LAPORAN EMULSIFIKASI Docx
LAPORAN EMULSIFIKASI Docx
LAPORAN EMULSIFIKASI Docx
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak saling bercampur, dimana
satu diantaranya sebagai bola-bola dalam fase cair lain. Sistem dibuat satabil
kosmetik untuk penggunaan luar, khususnya pada losion dan krim dermatologik
dan kosmetik karena produk yang diinginkan adalah produk yang mudah
merupakan fase cair terdispersi didalam wadah akan menguap jika emulsi
dikeluarkan dari wadah. Hal ini menghasilkan pembentukan busa dengan cepat
antarmuka antara minyak dan air dan mengelilingi tetesan terdispersi dengan
membentuk lapisan yang kuat untuk mencegah koalesensi dan pemisahan fase
tentang beberapa senyawa yang larut dalam dalam lemak, seperti vitami,
diabsorbsi sempurna jika diemulsikan daripada jika diberi per olarl dalam suatu
cara untuk merawat pasien lemah yang tidak bisa menerima obat- obatan yang
EMULSIFIKASI
Oleh karena itu sebagai calon farmasis, perlunya kita mempelajari tentang
emulsifikasi agar dapat mempermudah kita dalam membuat suatu produk yang
B. Maksud Praktikum
C. Tujuan Praktikum
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Umum
Emulsi adalah suatu dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul
kecil suatu cairan yang terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain
tidak saling campur. Dalam istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal
dan medium dispersi adalah fase eksternal atau kontinyu. Emulsi adalah suatu
dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul kecil suatu cairan yang
terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain tidak saling campur.
Dalam istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal dan medium dispersi
Suatu emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamik
yang mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, dimana
satu di antaranya didispersi sebagai bola-bola dalam fase cair lain (Martin,A.
2008 : 1143).
Emulsi yang mempunyai fase dalam minyak dan fase luar air disebut
emulsi minyak dalam air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi
“m/a”.Sebaliknya emulsi yang mempunyai fase dalam air dan fase luar minyak
disebut emulsi air dalam minyak dan dikenal sebagai emulsi “a/m”. Karena fase
luar dari suatu emulsi bersifat kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air bisa
diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu preparat dalam air (Ansel 1989:
376).
paling bawah dengan hubungannya dengan ukuran yaitu bentuk bola. Karena itu,
jika dua tetesan dalam kontak satu sama lain, mereka berkoalesen membentuk
saru tetesan yang lebih besar karena hasil ini dalam penurunan total permukaan
ditunjukkan oleh massa cairan yang dihadirkan kembali. (Wartel, Lund, 1994 :
365).
d. Inversi fase
lipofilik, dengan satu atau lain lebih atau kurang dominan. Sebuah metode yang
memiliki nilai HLB 3 sampai 6 lebih lipofil dan menghasilkan emulsi m/a, dan
bahan dengan nilai HLB 8 sampai 18 menghasilkan emulsi m/a (Allen 2013 :
425).
Manfaat atau kegunaan HLB yaitu nilai HLB dari fase minyak suatu
adalah penentuan HLB apa yang cocok dari emulgator atau campuran
farmasi dapat membuat suatu preparat yang stabil dan rata dari campuran dua
cairan yang saling tidak bisa bercampur. Dalam hal ini obat diberikan dalam
EMULSIFIKASI
Salah satu fase cair dalam suatu emulsi terutama bersifat polar
minyak dalam air (m/a), emulsi air dalam minyak (a/m), emulsi minyak dalam
air dalam minyak (m/a/m) dan emulsi air dalam minyak dalam air (a/m/a)
(Lachman 2012: 1030). Adapun jenis jenis emulsi (Lachman, 2012 : 1030):
a. Emulsi jenis minyak dalam air (m/a). Bila fase minyak didispersikan sebagai
bola-bolake seluruh fase kontinu air, sistem tersebut sebagai suatu emulsi
b. Emulsi jenis air dalam minyak (a/m). Bila fase minyak bertindak sebagai
fase kontinu, emulsi tersebut dikenal sebagai produk air dalam minyak
(a/m).
c. Emulsi jenis minyak dalam air dalam minyak (m/a/m). Emulsi minyak dalam
air dalam minyak (m/a/m), juga dikenal sebagai emulsi ganda, dapat dibuat
dengan mencampurkan suatu pengemulsi m/a dengan suatu fase air dalam
d. Emulsi jenis air dalam minyak dalam air (a/m/a). Emulsi a/m/a juga dikenal
pengemulsi a/m dengan suatu fase minyak dalam suatu mikser dan
larutan air dari suatu zat pengemulsi m/a, seperti polisorbat 80 (Tween 80),
EMULSIFIKASI
emulsi m/a ini untuk obat yang ditempatkan dalam tubuh serta untuk
a. Emulgator alam. Emulgator alam yaitu emulgator yang diperoleh dari alam
tanpa proses yang rumit. Dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu
tipe o/w, sangat peka terhadap elektrolit dan alkohol kadar tinggim juga
dapat dirusak bakteri. Oleh sebab itu, pada pembuatan emulsi dengan
a) Kuning telur
tipe o/w. Zat ini mempu mengemulsikan minyak lemak empat kali
b) Adeps Lanae
2. Bentonit
Tanah liat yang terdiri dari senyawa aluminium silikat yang dapat
c. Emulgator buatan
dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai tween
buatan yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun juga
pembersih air.
B. Uraian Bahan
RM / BM / BJ : H2O / 18,0 / 1
Kegunaan : Laksativum
kapas.
1. Hitung jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap nilai HLB butuh
5. Masukkan emulsi kedalam tabung sedimentasi dan beri tanda sesuai nilai
HLB masing-masing
6. Tinggi emulsi dalam tabung diusahakan sama dan catat waktu mulai
7. Amati jenis ketidakstabilan emulsi yang terjadi selama 6 hari. Bila terjadi
8. Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
BAB III
METODE KERJA
A. Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini ialah Batang
pengaduk, Botol semprot, Cawan Porselin, Gelas kimia, Gelas ukur, Mixer,
B. Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini ialah Aquades,
C. Cara Kerja
Pertama, hitung jumlah tween dan span yang diperlukan untuk setiap
Lalu, campurkan paraffin cair dengan span, campurkan air dengan tween,
sedimentasi dan beri tanda sesuai nilai HLB masig-masing. Usahakan, tinggi
emulsi dengan tabung sama dan catat waktu mulai memasukkan emulsi
selama 2 hari. Bila terjadi kriming, ukur emulsi yang membentuk cream.
Tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
10
BAB 4
A. Hasil
1. Jumlah span dan tween yang dibutuhkan dari masing-masing HLB butuh
80 (0,84 gr)
Tween 80 (2,16 gr)
Perhitungan :
a. Untuk HLB 5
10,7a = 15 – 12,9
10,7a = 2,1
a = 0,19
b. Untuk HLB 6
10,7a = 18 – 12,9
10,7a = 5,1
a = 0,47
c. Untuk HLB 7
10,7a = 21 – 12,9
10,7a = 8,1
a = 0,75 gr
d. Untuk HLB 8
10,7a = 24 – 12,9
10,7a = 11,1
a = 1,037 gr
e. Untuk HLB 9
10,7a = 27 – 12,9
10,7a = 14,1
a = 1,317 gr
f. Untuk HLB 10
(a x 15) + (3 - a) 4,3 = 3 x 10
10,7a = 30 – 12,9
10,7a = 17,1
a = 1,59 gr
g. Untuk HLB 11
(a x 15) + (3 - a) 4,3 = 3 x 11
10,7a = 33 – 12,9
10,7a = 20,1
a = 1,87 gr
h. Untuk HLB 12
(a x 15) + (3 - a) 4,3 = 3 x 12
10,7a = 36 – 12,9
10,7a = 23,1
a = 2,15 gr
HLB KREAMING
I II III IV
9 10,2 cm 11 cm 11 cm 10,5 cm
10 7,3 cm 8 cm 8 cm 6,3 cm
B. Pembahasan
Emulsi adalah suatu dispersi ketika fase terdispersi tersusun atas globul
kecil suatu cairan yang terdistribusi di seluruh pembawa yang satu sama lain
tidak saling campur. Dalam istilah emulsi fase terdispersi adalah fase internal
Pada praktikum ini Pada percobaan emulsi, disiapkan alat dan bahan,
kemudian dibuat satu seri emulsi dengan nilai HLB butuh masing-masing 5, 6, 7,
8, 9, 10, 11, dan 12, setelah itu dihitung jumlah tween dan span yang diperlukan
paraffin cair dan span,lalu di campurkan air dengan twen dan parafin dan span
itu di aduk menggunakan mixer kurang lebih selama 04.30 menit di antara itu
terdapat waktu jeda atau fase istirahat (intermitan shaking) selama 30 detik.
diusahakan sama dan lalu di catat waktu mulai memasukkan emulsi ke dalam
hari, bila terjadi kriming, diukur tinggi emulsi yang membentuk cream, kemudian
tentukan pada nilai HLB berapa emulsi tampak relative paling stabil.
untuk mengetahui berat yang harus ditimbang dari bahan tween dan span
100% adalah untuk nilai HLB butuh 5 jumlah tween yang dibutuhkan 0,19 gram
dan span 2,81 gram, untuk nilai HLB butuh 6 jumlah tween yang dibutuhkan
0,47 gram dan span 2,53 gram, untuk nilai HLB butuh 7 jumlah tween yang
dibutuhkan 0,75 gram dan span 2,25 gram, untuk nilai HLB butuh 8 jumlah
tween yang dibutuhkan 1,037 gram dan span 1,963 gram, untuk nilai HLB butuh
9 jumlah tween yang dibutuhkan 1,317 gram dan span 1,683 gram, untuk nilai
HLB butuh 10 jumlah tween yang dibutuhkan 1,59 gram dan span 1,41 gram,
untuk nilai HLB butuh 11 jumlah tween yang dibutuhkan 1,87 gram dan span
1,13 gram, dan untuk nilai HLB butuh 12 jumlah tween yang dibutuhkan 2,15
gram dan span 0,85 gram. Masing-masing nilai HLB butuh terbentuk creaming
paling relatif yaitu HLB 6 dan HLB 9. Pada HLB 6 dengan ketinggian creaming
pada pengamatan pertama (pagi hari pertama) yaitu 6,5 cm; pengamatan kedua
(sore hari pertama) 6,2 cm; pengamatan ketiga (pagi hari kedua) 5,8 cm; dan
pengamatan keempat (sore hari kedua) 5,5 cm. Sedangkan pada Pada HLB 11
yaitu 6,2 cm; pengamatan kedua (sore hari pertama) 5,7 cm; pengamatan
ketiga (pagi hari kedua) 6,5 cm; dan pengamatan keempat (sore hari kedua) 5,5
cm.
tween mempunyai gugus polar yang lebih besar dari pada gugus non polar
sehingga tween ini lebih mengarah ke air. Sedangkan span digunakan pada
minyak karena minyak mempunyai gugus non polar lebih besar dari pada gugus
produk yang menyebar dengan mudah dan sempurna pada areal dimana ia
digunakan.
BAB 5
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari percobaan ini yaitu bahwa nilai HLB butuh yang
relative paling stabil adalah HLB 6 dan 11 karena creaming yang terbentuk
B. Saran
Adapun saran dari praktikum ini seharusnya praktikan harus lebih berhati
-hati dan agar tidak terjadi kesalahan sekecil apapun itu. Dan juga sebaiknya
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi lV. UI Press :
Jakarta
Allen, Loyd. Et all. 2013. Bentuk Sediaan Farmaseutik dan Sistem Penghantaran
Obat. EGC: Jakarta.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen Kesehatan RI:
Jakarta
Lachman, Leon dkk. 2012,Teori dan Praktek Farmasi Industri Edisi III. UI-Press :
Jakarta.
Sinko, Patrick J. 2015. Martin Farmasi Fisika dan ilmu Farmasetika. EGC:
Jakarta
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta