Tugas Pancasila

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH PANCASILA

ARTI DAN MAKNA SILA PERSATUAN INDONESIA

KELOMPOK 3 :

TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Puji dan syukur kita panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa karena atas
karunia dan penyertaan-Nya, makalah yang berjudul “Arti dan Makna sila ketiga
Persatuan Indonesia” ini dapat terselesaikan meskipun masih terdapat kekurangan di
dalamnya.

Sebagai bangsa Indonesia, kita tentu mengetahui dasar negara kita yang terkenal
akan kesakralannya, yang terkenal dengan semboyannya “Bhinneka Tunggal Ika”. Di
mana simbolnya merupakan lambang keagungan bangsa Indonesia yang terpancar dalam
bentuk Burung Garuda. Simbol di dadanya merupakan pengamalan hidup yang
menjadikan Indonesia benar-benar khas ideologi dari bangsa Indonesia. Itulah lambang
negara kita, pengamalan sekaligus ideologi kita, Pancasila.

Di dalam Pancasila terkandung banyak nilai di mana dari keseluruhan nilai


tersebut terkandung di dalam lima garis besar dalam kehidupan berbangsa negara.
Perjuangan dalam memperebutkan kemerdekaan tak jua lepas dari nilai Pancasila. Sejak
zaman penjajahan hingga sekarang, kita selalu menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila
tersebut.

Indonesia hidup di dalam berbagai macam keberagaman, baik itu suku, bangsa,
budaya dan agama. Dari ke semuanya itu, Indonesia berdiri dalam suatu keutuhan.
Menjadi kesatuan dan bersatu di dalam persatuan yang kokoh di bawah naungan
Pancasila dan semboyannya, Bhinneka Tunggal Ika.

Tidak jauh dari hal tersebut, Pancasila membuat Indonesia tetap teguh dan
bersatu di dalam keberagaman budaya. Dan menjadikan Pancasila sebagai dasar
kebudayaan yang menyatukan budaya satu dengan yang lain. Karena ikatan yang satu
itulah, Pancasila menjadi inspirasi berbagai macam kebudayaan yang ada di Indonesia.
Sejarah telah mengungkapkan bahwa Pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia,
yang memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam
mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang
adil dan makmur.

Bahwasanya Pancasila yang telah diterima dan ditetapkan sebagai dasar negara seperti
tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 merupakan kepribadian dan
pandangan hidup bangsa,

Yang telah diuji kebenaran, kemampuan dan kesaktiannya, sehingga tak ada satu
kekuatan manapun juga yang mampu memisahkan Pancasila dari kehidupan bangsa
Indonesia.
Menyadari bahwa untuk kelestarian kemampuan dan kesaktian Pancasila itu, perlu
diusahakan secara nyata dan terus menerus penghayatan dan pengamamalan nilai-nilai
luhur yang terkandung di dalamnya oleh setiap warga negara Indonesia, setiap
penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan,
baik di pusat maupun di daerah.

B. Rumusan Masalah

Memahami tentang arti dan makna pancasila sila ketiga, yaitu Persatuan Indonesia yang
merupakan dasar filsafat negara Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

Persatuan adalah kata yang diucapkan oleh hampir seluruh anggota Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI dalam merumuskan
dasar negara tahun 1945.

Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 merupakan pidato yang mendapat sambutan
sangat meriah dari para anggota BPUPKI yang menegaskan tentang hal ini. “Kita hendak
mendirikan suatu negara “semua buat semua”. Bukan buat satu orang, bukan buat satu
golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi “semua buat
semua.”

Negara itu tentu didiami oleh bangsa.


Menurut Renan, syarat bangsa adalah “kehendak untuk bersatu”. Soekarno
menambahkan dengan mengutip anggota BPUPKI yang lain.
Bagus Hadikusumo, yang dibutuhkan adalah persatuan antara orang dengan tempat,
antara manusia dengan tempatnya.
Tempat itu tidak lain dari tanah air. Tanah air itu adalah suatu kesatuan.
Pidato 1 Juni 1945 dimulai dengan bagian pengantar yang sangat diharapkan
pendengarnya tentang “merdeka selekas-lekasnya”. Rumusan Pancasila 1 Juni 1945 itu
mendapatkan tantangan dengan tambahan tujuh kata “dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluknya” yang kemudian diakomodasi dalam apa yang disebut
Mukadimah (Sukarno) atau Piagam Jakarta (Muhammad Yamin) tanggal 22 Juni 1945.
Namun, ketika Pancasila disahkan sebagai dasar negara, maka ungkapan yang terdapat
dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak lagi menggunakan rumusan Piagam
Jakarta. Ketiga peristiwa proses Pancasila sejak dicetuskan oleh Bung Karno, lalu
menjadi Piagam Jakarta sampai dijadikan sebagai dasar negara, 18 Agustus
memperlihatkan sikap kenegarawanan founding fathers dan founding mothers kita saat
itu. Rumusan tertanggal 18 Agustus itu meskipun tidak disebut secara eksplisit dalam
teksnya sebagai Pancasila sudah kita terima secara resmi. Rumusan itu merupakan
kompromi yang memperlihatkan bahwa pendiri bangsa kita lebih mengutamakan
persatuan karena musuh sudah berada di depan pintu.

Nilai – nilai Sila Persatuan Indonesia

Sila Persatuan Indonesia terdiri dari dua kata yang penting yaitu persatuan dan
Indonesia. Persatuan berasal dari kata satu, yang berarti utuh, tidak pecah-belah.
Sedangkan persatuan mengandung pengertian disatukannya berbagai macam corak yang
beraneka ragam menjadi satu kesatuan. Keanekaragaman masyat:akat Indonesia
diharapkan dapat diserasikan menjadi satu dan utuh, tidak bertentangan antara yang satu
dengan yang lain. Indonesia dapat diartikan secara geografis, atau dapat dilihat sebagai
bangsa. Indonesia dalam pengertian geografis adalah bagian bumi yang membentang dari
95 – 141 derajat Bujur Timm- dan 6 derajat Lintang Utara sampai dengan 11 derajat
Lintang Selatan. Sedangkan Indonesia dalam pengertian bangsa adalah suatu bangsa yang
secara politis hidup dalam wilayah tersebut.

Butir butir pengamalan sila persatuan Indonesia :

1. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa


dan negara sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
2. Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
3. Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
4. Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
5. Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial.
6. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
7. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa persatuan Indonesia mengandung


arti persatuan bangsa yang mendiami wilayah Indonesia. Persatuan yang didorong untuk
mencapai kehidupan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat.
Persatuan Indonesia mengandung arti kebangsaan (nasionalisme), yaitu bangsa Indonesia
harus memupuk persatuan yang erat antara sesama warga negara, tanpa membeda-
bedakan suku atau golongan serta berdasarkan satu tekad yang bulat dan satu cita-cita
bersama. Kebangsaan Indonesia bukanlah kebangsaan yang sempit, yang hanya
mengagungkan bangsanya sendiri dan merendahkan bangsa lain, tetapi kebangsaan yang
menuju persaudaraaan dunia, yang menghendaki bangsa-bangsa saling menghormati dan
saling menghargai.
Dengan demikian, secara lebih rinci sila Persatuan Indonesia mengandung nilai-
nilai sebagai berikut:
• Dapat menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
golongan.
• Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
• Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
• Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
• Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial.
• Mengembangkan persatuan berdasar Bhineka Tunggal Ika.
• Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Arti dan Makna sila Persatuan Indonesia
Negara Indonesia bersatu mempunyai makna kesatuan, maka bangsa Indonesia
merupakan satu Negara dan tidak terpecah didalam Negara – Negara yang berfederasi.
Sebagaimana diketahui kesatuan kebangsaan merupakan dasar sendi Negara, baik di
dalam Negara sendiri maupun terhadap dunia Internasional.

Dalam hakikatnya sifat kesatuan kebangsaan dan wilayah Negara kita pada saat
proklamasi menjadi sifat mutlak, yang selanjutnya dalam kenyataannya harus selalu
diamalkan. Mengapa demikian, tiada lain karena susunan wilayah Indonesia atas
kepulauan yang sangat besar jumlah dan luasnya, dan arena susunan bangsa kita atas
suku – suku bangsa, meskipun mempunyai dasar corak yang sama, beraneka warna
bentuk sifat susunan keluarga dan masyarakat, adat istiadatnya, kesusilaannya,
kebudayaannya, hokum adatnya dan tingkah hidupnya. Keadaan yang telah demikian itu
ditambah dengan terdapatnya golongan bangsa keturunan asing dan kemungkinan
kewarganegaraan orang asing tulen. Diantara warga golongan bangsa ini terdapat
perbedaan yang lebih besar daripada yang ada pada golongan bangsa Indonesia yang asli.
Selain daripada itu masih ada perbedaan pula antara mereka dengan golongan bangsa
Indonesia yang asli. Kalau masih ditambahkan lagi terdapatnya berbagai agama dan
kepercayaan hidup ditanah air kita, maka makin menjadi besar perbedaan yang terdapat
di dalam masyarakat dan bangsa Indonesia. Ditambah lagi sumber perbedaan yaitu
ideology – ideologi politik yang setelah proklamasi kemerdekaan kita ternyata menjadi
meluap melampaui batas kelayakan bagi persatuan dan kesatuan.

Bentuk – bentuk pokok pelaksanaan daripada sila persatuan Indonesia itu telah
ditentukan pada proklamasi kemerdekaan kita di dalam Undang – Undang Dasar 1945,
yaitu dalam pasal 26 tentang warga Negara, dalam pasal 31 tentang pengajaran nasional,
dalam pasal 32 tentang kebudayaan Nasional, dalam pasal 35 tentang bendera Negara dan
dalam pasal 36 yang menetapkan bahwa bahasa Negara adalah bahasa Indonesia.
Wilayah Negara yaitu lambang Negara “Bhineka Tunggal Ika” yang merupakan suatu
keseimbangan suatu harmoni.
Adanya unsur – unsur perbedaan di dalam suatu lingkungan bangsa disamping
menimbulkan daya penarik kearah kerjasama dan kesatuan, menimbulkan juga suasana
dan kekuatan tolak menolak, tentang – menentang yang mungkin mengakibatkan
perselisihan, pertikaian, dan perpecahan akan tetapi mungkin pula apabila dipenuhi syarat
– syarat kesadaran akan kebijaksanaan dan nilai – nilai hidup yang sewajarnya,
menyatukan diri dalam suatu resultan atau sintesa yang justru akan memperkaya
masyarakat dan memungkinkan timbulnya persatuan dan kesatuan.

Dalam hal perbedaan di lingkungan bangsa haruslah ada kesediaan untuk tidak
membiarkan atau untuk tidak memelihara dan membesar – besarkan perbedaan dengan
berpegang teguh pada golongan – golongan bangsa, suku – suku bangsa dan keadaan
hidupnya yang bermacam - macam. Akan tetapi seharusnya ada kesediaan dan kecakapan
serta usaha dengan kebijaksanaan untuk melaksanakan pertalian kesatuan bangsa, dengan
berpegangan kepada berbagai asas pedoman bagi pengertian kebangsaan sebagaimana
disusun oleh para ahli kenegaraan, diambil kesemuanya dalam suatu susunan majemuk –
tunggal untuk menyatukan daerah (geopolitis), menyatukan darah, membangkitkan,
memelihara, dan memperkuat kehendak untuk bersatu dengan memiliki satu sejarah dan
senasib, satu kebudayaan di dalam lingkungan hidup bersama dalam satu negara yang
sama – sama diselenggarakan dan dikembangkan..
Demikianlah didalam “Persatuan Indonesia terkandung kesadaran akan adanya
perbedaan – perbedaan sebagai keadaan yang biasa di dalam masyarakat dan bangsa,
untuk menghidupkan perbedaan yang mempunyai daya penarik ke arah kerja sama dan
kesatuan dalam suatu resultan, dalam suatu sintesa, dan untuk mengusahakan peniadaan
serta pengurangan perbedaan.

Sifat mutlak kesatuan bangsa, wilayah dan negara Indonesia yang terkandung
dalam sila Persatuan indonesia, dengan segala perbedaan dan pertentangan didalamnya,
memenuhi sifat hakekat daripada satu, yaitu mutlak tidak dapat terbagi. Segala perbedaan
dan pertentangan adalah hal yang biasa, yang justru pasti akan dapat disalurkan untuk
memelihara dan mengembangkan kesatuan kebangsaan.
Sila ketiga pancasila yaitu Persatuan Indonesia yang merupakan dasar filsafat
negara kita, telah diketahui bahwa biarpun didalam susunannya rakyat dan tanah air
tumpah darah kita terdiri atas bagian – bagian yang mengandung unsur – unsur perbedaan
dan pertentangan, namun bagian – bagiannya itu hanya dalam hubungan kesatuan sebagai
bangsa dan wilayah negara sehingga dapat memperoleh bentuk sifat penjelmaan dirinya
yang selengkap – lengkapnya. Dengan demikian persatuan dan kesatuan bangsa dan
wilayah negara kita sesuai dengan yang disebut hakekat satu, dan oleh karena itu
kesatuan sifatnya mutlak tidak dapat terbagi dan terpisah dari bangsa dan wilayah negara
– negara lain atas dasar kesatuan rakyat Indonesia dengan tanah air tumpah darahnya
yang merupakan satu – satunya pokok dasar bagi terwujudnya kepribadian bangsa
Indonesia.

Makna persatuan hakikatnya adalah satu, yang artinya bulat tidak terpecah. Jika
persatuan Indonesia dikaitkan dengan pengertian modern sekarang ini, maka disebut
nasionalisme. Nasionalisme adalah perasaan satu sebagai suatu bangsa, satu dengan
seluruh warga yang ada dalam masyarakat. Oleh Karena rasa satu yang begitu kuatnya,
maka dari padanya timbul rasa cinta bangsa dan tanah air. Akan tetapi perlu diketahui
bahwa rasa cinta bangsa dan tanah air yang kita miliki di Indonesia bukan yang menjurus
kepada chauvinisme, yaitu rasa yang mengagungkan bangsa sendiri, dengan
merendahkan bangsa lain. Jika hal ini terjadi, maka bertentangan dengan sila kedua yaitu
kemanusiaan yang adil dan beradab. Walaupun ditulis cinta bangsa dan tanah air, tidak
dimaksudkan untuk chauvimisme. Dengan demikian jelaslah bahwa konsekuensi lebih
lanjut dari kedua hal tadi adalah menggalang persatuan dan kesatuan bangsa, yang pada
akhir – akhir ini justru menunjukkan gejala disintegrasi bangsa. Hal ini sejalan dengan
pengertian persatuan dan kesatuan. Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia
tidak dapat dipisahkan dengan keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu
kesatuan yang bersifat sistematis. Sila persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab serta mendasari
dan menjiwai sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam.
Permusyawaratan / Perwakilan dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Dalam sila persatuan Indonesia, terkandung nilai bahwa Negara ialah sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia monodualis, yaitu sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama diantara
elemen-elemen yang membentuk Negara yang berupa suku, ras, kelompok, golongan,
maupun kelompok agama. Oleh karena itu, perbedaan adalah bawaan kodrat manusia dan
juga ciri khas elemen-elemen yang membentuk Negara. Konsekuensinya Negara adalah
beraneka ragam, tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu persatuan yang dilukiskan
dalam suatu seloka, Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu maupun
golongan agama. Mengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan
martabat seluruh warganya, Negara memberikan kebebasan atas individu, golongan,suku,
ras maupun golongan agama untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan
bersama yang bersifat integral.
Menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia sesuai dengan sifat ideolog
pancasila yang terbuka berarti mengharuskan setiap warga Negara Indonesia agar tetap
mempertahankan keutuhan dan tegak kokohnya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sikap dan perilaku positif menjunjung tinggi nilai-nilai persatuan Indonesia antara lain:
a) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan Negara jika suatu saat
diperlukan.
b) Mencintai tanah air dan bangga terhadap bangsa dan Negara Indonesia.
c) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
d) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
Contoh sikap-sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila, sila ketiga:
Persatuan yang dimaksud dalam sila ketiga meliputi makna persatuan dan
kesatuan dalam arti ideologis, politik, ekonomi, sosial budaya, dan keamanan. Nilai
persatuan ini dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang senasib dan
didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat. Faktor persatuan merupakan faktor dinamis dalam kehidupan
bangsa Indonesia.
Persatuan Indonesia bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.
Perwujudan persatuan Indonesia adalah memberi tempat bagi keragaman budaya dan
etnis. Paham kebangsaan yang terdapat dalam sila ini merupakan wujud asas
kebersamaan, solidaritas, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan
kebudayaannya.

Oleh karena itu hal – hal yang sifatnya tidak sejalan dengan persatuan dan kesatuan,
misalnya penonjolan kekuasaan, penonjolan keturunan, harus diusahakan agar tidak
terwujud sebagai suatu prinsip dalam masyarakat Indonesia.
Perlu diketahui bahwa ikatan kekeluargaan, kebersamaan di Indonesia sejak dulu sampai
sekarang lebih di hormati daripada kepentingan pribad. Namun, tentunya semangat ini
bagi bangsa Indonesia mengalami dinamikanya sendiri. Kadang menjadi kuat, tapi pada
suatu saat akan melemah. Pada saat ini justru nasionalisme bangsa Indonesia, ditantang
dan dalam kondisi yang agak rapuh, karena banyak dari elemen bangsa yang lebih
mementingkan kepentingan pribadi atau golongan daripada kepentingan bangsa dan
negara. Misalnya, fenomena disintegrasi, unculnya gejala primor-dialisme dan
separatisme.
Secara keseluruhan arti dan makna Pancasila sila ketiga, adalah:
1. Nasionalisme
2. Cinta bangsa dan tanah air
3. Menggalang persatuan dan kesatuan bangsa
4. Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan
warna kulit,
5. Menumbuhkan rasa senasib dan sepenangungan
6. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
7. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
8. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
9. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
menurut agamanya masing-masing
10. Menjaga persatuan dan kesatuan Republik Indonesia
11. Rela berkorban demi bangsa dan negara..

12. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.

14. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka
Tunggal Ika.

Contoh Masalah dari sila ketiga

Peristiwa kerusuhan di Ambon (Maluku) diawali dengan terjadinya


perkelahian antara salah seorang pemuda Kristen asal Ambon yang
bernama J.L, yang sehari-hari bekerja sebagai sopir angkot dengan
seorang pemuda Islam asal Bugis, NS, penganggur yang sering mabuk-
mabukan dan sering melakukan pemalakan (istilah Ambon "patah" )
khususnya terhadap setiap sopir angkot yang melewati jalur Pasar
Mardika – Batu Merah.

Saat itu tanggal 19 Januari 1999, masih dalam hari raya Idul Fitri (hari
kedua), pemuda Bugis NS bersama temannya seorang pemuda Bugis lain
bernama T, melakukan pemalakan di Batu Merah terhadap pemuda
Kristen J.L selama beberapa kali ketika J.L mengendari angkotnya dari
jurusan Mardika – Batu Merah. Namun permintaan kedua pemuda Bugis
tersebut tidak dilayaninya, karena J.L belum mempunyai uang,
mengingat belum ada penumpang yang dapat diangkutnya, karena hari
itu hari raya Idul Fitri.

Permintaan dengan desakan yang sama dilakukan oleh


pemuda NS hingga kali yang ketiga saat pemuda Ambon J.L berada di
terminal Batu Merah, malah pemuda Bugis NS tidak segan-segan
mengeluarkan badiknya untuk menikam pemuda Ambon J.L.
Untunglah J.L sempat menangkisnya dengan mendorong pintu mobilnya.

Merasa dirinya terancam, pemuda J.L langsung pulang ke rumahnya


mengambil parang (golok) dan kembali ke terminal Batu Merah. Disana ia
masih menemukan pemuda BugisNS bersama temannya T. Ia kemudian
memburunya, dan NS kemudian berlari masuk ke kompleks pasar Desa
Batu Merah.
NS kemudian ditahan oleh warga Batu Merah, dan ketika ia ditanya apa
permaslahannya, maka ia (NS) menjawab bahwa, "ia akan dibunuh oleh
orang Kristen".

Jawabannya ini kemudian yang memicu kerusuhan Ambon, dengan


munculnya warga Muslim dimana-mana untuk menyerang warga Kristen
dan sebaliknya juga warga Kristen yang muncul untuk mempertahankan
diri.

1. PECAHNYA KERUSUHAN DI MANA-MANA

Beberapa saat berselang atau sekitar 5 menit setelah peristiwa saling kejar-
mengejar antara pemuda Muslim asal Bugis, NS dengan pemuda Kristen
asal Ambon J.L, seperti ada komando, kerusuhan akhirnya pecah dimana-
mana dalam kota Ambon.

Kira-kira jam 15.00 WIT ratusan masa Muslim muncul dari Desa Batu
Merah (lokasi dimana pemuda Bugis NS dikejar dan berteriak akan
dibunuh oleh oleh orang Kristen) bangkit menyerang warga Kristen di
kawasan Mardika (tetangga desa Batu merah) dengan menggunakan
berbagai alat tajam (parang, panah, tombak dan lain-lain) dengan seragam
dan berikat kepala putih. Mereka sempat melukai, merusak dan mebakar
rumah-rumah warga Kristen Mardika. Demikian juga pada waktu yang
bersamaan, beberapa lokasi pemukiman Kristen seperti Galunggung,
Tanah Rata, Kampung Ohiu, Silale dan Waihaong ikut diserang oleh
kelompok penyerang Muslim. Beberapa orang warga Kristen terbunuh,
ratusan rumah dibakar dan sebuah gereja yang terletak di kawasan Silale
dirusak dan akhirnya dibakar oleh masa.

Dari lokasi-lokasi ini, kerusuhan berlanjut terus dan hanya berbeda waktu
beberapa menit dari lokasi ke lokasi yang lain.

Warga Kristen yang mendiami lokasi Batu Gantung , Kudamati dan


sekitarnya setelah mendengar penyerangan yang dilakukan oleh masa
Muslim terhadap warga Kristen di Mardika, Galunggung, Kampung
Ohiu, Waihaong dan Silale serta mendengar gereja Silale telah terbakar,
bangkit amarahnya dan memberikan serangan balasan terhadap warga
Muslim melalui pengrusakan dan pembakaran rumah-rumah di kawasan
Batu Gantung dan Kompleks Pohon Beringin, serta melakukan
pengrusakan dan pembakaran terhadap berbagai kendaraan seperti
becak, sepeda motor dan mobil.

2. SALING MENYERANG
Setelah terjadi kerusuhan pada beberapa lokasi seperti tersebut di atas
yang berlangsung sejak siang hingga menjelang malam tanggal 19 Januari
1999, maka memasuki malam hingga pagi hari tanggal 20 Januari 1999,
suasana terasa semakin mencekam dengan semakin berkembangnya isu
telah terjadi pertikaian antar sesama warga Ambon (Maluku) yang
bernuansa SARA, terutama diantara kelompok yang beragama Kristen
dan Muslim.

Beberapa lokasi di dalam wilayah kota Ambon terus berkecamuk. Di


lokasi Pohon Puleh, Tugu Trikora dan Anthony Rhebok hingga tengah
malam tanggal 19 januari 1999, terlihat masa diantara kedua kubu saling
berhadap-hadapan dan mencoba untuk saling melakukan penyerangan
dengan pelemparan batu yang diteruskan dengan pengrusakan dan
pembakaran sejumlah rumah diantara kedua belah pihak, pembakaran
kendaraan (becak, sepeda motor dan mobil) dan pembakaran sebuah
sekolah Al Hilal di Jl. Anthony Rhebok. Sementara itu di kawasan Batu
Merah Tanjung yang dihuni oleh mayoritas warga Muslim, terjadi
pengrusakan, pembakaran terhadap rumah-rumah dan pembantaian
terhadap beberapa warga Kristen. Di lokasi inipun sebuah gereja sempat
dirusak kemudian dibakar oleh masa Muslim. Sedangkan di lokasi Puleh
(Karang Panjang) warga Kristen sempat merusak dan membakar rumah-
rumah warga Muslim, demikian juga sebuah mesjid yang terletak di
lokasi ini.

Menjelang pagi hari tanggal 20 Januari 1999, terjadi penyerangan secara


besar-besaran yang dilakukan oleh warga Kristen terhadap kompleks
Pasar Gambus, kompleks Pasar Mardika dan kompleks Pasar Pelita yang
berada di tengah-tengah jantung kota. Penyerangan ini dimulai dengan
kosentrasi masa Muslim disekitar Jl. A. J. Patty menuju ke lapangan
Merdeka Ambon yang diduga akan melakukan penyerangan ke gereja
Maranatha (gereja Pusat Ambon).

Masa Kristen yang berada di sekitar kompleks gereja Maranatha merasa


terancam, akhirnya melakukan penyerangan ke lokasi tersebut yang
merupakan daerah yang mayoritas dihuni oleh warga muslim dengan
jalan membakar habis kompleks tersebut. Diperkirakan banyak korban
yang meninggal, karena terjebak kebakaran yang hingga saat ini sulit
teridentifikasi.

3. WARGA MUSLIM JAZIRAH LEIHITU BERGERAK

Pecahnya kerusuhan Ambon tanggal 19 Januari 1999 akhirnya melebar


keluar kota Ambon. Pada tanggal 20 Januari 1999, kira-kira jam 09.00 WIT,
warga Muslim jazirah Leihitu yang terletak bagian barat dan utara Pulau
Ambon mulai bergerak dengan sasaran menuju kota Ambon. Menurut
data yang ditemukan di lapangan , tujuan mereka bergerak menuju kota
Ambon karena adanya isu yang tidak benar bahwa mesjid Al-Fatah di
kota Ambon telah dibakar oleh orang-orang Kristen. Selain itu juga ada
data yang mengungkapkan bahwa tujuan mereka ke Ambon adalah
dalam rangka silahturahmi berkenan dengan hari raya idul fitri.

Namun apapun alasan yang dibuat oleh mereka, ternyata semuanya


hanya untuk membela diri, karena cukup bukti yang ditemukan di
lapangan bahwa setelah terjadinya kerusuhan tanggal 19 Januari 1999 di
kota Ambon, telah terjadi kontak antara umat Muslim kota Ambon
dengan umat Muslim jazirah Leihitu untuk melakukan penyerangan
terhadap desa-desa Kridten yang berada di sekitarnya maupun yang
menuju arah kota Ambon.

Bukti-bukti di atas didukung pula dengan adanya fakta bahwa dalam


waktu yang relatif singkat, seluruh warga Muslim jazirah Leihitu dapat
dikumpulkan, pada hal jarak antara desa yang satu dengan yang lainnya
cukup berjauhan. Pada saat penyerangan, mereka telah menggunakan
simbol-simbol tanda pengenal khusus (baju seragam dan ikat kepala
putih) serta membawah alat tajam seperti parang, panah, tombak dan
bom yang cukup banyak. Malah strategi penyerangan yang dilakukan
cukup sistimatis dan terencana. Menurut data yang ditemukan di
lapangan saat terjadinya penyerangan, pasukan Muslim yang menyerang
desa-desa Kristen tersebut terdiri dari 3 kelompok. Kelompok pertama
adalah kelompok pengusir yang menggunakan bom rakitan, kelompok
kedua adalah kelompok penjarah dan kelompok ketiga adalah kelompok
perusak dan pembakar rumah-rumah warga sekaligus melakukan
pembersihan dalam bentuk pembantaian terhadap warga Kristen yang
ditemukan.

Ketika mereka mulai bergerak pada tanggal 20 Januari 1999, sedikitnya


ada 3 pasukan penyerang. Pasukan pertama terdiri dari warga Muslim
desa Hitu, Mamala, Morela dan sebagian lagi warga Desa Wakal yang
melakukan penghancuran terhadap warga Desa/Dusun Kristen Telaga
Kodok, Benteng Karang, Hunuth/Durian Patah, Waiheru, Nania dan
Negeri Lama.

Operasi penyerangan yang mereka lakukan sejak pagi hingga sore hari
tanggal 20 Januari 1999, sempat membumihanguskan perkampungan di
atas, merusak, membakar, menjarah rumah-rumah dan harta milik serta
melukai dan membunuh sejumlah warga Kristen yang ditemui.

Dari data yang ada ratusan rumah dirusak, dibakar dan dijarah. 5 buah
gereja dibakar habis (3 buah di Benteng Karang, 1 buah di Nania, 1 buah
di Negeri Lama), 1 buah sekolah dibakar, kurang lebih 25 orang dibunuh,
termasuk salah seorang pendeta yang baru selesai berdoa di gereja Nania,
yaitu Pdt. THYSEN dan mayatnya kemudian dibakar, ratusan warga
dilukai serta sebagian besar harta benda milik warga, dijarah dan
diangkut dengan mobil-mobil truck.

Tragisnya lagi dari kurang lebih 20 warga Kristen yang dibunuh di dusun
Benteng Karang, 15 diantaranya kemudian dibakar dan salah satunya
adalh Ny. RINA SERPIELA, ibu hamil (6 bulan) dibunuh dengan cara
membelah perutnya kemudian janinnya dikeluarkan dan dibakar bersama
mayat ibunya. Peristiwa ini disaksikan sendiri oleh suaminya YOPY
SERPIELA. Sedangkan anaknya yang berusia 2 tahun sempat diculik dan
dijadikan tameng oleh penyerang dari lemparan batu warga Kristen yang
bertahan.

Seorang pendeta dari gereja Sidang Jemaat Allah yang bersama-sama


dengan beberapa orang tua, wanita dan ank-ank juga sempat dibom oleh
penyerang, saat mereka bersembunyi di sebuah goa di Dusun Benteng
Karang, untunglah bom tersebut tidak meledak.

Pasukan kedua terdiri dari warga Muslim Desa Wakal yang melakukan
pengrusakan, pembakaran dan pembantaian terhadap warga Kristen
yang berada di sekitarnya hingga ke arah Desa Hitu dari arah timur
hingga ke Desa Hila. Mereka merusak, membakar dan menjarah
rumahdan harta milik warga Kristen. Malah di Desanya sendiri- Desa
Wakal - mereka sempat membantai seorang pendeta yaitu MECKY
SAINYAKIT dan sopir truck DIRK MATAHERU yang saat itu
menggunakan mobil truck dari arah Desa Hila menuju desa Wakal untuk
mencari angkutan bagi rombongan Bible Camp GKPB yang akan pulang
ke Ambon.

Setelah selesai mebunuh pendeta dan sopir mobil tersebut, mereka


kemudian menuju ke kompleks Field Station Fakultas Perikanan
Universitas Pattimura, dimana anggota jemaat dari sang pendeta sedang
bersiap-siap pulang ke Ambon setelah melakukan kegiatan Bible Camp.

Rombongan yang sebagian besar anak-anak dan wanita itu (kurang lebih
100 orang) kemudian diserang dan dibantai. Beberapa orang anak sempat
melarikan diri dengan cara berenang ke laut dan masuk hutan.

Mereka kemudian ditolong oleh warga Muslim asal Buton dan beberapa
penduduk Muslim lainnya, kemudian dievakuasi melalui hutan (gunung)
ke Desa Hative Besar dan Poka /Rumahtiga. Sebagian yang lain memilih
tetap tinggal akhirnya disiksa, dilukai dan 4 (empat) orang dibunuh dan
kemudian mayatnya dilempar dan ditinggalkan begitu saja di dalam got.
Dalam peristiwa ini seorang pemuda Kristen yang bernama ROY
PONTOH sempat dibunuh karena ketika ditanya "kamu siapa", ia
menjawab "saya tentara Allah"secara berulang kali kepada para
pembantainya.

Pasukan ketiga terdiri dari warga Muslim Desa Hila Islam yang
melakukan penyerangan terhadap Desa Hila Kresten dan pembantain
terhadap 8 (delapan) orang warga Kristen asal Desa Ulath Pulau Saparua
yang sementara membersihkan kebunnya di hutan Desa Hila Islam.

Menurut data yang peroleh di lapangan beberapa saat setelah terjadi


penyerangan dan pembantaian pasukan pertama dan pasukan kedua di
lokasi-lokasi yang disebut di atas, warga Desa Hila Islam menyerang dan
membumi hanguskan Dusun Hila Kristen yang sebenarnya dari segi adat
istiadat dan budaya masih mempunyai hubungan keluarga. Penyerangan
ini mengakibatkan seluruh rumah-rumah warga Kristen di Dusun ini
terbakar termasuk 1 (satu) buah Gereja tua yang mempunyai nilai sejarah,
1 (satu) orang dibunuh dan dibakar serta 2 (dua) orang lainnya
mengalami luku-luka. Warga Kristen Dusun ini terpaksa harus
mengungsi dengan berjalan kaki melewati gunung (ada yang sampai dua
hari perjalanan untuk tiba ditempat pengungsian yaitu Desa Hative
Besar).v Dalam perjalanan pengungsian ini mereka juga ditolong saudara-
saudaranya dari Desa Kaitetu yang beragama Muslim.

4. TIMBUL FANATISME AGAMA YANG KUAT

Kerusuhan demi kerusuhan di Pulau Ambon pada akhirnya bersangkut


paut dengan sikap toleransi warga yang berdomesili di Pulau Ambon.
Sementara isu pertikaian yang bernuasa SARA semakin dipertajam
sehingga menimbulkan panatisme antara masing-masing umat beragama.
Berkenaan dengan itu maka pada tanggal 21 Januari 1999 warga Kristen
yang berdomisili di Batu Gajah Dalam mendengar terbunuhnya 2 (dua)
orang pendeta dan pembakaraan beberapa buah gereja dalam
penyerangan yang dilakukan oleh warga Muslim dari jasirah Leihitu
kemudian bangkit menyerang warga Muslim Dusun Batu Bulan dan
membantai sejumlah warganya. Dari data di lapangan terungkap 150
buah rumah dibakar/dirusak, 5 (lima) orang dibunuh dan 1 (satu) buah
Mesjid terbakar. Demikian juga pada tanggal yang sama warga Kristen
yang berdomesili di Batu Gantung Dalam (Kampung Ganemo), Mangga
Dua, Kudamati ikut melakukan penyerangan terhadap warga Muslim
yang berada di sekitarnya. Dalam penyerangan ini 8 (delapan) orang
meninggal dunia.. 5 (lima) orang warga Muslim diantaranya dibantai
kemudian dibakar bersama mobil truk yang mengangkutnya di kawasan
Mangga Dua karena diduga sebagai propokator dan membawa bahan
peledak.

Sementara itu di kawasan Desa Hative Besar Kotamadya Ambon terjadi


penyerangan dari warga Muslim asal Buton, Bugis dan Makasar dari
Dusun Wailete yang berada di bawah wilayah Desa Hative Besar yang
mengakibatkan puluhan rumah warga Kristen Desa Hative Besar
terbakar. Peristiwa ini selain dipicu oleh dampak kerusuhan Ambon
tanggal 19 Januari 1999, juga diakibatkan oleh dendam lama yaitu
peristiwa kerusuhan yang terjadi pada bulan Nopermber 1998. Tindakan
penyerangan warga Dusun Wailete tersebut dibalas oleh warga Kristen
Desa Hative Besar yang membakar habis lokasi pemukiman mereka.
Akibat Peristiwa ini ratusan rumah terbakar dan 4 (empat) orang Warga
Muslim Meninggal, 1 buah Mesjid dan 1 buah Mushola terbakar.

5. KERUSUHAN BERGESER KE LUAR PULAU AMBON

Begitu liciknya pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang tidak


menginginkan kedamaian di Maluku, akhirnya mereka mampu
memprovokasi isu SARA dalam kerusuhan Ambon yang semakin
mengental di kalangan masyarakat. Selain faktor di atas semakin terasa
dikembangkan pula isu-isu yang tidak benar di kalangan umat Muslim di
luar pulau Ambon seperti telah terbakarnya Mesjid Al-Fatah yang
merupakan pusat kebanggaan umat Muslim di Maluku, terbakarnya
rumah dan terbunuhnya beberapa tokoh Muslim di kota Ambon yang
dilakukan oleh orang-orang Kristen.

Isu-isu yang tidak benar ini, akhirnya keluar dari wilayah pulau Ambon.
Serentak dengan itu umat Muslim di kota Sanana (Kabupaten Maluku
Utara) bangkit dan menyerang kelompok minoritas Kristen di kota
Sanana dan sekitarnya pada tanggal 21 Januari 1999 tengah malam.
Puluhan rumah dan bangunan dirusak dan dibakar termasuk 4 (empat)
buah Gereja serta 3 (tiga) orang warga Kristen dibunuh oleh masa dan 6
(enam) orang lainnya (3 orang warga Kristen dan 3 orang warga Muslim)
mengalami luka-luka.

Demikian juga 24 Kepala Keluarga minoritas Kristen yang tinggal di


Dusun Papora, Desa Luhu (beragama Muslim) Kecamatan Seram Barat
Piru dibumi hangsukan oleh warga Desa Luhu. Rumah-rumah dan harta
benda mereka dibakar habis termasuk 2 (dua) buah Gereja. Mereka
terpaksa lari ke hutan-hutan untuk melindungi diri selama beberapa hari,
sebelum akhirnya dengan menempuh jalan kaki berkilo-kilo meter,
akhirnya tiba di Desa Lokki (sebuah Jemaat Kristen) dan mengungsi di
situ. Sayangnya Desa Lokki ini juga telah dibumi hanguskan oleh
kelompok Muslim pada kerusuhan periode kedua yang dimulai pada
pertengahan bulan Juli 1999, sehingga akhirnya pengungsi asal Dusun
Papora ini bersama-sama warga Kristen Desa Lokki harus menempuh
jalan hidup baru dengan mengungsi ke Desa Piru (ibu kota Kecamatan
Seram Barat).

Nasib malang ini juga ikut dialami oleh warga Kristen Desa Tomalehu
Timur di pulau Manipa (Kecamatan Seram Barat). Desa Tomalehu Timur
yang merupakan satu-satunya Desa Kristen di pulau ini ikut dibumi
hanguskan oleh warga Muslim dari Desa Kelang Asaude, Hasaoi,
Luhutubang, Aman Jaya, Tuniwara dan Buano Hatuputih. Semula mereka
sempat dilindungi oleh warga Muslim Desa Tomalehu Barat yang
mempunyai hubungan Gandong (dari satu moyang hanya berbeda
agama). Namun upaya perlindungan ini tidak membuahkan hasil, karena
kelompok Muslim Desa tetangga lainnya yang menyerang warga Kristen
Tomalehu Timur berada dalam jumlah yang cukup banyak. Desa ini
akhirnya dibumi hanguskan pada tanggal 25 Januari 1999 jam 04.00 WIT.
Seluruh rumah dan bangunan dibakar habis termasuk 1 (satu) buah
gedung Gereja, 1 (satu) orang meninggal dunia dan 1 (satu) orang lainnya
mengalami luka berat. Sama halnya dengan Dusun Papora, warga Kristen
Desa Tomalehu Timur ini merupakan kelompok minoritas yang berada di
tengah-tengah kelompok mayoritas Muslim. Ketika terjadinya
penyerangan terhadap mereka, jalan satu-satunya yang mereka tempuh
adalah lari masuk ke hutan untuk menyelamatkan diri, sebelum mereka
dievakuasi oleh aparat keamanan dan diungsikan ke Desa Tomalehu
Barat (Desa Muslim) yang merupakan Desa Gandong mereka.

Setelah beberapa hari tinggal di Desa Tomalehu Barat, perasaan was-was


selalu menghantui mereka karena hampir setiap hari mereka mendapat
ancaman dari Desa-Desa penyerang untuk dihabisi.

Akhirnya atas koordinasi dengan aparat keamanan dan tanpa


memikirkan bagaimana masa depan mereka, mereka dievakuasi dengan
kapal TNI Angkatan Laut pada akhir bulan Pebruari 1999 ke kota
Kecamatan Piru. Di lokasi pengungsian yang baru ini mereka diterima
oleh warga Kristen pada beberapa Jemaat/Desa di antaranya : Piru,
Neniari, Lumoli, Translog Mata Empat, Eti dan Morakao.

6. PULAU AMBON TETAP BERGOLAK

Ketika beberapa lokasi Desa Kristen di luar pulau Ambon sebagaimana yang
diuraikan di atas diserang dan dibumi hanguskan oleh warga Muslim, maka
hingga akhir bulan Januari 1999 situasi di Pulau Ambon terus bergolak, melalui
berbagai pertikaian antar kelompok yang bertikai (Muslim dan Kristen).
Dalam kurun waktu tersebut beberapa kejadian sempat terjadi dalam kota
Ambon seperti di Gudang Arang, Batu Gong, Desa Passo dan beberapa lokasi
lain dalam skala kecil.

Di Gudang Arang pada tanggal 23 Januari 1999 kira-kira jam 14.00 WIT masa
Muslim asal BBM (Buton, Bugis, Makasar) dengan memanfaatkan aparat
keamanan (bantuan) KOSTRAD yang berasal dari Ujung Pandang telah
melakukan penyerangan dan pembakaran rumah-rumah warga Kristen di
Gudang Arang.

Beberapa orang pemuda warga Kristen yang mencoba mempertahankan diri


ditembak oleh aparat keamanan yang mengakibatkan 1 (satu) orang meninggal
dunia dan 6 (enam) orang luka-luka karena tembakan aparat keamanan serta
beberapa buah rumah rusak dan terbakar.

Melihat tindakan aparat keamanan yang memihak dalam bentuk memimpin


penyerangan tersebut, salah seorang pemuda Kristen sempat membantai
seorang aparat keamanan dengan parang (golok) hingga meninggal dunia.

Sementara itu di Batu Gong Desa Passo pada tanggal 21 Januari 1999 terjadi
penyerangan terhadap warga Muslim asal Buton di Wailiha oleh masa Kristen
Desa Passo. Walaupun tidak terjadi korban jiwa dan hanya 1 (satu) buah rumah
terbakar, namun pada tanggal 23 Januari 1999 masa Kristen Desa Passo kembali
melakukan penyerangan. Kali terhadap masa Muslim di sekitar kompleks pabrik
Playwood Batu Gong. Akibat penyerangan ini 1 (satu) orang mengalami luka, 1
buah Mesjid terbakar dan beberapa buah rumah warga Muslim rusak/terbakar.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Sifat dan keadaan – keadaan dinegara Indonesia harus sesuai dengan hakekatnya,
yaitu “satu” (mutlak dan tidak dapat terbagi oleh apapun)
2. Perbedaan dan pertentangan – pertentangan menumbuhkan rasa kesatuan dan
persatuan bagi bangsa ini.
3. Mengingat sifat persatuan dan kesatuan dari Pancasila, Persatuan Indonesia
adalah persatuan yang berke-Tuhanan YME , yang berkemanusiaan yang adil dan
beradab, yang berkerakyatan yg dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan /perwakilan serta yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sehingga pertalian dan hidup kebangsaan kita, pertalian hidup dan
kenegaraan kita terang sekali bukan merupakan tujuan rakyat Indonesia, akan
tetapi tidak lain dari alat atau cara kita yang sesuai dengan tujuan manusia untuk
hidup bersama.
4. Bahwa hal sebenarnya berbeda dengan yang banyak dibicarakan orang tentang
perbedaan – perbedaan serta pertentangan – pertentangan di dalam bangsa dan
negara kita dianggap atau dikuatirkan bertentangan dengan kesatuan kebangsaan
kita.

Saran
1. Sebagai bagian dari Negara Indonesia, sudah sepantasnya kita menjunjung tinggi
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
2. Mengamalkan sila Persatuan Indonesia sebagai hakikat dasar filsafat negara
Indonesia.
3. Menjadikan perbedaan menjadi satu kesatuan yang utuh.

Daftar Pustaka
1. Rukiyati, M.Hum, dkk. 2008. Pendidikan Pancasila.UNY press: Yogyakarta

2. http://mlebu.blogdetik.com/2010/04/16/makalah-pancasila/
3. http://graha.students-blog.undip.ac.id/2009/06/12/makna-sila-pancasila/

4. http://pormadi.wordpress.com/2007/10/01/nilai-nilai-pancasila-dan-uud-1945/

5. http://www.scribd.com/doc/17195934/Full-Makalah-NilaiNilai-Pancasila-
Berakar-Dari-Budaya-Bangsa-Indonesia

6. http://bos.fkip.uns.ac.id/pub/bse/3-sma/kelas8_pkn_eko.pdf

7. http://zieper.multiply.com/journal/item/36

8. http://www.anjar.co.tv/2010/10/arti-masing-masing-sila-dari-pancasila.html

9. http://willynricie.blogspot.com/2010/09/makna-sila-sila-pancasila.html

Anda mungkin juga menyukai