PEDOMAN Penerapan Bundel
PEDOMAN Penerapan Bundel
PEDOMAN Penerapan Bundel
(PPI)
Disusun Oleh :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan bimbingan dan petunjuk kepada kita semua sehingga kami berhasil
menyusun buku Pedoman Internal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di UPT
PUSKESMAS MORO.
Kami menyadari bahwa buku ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu kami sangat
berharap atas saran dan masukannya untuk pembenahan kedepannya.Semoga buku
ini bermanfaat bagi kita semua dalam upaya Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
UPT PUSKESMAS MORO
Tim Penyusun
2
KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................................. 4
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................................. 4
B. TUJUAN ............................................................................................................................................. 5
C. RUANG LINGKUP ............................................................................................................................... 5
D. BATASAN OPERASIONAL ................................................................................................................... 5
E. DASAR HUKUM ................................................................................................................................. 5
BAB II STANDAR KETENAGAAN ................................................................................................................... 7
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ..................................................................................................... 7
B. Distribusi Ketenagaan ....................................................................................................................... 7
C.Kegiatan Pokok dan Rincian Kegiatan ................................................................................................. 7
BAB III PRINSIP DASAR PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI .......................................................... 9
A.HAND HYGIENE / KEBERSIHAN TANGAN........................................................................................... 10
B.ALAT PELINDUNG DIRI (APD) ............................................................................................................ 15
C.PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI ............................................... 26
D.PENGENDALIAN LINGKUNGAN ......................................................................................................... 34
E.MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH .............................................................................................. 35
F.PENEMPATAN PASIEN ....................................................................................................................... 46
G.HYGIENE RESPIRASI/ETIKA BATUK .................................................................................................... 47
H.PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN ................................................................................................. 47
I.KESEHATAN PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN ......................................................................... 48
J.KEWASPADAAN BERDASARKAN PENULARAN/TRANSMISI................................................................. 48
BAB IV TATALAKSANA PENCEGAHAN & PENGENDALIAN INFEKSI PUSKESMAS/INFEKSI NOSOKOMIAL .... 54
BAB V .............................................................................................................................................. 57
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
4
B. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan, pemahaman, keterampilan sumber daya manusia
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi, sehingga dapat melindungi petugas
dan masyarakat dari penularan penyakit infeksi guna meningkatkan mutu pelayanan
di Puskesmas.
Tujuan Khusus
1. Menjadi penuntun bagi tenaga kesehatan hingga mampu memberikan pelayanan
kesehatan dimana resiko terjadinya infeksi dapat ditekan.
2. Menjadi acuan bagi para penentu kebijakan dalam perencanaan logistic di
Puskesmas.
3. Menjadi acuan dikalangan non medis yang mempunyai resiko terpajan infeksi
dalam pekerjaannya.
4. Menjadi bahan acuan petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan kepada
pasien/ keluarga pasien tentang tindakan pencegahan infeksi.
C. RUANG LINGKUP
D. BATASAN OPERASIONAL
Surveilans adalah suatu kegiatan yang dilaksanakan secara terus menerus dan
sistematik dalam bentuk pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan
diseminasi informasi hasil interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan.
E. DASAR HUKUM
5
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 374/Menkes/SK/V/2009 tentang Sistem
Kesehatan Nasional
6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tim PPI berjumlah 4 orang sesuai dengan struktur organisasinya.Tim PPI
terdiri dari Ketua, Sekretaris dan Anggota Tim yang terdiri dari masing-masing unit
terkait yang berhubungan langsung dengan kegiatan PPI.
7
b. Tim PPI mengadakan pelatihan cara penggunaan APD untuk semua perawat
sampai tenaga cleaning service.
c. Tim PPI membuat poster indikasi penggunaan APD.
3. Sosialisasi perawatan peralatan pasien dengan mengetahui cara pembersihan
alat non kritikal, semi kritikal dan kritikal.
PPI mengadakan sosialisasi cara dekontaminasi dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan cara-cara desinfeksi dan sterilisasi untuk semua alat non
kritikal, semi kritikal dan kritikal kepada Tim PPI.
4. Pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana pengelolaan limbah medis tajam/
non tajam dan limbah non medis di semua ruang pelayanan perawatan pasien.
a. Bekerja sama dengan Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan tempat
sampah medis dan non medis di seluruh area Puskesmas
b. Bekerja sama dengan Sanitasi dan Lingkungan untuk pengadaan safetybox di
seluruh area pelayanan perawatan pasien di Puskesmas.
5. Pelaksanaan program kesehatan karyawan
a. Bekerja sama dengan Tim K3 dalam melaksanakan pemeriksaan secara
berkala karyawan Puskesmas, terutama karyawan yang bekerja dengan resiko.
b. Bekerja sama dengan tim K3 dalam penanganan kasus pasca pajanan.
6. Sosialisasi dan pemenuhan poster etika batuk
Bekerja sama dengan bagian promkes dalam pemenuhan poster Etika batuk.
7. Sosialisasiprosedur penyuntikan yang aman dengan no recapping.
Tim PPI bersama bagian keperawatan melakukan sosialisasi cara penyuntikan
yang aman dengan one hand dan no recapping kepada seluruh tenaga
keperawatan dan tenaga non perawat dalam melakukan tindakan penyuntikan.
8. Pemenuhan kebutuhan cairan desinfektan, dekontaminasi, dan cara sterilisasi.
Bekerja sama dengan Sanitasi dan Lingkungan dalam pengadaan Spill kit untuk
semua area pelayanan perawatan pasien.
9. Surveilans oleh seluruh Tim PPI.
8
BAB III
Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi puskesmas dirancang untuk memutus rantai
penularan penyakit infeksi menuju perlindungan pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat.
1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD) : sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung, face
shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penatalaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
8. Higiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan
9
infeksi yang sudah dapat diduga atau diidentifikasi. Kewaspadaan isolasi sesuai cara
penularan infeksi diterapkan sebagai komplemen/tambahan pada kewaspadaan
standar tehadap pasien yang sudah diidentifikasi menderita penyakit infeksi
berdasarkan karakteristik demografik, klinik dengan atau tanpa pemeriksaan diagnostik
penunjang khususnya mikrobiologi klinik. Terdapat 3 jenis kewaspadaan isolasi
berdasarkan cara transmisi infeksi yaitu kewaspadaan transmisi kontak, kewaspadaan
transmisi droplet dan kewaspadaan transmisi airborne/udara.
Perlakukan baik pasien atau petugas sebagai individu yang potensial menularkan dan
rentan terhadap infeksi. Pertimbangkan penggunaan alat pelindung diri sesuai penilaian
risiko pada awal setiap aktivitas pelayanan kepada pasien.
KEWASPADAAN STANDAR
Kebersihan tangan telah diakui sebagai salah satu tindakan terpenting untuk
mengurangi penularan mikroorganisme dan mencegah infeksi di puskesmas/fasilitas
kesehatan lain. Diawali hasil penelitian Semmelweis (1861), berlanjut hasil-hasil
penelitian lain sesudahnya menunjukkan bahwa kebersihan tangan petugas
merupakan faktor penting pada penularan infeksi antar pasien. Berbagai penelitian
mengindikasikan bahwa penularan infeksi Puskesmas sebagian besar terjadi melalui
transmisi kontak, khususnya melalui kontak tangan petugas disamping kontak
melalui peralatan/tindakan invasif.
10
1. Mencuci tangan : dilakukan menggunakan air mengalir dengan sabun biasa atau
sabun antisepstik. Mencuci tangan dengan prosedur yang tepat harus dilakukan
apabila tangan terlihat kotor atau setelah terkena cairan tubuh;
2. Alternatif cuci tangan (alcuta) dengan handrub antiseptik : handrub antiseptik
juga berisi pelembut seperti gliserin, gliserol propelin atau sorbitol yang melindungi
dan melembutkan kulit.
- Dilakukan ketika tangan tidak terlihat kotoran atau debris.
- Alcuta dapat dilakukan menggunakan handrub antiseptik berbasis alkohol 70%
- Terutama di tempat yang akses wastafel dan air bersih terbatas.
3. Cuci tangan bedah (surgical handrub): cara kebersihan tangan sebelum
melakukan tindakan bedah :
a. Secara aseptik menggunakan sabun antiseptik dan sikat steril :
Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
Menggunakan air bersih mengalir serta menggunakan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat 4%.
Tangan dibasahi sampai siku.
Sabun antiseptik ini dipompa dari tempatnya menggunakan siku.
Mulai tangan kiri disikat : kuku, sela jari, telapak tangan (5x), punggung
tangan (5x), setiap sisi lengan bawah sampai siku (5x), hingga bersih. Ganti
tangan kanan, kerjakan serupa berulang ulang lima sampai sepuluh menit.
Tangan dibilas dengan air bersih yang mengalir dengan posisi Jari tangan
lebih tinggi dan posisi siku.
Dihindarkan tangan yang sudah dicuci bersih bersentuh benda di sekitarnya.
b. Secara aseptik menggunakan antiseptik handrub berbasis alkohol:
Lepaskan semua perhiasan yang ada di tangan (gelang, cincin).
Cuci tangan menggunakan air bersih mengalir dan sabun antiseptik yang
mengandung khlorheksidin glukonat sampai dengan siku, tanpa sikat
Keringkan dengan tisu pengering dengan baik
Ambil handrub berbasis alkohol di telapak tangan kiri, menggunakan tangan
kanan untuk mengoperasikan dispenser
Gosokkan ujung jari dan kuku jari kanan secara seksama di handrub alkohol
telapak tangan kiri untuk membersihkan kolonisasi kuman di bawah kuku (5
detik)
Gosokkan telapak tangan kiri pada tangan dari lengan kanan bawah sampai
dengan siku, dengan gerakan memutar, pastikan seluruh area lengan
tersebut tergosok sampai dengan handrub alkohol kering sempurna (15
detik)
Lakukan langkah iv-vi kembali untuk ujung jari dan kuku jari kiri (5 detik),
dilanjutkan lengan kiri bawah sampai dengan siku, sampai dengan kering
sempurna (15 detik)
Tuangkan kembali handrub berbasis alkohol dilanjutkan 7 langkah prosedur
handrub rutin (15-20 detik)
11
Indikasi Kebersihan Tangan
12
menemui pasien, setelah menemui pasien/kontak lingkungan sekitar pasien,
setelah kontak cairan tubuh, sebelum meninggalkan puskesmas, sebelum dan
setelah makan.
Jika tidak ada handuk kertas, keringkan tangan dengan handuk bersih atau
keringkan di udara. Handuk yang digunakan bersihdapat dengan cepat
terkontaminasi dan tidak lagi direkomendasikan. Membawa handuk /sapu
tangan kecil pribadi membantu menghindari pemakaian handuk kotor.
a. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat organik, sehingga jika
tangan terlihat kotor atau terkontaminasi (oleh darah atau cairan tubuh lain),
harus mencuci tangan dengan sabun dan air terlebih dahulu.
b. Antiseptik yang bereaksi cepat menghilangkan sementara atau mengurangi
mikroorganisme penghuni tetap dan melindungi kulit tanpa menggunakan air
direkomendasikan yang mengandung alkohol 60-90%, emollient dan dapat
ditambahkan antiseptik (misalnya khlorheksidin glukonat 2-4%) yang memiliki
anti residual.
c. Handrub antiseptik yang hanya berisi bahan aktif alkohol, berefek residual
terbatas dibandingkan yang berisi tambahan antiseptik seperti khlorheksidin
d. Hasil observasi mengindikasikan bahwa teknik mencuci tangan yang tidak tepat
dan keterbatasan sumber air bersih berhubungan dengan rendahnya tingkat
kepatuhan dan mengakibatkan rekomendasi kebersihan tangan menjadi tidak
efektif. Handrub antiseptik lebih efektif dibandingkan mencuci tangan dengan
sabun biasa atau sabun antiseptik karena dapat disediakan di berbagai tempat
sesuai kebutuhan, tidak memerlukan sumber air, waktu lebih singkat dan
kurang menimbulkan iritasi kulit (tidak kering, pecah-pecah atau merekah).
Dengan demikian,handrub antiseptik dapat menggantikan mencuci tangan
dengan sabun dan air sebagai prosedur utama dengan syarat tangan tidak
tampak kotor.
13
Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir :
40 – 60 Detik
Sumber : Pedoman WHO, 2009
14
Prosedur kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
Pelindung barier yang secara umum disebut sebagai alat pelindung diri
(APD) telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberkulosis di banyak negara,
pemakaian APD menjadi sangat penting untuk melindungi petugas. Dengan
munculnya infeksi baru seperti avian influenza (flu burung), sars dan penyakit
infeksi lainnya (emerging infectious diseases), pemakaian APD yang tepat dan
benar menjadi semakin penting baik untuk perlindungan pasien maupun petugas.
Sarung tangan kebersihan terbuat dan latex atau vinil yang tebal, seperti
sarung tangan yang biasa digunakan untuk keperluan rumah tangga. Sarung
tangan rumah tangga dipakai pada waktu meebersihan alat kesehatan,
membersihkan permukaan meja kerja, membersihkan permukaan lingkungan.
Sarung tangan jenis ini dapat digunakan lagi setelah dicuci besih.
16
Sarung tangan ganda perlu dipakai pada keadaan khusus, antara lain:
a. Tindakan yang memakan waktu lama (lebih dan 60 menit) dan atau
melakukan tindakan operasi di area sempit dengan kemungkinan besar
robekan sarung tangan oleh alat tajam seperti jarum, gunting atau penjepit;
b. Tindakan yang berhubungan dengan jumlah darah atau cairan tubuh yang
banyak Persalinan, dll.;
Sarung tangan rumah tangga dapat dicuci dan digunakan berkali-kali untuk
membePuskesmasihkan peralatan, pencucian linen, membePuskesmasihkan
ceceran darah atau cairan tubuh lain. Sarung tangan rumah tangga tidak dipakai
untuk perawatan yang menyentuh kulit pasien secara langsung.
17
Masker digunakan untuk menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas
kesehatan berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah
atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah dagu
dan rambut pada wajah (jenggot).
- Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh dan tidak cacat;
- Memastikan tali masker dalam kondisi baik dan harus menempel pada titik
sambungan;
- Memastikan klip hidung yang terbuat dan logam (jika ada) berfungsi baik
Fit test untuk respirator partikulat
Fungsi respirator tidak optimal / tidak efektif jika respirator tidak dapat melekat
sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah ini :
18
Langkah 1:
Langkah 2:
Langkah 3:
Langkah 4:
Langkah 5:
Langkah 5.a :
Hembuskan napas kuat - kuat. Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak
ada kebocoran. Bila terjadi kebocoran atur posisi dari/atau ketegangan tali. Uji
kembali kekuatan respirator. Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-
benar tertutup rapat.
19
Langkah 5 b : Pemeriksaan segel negatif
Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif akan
membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran akan menyebabkan
hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat udara masuk melalui
celah-celah pada segelnya.
3. Penggunaan Topi
Gaun pelindung steril dipakai oleh ahli bedah dan asisten pada saat
melakukan pembedahan, sedangkan gaun pelindung non steril dipakai di
berbagai unit yang berisiko tinggi, misalnya di kamar bePuskesmasalin, ruang
pulih di kamar bedah atau di ruang isolasi.
c. Tindakan drainase
a. Dicuci minimal setiap hari kecuali pada situasi tertentu dimana baju
terkena kotoran/cairan tubuh harus segera dicuci;
5. Penggunaan Apron
Apron terbuat dan karet atau plastik merupakan penghalang tahan air
untuk bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan harus
mengenakan apron ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
membersihkan pasien atau melakukan prosedur dimana ada risiko tumpahan
darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun pelindung tidak
tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai baju dan kulit
petugas.
Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia di kamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes melalui
sepatu dan seringkali digunakan sampai di luar ruang operasi. kemudian
dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran.
- APD yang disposable dimintakan melalui gudang obat dengan sistem paket buffer
floor stock.
- APD yang tidak habis pakai direncanakan dan disediakan melalui Bendahara
barang Puskesmas;
- Jenis dan jumlah APD yang disediakan di setiap ruangan sebagai buffer floorstock
direncanakan dan diusulkan oleh Penanggung Jawab Unit sesuai kebutuhan
pelayanan medis dan tindakan keperawatan spesifiknya;
- Standar perhitungan kebutuhan APD untuk setiap pelayanan pasien ditetapkan tim
PPI
- Sistem ketersediaan buffer perlu dimonitor secara kontinue, dicatat setiap
penggunaannya, untuk menjamin ketersediaan APD sesuai kebutuhan spesifik
pelayanan medis dan tindakan keperawatan di setiap ruangan;
- Penggunaan APD secara tepat sesuai indikasi, dengan mengukur risiko transmisi,
dilakukan secara rutin menggunakan daftar tilik, dievaluasi dan di-feedback-kan
kepada yang terkait;
- Rekapitulasi penggunaan APD setiap ruangan disampaikan Bendahara barang dan
tim PPI untuk bahan evaluasi dan perencanaan.
22
Pemilihan Alat Pelindung Sesuai Jenis Pajanan
23
Manfaat Masing-masing Alat Pelindung Diri
24
Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien Di Puskesmas
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Mengambil darah arteri Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
infeksius
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
penyuntikan
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan Ya (sarung Ya Ya Ya Tidak
peralatan habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
25
C. PENGELOLAAN PERALATAN KESEHATAN/INSTRUMEN PASCA PAKAI
26
sterilisasi. DTT dapat dilakukan dengan cara panas, yaitu dengan direbus selama
20 menit atau dengan larutan kimia/disinfektan yang sesuai.
27
kontaminan organik (bio-burden) dengan zat aktif dapat menurunkan aktivitas
disinfektan.
4. Tingkat kesadahan air (hardness water), adanya kandungan yang mineral tinggi
seperti kalsium atau magnesium dapat berinteraksi dengan zat aktif disinfektan
sehingga menurunkan aktivitasnya.
Metode sterilisasi :
Metode sterilisasi yang rutin dilaksanakan adalah sterilisasi uap (sterilisasi uap
prevakum) untuk alat kesehatan/instrumen/bahan yang tahan panas (termostabil)
dan sterilisasi suhu rendah dengan gas Ethylen Oxide untuk alat kesehatan/bahan
yang bersifat termolabil.
28
Tahapan pengelolaan alat kesehatan/instrumen pasca pakai:
Untuk mendapatkan hasil sterilisasi yang optimal (efektif dan efisien) dan terjaga
mutunya sampai dengan digunakan maka proses pengelolaan alat
kesehatan/instrumen pasca pakai harus dilakukan secara benar dan tepat, aman
bagi pasien petugas serta lingkungan, yaitu :
Catatan
Prinsip pengemasan :
29
- Bahan pengemas sesuai dengan metode sterilisasi yang dipilih.
- Sterilan harus dapat diserap dengan baik dan dapat menjangkau seluruh
permukaan kemasan dan isinya.
. Sterilisasi
Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses.
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
5. Penyimpanan:
30
6. Waktu kedaluarsa hasil sterilisasi:
7. Penggunaan :
- Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
31
Evaluasi klinik terhadap setiap penggunaan peralatan reused dilakukan oleh
satuan kerja pengguna, menggunakan daftar tilik evaluasi yang telah disiapkan
Tim PPI.
Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut
sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada
Tim Mutu Puskesmas.
32
DAFTAR NAMA CAIRAN DISINFEKTAN UPT PUSKESMAS MORO
2. Betadin Povidon
Iodida Antiseptik kulit
3. Bayclin Natrium Tumpahan
Hipokl Disinfeksi air bersih darah 1%
orit Dekontaminasitumpahan/percika Disinfeksi
n darah/cairan linen dan
Disinfeksi linen putih instrumen
0,5%
Disinfeksi
peralatan
non medis
0,05%
4. PriBac Klorheksidin
glukonat Antiseptik kulit
5. Fresco, Ethanol,
Demineralize
d water,
fragrance,
chlorhexidine
gluconate Antiseptik Kulit
5. Saniquat Benzalkoniu 22 ml dalam 1
Disinfectan m chloride Disinfeksi Lantai, dinding, meja. lt
t Ganggang pintu , Toilet dll
6. Perhydrol Hydrogen Antiseptik luka 3% - 6%
peroksida
33
DAFTAR NAMA PERALATAN SINGLE-USE YANG
D. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
c. Menggunakan mop khusus untuk setiap jenis ruangan, dengan cara sistematis
untuk membersihkan dan menghilangkan patogen infeksius
Kebersihan Ambulans
34
E. MANAJEMEN PENGELOLAAN LIMBAH
35
a. Sampah Medis
Sampah medis termasuk dalam golongan limbah klinis. Menurut
Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang dihasilkan di
Puskesmas dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan medis,
perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan
Puskesmas pada saat dilakukan perawatan, pengobatan atau penelitian.
Limbah ini bisa membahayakan dan menimbulkan gangguan kesehatan
bagi pengunjung, masyarakat dan terutama kepada petugas yang
menangani limbah.
36
Untuk membedakan dengan Sampah Umum / Domestik, maka
Sampah Medis dimasukkan ke dalam tong sampah warna kuning yang
didalamnya telah dilengkapi plastik kresek warna kuning, dan ini telah
disediakan Puskesmas Kabuh. Selanjutnya dikirim ke insenerator untuk
dilakukan proses pembakaran.
b. Sampah Non-Medis
Sampah Umum Basah / Sampah Organik, terdiri dari sisa makanan, dll.
Sampah Umum Kering / Sampah Anorganik, terdiri dari kertas, plastik,
dll.
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum /
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah warna abu – abu sesuai
tulisan sampah basah atau sampah kering, dan ini telah disediakan
PuskesmasKabuh. Selanjutnya dimasukkan ke TPS dan dibuang ke TPA,
bekerjasama dengan Dinas pasar Tata Ruang, Kebersihan dan
Pertamanan.
PENGELOLAAN LIMBAH
a. Wadah berupa kantong plastik warna hitam, diikat rapat pada saat
akan diangkut, dan dibuang berikut wadahnya;
d. Wadah tidak boleh penuh/luber. Jika telah terisi 2/3 bagian segera
dibawa ke tempat penampungan akhir;
e. Pengumpulan Limbah dari ruang perawatan harus tetap pada
wadahnya dan jangan dituangkan pada gerobak (kereta limbah)
yang terbuka, agar dihindari kontaminasi dengan lingkungan sekitar
serta mengurangi risiko kecelakaan terhadap petugas, pasien dan
pengunjung;
f.Petugas yang menangani pengelolaan limbah harus selalu
menggunakan sarung tangan rumah tangga dan sepatu serta
mencuci tangan dengan sabun sesuai prosedur setiap selesai
bekerja.
37
2. Pengelolaan limbah padat medis
Insenerasi (incineration)
Suatu proses dimana sampah dibakar dalam kondisi temperatur yang
terkontrol. Metoda ini dilakukan untuk sampah padat medis sisa hasil
kegiatan medis yang sifatnya disposible atau sekali pakai.
Insenerator (Incinerator)
Sebagian besar limbah padat / sampah yang dihasilkan oleh aktivitas medis
di Puskesmas memiliki sifat infeksius. Berdasarkan PP No. 85/1999
menyatakan bahwa limbah yang memiliki karakteristik besifat infeksius
dikategorikan sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Salah satu upaya pengelolaan limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) adalah dengan pengolahan berupa proses pemanasan. Salah
satu teknologi pemanasan adalah pembakaran (incineration) dalam
kondisi terkontrol pada insenerator .
Proses insinerasi pada insenerator harus dapat berfungsi secara optimal
agar material yang dibakar dapat aman bagi lingkungan. Untuk
membuat proses insinerasi berlangsung secara optimal, diperlukan
suatu perencanaan design insenerator (incinerator) yang baik sehingga
hasil pembakaran yang diinginkan dapat tercapai.
Menurut beberapa pengertian definisi insenerasi (incineration) adalah:
38
menghilangkan/menghancurkan komponen organik, mengurangi
volume limbah, dan penguapan air dan zat cair lainnya yang mungkin
dapat mengandung sedikit komponen B3, seperti logam berat yang
tidak terbakar, yang terkandung dari limbah asal.
Pemilahan
Limbah padat di ruangan dipilah sesuai dengan jenisnya yaitu limbah padat medis
dan non medis (basah dan kering).
Limbah di ruangan dibuang ke tempat limbah yang dilapisi kantong plastik yang
diberi tanda dibedakan warnanya :
Pembuangan Limbah
39
Untuk limbah benda tajam atau jarum dimasukkan dalam wadah tahan
tusukan disposable
- Kantong limbah apabila sudah ¾ bagian penuh harus segera diikat dengan tali
dan tidak boleh dibuka kembali.
- Petugas yang bertanggungjawab atas pembuangan limbah harus
menggunakan APD lengkap yang sesuai saat membuang limbah.
- Limbah cair seperti urine atau feses dibuang ke dalam sistem pembuangan
kotoran yang tertutup dan memenuhi syarat serta disiram air yang banyak.
- Urinebag dikosongkan secara teratur setiap 3-4 jam atau saat terlihat sudah ¾
penuh.
2. Semua petugas bertanggung jawab atas setiap alat tajam yang digunakan
sendiri;
3. Pada saat memindahkan alat tajam (misal pada setting operasi) digunakan
teknik tanpa sentuh dengan menggunakan nampan atau alat perantara lain;
5. Jika jarum terpaksa akan ditutup kembali (recapping), misal untuk pemeriksaan
contoh bahan darah ke laboratorium/PMI, digunakan metode satu tangan
(single handed recapping method);
6. Tersedia wadah limbah tajam disposable di setiap ruangan, bersifat kedap air
tahan tusukan dan tidak mudah bocor. Wadah ditutup dan dibuang jika telah
terisi 2/3 bagian atau sesuai tanda batas pengisian pada safety box dan jika
telah tertutup tidak bisa dibuka lagi.
Pecahan kaca
40
1. Gunakan sarung tangan rumah tangga saat membersihkan;
a. Sumber Limbah
Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Puskesmas dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestik yang besifat non-infeksius. Air limbah infeksius adalah limbah
yang mengandung mikroorganisme berbahaya (pathogen) dalam jumlah cukup
besar, sehingga dapat menyebabkan penyakit. Air Limbah non-infeksius adalah
limbah domestik yang dihasilkan dari berbagai kegiatan pendukung operasional
suatu Puskesmas, seperti, laundry dan lain-lain. Sumber – sumber air limbah
dari kegiatan operasional Puskesmas antara lain:
41
b. Karakteristik Air Limbah Puskesmas.
Sifat bahan organik dalam limbah domestik relatif lebih disukai oleh
mikroorganisme, oleh karenanya kandungan BOD, COD, Nitorgen, Phosphat,
minyak – lemak dan TSS yang lebih dominan. Persyaratan pembuangan
limbah cair Puskesmas mengacu pada Baku mutu buangan air limbah
Puskesmas menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no KEP
58/MENLH/I/1995 dijelaskan dalam tabel 1 .
- Karakteristik Fisik.
Parameter – parameter yang penting dalam air buangan yang termasuk
dalam karakteristik fisik antara lain, :
a. Total Solid.
Didefinisikan sebagai zat – zat yang tertinggal sebagai residu penguapan
pada temperatur 105 C. Zat – zat lain yang hilang pada tekanan uap dan
temperatur tePuskesmasebut tidak didefinisikan sebagai total solid.
b. Temperatur
Pada umumnya temperatur air buangan lebih tinggi dari temperatur air
minum. Karena adanya penambahan air yang lebih panas dari bekas
pemakaian rumah tangga atau aktivitas pabrik, serta adanya kandungan
polutan dalam air. Temperatur pada air buangan memberikan pengaruh
pada :
- Kehidupan air
- Kelarutan gas
- Aktivitas bakteri
- Reaksi – reaksi kimia dan kecepatan reaksi
c. Warna
Warna dari air buangan berasal dari buangan rumah tangga dan industri.
Air buangan yang segar umumnya berwarna abu – abu dan sebagai
akibat dari penguraian senyawa – senyawa organik oleh bakteri, warna air
buangan menjadi hitam. Hal ini menunjukan bahwa air buangan telah
menjadi atau dalam keadaan septik.
d. Bau
Bau dalam air buangan biasanya disebabkan oleh produksi gas – gas
hasil dekomposisi zat organik. Gas Asam Sulfida (H2S) dalam air buangan
adalah hasil reduksi dari sulfat oleh mikororganisme secara anaerobik.
42
B. Karateristik Kimia
Senyawa – senyawa yang terkandung dalam air buangan terdiri atas 3
(tiga) golongan utama, yaitu :
a. Senyawa Organik
Kurang lebih 75 % zat padat tersuspensi dan 40 % padatan yang
tersaring (Filterable solid) dalam air buangan merupakan senyawa -
senyawa organik. Senyawa – senyawa organik terdiri dari kombinasi
karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), dan Phosphat (P)
dalam berbagai bentuk. Senyawa – senyawa organik ini, umumnya terdiri
dari Protein, Karbohidrat, minyak dan lemak yang kesemuanya dinyatakan
dalam parameter BOD dan COD. Kandungan detergen dalam air, dimana
umumnya detergen terbuat dari senyawa ABS (Alkyl Benzen Sulfonat)
atau LAS (Linier Alkyl Sulfonat), dinyatakan dalam konsentrasi parameter
MBAS (Methyline Blue Alkyl Sulfonat ) atau CCE (Carbon Chloroform
Extract).
b. Senyawa Anorganik
Konsentrasi senyawa anorganik di dalam air akan meningkat, baik
karena formasi geologis yang sebelumnya, selama aliran maupun karena
penambahan buangan baru ke dlam aliran tersebut. Konsentrasi unsur
organik juga akan bertambah dengan proses penguapan alami pada
permukaan air. Adapun komponen – komponen anorganaik yang
terpenting dan berpenagruh terhadap air buangan antara lain :
- alkalinitas
- khlorida
- sulfat
- besi
- zeng
- dll.
c. Gas – gas
Gas – gas yang umum terdapat dalam air buangan yang belum
diolah meliputi : N2, O2, CO2, H2S, NH3, CH4. Ketiga gas yang disebut
pertama sebagi akibat kontak langsung dengan udara dan ketiga terakhir
berasal dari dekomposisi zat –zat organik oleh bakteri dalam air buangan.
C. Karakteristik Biologis
Kelompok organisme yang terpenting dalam air buangan dibagi menjadi
3 (tiga) yaitu :
1. Kelompok protista
2. Kelompok tumbuh – tumbuhan
3. Kelompok hewan.
43
Problably Number) / 100 Ml. E. Coli merupakan bakteri yang terkandung
dalam tinja, semakin tinggi kandungan bakteri E.Coli dalam air buangan maka
semakin tinggi pula kandungan bakteri patogen yang lain (seperti Typhus,
Disentri dan Cholera).
44
dapat dilakukan dalam dua tahap yaitu pengolahan pendahuluan dan
pengolahan secara biologi.
a. Pengolahan pendahuluan
Pengolahan pendahuluan Puskesmas Kabuh dilakukan utamanya
pada air limbah yang berasal dari kegiatan, air limbah dari laboratorium
analisa, dan dari ruang laundry akan dikoordinasikan dengan instansi
terkait mengenai penanganan awalnya. Pengolahan pendahuluan untuk
air limbah laboratorium dilakukan secara phisik – kimia yaitu netralisasi,
presipitasi dan pertukaran ion. Sedangkan pengolahan pendahuluan
untuk air limbah laundry adalah netralisasi dan pemberian zat kimia
antibusa.
45
- Konsentrasi air limbah
- Variasi aliran
- Volume limbah
- Biaya operasi dan Pemeliharaan.
c. Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki
(bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/apron);
e. Tuangi dan rendam bekas tumpahan dengan khlorin 0,5%, diamkan selama
10’
F. PENEMPATAN PASIEN
Ruang dengan ventilasi natural yang baik digunakan untuk penempatan dan
perawatan pasien infeksi, khususnya infeksi airborne, yang terpisah dan pasien
non infeksi dan khususnya terpisah dan pasien dengan kondisi
46
immunocompromise. Penataan ventilasi dapat dilakukan secara alamiah atau
campuran (dibantu sistem fan dan exhaust). Ruangan untuk perawatan pasien
infeksi airborne dipesyaratkan penataan ventilasi dengan pertukaran udara minimal
12 ACH.
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan petugas
kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet
nuclei).
Kunci PPI adalah mengendalikan penyebaran patogen dari pasien yang terinfeksi
kepada kontak yang tidak terlindungi. Untuk penyakit yang ditransmisikan melaiui
droplet besar atau droplet nuklei maka etika batuk harus diterapkan kepada semua
individu dengan gejala gangguan pada saluran napas.
4. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
47
- Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
- Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
- Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
b. Pemeriksaan berkala
c. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada :
- Resiko ekspos petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Puskesmas
- Dana Puskesmas
d. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
e. Pengobatan dan atau konseling.
a. Kontak
• Kontak langsung
b. Droplet
c. Udara
48
Transmisi kontak tidak langsung terjadi antara orang yang rentan dengan
benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan seperti instrumen yang
terkontaminasi, jarum, kassa, sarung tangan yang tidak diganti saat menolong
pasien, melalui obat, makanan, melalui mainan anak, dll. Kontak dengan cairan
sekresi pasien terinfeksi dapat ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda
mati di lingkungan sekitar pasien.
2. Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/ reusable
bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3. Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong linen
infeksius). Lakukan kebePuskesmasihan tangan segera setelah melepas sarung
tangan.
5. Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai atau
tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
6. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
7. Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang perawatan
Pasien dengan infeksi kulit atau mata yang dapat menular misalnya herpes
zoster, impetigo, konjungtivitis, kutu atau infeksi luka lainnya memerlukan
penerapan tindakan pencegahan kontak.
49
menyebarkan organisme. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien (< 1
meter).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan pasien
3. Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara kohorting
dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar pasien minimal
1 meter
50
Bila didapatkan infeksi baru atau infeksi yang belum diketahui cara
penularannya, maka direkomendasikan untuk menerapkan kewaspadaan transmisi
udara (merupakan jenis kewaspadaan tertinggi).
1. Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap kali
melepas alat pelindung diri
2. Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
4. Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang rawat
6. Pengendalian Lingkungan
a. Cek aliran udara dengan selembar tisu, jaga pintu selalu tertutup
b. Kontrol sistem ventilasi secara teratur (tekanan negatif atau ventilasi natural)
PANDUAN PPI TB
51
penggunaan alat pelindung diri (APD) secara rasional dan efisien (masker bedah untuk
pasien, respirator N95 untuk petugas).
Pengendalian Administratif
1. Skrining batuk dilakukan saat pasien datang di PUSKESMAS oleh petugas yang
terlatih.
2. Pasien batuk suspek infeksi langsung diberikan masker, diberikan edukasi etika
batuk dan higiene respirasi, ditempatkan di area tunggu pasien batuk;
Pengendalian Lingkungan
52
serta rotasi tempat tugas dilakukan besama Sub Bagian Sumber Daya Manusia
dan Unit K3.
Panduan K3 tentang pemeriksaan kesehatan untuk TB, alur pasca pajanan dan
tim klinik penanganan pasca pajanan infeksi airborne disampaikan secara khusus
terpisah dan Panduan ini. (lihat Panduan K3).
53
BAB IV
1. Tenaga Pelaksana:
a) Pemasangan kateter dilakukan hanya bila perlu saja dan segera dilepas bila
tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter tidak boleh hanya untuk
kemudahan pePuskesmasonil dalam memberi asuhan pada pasien (Kategori
II)
b) Gunakan kateter dengan ukuran yang paling sesuai sehingga aliran urine
lancar dan tidak menimbulkan kebocoran dari samping kateter (Kategori II)
c) Cara drainase urine yang lain seperti : kateter kondom, kateter suprapubik,
kateterisasi selang-seling (intermitten) dapat digunakan sebagai ganti
kateterisasi menetap bila memungkinkan (Kategori III).
54
b) Gunakan semprit besar steril untuk irigasi dan setelah irigasi selesai semprit
dibuang secara aseptik (kategori I)
d) Jika kateter sering tePuskesmasumbat dan harus sering diirigasi (jika kateter
itu sendiri menimbulkan sumbatan), maka kateter harus diganti (kategori II)
a) Bahan pemeriksaan urine segar dalam jumlah kecil dapat diambil dari bagian
distal kateter, atau lebih baik dari tempat pengambilan bahan yang
tePuskesmasedia dan sebelum urine diaspirasi dengan jarum dan semprit
yang steril tempat pengambilan bahan harus didisinfeksi (kategori I)
b) Bila diperlukan bahan dalam jumlah besar maka urine harus diambil dari
kantong penampung secara aseptik (kategori I)
c) Bahan pemeriksaan urine kultur ditampung dalam spuit steril atau tempat
menampung urine (pot) steril untuk segera dibawa ke laboratorium
6. Perawatan Meatus
7. Penggantian Kateter
Kateter urine menetap harus dipertimbangkan segera dilepas bila sudah tidak
ada indikasi mutlak; tidak ada rekomendasi harus menggantinya menurut waktu
tertentu/secara rutin (kategori II)
55
2. Urinee bag selalu digantung di tempat tidur apabila pasien ditempat tidur (posisi
urinee bag harus selalu dibawah bladder) untuk mencegah refluks.
6. Perawatan meatus setiap hari : lakukan hygiene vulva / penis minimal 3 kali
sehari.
56
BAB V
Pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu yang berfokus
pada keselamatan. Untuk itu, maka pasien juga perlu diberi edukasi agar bekerjasama
dengan masyarakat PUSKESMAS mewujudkan standar pelayanan untuk pencegahan
dan pengendalian infeksi.
Pasien selalu diberi edukasi pada setiap orientasi ketika awal dirawat inap.
Edukasi PPI khususnya adalah dalam hal kebesihan tangan. ketertiban membuang
sampah dan etika batuk. Hal lain yang perlu diedukasikan adalah membatasi barang
dari luar PUSKESMAS yang dibawa ke ruangan, jumlah penunggu di ruangan dan
ketertiban jam berkunjung.
Di Rawat Jalan
2. Apabila pengunjung / pasien batuk atau mengalami tanda atau gejala infeksi
pernafasan pada saat berada di ruang pendaftaran direkomendasikan menempati
tempat duduk yang telah disediakan khusus pasien batuk dan menggunakan
masker yang sudah disediakan
3. Direkomendasikan pengunjung / pasien batuk untuk duduk pada jarak 1 meter dari
yang lainnya saat menunggu pemeriksaan
4. Berikan edukasi atau informasi mengenai etika batuk
5. Pengunjung / pasien setelah keluar dari Puskesmas direkomendasikan untuk
melakukan kebePuskesmasihan tangan menggunakan sabun cair dengan air
mengalir atau handrub yang sudah disediakan.
57