Makalah Uas Hadist

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PROBLEMATIKA HADIST SEBAGAI DASAR TASYRI’:


PEMALSUAN HADIST, INGKAR AS-SUNNAH DAN KRITIK
ORIENTALIS TENTANG HADIST

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah ulumul hadist


Dosen pengampu: Prof. Dr. H. Endang Soetari Ad, M.Si, Drs. Asep Herdi,
M.Ag.

Disusun oleh:
Agna Yunia Ningrum
NIM: 1222020010

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang.
Puji dan Syukur kami panjatkan ke hadirat allah SWT yang telah melimpahkan
taufiq dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul ‘Problematika hadist sebagai dasar tasyri’: pemalsuan
hadist, ingkar as-sunnah dan kritik orientalis tentang hadist’ dengan lancar
tanpa adanya kendala. Sholawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada
Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, kepada sahabatnya dan kepada
seluruh ummatnya yang semoga senantiasa istiqamah hingga akhir zaman.
Tak lupa penulis ucapkan banyak terimakasih kepada bapak Prof. Dr. H.
Endang Soetari Ad, M.Si dan bapak Drs. Asep Herdi, M.Ag selaku dosen
pengampu mata kuliah ulumul hadist yang telah mengarahkan dan membimbing
penulis dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran agar dapat dijadikan koreksi untuk karya ilmiah selanjutnya.

Bandung, 21 Desember 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 1

1.3 Tujuan............................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................ 3

2.1 Pengertian Hadist Palsu ..................................................................... 3

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadist Palsu ........................................... 3

2.3 Faktor Pemalsuan Hadist ................................................................... 4

2.4 Pengertian Ingkar Sunnah .................................................................. 5

2.5 Sejarah Ingkar Sunnah....................................................................... 6

2.6 Latar Belakang Kritik Orientalis Terhadap Hadist Nabi ..................... 7

2.7 Pandangan Tokoh Orientalis Dalam Mengkritik Hadist ..................... 9

BAB III PENUTUP .................................................................................. 11

3.1 Kesimpulan ..................................................................................... 11

3.2 Saran ............................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ iv

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Hadist merupakan sumber hukum islam yang kedua setelah al-Qur’an.
Biasanya istilah hadist mengacu pada segala sesuatu yang disandarkan kepada
Rasulullah SAW berupa perkataan, perbuatan dan ketetapannya.
Keberadaan hadits sebagai salah satu sumber hukum dalam islam memiliki
sejarah perkembangan dan penyebaran yang kompleks sejak masa pra-kodifikasi,
zaman nabi, sahabat, dan tabi’in hingga setelah pembukuan pada abad ke 2 H.
Sejarah perkembangan dan penyebaran hadits ini memberikan pengaruh yang besar
dalam sejarah peradaban Islam.
Namun dibalik pengaruh besar tersebut, ditemukan banyak problematika
seperti terdapat sekelompok kecil (minoritas) umat islam yang memalsukan hadist,
ada pula yang menolak otoritas hadist-hadist Nabi Muhammad SAW sebagai hujjah
yang mana kelompok ini dikenal sebagai ingkar sunnah dan bahkan terdapat kritik
orientalis terhadap hadist Nabi Muhammad SAW.
Untuk membuka wawasan secara global tentang problematika yang terdapat
pada hadist, maka dalam makalah singkat ini akan dibahas tentang pemalsuan
hadist, ingkar sunnah dan kritik orientalis terhadap hadist secara mendalam.

1.2 Rumusan Masalah


Supaya lebih mudah dalam memahami materi yang ditulis, penulis
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian hadist palsu?
2. Bagaimana sejarah dan perkembangan hadist palsu?
3. Apa faktor pemalsuan hadist?
4. Apa pengertian ingkar sunnah?
5. Bagaimana sejarah ingkar sunnah?
6. Bagaimana latar belakang kritik orientalis terhadap hadist nabi?
7. Bagaimana pandangan tokoh orientalis dalam mengkritik hadist?

1
1.3 Tujuan
Adapun makalah ini disusun bertujuan untuk:
1. Mengetahui apa pengertian hadist palsu
2. Memahami bagaimana sejarah dan perkembangan hadist palsu
3. Mengetahui faktor pemalsuan hadist
4. Mengetahui apa pengertian ingkar sunnah
5. Memahami bagaimana sejarah ingkar sunnah
6. Memahami bagaimana latar belakang kritik orientalis terhadap hadist nabi
7. Mengetahui bagaimana pandangan tokoh orientalis dalam mengkritik hadist

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Hadist Palsu


Hadist palsu ini dikenal juga sebagai hadist maudhu’. Kata maudhu’ adalah
isim maf’ul dari kata ‫وضعا‬-‫يضيع‬-‫ وضع‬yang menurut Bahasa berarti ‫األسقاط‬
(meletakkan atau menyimpan), ‫( االفتراء واالختتالف‬mengada-ada) dan ‫التركون المتروك‬
(ditinggalkan).
Hadits maudhu’ atau hadist palsu pada dasarnya bukanlah hadits yang
benar-benar berasal dari Nabi Muhammad SAW, melainkan merupakan pernyataan
atau berita yang sengaja dibuat oleh seorang perawi yang dikaitkan dengan hadits
Nabi SAW dengan tujuan dan motif tertentu yang kemudian menyebar di
masyarakat.
Ada beberapa pendapat para ulama tentang pengertian hadist maudhu’ secara
istilah, salah satunya adalah menurut Muhammad Ajjaj al-Khattib hadist maudhu’
adalah hadist yang disandarkan kepada Rasulullah SAW. Secara dibuat-buat dan
dusta, padahal beliau tidak mengucapkan, melakukan atau bahkan menetapkannya.
(Alamsyah, Pemalsuan Hadist dan Upaya Mengatasinya, 2013) Oleh karena itu,
hadist palsu ini tidak boleh diamalkan dan haram untuk di sebarluaskan karena
hadist palsu bukanlah berasal dari Rasulullah SAW.

2.2 Sejarah dan Perkembangan Hadist Palsu


Latar belakang kemunculan dan perkembangan hadist palsu dikalangan
pakar hadist merupakan persoalan yang diperdebatkan. Diantara pakar hadist ada
yang menyebutkan bahwa kemunculan hadist palsu itu terjadi sejak masa
Rasulullah SAW. pendapat ini hanyalah interpretasi dari pernyataan nabi bahwa
barang siapa yang yang secara sengaja membuat berita bohong dengan mengatas
namakan nabi, makan hendaklah ia bersiap-siap menempati neraka.
Pendapat lain menyatakan juga bahwa pemalsuan hadist telah terjadi pada
zaman Rasulullah SAW hanya pendapat ini berbeda dalam sudut objek
pemalsuannya. Pendapat ini menyatakan bahwa pemalsuan hadist ini memang
terjadi pada zaman Rasulullah SAW dan dilakukan oleh orang-orang munafik
dalam urusan duniawi bukan masalah agama.

3
Mayoritas ulama berpendapat bahwa kondisi hadits dari masa Nabi hingga
sebelum terjadinya konflik antara Ali dan Muawiyah masih bebas dari pemalsuan.
Namun, Sejak pertentangan antara Ali dan Muawiyyah tentang masalah jabatan
kekhalifahaan, terjadilah pemalsuan hadist yang dilakukan oleh kelompok
kelompok penyebar bid’ah atau orang-orang yang tidak mengikuti tradisi nabi dan
para sahabat.
Kemudian sejak terbunuhnya al-Husein bin Ali, terjadi perpecahan yang
luar biasa di kalangan umat muslim segingga menyebabkan munculnya beberapa
golongan seperti Khawarij, Syi’ah, Muawiyah dan jumhur sehingga pemalsuan
hadist semakin merajalela karena setiap golongan berusaha memperoleh legitimasi
dari al Quran dan hadist. Apalagi mereka tidak menemukan pada kesua sumber
tersebut maka Sebagian mereka akan menginterpretasikan keduanya sesuai dengan
tujuan dan kepentingan golongannya. Namun, karena al Quran sudah banyak
dihafal oleh masyarakat yang mana hal ini tidak memungkinkan mereka untuk
merubahnya. Maka dari itu mereka mengubah hadist, mengurangi hadist,
menambah-nambahkan bahkan hingga mengatas namakan Rasulullah bersabda
sementara nabi tidak pernah mengatakan hal tersebut.
Berdasarkan uraian diatas, latar belakang kemunculan pemalsuan hadist
yang dapat dipahami dan diakui kebenarannya adalah menurut mayoritas ulama
dikarenakan tidak ada bukti kuat pemalsuan hadis pada masa Nabi dan para sahabat
sebelum masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Berdasarkan bukti-bukti yang ada,
pemalsuan hadis muncul dan berkembang pada masa pemerintahan Ali bin Thalib,
yaitu setelah terjadinya konflik politik yang menimbulkan perpecahan dan
terbentuknya kelompok-kelompok, seperti Khawarij, Syiah, dan Sebagainya.

2.3 Faktor Pemalsuan Hadist


Pemalsuan hadits tidak hanya dilakukan oleh umat Islam saja, namun juga
dilakukan oleh non-Muslim. Non-Muslim membuat hadits palsu, karena didorong
oleh keinginan untuk melemahkan Islam dari dalam. Sedangkan orang orang
muslim tertentu membuat hadits palsu karena didorong oleh berbagai tujuan, yaitu
seperti sebagai berikut:
1. Pertentangan politik dalam soal pemilihan khalifah (Herdi, 2014)

4
Terjadinya pertentangan politik di kalangan umat muslim dimulai sejak masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib yang berdampak pada munculnya hadist hadist
maudhu’ atau hadist palsu ini yang bertujuan untuk kepentingan golongan masing-
masing.
2. Adanya kesengajaan dari pihak lain untuk merusak ajaran islam (Herdi,
2014)
Terdapat kaum yang berusaha untuk merusak ajaran islam. Kaum tersebut
dikenal sebagai kaum zindik yang mana mereka menyamar menjadi bagian dari
umat islam yang berusaha untuk memecah belahkan umat islam dengan berbagai
cara diantaranya adalah dengan memalsukan hadist.
3. Mempertahankan madzhab dalam masalah fiqih dan masalah kalam (Herdi,
2014)
Hadits palsu juga diciptakan oleh para pengikut mazhab, baik dalam bidang
fikih maupun ilmu kalam. Mereka menciptakan hadist hadist maudhu atau palsu
dalam upaya mendukung dan memperkuat pendapat, hasil ijtihad dan pendirian
imam mereka.
4. Pembuatan cerita (Mukhtar, 2017)
Tidak hanya pengikut madzhab, para ahli cerita juga turut andil memalsukan
hadist dengan tujuan untuk menarik simpati orang banyak atau agar para
pendengarnya kagum terhadap cerita atau kisah yang disampaikan.
5. Pendekatan kepada penguasa (Mukhtar, 2017)
Pemalsuan hadist ini dilakukan untuk mendapatkan perhatian dan
penghargaan dari penguasa dengan membuat hadist yang berisi sesuatu yang dapat
menyenangkan hati para penguasa.
6. Keinginan berbuat baik tanpa dasar pengetahuan agama (Mukhtar, 2017)
Terdapat Sebagian orang soleh yang ingin berbuat baik namun ilmu
agamanya dangkal sehingga mereka membuat hadist palsu dengan bertujuan untuk
melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

2.4 Pengertian Ingkar Sunnah


Ingkar sunnah terdiri dari dua kata, yaitu ingkar dan sunnah. Ingkar menurut
etimologi yaitu menolak atau mengingkari dan sunnah artinya suatu tradisi yang
sudah di biasakan. (Herdi, 2014)

5
Secara terminologi, ingkar sunnah berarti Paham yang timbul pada sebagian
minoritas umat islam yang menolak dasar hukum Islam dari sunnah shahih, baik
hadits mutawattir maupun ahad secara totalitas maupun sebagian tanpa ada alasan
yang dapat diterima.
Dari definisi diatas, dapat dipahami bahwa ingkar sunnah adalah pendapat
perorangan atau kelompok atau aliran yang menolak akan sunnah Nabi Muhammad
SAW sebagai dasar hukum islam.

2.5 Sejarah Ingkar Sunnah


Sejarah kemunculan ingkar sunnah terbagi menjadi dua periode, yaitu
sebagai berikut:
1. Ingkar sunnah pada periode klasik
Pertanda akan munculnya ingkar sunnah sudah ada sejak masa sahabat, ketika
sahabat Imran bin husain sedang menyampaikan hadis, seseorang menyela untuk
tidak perlu mengajarkannya, cukup dengan mengajarkan al-Quran saja.
Menanggapi hal tersebut, Imran berkata bahwa ibadah tanpa adanya petunjuk dari
Rasulullah itu tidak bisa.
Sikap pengingkaran atau penolakan terhadap sunnah nabi yang dilengkapi
dengan argumen muncul pada penghujung abad ke-2 Hijriyah pada masa abbasiyah
yang dilakukan oleh sekelompok kecil umat islam yang menolak sunnah sebagai
salah satu sumber atau dasar syara’.
Menurut Imam syafi’i dalam kitabnya yaitu al- umm menjelaskan bahwa
orang orang yang berpaham ingkar sunnah itu terbagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Golongan yang menolak seluruh sunnah yaitu golongan Khawarij.
b. Golongan yang menolak sunnah, kecuali bila sunnah itu memiliki
kesamaan dengan petunjuk al-Quran, mereka merupakan dari golongan
syi’ah
c. Golongan yang menolak sunnah yang berstatus ahad golongan ini hanya
menerima sunnah yang berstatus mutawatir, Mereka merupakan dari
golongan mu’tazilah.
Para ahli menyebut kelompok diatas merupakan kelompok ingkar sunnah
argumen kelompok yang menokak sunnah secara totalitas. Banyak argumen yang

6
dikemukakan oleh kelompok ini untuk mempertahankan pendiriannya, baik
mengutip dalil naqli atau bahkan alasan yang berlandaskan akal.
Mereka mengutip ayat al-Quran untuk dijadikan landasan untuk
mempertahankan pendiriannya, diantara ayat tersebut adalah:
QS. An-nahl: 89 yang artinya “Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an)
kepadamu untuk menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan
kabar gembira bagi orang yang berserah diri (Muslim)”
QS. Al-An’am: 38 yang artinya “dan tidak ada seekor binatangpun yang ada
di bumi dan burung burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan
semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tiadalah kami alpakan
sesuatupun dalam kitab, kemudian kepada tuhanlah mereka dikumpulkan.
Menurut penginkar sunnah, ayat tersebut menunjukan bahwa al-Quran telah
mencakup segala sesuati yang berkenaan dengan agama, tanpa perlunya penjelasan
dari as-sunnah.
2. Ingkar sunnah pada periode modern
Sesudah zaman imam syafi’i, munculah orang berpaham ingkar sunnah pada
zaman modern (abad ke-19 dan abad ke-20). Salah satu diantaranya adalah seperti
Ghulam Ahmad Parvez yang berasal dari India, Taufiq Sidqi yang berasal dari
Mesir dan Rasyad Khalifah kelahiran mesir yang menetap di Amerika Serikat.
Bahkan terdapat pengingkar sunnah yang berasal dari Indonesia. Seperti, Lukman
Sa’ad (Dirut PT. Galia Indonesia) dan Dadang Setio Groho yang meruapakan
karyawan dari Unilever. (Suhandi, 2015)
Mereka adalah orang yang berpaham ingkar sunnah. Argumen yang mereka
keluarkan tidak berbeda dengan para pengingkar sunnah zaman klasik. Adapun
alasan utama para pengingkar sunnah zaman modern ini adalah akibat pengaruh
kolonialisme yang semakin dahsyat. Para kolonialis memperdaya dan melemahkan
Islam melalui penyebaran faham-faham yang bertentangan dengan faham dasar
Islam.

2.6 Latar Belakang Kritik Orientalis Terhadap Hadist Nabi


Secara termonologi orientalis adalah orang yang mengkaji dunia ketimuran.
Menurut Ismail Yakub (Zaimah, 2021) orientalis adalah ahli tentang soal-soal
timur, yakni segala sesuatu mengenai negeri negeri timur, terutama negeri arab

7
tentang kebudayaan,agama,peradaba,kehidupan dan lain sebagainnya dari bangsa
dan negeri timur .
Mengenai siapa pertama kali orientalis yang membahas tentang hadist belum
ditemukan titik terang. Terdapat sebuah karya yang muncul pada abad ke 19 yang
cukup menggemparkan dunia islam pasalnya karya tersebut berisi kritikan salah
satu kitab fenomenal mereka. Ia adalah Ignas Goldziher dengan karyanya yang
berjudul Muhammedanise studien. Hal ini maenjadikan Mustafa Azami
menyimpulka bahwa Ignas Goldziher adalah orientalis pertama yang membahas
hadist. Namun, hal tersebut di bantah oleh A.J Wensinck bahwan bukan Ignas
Goldziher melainkan Snouck Hourgronje dengan karyanya yang berjudul colonial
international. (Zaimah, 2021)
Di kalangan orientalis terdapat dua kelompok dalam memandang nabi
Muhammad. Yaitu kelompok yang memandang bahwa nabi Muhammad adalah
seseorang yang diutus untuk mengeluarkan orang orang dari kedzoliman, dan
kelompok lainnya memandang bahwa nabi Muhammad adalah seorang penganut
agama Kristen. Pandangan kedua inilah memberikan pandangan negatif yang
mendominasi pada hadist dikalangan orientalis.
Dengan demikian, ada beberapa faktor yang menjadikan hadist sebagai
sumber kajian para orientalis untuk menjatuhkan islam, diantaranya adalah:
a. Hadist lebih mudah dikritik karena keberadaan hadist jauh setelah nabi
wafat. Sehingga, keotentikan hadist dipertanyakan terlebih banyak hadist
yang dibuat oleh orang yang tidak bertemu secara langsung dengan nabi
muahmmad SAW.
b. Banyaknya hadist palsu mengakibatkan sulitnya membedakan hadist shalih
dan palsu. Hal ini dijadikan kesempatan para orientalis untuk mengkritik
karya islam tersebut.
Dikalangan muhadditsin, terdapat tiga aspek yang menjadi obyek penelitian
hadist yaitu pelacakan hadist,kritikan matan dan metode kritik hadist. Dengan aspek
tersebut, para orientalis membuka jalan untuk menelitu keotentikan sebuah hadist.
Ada beberapa aspek yang keluar dari pendapat mereka secara umum (Zaimah,
2021) adalah sebagai berikut:
1. Pribadi nabi Muhammad

8
Menurut orientalis, pribadi nabi Muhammad perlu dipertanyakan, mereka
membagi status nabi Muhammad menjadi tiga, sebagai utusan, kepala negara dan
rakyat biasa. Sesuatu yang didasarkan dari nabi Muhammad barulah layak disebut
sebagai hadist jika hal tersebut berkaitan dengan hal hal praktis keagamaan.
2. Aspek sanad
Sanad merupakan bagian penting dalam hadist untuk menentukan keaslian
suatu hadist. Dengan demikian, Ilmu ilmu takhrijul hadist menjadi sangat penting
dikalangan peneliti hadist. Para orientalis dalam kritikannya mengenai hadist,
meragukan sanad yang sampai kepada nabi Muhammad. Justru tingkatan hadist lebi
tinggi jika sanad perawinya sampai sebatas sahabat. Oleh karena itu, para orientalis
juga menganggap sanad dalam hadist adalah fiktif atau tidak bisa dibedakan anatara
yang asli dan palsu.
3. Aspek matan
Para orientalis beranggapan bahwa ada kekeliruan pada para muhadditsin
atau peneliti hadist ini. karena para muhadditsin meneliti hanya sebatas sanad. Jika
sanad sudah aman dan sudah termasuk hadist shahih maka hal tersebut sudah final
dan tidak meneliti isi dari hadist tersebut. Dengan demikian, para orientalis
beranggapan bahwa matan juga mempunyai kelemahan.

2.7 Pandangan Tokoh Orientalis Dalam Mengkritik Hadist


ada beberapa tokoh orientalis yang mengkritik hadist nabi Muhammad SAW.
Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Ignaz goldziher
Dalam pandangannya, hadist yang menjadi pegangan kedua umat islam
setelah al-Quran itu diragukan keptentikannya sebagai sabda nabi Muhammad
SAW. Menurutnya, hadist merupakan produk yang muncul karena berbagai konflik
yang terjadi saat kejayaan islam yang penulisannya pun dipengaruhi oleh berbagai
aliran dan golongan. Hadist dipandang bukan dari nabi Muhammad dan
beranggapan bahwa hadist adalah buatan manusia pada abad setelah wafatnya
Rasulullah SAW.
Karena pendapat ignez tersebut mengundang orientalis lain untuk mengkritik
hadist. Salah satunya adalah Alfred Guillaume yang menyetujuin pendapat tersebut.

9
Pendapat ini, disebabkan karena mereka meragukan bahwa tidak adanya bukti
yang menunjukkan bahwa hadist telah dibuat dan dicatat sejak masa Rasulullah
SAW dan bahkan orang yang membuat hadist pun lemah ingatannya sehingga tidak
menjamin keasliannya.
2. Joseph Schatcht
Joseph Schacht merupakan seorang orientalis yang berasal dari jerman yang
merupakan keturunan yahudi. Ia memiliki sebuah karya yang fenomenal yang
berjudul the origins of Muhammad jurisprudence dan an-introduction to Islamic
law. Didalamnya ia mengatakan bahwa tidak ada hadist yang benar benar asli dari
nabi Muhammad SAW. Jikapun ada, maka jumlahnya pun sedikit sekali. (Zaimah,
2021)
Ia lebih menyoroti pada bagian sanad hadist, karena menurutnya bagian
terbesar dari sanad hadist adakah palsu. Ia berpendapat bahwa sanad adalah hasil
rekayasa para ulama pada abad kedua hijriyah dalam menyandarkan sebuah hadist
kepada tokoh-tokoh terdahulu hingga akhirnya sampai pada tingkatan tertinggi
yaitu nabi Muhammad SAW untuk mencari legitimasi yang kuat dari hadist
tersebut.

10
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
a. Menurut jumhur al-muhadditsin, Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
mulai terjadi pemalsuan. Pada masa tersebut telah terjadi perpecahan politik
antara golongan Ali dan pendukung Muawiyah. Upaya islah dan tahkim
tidak mampu meredam pertentangan mereka, bahkan semakin menambah
ruwetnya masalah dengan keluarnya Sebagian pengikut Ali (khawarij) dan
membentuk kelompok sendiri. Golongan yang terakhir ini tidak hanya
memusuhi Ali, tapi juga melawan Muawiyah. Mereka saling
mengunggulkan kelompok mereka masing-masing dengan membuat hadits-
hadits palsu dengan anggapan jika itu hadits maka orang-orang akan
percaya dengan pernyataan tersebut.
b. Inkar as-sunnah yaitu paham atau pendapat individu maupun kelompok
yang menolak sunnah Nabi sebagai landasan hukum islam. Kemudian
terdapat dua periode dalam Sejarah perkembangan inkar as-sunnah yaitu
periode klasik yang muncul pada penghujung abad ke-2 H dan periode
modern yang disebabkan oleh kolonialisme pada awal abad ke-19 di dunia
islam.
c. Orientalis adalah sekelompok ahli tentang soal-soal timur, yakni segala
sesuatu mengenai negeri negeri timur, terutama negeri arab tentang
kebudayaan,agama,peradaba,kehidupan dan lain sebagainnya dari bangsa
dan negeri timur. Mereka berpendapat bahwa hadist bukanlah berasal dari
Rasulullah SAW melainkan hasil rekayasa dari para ulama pada abad kedua
hijriyah. Pendapat ini dikarenakan mereka meragukan bahwa tidak adanya
bukti yang menunjukkan bahwa hadist telah dibuat dan dicatat sejak masa
Rasulullah SAW dan bahkan orang yang membuat hadist pun lemah
ingatannya sehingga tidak menjamin keasliannya.

11
3.2 Saran
Setelah apa yang penulis sampaikan diatas, penulis menyarankan kepada
pembaca untuk lebih mendalami materi mengenai problematika hadist sebagai dsar
tasyri’.

12
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah. (2013). Pemalsuan Hadist dan Upaya Mengatasinya. Al-Hikmah
Journal For Religious Studies, 199.
Herdi, A. (2014). Memahami Ilmu Hadist. Bandung: tafakur.
Mukhtar, M. (2017, Januari ). Hadis Maudhu' dan Permasalahannya. Ash-
shahabah, 3, 83.
Suhandi. (2015). Ingkar Sunnah (sejarah, argumentasi, dan respon ulama hadist).
Al-dzikra, 9, 102.
Zaimah. (2021, Juni 1). Orientalis Versus Ulama. Rusydiah , 2, 4-5.

iv

Anda mungkin juga menyukai