah
Journal For Religious Studies, 199.
Herdi, A. (2014). Memahami Ilmu Hadist. Bandung: tafakur.
Mukhtar, M. (2017, Januari ). Hadis Maudhu' dan Permasalahannya. Ash-
shahabah, 3, 83.
Suhandi. (2015). Ingkar Sunnah (sejarah, argumentasi, dan respon ulama hadist).
Al-dzikra, 9, 102.
Zaimah. (2021, Juni 1). Orientalis Versus Ulama. Rusydiah , 2, 4-5.
iv