G. Bab 2

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 6

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. ENHANCED OIL RECOVERY


Enhanced oil recovery merupakan metode perolehan minyak yang
dilakukan setelah secondary recovery dilakukan. EOR dilakukan karena metode
secondary recovery tidak mampu lagi meningkatkan jumlah perolehan minyak
sehingga proyek tidak lagi ekonomis untuk diproduksikan dengan metode tersebut.
Metode EOR dapat meningkatkan perolehan minyak karena mampu mengubah
karakteristik immobile oil (𝑆𝑜𝑟 ) dan batuan yang ada pada reservoir minyak.
Gambar 2.1 menunjukkan metode EOR terbagi atas empat, yaitu; thermal, gas
injection, chemical, dan lainnya (microbial, acoustic, electromagnetic). (Kokal &
Al-Kaabi, 2010)

Gambar 2.1 Defenisi EOR/IOR (Kokal & Al-Kaabi, 2010)

Permasalahan umum yang dihadapi oleh kegiatan produksi minyak di


Indonesia adalah permasalahan produksi yang terjadi pada mature field (lapangan
tua). Aplikasi penggunanan primary recovery dan secondary recovery seperti
artificial lift dan waterflooding hanya mencapai 5%-30%, sedangkan jumlah
cadangan minyak masih banyak yaitu sekitar 50 billion barrel. Perusahan migas di
Indonesia mulai mengembangkan penggunaan kegiatan EOR pada lapangan
minyak dan gas di Indonesia untuk meningkatkan perolehan minyak hingga men-

5
Universitas Islam Riau
6

capai 65% dari OOIP (Original Oil in Place). Kegiatan EOR yang paling banyak
digunakan di Indonesia adalah steamflooding dan chemical injection.
Steamflooding mulai digunakan di Indonesia sejak tahun 1967 dan chemical
injection pada tahun 1980. (Abdurrahman, Bae, Novriansyah, & Khalid, 2016)

2.2. SPONTANEOUS IMBIBITION TEST


Imbibisi merupakan proses penyerapan fasa pembasah (wetting phase) ke
dalam media berpori. Imbibisi merupakan proses penting yang terjadi pada
mekanisme waterdrive reservoir. Spontaneous imbibition merupakan proses
dimana penyerapan fasa pembasah bergerak ke dalam batuan tanpa dipengaruhi
oleh tekanan. Dan jenis wettablity batuan dapat ditentukan dengan menentukan
fluida mana yang lebih membasahi batuan (Schlumberger, 2018).
Spontaneous imbibition test merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui pengaruh fluida pembasah terhadap meningkatnya oil recovery.
Metode ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus berupa wadah berupa kaca
yang disebut sebagai amott cell. Kemampuan fluida pembasah dilihat dari volume
minyak yang keluar dari core dan tertampung pada bagian atas dari amott cell
(Vindum Engieering INC., 2018). Bentuk peralatan amott cell bisa dilihat pada
gambar 3.1 pada BAB selajutnya.

2.3. MEKANISME LOW SALINITY WATER INJECTION


Low salinity waterflooding (LSW) merupakan pengembangan metode
waterflooding yang dilakukan dengan cara mengatur kadar salinitas air injeksi
beserta komponen ion penyusunnya (Kokal & Al-Kaabi, 2010). Pada tahun 2011
Morrow melakukan penilitian dengan coreflooding menggunakan batuan
sandstone. low salinity brine yang diinjeksikan kedalam batuan sandstone mampu
menghasilkan oil recovery yang lebih tinggi daripada injeksi high salinity brine
(Morrow & Jill, 2011).
Berdasarkan penelitian coreflooding lainnya yang dilakukan oleh Amira S.
Al-Harrasi pada batuan karbonat (dengan komposisi 98.5% CaCO3 dan sedikit
CaMg(CO3 )2 ) menunjukkan adanya peningkatan oil recovery setelah low salinity
brine diinjeksikan (Al-Harrasi, Al-Maamari, & Masalmeh, 2012). Batuan karbonat

Universitas Islam Riau


7

tersebut diinjeksikan dengan fluida imbibisi 0D, 2D, 5D dan 100D pada suhu 70°C.
Huruf D menyatakan bahwa larutan seawater diencerkan. Sedangkan angka yang
di depan huruf D menyatakan jumlah perlakuan pengenceran seawater yang
diberikan. Sehingga diperolehlah fluida imbibisi 100D yaitu fluida imbibisi dengan
kadar salinitas paling rendah (1.944 ppm). Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Amira menunjukkan bahwa fluida injeksi dengan kadar salinitas lebih rendah
mampu meningkatkan perolehan minyak lebih baik seperti yang ditunjukkan oleh
gambar 2.2.

Gambar 2.2 Hasil percobaan spontaneous imbibition pada carbonate core


(Al-Harrasi, Al-Maamari, & Masalmeh, 2012)
Yousef Al Saleh juga melakukan coreflooding pada batuan karbonat
dengan menggunakan fluida injeksi seawater yang diencerkan sebanyak 10 kali
(Yousef, Al-Saleh, & Al-Jawfi, 2011). Hasilnya menunjukkan bahwa
penginjeksikan brine dengan salinitas 3.000 ppm mampu menghasilkan oil
recovery sebesar 9-10% yang mana hasil ini lebih baik daripada disaat
menggunakan brine yang memiliki salinitas lebih tinggi. Selain itu hasil
penelitiannya juga menjelaskan bahwa brine tersebut dapat mengubah wettability
batuan dari mixed water wet menjadi more water wet dengan perubahan sudut
kontak hingga 10°.

Universitas Islam Riau


8

Adanya perubahan wettability pada batuan karbonat disebabkan oleh adanya


mekanisme multi ionic exchange (MIE) (Zhang, Tweheyo, & Austad, 2006).
Mekanisme MIE melibatkan proses pergantian ion Ca2+ dan Mg2+. Sedangkan
peran senyawa SO2−
4 yang terdapat pada brine ataupun anhydrate (CaSO4) adalah

sebagai catalyst yang mempercepat reaksi. Pada gambar 2.3 (A) ion Ca2+ berikatan
dengan senyawa carboxylic (-COO-) membentuk ikatan senyawa Ca2+-carboxylate
complex yang kemudian terlepas dari permukaan batuan. Pada suhu yang lebih
tinggi ion Mg2+ masih mampu menggantikan ion Ca2+ meskipun ikatan Ca2+-
carboxylate complex lebih kuat daripada ikatan Mg2+-carboylate complex. Proses
ini dapat mengubah wettability batuan karbonat secara perlahan menjadi water wet
akibat semakin dekat dan mudahnya molekul air untuk berikatan dengan
permukaan batuan karbonat.

CaCO3(S)

Gambar 2.3 Skema mekanisme wettability alteration akibat seawater, (A)


mekanisme MIE ketika yang aktif ketika suhu rendah dan
tinggi, (B) mekanisme MIE ketika pada suhu tinggi (Zhang,
Tweheyo, & Austad, 2006)

Peristiwa ini dibuktikan oleh adanya peningkatan oil recovery pada


penelitian yang dilakukan oleh Zhang pada tahun 2016 (Zhang, Tweheyo, &
Austad, 2006). Pada penelitian ini Zhang melakukan spontaneous imbibition pada
batuan karbonat dengan kandungan chalk. Hasilnya menunjukkan peningkatan oil

Universitas Islam Riau


9

recovery dengan penambahan Mg 2+ pada imbibition brine sangat dipengaruhi oleh


ketersedian senyawa SO2−
4 pada fluida imbibisi. Oil recovery meningkat sebesar

20%, 32%, dan 42% seiring meningkatnya konsentrasi ion SO2−


4 pada fluida
imbibisi (0,024 molar, 0,048 molar, 0,096 molar). Selain itu peningkatan oil
recovery yang diperoleh pada saat adanya penambahan ion Mg2+ jauh lebih rendah
daripada dengan menambahkan ion Ca2+ jika tidak adanya SO2−
4 pada imbibition

brine.

Gambar 2.4 Spontaneous imbibition test dengan menggunakan fluida


imbibisi tanpa mengandung ion Ca2+ dan Mg2 pada awal tes
(Zhang, Tweheyo, & Austad, 2006)
Untuk melihat pengaruh brine NaCl2 terhadap batuan karbonat dapat
dirujuk dari penelitian yang dilakukan oleh Mahani pada tahun 2015 (Mahani, et
al., 2015). Metode yang digunakan adalah metode oil drop test. Mahani
menyimpulkan bahwa brine dengan kandungan NaCl2 dapat menurunkan sudut
kontak antara minyak dengan batuan. Namun ternyata peristiwa ini tidak
dipengaruhi oleh ion Na+ yang terdapat pada kandungan brine. karena monovalent
ions (ion Na+) tidak bisa bereaksi dengan batuan karbonat. Oleh karena itu
perubahan wettability batuan sepenuhnya dipengaruhi oleh kadar pH yang rendah
dimana hal tersebut dapat meningkatkan daya tolak antar batuan dan minyak.

Universitas Islam Riau


10

Peningkatan daya tolak antara minyak dan batuan dipengaruhi oleh peristiwa
mineral dissolution yang ditimbulkan oleh penurunan sudut kontak yang tajam
antara minyak dan batuan.
Indikasi adanya mekanisme MIE dan mineral dissolution pada perubahan
pH effluent brine juga dijelaskan oleh penelitian Mohamed Al Hammadi pada tahun
2018. Dia menjelaskan bahwa meningkatnya nilai pH pada effluent brine (salinitas
1000 ppm) setelah core flooding disebabkan oleh meluruhnya mineral calcite pada
batuan karbonat (middle east reservoir) (Al-Hammadi, Mahzari, & Sohrabi, 2018).
Peluruhan mineral calcite dapat disebabkan oleh mekanisme MIE ataupun mineral
dissolution yang terjadi sebagai akibat rendahnya nilai pH seperti yang telah
dijelaskan pada paragraf sebelumnya. Kesimpulan ini diperkuat oleh adanya
kandungan anhydrate pada batuan karbonat yang Dia uji. Adanya kandungan
anhydrate dapat dilihat dari hasil ion cromatography yang dilakukan pada effluent
brine. Dimana kandungan anhydrate sendiri diindikasikan oleh hadirnya calcium,
magnesium, dan sulphate pada effluent brine.

Universitas Islam Riau

Anda mungkin juga menyukai