Pancasila Perspektif Sejarah
Pancasila Perspektif Sejarah
Pancasila Perspektif Sejarah
PENDAHULUAN
Dasar negara adalah landasan kehidupan bernegara. Dasar negara bagi suatu negara
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Negara tanpa dasar negara
berarti negara tersebut tidak memiliki pedoman dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara,
maka akibatnya negara tersebut tidak memiliki arah dan tujuan yang jelas, sehingga
memudahkan munculnya kekacauan.
Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang besar dan heterogen. Disebut bangsa
yang besar karena jumlah penduduknya menempati urutan keempat terbanyak setelah RRC,
Amerika Serikat dan India. Indonesia juga bangsa yang heterogen karena terdiri atas banyak
suku bangsa dengan berbagai macam agama, budaya, bahasa dan adat istiadat. Kita patut
bersyukur bahwa bangsa yang besar dan heterogen ini dapat bersatu dalam naungan Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Banyak bangsa-bangsa yang besar dalam sejarahnya hancur
karena tidak mampu mempertahankan semangat persatuan dan kesatuan. Mengapa bangsa
Indonesia mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan? salah satu jawabannya adalah
karena kita telah sepakat Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional Indonesia. Nilai-
nilai luhur Pancasila merupakan kesepakatan bersama dan menjadi titik temu antarkelompok dan
golongan masyarakat Indonesia. Sebagai ideologi negara, nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya diterima dan dijadikan acuan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Oleh karena itu, kita perlu memelihara dan mempertahankan Pancasila sebagai dasar Negara.
PEMBAHASAN
Pancasila adalah kesepakatan luhur antara semua golongan yang hidup di tanah air.
Kesesepakatan luhur tidak akan banyak berfungsi jika tidak didudukkan dalam status yang jelas,
oleh karena itu kesepakatan luhur bangsa harus dirumuskan sebagai ideologi bangsa dan filsafat.
Ideologi bangsa, artinya setiap warga negara Republik Indonesia terikat oleh ketentuan-
ketentuan yang sangat mendasar dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil
dan beradad, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pandangan
hidup dan sikap warga negara secara keseluruhan harus bertumpu pada Pancasila sebagai
keutuhan bukan sekedar masing-masing sila (Oesman, 1990: 163).
Dewantara (2017: 145), dalam tulisannya menyatakan bahwa bangsa dan negara Indonesia
merupakan suatu bangsa yang besar. Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai ragaman sosial,
kelompok eknis, budaya,agama dan apirasi politik, sehingga bangsa ini secara sederhana dapat
disebut dengan masyarakat multikultular. Multikultural menekankan keanekaragaman
kebudayaan dalam kederajatan.
Pancasila dalam Perspektif Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia merupakan cara pandang
untuk menilai peristiwa yang melatarbelakangi terbentuknya NKRI dan dasar negaranya yaitu
Pancasila. Pembentukan Pancasila tersebut tidak terleps dari sejarah kerajaan-kerajaan yang ada
di nusantara dari zaman hindu, budha, dan islam. Sejarah perjuangan dan berdirinya bangsa
Indonesia dalam mencapai kemerdekaannya berjalan sejak sekian abad yang lalu,dengan
berbagai cara dan bertahap. dengan itu sejarah perjuangan bangsa Indonesia mempunyai
hubungannya dengan sejarah lahirnya Pancasila.
Penjajahan barat yang memusnahkan kemakmuran bangsa Indonesia itu tidak dibiarkan
begitu saja oleh segenap bangsa Indonesia. Sejak semula imprealisme itu menjejakkan kakinya
di Indonesia. Sejarah pembuatan Pancasila ini berawal dari pemberian janji kemerdekaan di
kemudian hari kepada bangsa Indonesia oleh Perdana Menteri Jepang saat itu, Kuniaki Koiso
pada tanggal 7 September 1944 dengan membentuk BPUPKI yang dibentuk oleh pemerintah
jepang. Namun akhirnya bangsa Indoesia memanfaatkan kekalahan Jepang atas
Sekutu yang akhirnya Indonesia mendapatkan kemerdekaannya.
Jepang masuk Indonesia membawa propaganda,“Jepang pemimpin asia, Jepang saudara tua
Indonesia”,saat Jepang semakin terdesak dalam perang melawan sekutu
barat, jepang kemudian bersikap murah hati pada Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan
bagi Indonesia. Jepang memberikan janji keduanya berupa kemerdekaan tanpa syarat, Indonesia
diperbolehkan memperjuangkan kemerdekaanya lalu dibentuklah badan penyelidik usaha-usaha
persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu memberikan
kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada
suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar negara,
merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara Republik Indonesia, termasuk di
dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan negara dan seluruh
kehidupan negara Republik Indonesia. Pengertian Pancasila sebagai dasar negara diperoleh dari
alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana tertuang dalam Memorandum DPR-GR
9 Juni 196 yang menandaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan
dan dipadatkan oleh PPKI atas nama bangsa rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik
Indonesia. Momerandum DPR-GR itu disahkan pula oleh MPRS dengan ketetapan
No.XX/MPRS/1966.
Dewantara (2017:13) dalam tulisannya menyatakan bahwa filsafat Pancasila adalah nilai-
nilai yang bermanfaat suatu pengetahuan. Filsafat pancasila memiliki suatu kesatuan dasar yakni,
kesatuan yang utuh. Bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai yang mengakui, dan
menerima, Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
Darmodiharjo (1985: 22), dalam tulisannya menyatakan bahwa pancasila adalah pandangan
yang berkembang dalam sosio-budaya Indonesia. Nilai pancasila dianggap nilai dasar dan
puncak (sari-sari) budaya bangsa; karenanya nilai ini diyakini sebagai jiwa dan kepribadian
bangsa. Kepribadian bangsa ini menjiwai dan memberikan watak keperibadian dan indetitas
sehingga pengakuan atas kedudukan sebagai filsafat.
Sebagai contoh warga Indonesia yang aktif di organisasi “persaudaraan” ini menyebut tidak
adanya keadilan sosial. Para pemimpin negara yang semestinya memakmurkan rakyat, tapi
ternyata tidak. Kekayaan rakyat dicuri dan semua amburadul. Indonesia sekarang banyak
menghadapi masalah besar. Seperti saat ini masalah tentang kekusaan diperebutkan, berita
bohong tentang politik di mana mana. Korupsi semakin merajalela. Hukum dimanipulasi, bukan
digunakan untuk melindungi kepentingan rakyat, tapi untuk melindungi penjahat-penjahat atau
koruptor-koruptor di kalangan para pengusaha negara, dan juga terorisme.
Kerukunan beragama sebenarnya dituntut oleh Pancasila, juga jauh dari kenyataan di
Indonesia saat ini. Dengan sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa masnyarakat bebas
beragama. Dengan demikian negara indonesia bisa saling menghargai sesama umat, dan juga
bisa terlaksana ibadahnya dengan baik. Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, masyarakat dan
negara indonesia semakin paham untuk tidak melanggar aturan yang ada atau yang ditegakan
oleh pemerintah. Pemerintah adalah orang yang mengatur segalah lalu lintas yang yang membuat
aturan-aturan yang ada. Maka dari itu masayarakat dan negara Indonesia semakin jaya, dan
menghormati aturan yang ada, yakni aturan yang dibuat oleh pemerintah. Dengan sila ketuhanan
ini nagara indonesia tidak ikut campur dalam atruran agama, Karena setiap agama mempunya
aturan-aturan yang ditegakkan oleh umat. Oleh sebab itu warga negara atau masyarakat
indonesia semakin jaya dan saling menghargai dan menghormati agama, dan sekaligus
masyarakat bisa melaksanakan ibadahnya atau kepercayaannya masing-masing.
Pemerintah merupakan suatu bentuk yang ideal dalam memerintah negara. Menurut
demokrasi memiliki nilai yang baik bukan dalam konteks tetapi melainkan kebaikan yang dibuat
oleh pemerintah. Dan tidak semua yang dikehendaki oleh kaum golongan tetapi semuanya rata
tidak ada yang milih. Dalam kelompok masyarakat yang menyebut diri mayoritas, aparat yang
bertanggungjawab terhadap keamanan atau kestabilan pemerintah yang tidak bisah buat banyak.
Tindakan yang menyalagunakan paham demokrasi yaitu pemerintah yang menyoritas paling
pada umumnya yang menjadi kerap berasal dari paham bahwa demkorasi menjunjung tinting
kebebasan hak manusia.
Pidato Soekarno pada tanggal 1 Juni 1945 tentu ada dalam suatu posisi filosofis tertentu.
Artinya, pidato ini ada dalam konteks pidato-pidato para tokoh yang lain (yang tentunya
mempunyai posisi filosofis dan ideologis yang berbeda). Pada sidang yang pertama (31 Mei
1945), Soepomo menguraikan tiga teori tentang berdirinya suatu negara. Aneka teori tersebut
adalah: teori individualistis (dengan Thomas Hobbes, John Locke, Rousseau, Herbert Spencer,
dan Laski sebagai pijakan filosofisnya), teori golongan/kelas (dengan Marx, Engels, dan Lenin
sebagai filosof rujukannya), dan teori integralistik (dengan Spinoza, Adam Muller., dan Hegel
sebagai pijakan filosofisnya). Menurut Soepomo, Indonesia haruslah merupakan negara
integralistik. Mengapa? Karena dalam negara integralistik inilah ada persatuan antara pemimpin
dan rakyatnya.
Negara seperti ini cocok dengan aliran pikiran ketimuran dan masyarakat Indonesia yang ada
dalam adat. Dengan kata lain, Soepomo hendak mengatakan bahwa negara integralistik khas
Indonesia mempunyai pijakan filosofis yang jelas. Ideologi yang hendak ditolak bagi bangunan
Indonesia merdeka, menurut Soepomo, dengan demikian adalah federalisme (yang encuatkan
keterpecahan) dan individualisme-liberalisme (yang menekankan kebebasan mutlak bagi
individu), dan juga monarki. Pada pidato berikutnya. M. Yamin juga mengatakan bahwa
Indonesia baru nanti menolak paham federalisme, feodalisme, monarki, liberalisme, autokrasi,
birokrasi, dan demokrasi khas barat. Dari sini saja tampak bahwa ada “perang ideologi” dalam
konteks kemerdekaan Indonesia.
Dunia saat itu memang dilanda perang ideologi antara Barat yang menjunjung tinggi
liberalisme dan Timur yang mempromosikan sosialisme. Para founding fathers tentu amat
mengerti hal itu dan mencari pijakan filosofis dan sekaligus ideologis yang memadai bagi
berdirinya Indonesia merdeka. Dari sini bisa dimengerti mengapa Soepomo mengajukan Hegel,
Spinoza, dan Adam Muller bagi integralisme Indonesia (meskipun patut diperdebatkan 53
apakah ketiga filosof tersebut berbicara mengenai negara integralistik). Pada bingkai itulah
Soekarno menyampaikan pidatonya mengenai Pancasila.
BAB III
PENUTUP
1.1.1.Kesimpulan
Pancasila sebagai pandangan hidup suatu bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila telah melekat dan mendarah daging pada masyarakat Indonesia. maka manyarakat
Indonesia menjadikan Pancasila sebagai pedoman hidup ataupun menjadikan pancasila sebagai
perjuangan utama oleh masyarakat bangsa Indonesia. oleh karena itu, setiap warga negara
Indonesia mulai menerapkan nilai-nilai pada Pancasila tersebut baik di daerah maupun di pusat.
Berdasarkan penjelasan di atas kita dapat menyadari betapa pentingnya Pancasila sebagai
pedoman bangsa Indonesia. Maka kita harus menjungjung tinggi dan mengamalkan sila-sila
pancasila tersebut.
Dasar negara adalah suatu yang ada dalam masyarakat yang membentu suatu negara maka
disebut dengan dasar negara. Dasar nagar ini bisa terbentuk adanya suatu undang-undang dasar
1945 yang ada di suatu pembukaan. Dasar negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi
pijakan dan mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah negara. Negara Indonesia
dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu Pancasila. Pancasila, dalam
fungsinya sebagai dasar negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur negara
Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah
dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan
penyelenggaraan negara dan seluruh kehidupan negara Republik Indonesia. Pengertian Pancasila
sebagai dasar negara diperoleh dari alinea keempat Pembukaan UUD 1945 dan sebagaimana
tertuang dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 196 yang menandaskan Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama bangsa
rakyat Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia. Momerandum DPR-GR itu disahkan
pula oleh MPRS dengan ketetapan No.XX/MPRS/1966.
Daftar pustaka