LP HALUSINASI (Nindia)
LP HALUSINASI (Nindia)
LP HALUSINASI (Nindia)
Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktik Belajar Klinik Mata Kuliah
Keperawatan Jiwa
Disusun Oleh:
2024
A. Pengertian
Gangguan persepsi sensori adalah perubahan persepsi terhadap stimulus
baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang
berkurang, berlebihan atau terdistori (SDKI, 2017). Halusinasi merupakan
suatu gejala gangguan jiwa dimana klien merasakan suatu stimulus yang
sebenarnya tidak ada. Klien mengalami perubahan sensori persepsi:
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan,
atau penciuman (Sutejo, 2017).
Halusinasi merupakan suatu gejala gangguan jiwa yang mana
penderita halusinasi tersebut akan merasakan rangsangan namun
sebenarnya rangsangan tersebut tidak ada (Rosyada & Pratiwi, 2022).
Halusinasi yaitu salah satu tanda gangguan jiwa dengan kondisi individu
tidak normal karena adanya gangguan pada persepsi sensorinya sehingga
pola pikir dan emosional individu tersebut mengalami perubahan yang
bisa menyebabkan individu mengalami hambatan dalam peran sosialnya
(Jayanti & Mubin, 2021). Individu yang menderita halusinasi dikarenakan
ketidakmampuannya dalam menerima stressor dan kemampuan dalam
mengontrol halusinasinya kurang (Akbar & Rahayu, 2021).
B. Faktor Predisposisi dan Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2014) terdapat dua faktor penyebab terjadinya halusinasi,
yaitu :
1. Faktor presdisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya rendahnya
kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih
rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungan sejak bayi
sehingga akan merasa disingkirkan, kesepian, tidak percaya pada
lingkungannya, konflik sosial budaya, kegagalan, dan kehidupan
yang terisolasi disertai stress.
c. Faktor Biokimia
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang bersifat halusiogenik neurokimia.
Akibat stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neurotransmitter otak, misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin dan dopamine.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan klien mengambil keputusan tegas, klien
lebih suka memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukan bahwa anak sehat yang diasuh oleh
orangtua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia . Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangatberpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Menurut Rawlins dan Heacock (dalam Yosep, 2014) dalam
hakekatnya seorang individu sebagai mahluk yang dibangun atas dasar
unsur bio-psiko-sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari
lima dimensi, yaitu :
a. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam hingga
delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
b. Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi. Halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup menentang sehingga klien
berbuat sesuatu terhadap ketakutan tersebut.
c. Dimensi Intelektual
Dalam hal ini klien dengan halusinasi mengalami penurunan fungsi
ego. Awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk
melawan impuls yang menekan,namun menimbulkan kewaspadaan
yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua perilaku klien.
d. Dimensi Sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial di dalam fase awal dan
comforting menganggap bahwa bersosialisasi nyata sangat
membahayakan. Klien halusinasi lebih asyik dengan halusinasinya
seolah-olah itu tempat untuk bersosialisasi.
e. Dimensi Spiritual
Klien halusinasi dalam spiritual mulai dengan kehampaan hidup,
rutinitas tidak bermakna, dan hilangnya aktivitas beribadah. Klien
halusinasi dalam setiap bangun merasa hampa dan tidak jelas
tujuan hidupnya.
D. Sumber Koping
Sumber koping merupakan suatu evaluasi terhadap pilihan koping dan
strategi seseorang. Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan
menggunakan sumber koping yang ada di lingkungannya. Sumber koping
tersebut dijadikan sebagai modal untuk menyelesaikan masalah. Dukungan
sosial dan keyakinan budaya dapat membantu seseorang mengintegrasikan
pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping
yang efektif.
E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan upaya yang diarahkan pada pengendalian
stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung dan
mekanisme pertahanan lain yang digunakan untuk melindungi diri.
Mekanisme koping digunakan seseorang untuk menghadapi perubahan
yang diterima (Mulyati, 2019). Mekanisme koping adalah perilaku yang
mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri, diantaranya :
1. Regresi proses untuk menghindari stress, kecemasan dan menampilkan
kembali pada perilaku perkembangan atau berhubungan dengan
masalah proses informasi dan upaya untuk mengatasi kecemasan.
2. Proyek keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mengungkapkan emosi
pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri.
3. Menarik diri, reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik
maupun psikologis. Reaksi fisik yaitu seorang individu pergi atau lari
menghindari sumber stressor, sedangkan reaksi psikologis yaitu
menunjukkan perilaku apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering
disertai rasa takut dan bermusuhan.
F. Rentang Respon
Menurut Stuart (dalam Sutejo, 2017) rentang respon neurobiologis yang
paling adaptif yaitu adanya pikiran logis, persepsi akurat, emosi yang
konsisten dengan pengalaman, perilaku cocok, dan terciptanya hubungan
sosial yang harmonis. Sedangkan respon maladaptif yang meliputi waham,
halusinasi, kesukaran proses emosi, perilaku tidak teroganisasi, dan isolasi
sosial: menarik diri. Rentang respon neurobiologis halusinasi digambarkan
sebagai berikut :
1. Respon Adaptif
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
yang dapat diterima oleh akal.
b. Persepsi akurat adalah pandangan dari seseorang tentang suatu
peristiwa secara cermat dan tepat sesuai perhitungan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah perasaan jiwa
yang timbul sesuai dengan peristiwa yang pernah dialami
d. Perilaku sosial dengan kegiatan individua tau sesuatu yang
diberikan dengan individu yang diwujudkan dalam bentuk
gerak atau ucapan yang tidak bertentangan dengan moral
e. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dalam pergaulan ditengah masyarakat dan lingkungan
2. Respon Maladaptif
a. Kelainan piikiran/waham adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oelh orang lain atau
bertentangan dengan keyakinan sosial
b. Halusinasi adalah gangguan yang timbul berupa persepsi yang
salah terhadap rangsangan
c. Kerusakan proses emosi adalah ketidakmampuan mengontrol
emosi seperti menurunnya kemampuan untuk mengalami
kesenangan, kebahagian dan kedekatan
d. Prilaku tidak terorganisir adalah ketidakteraturan prilaku berupa
ketidakselarasan antara prilaku dan gerakan yang ditimbulkan
e. Isolasi sosial adalah kondisi dimana seseorang merasa kesepian,
tidak mau berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
sekitarnya
G. Perencanaan
JURNAL 1
Lembaga Terbit Holistic Nursing Care Approach, Vol 3, No 1, dan Hal: 1-5
P (Population)
Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 3 orang.
I (Intervensi)
Pemberian terapi musik klasik selama 5 hari berturut – turut dengan
mendengarkan musik selama 10-15 menit, dengan menggunakan hp atau
headsed.
C (Comparation)
Tidak terdapat perbandingan
O (Outcome)
Hasil dari terapi Musik Klasik setelah diberikan pada An. I, Tn. A, dan
An. B didapatkan bahwa terjadi penurunan frekuensi halusinasi
pendengaran.
T (Time)
Penelitian ini diperoleh selama 5 hari dilaksanakan pada tanggal 4 – 8
Juli 2022.
JURNAL 2
P (Population)
Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 2 orang.
I (Intervensi)
Pemberian terapi musik klasik
C (Comparation)
Tidak terdapat perbandingan
O (Outcome)
Tanda gejala halusinasi pada subjek sesudah dilakukan terapi musik
klasik menjadi sama pada kedua subjek yaitu 5(45%) pada subjek I
(Tn.D) dan 1(9%) pada subjek II (Ny.B). Sehingga dapat disimpulkan
bahwa terapi music klasik mampu menurunkan tanda gejala halusinasi
pada kedua subyek.
T (Time)
Penerapan di lakukan di Puskesmas Metro selama 5 hari dengan 2 kali
pertemuan yaitu pagi dan sore selama 10-15 menit pada bulan Juni 2021
JURNAL 3
Judul Penerapan Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan
Tanda dan Gejala Pada Pasien Dengan Gangguan
Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran di Puskesmas
Cikoneng
Penulis Aditia Pradana dan Asep Riyana
Lembaga Penerbit Nursing Care and Health Technology Journal, Vol 2, No
2 dan Hal: 137-147
P (Population)
Jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 2 orang.
I (Intervensi)
Pemberian terapi musik klasik, kemudian kedua responden
diperdengarkan music klasik mozart selama 10-15 menit dengan
menggunakan handphone yang tersambung dengan earphone/headset.
C (Comparation)
Tidak terdapat perbandingan.
O (Outcome)
Setelah kedua responden dilakukan penerapan terapi musik klasik kedua
responden menunjukan perubahan tanda dan gejala yang sama yaitu
menjadi 5 tanda dan gejala dengan persentase 20%. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terapi musik klasik mampu menurunkan tanda gejala
halusinasi pendengaran pada kedua responden.
T (Time)
Pelaksanaan terapi musik klasik dilakukan pada kedua responden selama
3 hari perawatan dengan durasi 10-15 menit setiap harinya dan dilakukan
setelah pemberian strategi pelaksaan secara rutin. Pelaksaan terapi musik
klasik pada responden pertama dilakukan sejak tanggal 7 April 2022
sampai tanggal 9 April 2022.