Luh Herry Novayanti - NIM 52320688

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK

SEKOLAH PASCASARJANA UNDIKNAS

MAP ANGKATAN 41

Nama Mahasiswa : Luh Herry Novayanti

NIM : 52320688

UAS Mata Kuliah : Digitalization Publik Sector

Dosen : Prof . Luh Putu Mahyuni,Ph.D.., CMA.,CSP

Hari / Tanggal : Senin, 11 Desember 2023

Rekomendasi peningkatan kualitas dan kecepatan layanan pemerintah

dalam meningkatkan Ease of Doing Business di Indonesia dengan

memanfaatkan teknologi digital

Sejak pertengahan tahun 2000-an, Bank Dunia telah menggunakan


mekanisme berdasarkan peringkat untuk mempengaruhi kebijakan pada
negaranegara di dunia salah satunya dengan ease of doing business. Melalui adanya
laporan Doing Business dan Ease of Doing Business Index (EDB), Bank Dunia telah
membentuk perilaku negara untuk menderegulasi urusan bisnis, terutama pada
kondisi pasar yang sedang tumbuh dan pada negara-negara berkembang. Ease of
Doing Business Index keberadaannya telah memengaruhi pemerintah di seluruh
dunia untuk mengubah kebijakan ekonomi dan peraturan terkait urusan bisnis
(Doshi, Kelley and Simmons, 2019).
Peringkat EODB oleh Bank Dunia merupakan alat yang mutakhir dalam
mendorong perampingan aturan. Hal ini diasumsikan jika peringkatnya suatu
negara baik maka akan menimbulkan kebanggaan tersendiri bagi negara tersebut
sehingga mereka terdorong untuk melakukan reformasi dalam merampingkan
aturan bisnis yang menghambat pendirian usaha (Doshi, Kelley and Simmons,
2019). Kemudahan berbisnis (EODB) melihat perusahaan kecil, menengah dan
menelusuri peraturan apa yang dapat meningkatkan aktivitas bisnis dan hal-hal apa
saja membatasinya (Adepoju, 2017)
Pelaksanaan reformasi birokrasi di Indonesia merupakan langkah penting
yang perlu dilakukan, tidak hanya bagi pemerintah pusat tetapi juga bagi pemerintah
daerah. Hal ini dilakukan agar tata kelola pemerintahan lebih efektif. Dalam laporan
Easy Of Doing Business (EODB), Indonesia meraih peringkat 73 dari 190 negara
(World Bank Group, 2020). Ini menandakan bahwa masih banyak tantangan yang
harus diatasi untuk memperbaiki iklim investasi dan bisnis di Indonesia. Roadmap
reformasi birokrasi yang diarahkan untuk mendukung easy of doing business di
Indonesia menjadi semakin penting. Road map ini berisi serangkaian program dan
kebijakan strategis yang bertujuan untuk mengurangi birokrasi yang berbelit-belit,
mempercepat proses perizinan, dan meningkatkan kualitas layanan pemerintah.
Dalam situasi ini, partisipasi dan dukungan dari semua institusi yaitu baik
pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat luas, sangat penting untuk mencapai
tujuan kemudahan berusaha yang diinginkan. Birokrasi yang efisien dan transparan
dapat memberikan dampak positif terhadap kemudahan berbisnis di suatu negara.
Reformasi birokrasi di Indonesia dalam implementasinya masih jauh dari
cita-cita yang diinginkan, masih banyak permasalahan yang masih melekat di
semua bidang. Meski dimaksudkan untuk mencakup semua aspek, format birokrasi
masih menyentuh dalam hal penetapan standar, prosedur, dan control, menurunkan
tingkat korupsi, meningkatkan integritas pelayanan publik, kemudahan berusaha,
telah diupayakan tetapi efektivitas pemerintahan belum tercapai. Hal ini diperkuat
dengan rendahnya penempatan Indonesia di berbagai peringkat seperti Government
Effectiveness index dan Corruption Perception index. Menurut survei Transparency
International (TI), Indonesia berada di peringkat 107 pada Corruption Perception
Index (CPI). Indonesia berada pada peringkat 107 dunia dengan skor 34. Skala yang
digunakan dari 0 (sangat korupsi) hingga 100 (sangat bersih). Data tersebut
menggambarkan bahwa Indonesia diidentikkan dengan tingkat budaya korupsi yang
tinggi dan sudah menjalar di sektor publik. Dengan korupsi yang tinggi tersebut
tentunya akan menjadi hambatan bagi terciptanya iklim usaha yang kondusif
(Transparency International, 2014).
Pada laporan EODB Tahun 2020 yang dikeluarkan oleh World Bank,
peringkat Indonesia stagnan, tidak mengalami kenaikan dan penurunan seperti
peringkat pada laporan tahun 2019 lalu. Masih sulitnya mendirikan usaha dan
kurangnya kebijakan dalam peningkatan iklim berbisnis menjadi penyebab
stagnansi peringkat Indonesia pada tahun ini (World Bank Group, 2019). Padahal
iklim lingkungan bisnis yang baik akan meningkatkan kinerja ekonomi suatu
negara. Ada banyak hambatan dan rintangan yang dihadapi investor saat memulai
bisnis. Sementara di negara lain, investor diberikan banyak kemudahan agar mereka
mau berbisnis di negara asalnya. Birokrasi yang mudah, murah dan cepat menjadi
daya tarik para pengusaha untuk membuka usaha di suatu negara. Salah satu
alasannya adalah masih banyaknya prosedur yang diperlukan untuk memulai bisnis
di Indonesia (Irfan, 2020).
Selain itu ada kendala lainnya yang menjadi sebab belum mendukungnya
easy doing business di Indonesia di antaranya yaitu kurangnya konsistensi
implementasi kebijakan, Meskipun telah dikeluarkan banyak kebijakan dan inisiatif
untuk mendukung easy doing bisnis di Indonesia, namun implementasinya masih
terbatas dan tidak konsisten di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini dapat
mengakibatkan perbedaan standar dan layanan antara wilayah yang satu dengan
yang lain, sehingga dapat memengaruhi kemudahan berbisnis.
Rendahnya Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor
utama dalam menyukseskan reformasi birokrasi. Namun, di Indonesia, masih
terdapat kendala dalam pengembangan dan pemenuhan SDM yang berkualitas,
terutama di sektor publik. Rendahnya kualitas SDM dapat mempengaruhi
efektivitas penerapan kebijakan dan inisiatif reformasi birokrasi. Perubahan
kebijakan yang sering terjadi dapat mempengaruhi kestabilan dan kepercayaan
pelaku bisnis di Indonesia. Terkadang, kebijakan yang telah dikeluarkan dapat
berubah atau dicabut secara tiba-tiba, sehingga dapat membingungkan dan
menghambat upaya pelaku bisnis untuk berinvestasi dan berbisnis di Indonesia.
Terbatasnya akses ke teknologi dan informasi. Meskipun pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan akses teknologi dan informasi, tetapi masih terdapat
kendala dalam pengembangan teknologi yang dapat mempermudah proses bisnis,
seperti akses internet dan layanan digital. Informasi yang tepat dan akurat sangat
penting untuk pengambilan keputusan bisnis yang tepat, namun masih terdapat
kendala dalam akses informasi di beberapa sektor, seperti sektor pertanahan,
perizinan, dan pajak. Hal ini dapat memperlambat proses bisnis dan membuat
pelaku bisnis sulit bersaing di pasar global. Masalah lainnya adalah kurangnya
perlindungan bagi pelaku bisnis. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk
memberikan perlindungan bagi pelaku bisnis, tetapi masih terdapat sektor yang
belum dilindungi dengan baik, seperti sektor kekayaan intelektual dan hak paten.
Hal ini dapat membuat pelaku bisnis kehilangan motivasi untuk berinovasi dan
berkontribusi lebih dalam pembangunan ekonomi Indonesia.
Tren peringkat Indonesia dan nilai indikator dan indikator unit selama
kurun waktu lima tahun mengalami kenaikan semua indikator. Tercatat hanya dua
indikator yang tidak mengalami perubahan, dan empat indikator mengalami
peningkatan dalam laporan Doing Business 2020.
Grafik 1. Peringkat Indonesia dalam EOBB Ranking
Periode 5 Tahun Terakhir

Sumber: World Bank Group, 2019

Meskipun tren peringkat Indonesia bersamaan dengan nilai indikator dan


indikator unit selama kurun waktu lima tahun mengalami kenaikan semua indikator.
Tercatat hanya dua indikator yang tidak mengalami perubahan, dan empat indikator
mengalami peningkatan dalam laporan Doing Business 2020.
Tabel 1. Ten penurunan peringkat Indonesia dalam EODB indikator dalam
5 tahun terakhir

Sumber: Doing Business in Indonesia (World Bank Group, 2020)

Berdasarkan tabel diatas, dapat kita lihat bahwa beberapa indicator


mengalami penurunan dan cenderung tetap yaitu pada indikator dealing with
contruction permits, getting electricity, protecting minority investors, paying taxes,
trading across borders dan enforcing contracts. Disamping adanya bebrapa
indicator yang mengalami peningkatan, namun perlu adanya peningkatan yang
signifikan agar Indonesia mendapatkan predikat yang lebih baik dalam EDOB.
World Bank Group (WBG) pada rilisnya, 16 September 2021, secara resmi
mengakhiri sepenuhnya penerbitan indeks kemudahan berusaha (ease of doing
business/EoDB) (Ari, 2021). Pemerintah dapat dapat berfokus pada beberapa
indicator terkait kemudahan berusaha yang kedepannya dapat dituangkan dalam
rencana Pembangunan nasional. Strategi tersebut yaitu dengan kebijakan yang
mendukung peningkatan dari masing-masing indicator. Analisis atas hal-hal yang
perlu diperbaiki untuk meningkatkan ease of doing business Indonesia:
1. Indikator Starting a business
Indonesia dalam kategori ini mengalami penurunan sebesar 6 poin dari posisi
134 menjadi 140 dengan rincian nilai sebesar 81%. dalam rincian indikator
memulai bisnis, prosedur menjadi bobot yang tertinggal dibanding waktu dan
biaya. Langkah yang sudah diambil pemerintahan saat ini terkait dengan
kemudahan dalam memulai usaha di Indonesia adalah:
− Pemerintah telah memberikan kemudahan pendirian perseroan terbatas
yakni cukup secara online sistem yang dikelola oleh Kementerian
Hukum dan HAM (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Republik Indonesia, 2022).
− Kemudahan perizinan berusaha melalui Sistem Online
Single Submission (OSS) (Pujiono, P., Sulistianingsih and Sugiarto,
2022).
− Mempermudah proses setifikat halal.
− Adanya UU Cipta Kerja, mempermudah ijin berusaha bagi UMKM
Hambatan yang dialami dalam upaya kemudahan didalam memulai usaha di
Indonesia adalah sebagai berikut:
− Sulitnya akses untuk masuk website OSS. Hambatan tersebut
dikarenakan banyaknya pengunjung ke dalam website dalam waktu
yang bersamaan (Nugroho, 2023).
− Masih kurangnya pemahaman dari pelaku usaha terhadap indormasi
baru. Meskipun telah dilakukan update informasi dalam prakteknya
tidak mempengaruhi pelaku usaha untuk mengakses website OSS akan
tetapi membuat pelaku usaha menjadi bingung dengan maksud dari
informasi yang baru sehingga perlu penyesuaian dari pelaku usaha.
− Akses internet yang masih terbatas di berbagai daerah. Kurangnya
akses internet yang kuat telah menyebabkan bisnis di Indonesia bagian
timur mengeluh tentang munculnya sistem OSS.
− Belum terintegrasinya dengan sistem pusat Kementerian Informasi dan
Komunikasi, sehingga database perizinan di loket belum terklasifikasi
dengan jelas dengan jelas dan pemerintah daerah harus memasukan data
secara manual.
− Belum meratanya distribusi infrastruktur yang dibutuhkan investor,
seperti pelabuhan, jalan raya, perangkat telekomunikasi, dan sumber
daya alam lainnya. Pembangunan sarana dan prasarana masih berpusat
hanya di daerah Jawa, sehingga harus memiliki aturan yang tegas dalam
mendistribusikan pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan
investor asing agar tertarik mendirikan usaha diluar Jawa.
− Kurangnya operator yang terampil untuk mengoperasikan sistem OSS
karena distribusi sumber daya manusia yang tidak merata untuk
mengontrol sistem OSS serta kebijakan pelatihan operator OSS ini tidak
dilakukan secara rutin dan berkesinambungan yang berakibat pada
kurangnya tenaga ahli untuk mengoperasikan sistem OSS. Keterbatasan
kurangnya personel yang memenuhi syarat untuk mengoperasikan sistem
OSS diperparah dengan kebijakan rotasi staf yang tidak siap, sehingga
terjadi ketidaksiapan staf. Sistem OSS juga menghadapi berbagai kendala
dalam implementasi yaitu belum harmonisnya implementasi sistem OSS.
− Keberadaan Surat Keterangan Domisili Usaha (SKDU) menambah
prosedur, memperpanjang waktu, dan memungkinkan adanya biaya yang
tidak resmi saat memulai usaha. SKDU merupakan dokumen yang
dipersyaratkan untuk mendapatkan NPWP (sesuai dengan peraturan
Dirjen Pajak No. 20 Tahun 2013), mengurus pendirian PT di notaris dan
perizinan usaha (SIUP, TDP dan Izin Gangguan) di daerah. Pemohon
dapat memperoleh SKDU di kelurahan dan kecamatan setempat.
Keberadaan SKDU tentu memberatkan pelaku usaha, karena tidak
memiliki batasan waktu layanan
2. Indikator Dealing with construction permits
Indikator ini berkaitan dengan prosedur, waktu, dan biaya untuk membangun
tempat atau gudang usaha, serta mengukur indeks kontrol kualitas bangunan,
mengevaluasi kualitas peraturan bangunan, kekuatan kontrol kualitas dan
mekanisme keselamatan, tanggung jawab dan jaminan asuransi, dan
persyaratan sertifikasi profesional. Indonesia pada laporan Doing Business
2020. Proses ijin mendirikan bangunan masih cukup sulit dengan biaya yang
mahal.
3. Indikator Registering property
− Pengalihan hak atas tanah, biaya pajak tanah.
− Hak paten
− Pembuatan akta notaris yang lama, dan waktu penyelesaian yang tidak
jelas (Alwajdi, 2020)
4. Indikator Getting credit
Pemerintah menggeser agenda RUU Jaminan Fidusia menjadi RUU Jaminan
Benda Bergerak, mendorong percepatan penyusunan NA dan RUU Jaminan
Benda Bergerak dengan subtansi mengakomodir 6 poin yang belum dipenuhi
pada sub-indikator Strenght of Legal Right Index, dan merevisi Peraturan
Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Pemerintah juga
meningkatkan modal melalui penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR)
5. Indikator Paying taxes
− Masalahnya adalah bagaimana membayar pajak yang singkat, efisien
dan pasti (Yayu, 2017).
− Pemanfaatan DJP online pajak
6. Indikator Trading across borders
Pemerintah dalam meningkatkan proses eksport-import mengambil kebijakan
melalui peraturan presiden tentang penghapusan syarat legislasi dokumen asing.
Rekomendasi strategi untuk meningkatkan kualitas dan kecepatan layanan
pemerintah dengan memanfaatkan teknologi digital dalam EODB di Indonesia
adalah sebagai berikut:
1. Membentuk konsep pemerintahan digital
Dalam upaya pengurangan birokrasi dan penyederhanaan regulasi dapat
meningkatkan kemudahan berbisnis.
Program kerjanya berupa:
− Membangun pusat data nasional
− Mengembangkan dan meningkatkan aplikasi SPBE
− Menyerhanakan proses dan dokumen perijinan, termasuk legalitasnya
− Membentuk Mall Pelayanan Publik di seluruh kabupaten /kota adalah
salah satu strategi yang bisa diambil pemerintah dalam
mengefisiensikan pelayanan.
2. Infrastruktur digital
Pemerintah meningkatkan aspek infrastruktur dalam pemerataan akses internet
ke seluruh Nusantara melaluiprogram berikut:
− Palapa ring
− BTS User 4G
− Akses internet di fasilitas pelayanan public
− Next generation broadband (5G)
3. Meningkatkan economy digital
Melalui:
− Gerakan nasional 1000 start up
− Aplikasi bela pengadaan, Mbizmarket
− Adopsi teknologi digital pada sektor strategis Pendidikan
− Adopsi teknologi pada sektor pertanian
− Evaluasi dan penyempurnaan system OSS
4. Meningkatkan literasi masyarakat
Peningkatan Kualitas SDM melalui pelatihan-pelatihan. Hadirnya metode
pelatihan berbasis digital berupa MOOC adalah solusi ditengah keterbatasan
SDM dan beban kerja yang tinggi. Pelatihan dapat dilakukan kapanpun dan
dimanapun, dengan kualitas pelatihan yang tetap diprioritaskan.
4. Melakukan deregulasi kebijakan salah satunya terkait cyber notary dalam
kemudahan berusaha pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan menambahkan
klausul yang memungkinkan pembacaan akta dan tanda tangan secara tanpa
tatap muka (online).

DAFTAR PUSTAKA

Adepoju, U.K. (2017) ‘Ease of Doing Business and Economic Growth’, Working
Paper, Department of Economics of the University of Ottawa [Preprint].
Alwajdi, M.F. (2020) ‘Urgensi Pengaturan Cyber Notary dalam Mendukung
Kemudahan Berusaha di Indonesia’, 9, pp. 257–274.
ARI, S. (2021) ‘Setelah Berakhirnya Survei Kemudahan Berusaha’, Kompas.id.
Available at:
https://www.kompas.id/baca/opini/2021/09/21/setelahberakhirnya-survei-
kemudahan-
berusaha/?status=sukses_login&utm_source=kompasid&utm_medium=l
ogin_paywall&utm_campaign=login&utm_content=https%3A%2F%2F
www.kompas.id%2Fbaca%2Fopini%2F2021%2F09%2F21%2Fsetela.
Doshi, R., Kelley, J.G. and Simmons, B.A. (2019) ‘The Power of Ranking: The
Ease of Doing Business Indicator and Global Regulatory Behavior’, In
International Organization, 73. Available at:
https://doi.org/https://doi.org/10.1017/s00208183190 00158.
Irfan, W. (2020) ‘Perbandingan Reformasi Birokrasi Pelayanan Publik Di Vietnam
Dan Indonesia (Studi Kasus Prosedur Dalam Memulai Bisnis)’, Jurnal
Ilmu Administrasi, 11(1), pp. 28–35.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia (2022)
Reformasi Struktural dengan Kemudahan Perizinan Berusaha Tingkatkan
Optimisme Pemulihan Ekonomi di 2022. Available at:
https://ekon.go.id/publikasi/detail/3722/reformasi-struktural-
dengankemudahan-perizinan-berusaha-tingkatkan-optimisme-
pemulihanekonomi-di-2022#.
Nugroho, K.S. (2023) ‘Isu Pembangunan Perdebatan’, (July).
Pujiono, P., Sulistianingsih, D. and Sugiarto, L. (2022) ‘Reformasi Birokrasi
Perizinan Berusaha Melalui Online Single Submission (OSS)’, Arena
Hukum, 15(3), pp. 652–674. Available at:
https://doi.org/https://doi.org/10.21776/ub.arenahukum.2022.01503.10.
Transparency International (2014) ‘Corruption Perceptions Index’.
World Bank Group (2019) ‘Doing Business 2020’.
World Bank Group (2020) Doing Business 2020: Economy Profile of Indonesia.
Yayu, A.R. (2017) ‘Menteri Sri Mulyani Ungkap Penyebab Kemudahan Berusaha
RI Stagnan 3 Tahun ke Belakang’, Merdeka.com. Available at:
https://www.merdeka.com/uang/menteri-sri-mulyani-ungkap-
penyebabkemudahan-berusaha-ri-stagnan-3-tahun-ke-belakang.html.

Anda mungkin juga menyukai