LP KDP SC Sriyanti

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN SECTIO CAESAREA DENGAN GANGGUAN RASA NYAMAN


DI BANGSAL ANGGREK RSUD WONOSARI

Disusun oleh :

Sri Yanti Madilis

24231726

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2024
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Penyakit
Gangguan rasa nyaman adalah perasaan seseorang merasa kurang nyaman dan sempurna
dalam kondisi fisik, psikospiritual, lingkungan, budaya dan sosialnya (Keliat dkk., 2015).
Menurut (Keliat dkk., 2015) gangguan rasa nyaman mempunyai batasan karakteristik yaitu:
ansietas, berkeluh kesah, gangguan pola tidur, gatal, gejala distress, gelisah, iritabilitas,
ketidakmampuan untuk relaks, kurang puas dengan keadaan, menangis, merasa dingin,
merasa kurang senang dengan situasi, merasa hangat, merasa lapar, merasa tidak nyaman,
merintih, dan takut. Gangguan rasa nyaman merupakan suatu gangguan dimana perasaan
kurang senang, kurang lega, dan kurang sempurna dalam dimensi fisik , psikospiritual,
lingkungan serta sosial pada diri yang biasanya mempunyai gejala dan tanda minor mengeluh
mual (PPNI, 2016).
2. Jenis Gangguan Rasa Nyaman
Menurut (Mardella, Ester, Riskiyah, & Mulyaningrum, 2013) Gangguan rasa nyaman dapat
dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan keadaan seseorang mengeluh ketidaknyamanan dan merasakan
sensasi yang tidak nyaman, tidak menyenangkan selama 1 detik sampai dengan kurang
dari enam bulan.
b. Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah keadaan individu mengeluh tidak nyaman dengan adanya sensasi
nyeri yang dirasakan dalam kurun waktu yang lebih dari enam bulan.
c. Mual
Mual merupakan keadaan pada saat individu mengalami sensai yang tidak nyaman pada
bagian belakang tenggorokan, area epigastrium atau pada seluruh bagian perut yang bisa
saja menimbulkan muntah atau tidak.
3. Etiologi gangguan rasa nyaman
Dalam buku Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (PPNI, 2016) penyebab Gangguan
Rasa Nyaman adalah:
a. Gejala penyakit.
b. Kurang pengendalian situasional atau lingkungan.
c. Ketidakadekuatan sumber daya (misalnya dukungan finansial, sosial dan pengetahuan).
d. Kurangnya privasi.
e. Gangguan stimulasi lingkungan.
f. Efek samping terapi (misalnya, medikasi, radiasi dan kemoterapi).
g. Gangguan adaptasi kehamilan
4. Tanda Dan Gejala gangguan rasa nyaman
Gejala dan tanda gangguan rasa nyaman (mual) dapat dibagi menjadi 2 (dua) yaitu sebagai
berikut (PPNI, 2016):
a. Gejala dan tanda mayor:
Data subjektif:
1) Mengeluh tidak nyaman
2) Mengeluh mual
3) Mengeluh ingin muntah
4) Tidak berminat makan
Data objektif: (tidak tersedia)
b. Gejala dan tanda minor
Data subjektif:
1) Merasa asam di mulut
2) Sensasi panas/dingin
3) Sering menelan
Data objektif:
1) Saliva meningkat
2) Pucat
3) Diaphoresis
4) Takikardi
5) Pupil dilatasi
5. Fisiologi Sistem/Fungsi Normal Sistem Rasa Aman Dan Nyaman
Pada saat impuls ketidaknyamanan naik ke medula spinalis menuju ke batang otak
dan thalamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stress. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologi.
6. Komplikasi
a. Hipovolemik
b. Hipertermi
c. Masalah Mobilisasi
d. Hipertensi
e. Edema Pulmonal
f. kejang
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik sangat penting dilakukan agar dapat mengetahui apakah ada
perubahan bentuk atau fungsi dari bagian tubuh pasien yang dapat menyebabkan timbulnya
rasa aman dan nyaman seperti :
a. Melakukan pemeriksaan laboratorium dan radiologi
b. Menggunakan skala nyeri
1) Ringan = Skala nyeri 1-3 : Secara objektif pasien masih dapat berkomunikasi
dengan baik
2) Sedang = Skala nyeri 4-6 : Secara objektif pasien dapat menunjukkan lokasi
nyeri, masih merespon dan dapat mengikuti instruksi yang diberikan
3) Berat = Skala nyeri 7-9 : Secara objektif pasien masih bisa merespon, namun terkadang
klien tidak mengikuti instruksi yang diberikan.
4) Nyeri sangat berat = Skala 10 : Secara objektif pasien tidak mampu berkomunikasi dan
klien merespon dengan cara memukul
8. Penatalaksanaan Medis
a. Relaksasi
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik
relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri
stress fisik dan emosi pada nyeri. Dalam imajinasi terbimbing klien menciptakan
kesan dalam pikiran,berkonsentrasi pada kesan tersebut sehingga secara
bertahap klien dapat mengurangi rasa nyerinya.
b. Teknik imajinasi
Biofeedback merupakan terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan
individu informasi tentang respon fisiologis misalnya tekanan darah. Hipnosis diri
dapat membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif dan
dapat mengurangi ditraksi.Mengurangi persepsi nyeri adalah suatu cara
sederhana untuk meningkatkan rasa nyaman dengan membuang atau mencegah
stimulus nyeri.
c. Teknik Distraksi
Teknik distraksi adalah pengalihan dari focus perhatian terhadap nyeri ke stimulus yang
lain. Ada beberapa jenis distraksi yaitu ditraksi visual (melihat pertandingan, menonton
televise,dll), distraksi pendengaran (mendengarkan music, suara gemericik air),
distraksi pernafasan ( bernafas ritmik), distraksi intelektual (bermain kartu).
d. Terapi dengan pemberian analgesic
Pemberian obat analgesic sangat membantu dalam manajemen nyeri seperti pemberian
obat analgesik non opioid (aspirin, ibuprofen) yang bekerja pada saraf perifer di daerah
luka dan menurunkan tingkatan inflamasi, dan analgesic opioid (morfin, kodein)
yang dapat meningkatkan mood dan perasaan pasien menjadi lebih nyaman
walaupun terdapat nyeri.
e. Immobilisasi
Biasanya korban tidur di splint yang biasanya diterapkan pada saat kontraktur atau
terjadi ketidakseimbangan otot dan mencegah terjadinya penyakit baru seperti
dekubitus
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah suatu proses untuk mengumpulkan informasi dari pasien,
membuatdata dasar tentang pasien, dan membuat catatan tentang respons kesehatan
pasien. Pengkajian yang komprehensif atau menyeluruh, sistematis, yang logis akan
mengarahdan mendukung pada identifikasi masalah-masalah pasien. Masalah-masalah
ini dengan menggunakan data pengkajian sebagai dasar formulasi yang dinyatakan
sebagai diagnose keperawatan (Dokumentasi Keperawatan, 2017), yang meliputi sebagai
berikut :
1) Identitas Pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
pernikahan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2) Keluhan Utama
Pada umumnya Ibu dengan Post Sectio Caesarea mengeluh nyeri pada daerah luka bekas
operasi. Karakteristik nyeri dikaji dengan istilah PQRST.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang dilakukan
untuk menentukan sebab dari dilakukannya operasi Sectio Caesarea misalnya
letak bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar
(multiple pregnancy), preeklampsia eklampsia berat, ketuban pecah dini yang
nantinya akan membantu membuat rencana tindakan terhadap pasien.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
Hal yang perlu dikaji dalam riwayat penyakit dahulu adalah penyakit yang
pernah diderita pasien khusunya, penyakit konis, menular, dan menahun seperti
penyakit hipertensi, jantung, DM, TBC, hepatitis dan penyakit kelamin. Ada
tidaknya riwayat operasi umum/ lainnya maupun operasi kandungan (sectio
caesarea, miomektomi, dan sebagainya).
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Dari genogram keluarga apakah keluarga pasien memiliki riwayat penyakit
kronis, seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, serta penyakit menular
seperti TBC, hepatitis, dan penyakit kelamin yang mungkin penyakit tersebut
diturunkan pada pasien.
4) Riwayat nyeri
Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi pasien kesempatan untuk
mengungkapkan cara pandang mereka terhadap nyeri dan situasi tersebut dengan kata –
kata mereka sendiri. Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi
pasien dan bagaimana koping terhadap situasi tersebut. Secara umum, pengkajian riwayat
nyeri meliputi beberapa aspek, anatara lain: (Mubarak et al., 2015)
a. Lokasi.
Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta pasien menunjukkan area
nyerinya. Pengkajian ini bias dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Pasien bias
menandai bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat, terutama untuk
pasien yang memiliki lebih dari satu sumber nyeri (Mubarak et al., 2015).
b. Intensitas nyeri.
Penggunaan skala intensitas nyeri adalah metode yang mudah dan terpercaya untuk
menentukan intensitas nyeri pasien. Skala nyeri yang paling sering digunakan adalah
rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0” menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka
tertinggi menandakan nyeri terhebat yang dirasakan pasien(Mubarak et al., 2015).
c. Kualitas nyeri.
Terkadang nyeri bias terasa seperti “dipukul-pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat
perlu mencatat kata-kata yang digunakan pasien untuk menggambarkan nyerinya
sebab informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis dan etiologic
nyeri serta pilihan tindakan yang diambil (Mubarak et al., 2015).
d. Pola.
Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan kekambuhan atau interval nyeri. Oleh
karenanya, perawat perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang , dankapan nyeri terakhir kali muncul (Mubarak
et al., 2015).
e. Faktor presipitasi.
Terkadang aktivitas tertentu dapat memicu munculnya nyeri. Sebagai contoh,
aktivitas fisik yang berat dapat menimbulkan nyeri. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau panas ) serta stressor fisik dan emosional juga
dapat memicu munculnya nyeri (Mubarak et al., 2015)
5) Cara mengukur intensitas nyeri
a. Hayward (1975) Mengembangkan sebuah alat ukur nyeri (painometer) dengan skala
longitudinal yang pada salah satu ujungnya mencantumkan nilai 0 (untuk keadaan
tanpa nyeri) dan ujung 43 lainnya nilai 10 (untuk kondisi nyeri paling hebat). Untuk
mengukurnya, penderita memilih salah satu bilangan yang menurutnya paling
menggambarkan pengalaman nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat
dicatat pada sebuah grafik yang dibuat menurut waktu. Intensitas nyeri ini sifatnya
subjektif dan dipengaruhi oleh banyak hal, seperti tingkat kesadaran, konsentrasi,
jumlah distraksi, tingkat aktivitas dan harapan keluarga. Intensitas nyeri dapat
dijabarkan dalam sebuah skala nyeri dengan beberapa kategori :

Skala Kategori
Skala 0 Tidak nyeri
Skala 1-3 Nyeri ringan
Skala 4-6 Nyeri sedang
Skala 7-9 Sangat nyeri tapi masih dapat di kontrol
oleh pasien dengan aktivitas yang biasa
dilakukan
Skala 10 sangat neri dan tidak terkontrol

b. Skala Nyeri McGill (McGill Scale) Mengukur intensitas nyeri dengan menggunakan
5 angka, yaitu 0 : tidak nyeri; 1: nyeri ringan; 2: nyeri sedang; 3: nyeri berat; 4: nyeri
sangat berat; dan 5: nyeri hebat
c. Wong-Baker Faces Rating Scale Ditujukan Kepada Pasien Yang Tidak Mampu
Menyatakan Intensitas Nyerinya Melalui Skala Angka.

d. Menurut Smeltzer dan Bare (2002), skala intensitas nyeri adalah sebagai berikut:
a) Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Pasien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai
yang ringan, sedang atau parah. Skala deskriptif merupakan alat pengukuran
tingkat keparahan nyeri yang lebih objektif.
b) Skala Penilaian Nyeri Numerik
Skala penilaian numerik (Numerical Rating ScalesNRS) lebih digunakan sebagai
pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri dengan
menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk
menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992). Skala
numerik paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan
sesudah diberikan teknik relaksasi progresif. Selain itu, selisih penurunan dan
peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.
c) Skala analog visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale-VAS) tidak melabel subdivisi. VAS
adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus-menerus dan
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien kebebasan
penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan
pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat
mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu kata
atau satu angka.
d) Skala menurut Bourbanis

Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 :Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik
4-6 :Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dan dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respons terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi
10 :Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak
menghabiskan banyak waktu saat pasien melengkapinya. Apabila pasien dapat
membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala
deskriptif bukan bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan
nyeri, melainkan juga mengevaluasi perubahan kondisi pasien. Perawat dapat
menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau
menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis mengenai seseorang, keluarga, atau
masyarakat sebagai akibat dari masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau
potensial. Diagnosa keperawatan merupakan dasar dalam penyusunan rencana tindakan
asuhan keperawatan, tujuan dokumentasi diagnosa keperawatan untuk meunliskan
masalah/problem pasien atau perubahan status kesehatan pasien (Dokumentasi
Keperawatan, 2017). Berdasarkan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017) masalah yang
mungkin muncul, sebagai berikut :
1) Nyeri akut b.d agen pencedera fisik, luka post operasi Sectio Caesarea
2) Gangguan mobilitas fisik b.d nyeri, terpasang alat invasif.
3) Risiko infeksi b.d efek prosedur pembedahan Sectio Caesarea
3. Intervensi

Diagnosa SLKI SIKI


Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri (I.08238)
pencedera fisik, luka keperawatan selama 3x24 Observasi
post operasi Sectio jam diharapkan tingkat nyeri 1) Identifikasi lokasi,
Caesarea dapat menurun (L.08066). karateristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi,kualitas,
1) Keluhan nyeri intensitas nyeri
menurun 2) Identifikasi skala nyeri
2) Meringis menurun 3) Identifikasi respons
3) Gelisah menurun nyeri non verbal
4) Kesulitan tidur 4) Identifikasi factor
menurun yang memperberat dan
memperingan nyeri
Terapeutik
1) Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Edukasi
1) Jelaskan strategi
meredakan nyeri
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi (I.06171)
b.d nyeri, terpasang alat keperawatan selama 3x24 Observasi
invasif. jam, diharapakan mobilitas
fisik meningkat (L.05042). 1) Identifikasi adanya

dengan kriteria hasil : nyeri atau keluhan

1) Kekuatan otot fisik lainnya

meningkat 2) Identifikasi toleransi

2) Rentang gerak fisik melakukan

(ROM) meningkat ambulasi

3) Kaku sendi menurun 3) Monitor frekuensi

4) Kelemahan fisik jantung dan tekanan

menurun darah sebelum


memulai ambulasi
4) Monitor kondisi
umum selama
melakukan ambulasi

Terapeutik

1) Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu
2) Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
3) Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi

Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2) Anjurkan melakukan
ambulasi dini
3) Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan

Risiko infeksi b.d efek setelah dilakukan tindakan Pencegahan infeksi (I.14539)
prosedur pembedahan keperawatan selama 3x24 Observasi:
Sectio Caesarea jam, diharapakan tingkat 1) Monitor tanda gejala

infeksi menurun infeksi lokal dan


sistemik
(L.14137), dengan kriteria
Terapeutik
hasil :
2) Batasi jumlah
1) Demam menurun
pengunjung
2) Kemerahan
3) Berikan perawatan
menurun kulit pada daerah
3) Nyeri menurun edema
4) Bengkak menurun 4) Cuci tangan sebelum

5) Nafsu makan dan sesudah

meningkat kontakdengan pasien


dan lingkungan pasien
5) Pertahankan teknik
aseptik pada
pasienberisiko tinggi
Edukasi
6) Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
7) Ajarkan cara
memeriksa luka
8) Anjurkan
meningkatkan asupan
cairan
Edukasi
1) Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat
untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang
baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran implementasi keperawatan
yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk
memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klienkeluarga, atau tindakan untuk mencegah
masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari (Yustiana & Ghofur, 2016).

5. Evaluasi
Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari rangkaian proses keperawatan yang
berguna apakah tujuan dari tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau perlu
pendekatan lain. Evaluasi keperawatan mengukur keberhasilan dari rencana dan pelaksanaan
tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan klien. Penilaian adalah
tahap yang menentukan apakah tujuan tercapai. Evaluasi selalu berkaitan dengan tujuan yaitu
pada komponen kognitif, afektif, psikomotor, perubahan fungsi dan tanda gejala yang
spesifik (Yustiana & Ghofur, 2016)
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, B. A., Dwi Windarwati, H., Pawirowiyono, A., & Subu, A. (2015). Nanda International Diagnosis
Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017 Edisi 10. (T. H. Herdman & S. Kamitsuru, Eds.)
(edisi 10). Jakarta: EGC.

Mardella, E. A., Ester, M., Riskiyah, S. Y., & Mulyaningrum, M. (2013). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) ‘Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1’. Jakarta Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI (2018) ‘Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II’. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI (2019) ‘Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II’. Jakarta
Selatan: DPP PPNI

Yustiana Olfah & Abdul Ghofur (2016) Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai