LP Balita
LP Balita
LP Balita
Disusun oleh :
Nama : DEWI ULFI NURROHMAH
NPM : 22390029
1
HALAMAN PERSETUJUAN
LAPORAN KASUS
ASUHAN KEBIDANAN BALITA
Disusun Oleh :
Nama : DEWI ULFI NURROHMAH
NPM : 22390029
Disetujui
Pembimbing Lapangan
Tanggal :
Di : Pembimbing Lapangan ( Siti Fatimah, SST )
Pembimbing Institusi
Tanggal :
Di : Universitas Malahayati (Yuli Yantina, SST.Bdn.M Kes )
2
KATA PENGATAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, karena atas rahmat dan karunia-
Nya penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul“Asuhan Kebidanan Balita.
Disusun Guna Memenuhi Persyaratan ketuntasan Praktik Klinik Asuhan Kebidanan
Komunitas Program Study Profesi Bidan.
Dalam pembuatan dan penulisan Studi Kasus ini, penulis memperoleh bimbingan, bantuan
dan saran dari berbagai pihak, dengan kerendahan hati pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat
1. Dr. Achmad Farich, dr., M.M selaku Rektor Universitas Malahayati.
3. Vida Wira Utami, S.ST.,Bdn., M.Kes selaku Kepala Prodi Program Profesi
Bidan
4. Yuli Yantina , S.ST.,Bdn.,M.Kes selaku pembimbing Praktik Klinik
Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL.
3
Penulis
Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
Bab IV Penutup
1. Kesimpulan................................................................................. 29
2. Saran .......................................................................................... 29
Daftar Pustaka
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
regional Asia Tenggara/South east Asia Regional (SEAR). Rata-rata prevalensi balita
stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.
Berdasarkan riskesdas 2018 terjadi penurunan anak stunting dari 37,2% pada
tahun 2013 menjadi 30,8% pada tahun 2018 (Kemenkes,2019). Pada tingkat provinsi,
Prevalensi balita pendek dan sangat pendek diprovinsi lampung mengalami
penurunan ditahun 2018 sebesar 27,28% (Riskesdes,2018). Menurut standar WHO
Batas maksimalnya 20%. meskipun Indonesia mengalami penurunan,namun masih
didalam kategori tinggi.
Wellina fitrie W,dkk.(2016) meneliti faktor resiko anak stunting usia 12-24
bulan dikecamatan brebes yaitu tingkat kecukupan energy yang rendah (7,71%),
protein yang rendah (7,65%),seng yang rendah (8,78%), berat badan lahir rendah
(3,63%) dan tingginya pajanan pestisida (8,48%). Kelima variable tersebut
memberikan kontribusi terhadap stunting sebesar 45%.
Murgianti S, dkk. (2018) meneliti faktor penyebab anak Stunting usia 25- 60
bulan di Kecamatan Sukarejo Kota Blitar menunjukkan faktor penyebab stunting
yaitu asupan energi rendah (93,5%), penyakit infeksi (80,6%), jenis kelamin laki-laki
(64,5%), pendidikan ibu rendah (48,4%), asupan protein rendah (45,2%), tidak ASI
Ekslusif (32,3%), pendidikan ayah rendah (32,3%) dan ibu bekerja (29%). Faktor
tersebut disebabkan oleh kurangnya pengetahuan keluarga tentang pemenuhan gizi
dan terdapat orangtua dengan pendidikan rendah.
Dampak yang ditimbulkan stunting jika tidak dilakukan asuhan dapat dibagi
menjadi dampak jangka pendek dan jangka panjang, ialah dampak jangka pendek
yaitu Peningkatan kejadian kesakitan dan kematian, perkembangan kognitif,
motoric,dan verbal pada anak tidak optimal; dan peningkatan biaya kesehatan. Serta
dampak jangka panjang yaitu postur tubuh yang tidak optimal saat dewasa (lebih
pendek dibandingkan pada umumnya), meningkatkan resiko obesitas dan penyakit
lainnya, menurunnya kesehatan reproduksi, Kapasitas belajar dan performa yang
kurang optimal saat masa sekolah;dan Produktivitas dan kapasitas kerja yang tidak
optimal.(Kemenkes,2018)
Solusi penanganan masalah yang direncanakan menurut kemenkes RI,2018
adalah mengintervensi pada 1000 hari pertama kehidupan, mengupayakan jaminan
mutu antenatal care (ANC) Terpadu, meningkatkan persalinan difasilitas kesehatan,
menyelenggarakan konseling inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif,
pemantauan pertumbuhan balita, menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan
6
Tambahan (PMT) untuk balita,dan menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan
anak.
Menurut penelitian Novita Nining W,dkk (2018) hubungan pola asuh makan
dengan stunting juga mempengaruhi, karna sebanyak 51,2% balita stunting memiliki
pola asuh makan yang kurang. Balita yang mempunyai riwayat pola asuh kurang
memiliki peluang 14,5 kali mengalami stunting jika dibandingkan dengan balita yang
mempunyai riwayat pola asuh yang baik.
Menurut penelitian Yuni Khoirul W. (2019) salah satu solusi dalam
penanganan stunting pada balita adalah dengan melakukan Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) (Pemenkes Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016). Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) adalah upaya memberikan tambahan makanan untuk
menambah asupan gizi untuk mencukupi kebutuhan gizi agar tercapainya status gizi
yang baik (Pemenkes Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2016).
1.2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Tujuan umum Mahasiswa mampu memberikan asuhan Kebidanan Pada Balita
melalui pendekatan manejemen kebidanan.
b. Tujuan Khusus
- Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data subjektif dan data objektif
pada Balita
- Mahasiswa mampu merumuskan diagnose dan masalah Balita
- Mahasiswa mampu mengidentifikasi adanya adanya diagnose potensial pada
Balita
- Mahasiswa mampu mengidentifikasi adanya kebutuhan tindakan segera pada
Balita
- Mahasiswa mampu menyusun intervensi dan rasional pada Balita
- Mahasiswa mampu melakukan implementasi sesuai intervensi yang dibuat
pada Balita
- Mahasiswa mampu melakukan evaluasi terhadap asuhan kebidanan yang
diberikan pada Balita.
- Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan kebidanan Balita
menggunakan SOAP
7
1.3. Manfaat
1. Bagi Penulis
Bagi peneliti, dapat memperaktikan teori yang didapat secara langsung dalam
memberikan asuhan kebidanan pada Balita
8
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Balita
1. Pengertian Balita
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai dengan perubahan yang
memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi. Akan
tetapi, balita termasuk kelompok yang rawan gizi serta mudah menderita kelainan gizi
karena kekurangan makanan yang dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang peranan
penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak sehingga konsumsi makanan
berpengaruh besar terhadap status gizi anak untuk mencapai pertumbuhan fisik dan
kecerdasan anak (Ariani, 2017).
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun atau lebih
popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun. Menurut Sediaotomo
(2010), balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak pra
sekolah (3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik, namun kemampuan lain
masih terbatas. Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan pasa masa itu menjadi penentu
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak pada periode selanjutnya. Masa
tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan
pernah terulang kembali, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
2. Karakteristik Balita
9
Balita adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia di bawah
satu tahun juga termasuk golongan ini. Balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang yang
dikenal dengan batita dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang
dikenal dengan usia pra sekolah (Proverawati & Wati, 2010).
Menurut karakterisik, balita terbagi dalam dua kategori, yaitu anak usia 1-3
tahun (batita) dan anak usia pra sekolah. Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen
pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan oleh ibunya
(Sodiaotomo, 2010).
Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia pra sekolah sehingga
diperlukan jumlah makanan yang relatif besar. Pola makan yang diberikan
sebaiknya dalam porsi kecil dengan frekuensi sering karena perut balita masih kecil
sehingga tidak mampu menerima jumlah makanan dalam sekali makan
(Proverawati & Wati, 2010).
Sedangkan pada usia pra sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini, anak mulai bergaul dengan
lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak mengalami beberapa
perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan mencapai fase gemar
memprotes sehingga mereka akan mengatakan “tidak” terhadap ajakan. Pada
masa ini berat badan anak cenderung mengalami penurunan, ini terjadi akibat
dari aktifitas yang mulai banyak maupun penolakan terhadap makanan.
Kebutuhan gizi yang harus dipenuhi pada masa balita di antaranya adalah
energi dan protein. Kebutuhan energi sehari untuk tahun pertama kurang lebih
100-200 kkal/kg berat badan. Energi dalam tubuh diperoleh terutama dari zat gizi
karbohidrat, lemak dan protein. Protein dalam tubuh merupakan sumber asam amino
esensial yang diperlukan sebagai zat pembangun, yaitu untuk pertumbuhan dan
pembentukan protein dalam serum serta mengganti sel-sel yang telah rusak dan
memelihara keseimbangan cairan tubuh.
10
serta memberikan rasa sedap dalam makanan. Kebutuhan karbohidrat yang
dianjurkan adalah sebanyak 60-70% dari total energi yang diperoleh dari beras,
jagung, singkong dan serat makanan. Vitamin dan mineral pada masa balita
sangat diperlukan untuk mengatur keseimbangan kerja tubuh dan kesehatan secara
keseluruhan (Dewi, 2013).
Faktor yang secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi status gizi
adalah asupan makanan dan penyakit infeksi. Beberapa faktor yang melatarbelakangi
kedua faktor tersebut, misalnya faktor ekonomi dan keluarga (Soekirman, 2012).
Gizi kurang merupakan keadaan yang tidak sehat karena tidak cukup
makan dalam jangka waktu tertentu. Kurangnya jumlah makanan yang
dikonsumsi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat menurunkan status gizi.
Apabila status gizi tidak cukup maka daya tahan tubuh seseorang akan melemah dan
mudah terserang infeksi.
2. Infeksi
Penyakit infeksi dan keadaan gizi anak merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Dengan infeksi, nafsu makan anak mulai menurun dan
mengurangi konsumsi makanannya, sehingga berakibat berkurangnya zat gizi ke
dalam tubuh anak. Dampak infeksi yang lain adalah muntah dan mengakibatkan
kehilangan zat gizi. Infeksi yang menyebabkan diare pada anak dapat mengakibatkan
cairan dan zat gizi di dalam tubuh berkurang. Terkadang orang tua juga melakukan
11
pembatasan makan akibat infeksi yang diderita sehingga menyebabkan asupan zat
gizi sangat kurang sekali bahkan bila berlanjut lama dapat mengakibatkan
terjadinya gizi buruk.
3. Pengetahuan Gizi
C. Status Gizi
1. Pengertian Status Gizi
Status gizi termasuk salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas
sumber daya manusia karena sangat mempengaruhi kecerdasan, produktifitas dan
kreatifitas. Dalam upaya peningkatan status gizi, pada hakikatnya harus
dimulai sedini mungkin pada usia anak sekolah, karena pada usia ini anak berada
pada masa awal belajar yang dapat mempengaruhi proses belajar pada masa yang
akan datang. Status gizi anak sekolah perlu diperhatikan untuk menunjang kondisi
12
fisik otak yang merupakan syarat agar anak dapat mempunyai kecerdasan tinggi
(Andriani & Wirjatmadi, 2012).
Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan dengan
menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu
yang beresiko atau dengan status gizi buruk. Menurut Supariasa dan Bakri (2002),
penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara langsung penilaian status gizi di antaranya adalah antropometri, klinis,
biokimia dan biofisik. Pengukuran status gizi anak yang paling banyak digunakan
adalah pengukuran antropometri (Soekirman, 2007).
1. Antropometri
Secara umum, antropometri adalah ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut
pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai macam
pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Parameter yang diukur antara lain Berat Badan, Tinggi Badan, LILA,
Lingkar Kepala dan Lingkar Dada. Indeks antropometri bisa merupakan rasio dari
satu pengukuran terhadap satu atau lebih pengukuran yang dihubungkan dengan
umur (Supariasa dan Bakri, 2002).
13
megindentifikasi penyebab jika anak memiliki tubuh pendek. Berat badan
berdasarkan tinggi badan (BB/TB) Indikator ini bertujuan untuk mengukur berat
badan sesuai dengan tinggi badan anak. Pengukuran ini yang umumnya digunakan
untuk mengelompokkan status gizi anak.
a. Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, sehingga jika
terjadi kesalahan dalam penentuan umur maka akan menyebabkan hasil
interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi
badan yang akurat bisa menyebabkan tidak berarti apabila tidak disertai dengan
penentuan umur yang tepat (Depkes, 2006).
b. Berat Badan
Berat badan adalah salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan merupakan hasil peningkatan atau
penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak dan cairan
tubuh. Selain itu berat badan juga merupakan ukuran antropometri yang terpenting
dan paling sering digunakan pada bayi baru lahir. Parameter ini paling baik untuk
melihat perubahan yang terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan
kondisi kesehatan (Depkes, 2006).
Berat badan dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (berat badan menurut
umur) yang berguna untuk melakukan penilaian dengan melihat perubahan berat
badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan
keadaan saat ini.
Indikator BB/U menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur)
karena mudah berubah. Kelebihan indikator BB/U adalah dapat dengan mudah
dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan
status gizi dalam jangka waktu pendek dan dapat mendeteksi kegemukan.
14
Sedangkan kelemahan indikator BB/U adalah interpretasi status gizi dapat keliru
apabila terdapat pembengkakan atau oedema dan data umur yang akurat sering sulit
diperoleh terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Kesalahan pada saat
pengukuran karena pakaian anak yang tidak dilepas atau anak bergerak terus
(Soekirman, 2000).
Tabel. 1
b. Tinggi Badan
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status
gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
kemudian dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat
pada jaringan epitel, seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral pada organ-
organ yang dekat dengan tubuh, seperti kelenjar tiroid.
3. Biokimia
15
4. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi
dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.
Adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat
jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Statistik Vital
3. Faktor Ekologi
Status sosial ekonomi adalah ukuran gabungan dari posisi ekonomi dan sosial
individu atau keluarga yang relatif terhadap orang lain berdasarkan dari pendapatan,
pendidikan dan pekerjaan. Keadaan sosial ekonomi merupakan aspek sosial budaya
yang sangat mempengaruhi status kesehatan dan juga berpengaruh pada pola
penyakit, seperti malnutrisi yang lebih banyak ditemukan di kalangan yang berstatus
ekonominya rendah (Notoatmodjo, 2005).
16
bertingkat (hirarkis). Secara teoristis semua manusia dianggap sederajat. Akan tetapi
sesuai dengan kenyataan hidup kelompok-kelompok sosial tidaklah demikian.
Perwujudan nyata dari Stratification Social adalah kelas-kelas tinggi dan kelas-
kelas rendah. Hal ini bisa terjadi karena pembagian nilai-nilai sosial yang tidak
seimbang dalam kehidupan bermasyarakat.
Faktor sosial ekonomi meliputi data sosial, yaitu keadaan penduduk, keadaan
keluarga, pendidikan, perumahan, dapur penyimpanan makanan dan sumber air.
Sementara data ekonomi meliputi pekerjaan, pendapatan keluarga, kekayaan,
pengeluaran dan harga makanan yang tergantung pada pasar dan variasi musim
(Supariasa, 2012).
4. Pekerjaan
5. Pendapatan Keluarga
17
Pendapatan perbulan adalah besarnya rata-rata penghasilan yang diperoleh
seluruh anggota keluarga (ayah atau ibu) dibagi dengan jumlah anggota keluarga.
Pendapatan seseorang identik dengan sumber daya manusia, sehingga seseorang yang
berpendidikan tinggi, umumnya memiliki pendidikan yang relatif tinggi pula.
Menurut Zaidin (2010, dalam Suparyanto, 2014) keluarga adalah dua atau
lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi
dalam satu rumah tangga, yang berinteraksi satu dengan lainnya dalam peran dan
menciptakan serta mempertahankan suatu budaya. Keluarga pada umumnya
terdiri dari seorang kepala keluarga dan beberapa orang anggotanya. Kepala
rumah tangga adalah orang yang paling bertanggung jawab terhadap rumah
tangga tersebut, sedangkan anggota keluarga atau rumah tangga adalah mereka yang
hidup dalam satu atap dan menjadi tanggungan kepala rumah tangga yang
bersangkutan.
18
6. Pengeluaran Keluarga
Pengeluaran konsumsi rumah tangga adalah nilai belanja yang dilakukan oleh
rumah tangga untuk membeli berbagai jenis kebutuhanya dalam satu tahun
tertentu. Pendapatan yang diterima rumah tangga akan digunakan untuk membeli
makanan, membiayai jasa angkutan, membayar pendidikan anak, membayar
sewa rumah dan membeli kendaraan. Barang-barang tersebut dibeli rumah tangga
untuk memenuhi kebutuhanya dan pembelanjaan tersebut dinamakan konsumsi
(Sukirno, 2004). Tidak semua transaksi yang dilakukan oleh rumah tangga
digolongkan sebagai konsumsi rumah tangga, misalnya membeli rumah
digolongkan investasi. Seterusnya sebagai pengeluaran mereka, seperti
membayar asuransi dan mengirim uang kepada orang tua atau anak yang sedang
bersekolah tidak digolongkan sebagai konsumsi karena ia tidak merupakan
pembelanjaan terhadap barang atau jasa yang dihasilkan dalam perekonomian
(Sukirno, 2004).
B. Pertumbuhan
1. Pengertian
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga
dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. (Kemenkes RI,2016).
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti
sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan
juga karena bertambahnya besarnya sel,seperti pertambahan ukuran berat badan,tinggi badan
dan lingkar kepala. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan
19
berat (gram,kilogram), satuan panjang (cm) umur tulang, dan keseimbangan metabolic.
(Sunarsih,Tri 2018)
20
lingkaran sebelum membuat gambar kotak, anak mampu berdiri sebelum berjalan dan
sebagainya.
Proses tumbuh kembang anak juga mempunyai prinsip-prinsip yang saling berkaitan.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut:
1) Perkembangan merupakan hasil proses kematangan dan belajar. Kematangan
merupakan proses intrinsik yang terjadi dengan sendirinya, sesuai dengan potensi
yang ada pada individu. Belajar merupakan perkembangan yang bersal dari latihan
dan usahan.melalui belajar,anak memperoleh kemampuan menggunakan sumber yang
diwariskan dan potensi yang dimiliki anak.
2) Pola perkembangan dapat diramalkan. Terdapat persamaan pola perkembangan bagi
semua anak. Dengan demikian perkembangan seorang anak dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung dari tahapan umum ketahapan spesifik, dan terjadi
berkesinambungan.
21
Short stature atau Perawakan Pendek merupakan suatu terminologi mengenai
tinggi badan yangberada di bawah persentil 3 atau -2 SD pada kurva pertumbuhan
yang berlaku pada populasi tersebut.Penyebabnya dapat karena varisasi normal,
gangguan gizi, kelainan kromosom, penyakit sistemik atau karena kelainan
endokrin.
e. Gangguan Autisme.
Merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak yang gejalanya muncul
sebelum anakberumur 3 tahun. Pervasif berarti meliputi seluruh aspek
perkembangan sehingga gangguan tersebut sangat luas dan berat, yang
mempengaruhi anak secara mendalam. Gangguan perkembangan yang ditemukan
pada autisme mencakup bidang interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
f. Retardasi Mental.
Merupakan suatu kondisi yang ditandai oleh intelegensia yang rendah (IQ < 70)
yang menyebabkan ketidakmampuan individu untuk belajar dan beradaptasi
terhadap tuntutan masyarakat atas kemampuanyang dianggap normal.
g. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
Merupakan gangguan dimana anak mengalami kesulitan untuk memusatkan
perhatian yang seringkah disertai dengan hiperaktif
22
4) Jenis kelamin.
Fungsi reproduksi pada anak perempuan berkembang lebih cepat daripada laki laki.
Tetapi setelah melewati masa pubertas, pertumbuhan anak laki-laki akan lebih
cepat.
5) Genetik
Genetik (heredokonstitusional) adalah bawaan anak yaitu potensi anak yang akan
menjadi ciri khasnya. Ada beberapa kelainan genetik yang berpengaruh pada
tumbuh kembang anak seperti kerdil.
23
g) Kelainan imunologi
Eritobaltosis fetalis timbul atas dasar perbedaan golongan darah antara janin dan
ibu sehingga ibu membentuk antibodi terhadap sel darah merah janin, kemudian
melalui plasenta masuk dalam peredaran darah janin dan akan menyebabkan
hemolisis yang selanjutnya mengakibatkan hiperbilirubinemia dan Kem icterus
yang akan menyebabkan kerusakan jaringan otak.
h) Anoksia embrio
Anoksia embrio yang disebabkan oleh gangguan fungsi plasenta menyebabkan
pertumbuhan terganggu.
i) Psikologi ibu
Kehamilan yang tidak diinginkan, perlakuan salah/kekerasan mental pada ibu
hamil dan lain-lain.
2) Faktor Persalinan
Komplikasi persalinan pada bayi seperti trauma kepala, asfiksia dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak.
3) Faktor Pasca Persalinan
a) Gizi
Untuk tumbuh kembang bayi, diperlukan zat makanan yang adekuat.
b) Penyakit kronis/ kelainan kongenital, Tuberkulosis, anemia, kelainan jantung
bawaan mengakibatkan retardasi pertumbuhan jasmani.
c) Lingkungan fisis dan kimia.
Lingkungan sering disebut melieu adalah tempat anak tersebut hidup yang
berfungsi sebagai penyedia kebutuhan dasar anak (provider). Sanitasi lingkungan
yang kurang baik, kurangnyasinar matahari, paparan sinar radioaktif, zat kimia
tertentu (Mercuri, rokok, dll) mempunyai dampak yang negatif terhadap
pertumbuhan anak.
d) Psikologis
Hubungan anak dengan orang sekitarnya. Seorang anak yang tidak dikehendaki
oleh orang tuanyaatau anak yang selalu merasa tertekan, akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
e) Endokrin
Gangguan hormon, misalnya pada penyakit hipotiroid akan menyebabkan anak
mengalami hambatan pertumbuhan.
f) Sosio-ekonomi
24
Kemiskinan selalu berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan
yang jelek dan ketidaktahuan, akan menghambat pertumbuhan anak.
g) Lingkungan pengasuhan
Pada lingkungan pengasuhan, interaksi ibu-anak sangat mempengaruhi tumbuh
kembang anak.
h) Stimulasi
Perkembangan memerlukan rangsangan/stimulasi khususnya dalam keluarga,
misalnya penyediaan alat mainan, sosialisasi anak, keterlibatan ibu dan anggota
keluarga lain terhadap kegiatan anak.
i) Obat-obatan
Pemakaian kortikosteroid jangka lama akan menghambat pertumbuhan, demikian
halnyadengan pemakaian obat perangsang terhadap susunan saraf yang
menyebabkan terhambatnya produksi hormon pertumbuhan.
5. Deteksi Dini Gangguan Pertumbuhan
a. Penentuan status gizi Anak
Status gizi merupakan ekspresi suatu keadan gizi yang diwujudkan dalam bentuk
variable tertentu.
1) Pengukuran Berat Badan Terhadap Tinggi Badan (BB /TB) untuk menentukan
status gizi anak usia dibawah 5 tahun, apakah normal, kurus, sangat kurus atau
gemuk.
2) Pengukuran Panjang Badan terhadap umur atau Tinggi Badan terhadap umur
(PB/U atau TB/U) untuk menentukan status gizi anak, apakah normal, pendek
atau sangat pendek
3) Pengukuran Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) untuk menentukan
status gizi anak usia 5 – 6 tahun apakah anak sangat kurus, kurus, normal,
gemuk atau obesitas.
(Kemenkes RI,2016).
b. Pengukuran antropometrik
1) Penimbangan Berat Badan (BB):
a) Menggunakan timbangan bayi.
(1) Timbangan bayi digunakan untuk menimbang anak sampai umur 2
tahun atau selama anak masih
(2) bisa berbaring/duduk tenang.
25
(3) Letakkan timbangan pada meja yang datar dan tidak mudah bergoyang.
(4) Lihat posisi jarum atau angka harus menunjuk ke angka 0.
(5) Bayi sebaiknya telanjang, tanpa topi, kaus kaki, sarung tangan.
(6) Baringkan bayi dengan hati-hati di atas timbangan.
(7) Lihatjarum timbangan sampai berhenti.
(8) Baca angka yang ditunjukkan oleh jarum timbangan atau angka
timbangan.
(9) Bila bayi terus menerus bergerak, perhatikan gerakan jarum, baca
angka di tengah tengah antara gerakan jarum ke kanan dan kekiri.
26
Pengukuran PB dilakukan pada anak berusia 0-24 bulan. Apabila anak
berusia 0-24 bulan diukur dengan cara berdiri maka hasil pengukurannya
dikoreksi dengan menambahkan 0,7cm. pengukuran panjang badan
dilakukan dengan cara terlentang, dengan menggunakan alat ukur berupa
papan kayu length board. (Helmyati siti, dkk 2019)
Gambar1
Pengukuran Panjang Badan (0-24 bulan)
(Sumber:Kemenkes RI,2016)
27
Gambar2
Pengukuran Tinggi Badan (24-72 bulan)
(Sumber:Kemenkes RI,2016)
28
Tabel 1
Standar Panjang Badan Menurut Umur (PB/U)
umur 0 - 24 bulan
29
Tabel 2
30
Gambar3
Kurva Pertumbuhan Tinggi Badan Berdasarkan Umur Anak Laki-Laki 6-24 Bulan
(Sumber:Kemenkes RI, 2016)
Gambar4
Kurva Pertumbuhan Tinggi Badan Berdasarkan Umur
Anak Perempuan 6-24 Bulan
(Sumber:Kemenkes RI,2016)
31
Gambar5
Kurva Pertumbuhan Tinggi Badan Berdasarkan Umur Anak Laki Laki 24-60
(Sumber:Kemenkes RI, 2016)
Gambar6
Kurva Pertumbuhan Tinggi Badan Berdasarkan Umur Anak Laki Laki 24-60
(Sumber:Kemenkes RI, 2016)
32
c. Pengukuran lingkar kepala anak ( LKA)
Tujuan pengukuran lingkar kepala anak adalah untuk mengetahui lingkar
kepala anak dalam batas normal atau diluar batas normal. Secara normal,
ukuran lingkar kepala adalah 34-35 cm. kemudian akan ditambahkan sekitar
0,5 cm/bulan pada bulan pertama atau menjadi +44 cm dan pada tahun-tahun
pertama lingkar kepala bertambah tidak lebih dari 5 cm/tahun,setelah itu
sampai usia 18 tahun lingkar kepala hanya bertambah+10 cm. jadwal
disesuaikan dengan umur anak. Umur 0-11 bulan, pengukuran dilakukan
setiap tiga bulan. Pada anak yang lebih besar, umur 12-72 bulan,pengukuran
dilakukan setiap enam bulan. (sunarsih,tri 2018)
Cara pengukuran lingkar kepala
1) Alat pengukur dilingkarkan pada kepala anak melewati dahi, menutupi alis
mata, diatas kedua telinga, dan bagian belakang kepala menonjol, tarik
agak kencang
2) Baca angka pada pertemuan dengan angka 0
3) Tanyakan tanggal lahir bayi/anak, hitung umur bayi/anak
4) Hasil pengukuran dicatat pada grafik lingkaran kepala menurut umur dan
jenis kelamin anak
5) buat garis yang menghubungkan antara ukuran yang lalu dengan ukuran
sekarang.
Gambar 7
Cara Mengukur Lingkar Kepala
(Sumber:Kemenkes RI, 2016)
33
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Balita adalah anak yang berumur 0-59 bulan, pada masa ini ditandai dengan proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat dan disertai dengan perubahan yang
memerlukan zat-zat gizi yang jumlahnya lebih banyak dengan kualitas yang tinggi. Akan tetapi,
balita termasuk kelompok yang rawan gizi serta mudah menderita kelainan gizi karena
kekurangan makanan yang dibutuhkan. Konsumsi makanan memegang peranan penting dalam
pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak sehingga konsumsi makanan berpengaruh besar
terhadap status gizi anak untuk mencapai pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak (Ariani, 2017).
Deteksi dini tumbuh kembang anak adalah kegiatan atau pemeriksaan untuk
menemukan secara dini adanya penyimpangan tumbuh kembang pada balita. Ditemukannya
penyimpangan atau masalah tumbuh kembang anak secara dini, maka intervensi akan lebih
mudah dilakukan. Tenaga kesehatan juga akan mempunyai waktu dalam membuat
rencana tindakan atau intervensi yang tepat, terutama ketika harus melibatkan ibu/keluarga.
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran dan jumlah sel serta jaringan interselular,
berarti bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh sebagian atau keseluruhan, sehingga
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh dalam arti sebagian
atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga
karena bertambahnya besarnya sel,seperti pertambahan ukuran berat badan,tinggi badan dan
lingkar kepala. Pertumbuhan bersifat kuantitatif sehingga dapat diukur dengan satuan berat
(Sunarsih,Tri 2018).
34
Gangguan Tumbuh kembang yang sering ditemukan (Kemenkes RI,2016) yaitu :
a. Gangguan bicara dan bahasa.
b. Cerebral palsy.
c. Sindrom Down
d. Perawakan Pendek (Stunting)
e. Gangguan Autisme.
f. Retardasi Mental.
g. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH)
B. Saran
a) Bagi Kader Posyandu
Bagi kader posyandu diharapkan setelah penelitian ini dilakukan dapat
memperhatikan tentang deteksi dini perkembangan anak, tidak hanya deteksi
pertumbuhan saja, sehingga deteksi dini pertumbuhan dan perkembangan dapat
dilakukan sedini mungkin.
b) Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan diharapkan untuk memberikan informasi-informasi
kesehatan tentang deteksi dini tumbuh kembang anak kepada kader dan memberikan
pelatihan tentang deteksi dini tumbuh kembang anak.
c) Bagi Peneliti Selanjutnya
Bagi peneliti selanjutnya diharapkan untuk meneliti peran orang tua terhadap
tumbuh kembang anak balita karena orang tua yang setiap hari bertemu dengan
anaknya.
.
35
DAFTAR PUSTAKA
Infodatin.Situasi. 2015. Situasi Kesehatan Anak Balita di Indonesia. Pusat Data dan
Informasi Kementria Kesehatan RI
Kemenkes Kesehatan RI.2016. Pedoman Pelaksanaan Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini
Tumbuh Kembang Anak
Kemenkes Kesehatan RI.2018. Buletin Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. Jakarta:
Direktorat Pusat Data dan Infromasi
Kemenkes RI.2018. Laporan Provinsi Lampung Riskesdes. Jakarta. Lembaga Penerbit Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (PLB)
Kemiskinan, T.N. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil.
Jakarta ; TNP2K
Mugianti, S., Mulyadi, A., Anam, A.K., & Najah, Z. L. 2018. Faktor Penyebab Anak
Stunting Usia 25- 60 Bulan di Kecamatan Sukorejo kota Blitar. Jurnal Ners dan
Kebidanan (Journal of Ners and Midwifery), 5 (3), 268-278.
Setyawati Veria A.V dan Hartini E. 2018. Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat. Sleman. CV
Budi Utama
Siti Helmyati, dkk. 2019 .Stunting Permasalahan dan Penanganannya. Yogyakarta. Gadjah
Mada University Press
Tri Sunarsih, 2018. Tumbuh Kembang Anak Implementasi dan Cara Pengukurannya.
Bandung. PT Remaja Rosdakarya
Wellina, W.F., Kartasurya, M.I., & Rahfiludin, M. Z. 2016. Faktor Risiko Stunting Anak
Umur 12-24 Bulan. Jurnal Gizi Indonesia (The Indonesia Journal of Nutrition), 5 (1),
55-61
Winarsih. 2019. Pengantar Ilmu Gizi Dalam Kebidanan. Yogyakarta. Pustaka Baru Press
36
LEMBAR BIMBINGAN
NAMA : DEWI ULFI NURROHMAH
NIM : 22390029
TEMPAT PRAKTEK : PMB LOLITA PUSPITASARI
37
38