2printANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 3

ANALISIS IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PENGENDALIAN

RESISTENSI ANTIMIKROBA (PPRA)


(STUDI KASUS DI RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHISUDO, MAKASSAR)
Policy Analysis Antimicrobial Resistance Control Program Implementation
(Case Study in RSUP Dr. Wahidin Sudirohisudo, Makassar)

Rukmini1, Selma Siahaan1 dan Ida Diana Sari2


1 Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan
2Puslitbang Sumber Daya dan Pelayanan Kesehatan

Naskah masuk: 9 Januari 2018 Perbaikan: 15 Januari 2018 Layak terbit: 5 April 2019
http://dx.doi.org/10.22435/hsr.v22i2.1038

ABSTRAK
Resistensi antimikroba sudah menjadi masalah di Indonesia sehingga Kementerian Kesehatan menetapkan kebijakan
Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (PPRA) di Rumah Sakit (RS). Penelitian ini bertujuan mengetahui
implementasi kebijakan PPRA di RS. Studi kasus secara kualitatif di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar tahun
2018. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada informan dan dianalisis secara deskriptif. Hasil studi
menunjukkan bahwa kebijakan dan kegiatan PPRA telah dilaksanakan, namun belum menyeluruh. Fungsi PPRA adalah
pembuat kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik, surveilans pola kuman dan sensitivitas antibiotik, audit klinis
penggunaan antibiotik, kajian/penelitian dan monev yang dilaporkan ke Direktur RS. Kebijakan PPRA tersebut belum
optimal dilaksanakan karena berbagai tantangan seperti minimnya pembiayaan, komitmen dan koordinasi internal RS
antara tim PPRA. Pelaksanaan manajemen, klinisi/Departemen/SMF/farmasi klinis/mikrobiologi klinis yang belum optimal,
sosialisasi program dan kegiatan PPRA masih belum merata, tingginya beban kerja Tim PPRA, sarana prasarana yang
belum memadai dan permasalahan resistensi antibiotik dari pasien rujukan. Kesimpulan: Kebijakan PPRA di RSUP.
Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar tentang kebijakan penggunaan antibiotik dan informasi hasil surveilans, belum
tersosialisasikan dan terimplementasikan dengan baik. Direkomendasikan peningkatan koordinasi, sosialisasi dan forum
diskusi tentang kebijakan PPRA secara internal dan eksternal RS dengan lintas sektor terkait untuk komitmen bersama
dalam upaya pengendalian resistensi antimikroba.

Kata Kunci: Kebijakan, pengendalian, resistensi, antimikroba, sosialisasi.

ABSTRACT
Antimicrobial resistance has become a problem in Indonesia. The Ministry of Health has established a policy of
Antimicrobial Resistance (AMR) Control Program in hospitals to resolve the issue. A qualitative case study was conducted
at Dr. RSUP Wahidin Sudirohusodo hospital, Makassar in 2018 to analyze the implementation of AMR control program.
The data were collected through in-depth interviews and analyzed descriptively. The study showed that policy AMR
control program has not be carefully implemented. The function of AMR control program team is to make policies and
guidelines for antibiotic use, to make surveillance of germ patterns and antibiotic sensitivity, clinical audits of antibiotic use,
to conduct studies/research and to make evaluation that is reported to the Hospital Director. However, this AMR control
program has not been optimally implemented due to many challenges such as lack of budget, lack of commitment and
internal coordination between the AMR control program team members. Implementation of AMR control program in this
hospital management is not optimal. The Program dissemination and AMR team activities were not evenly distributed.
High workload, inadequate infrastructure and antibiotic resistance issues of the referred patients. As a conclusion AMR
control program policy in RSUP. Wahidin Sudirohusodo, Makassar, has not been properly disseminated and implemented.

Korespondensi:
Rukmini
Puslitbang Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Badan Litbangkes Kemenkes RI
E-mail: [email protected]

106
Analisis Implementasi Kebijakan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba (Rukmini, dkk.)

Coordination, dissemination and discussion forums on PPRA policies internally and externally with cross-sectoral hospitals
are needed to improve antimicrobial resistance control commitment.

Keywords: Policy, control, resistance, antimicrobial, socialization.

PENDAHULUAN morbiditas dan mortalitas serta pengeluaran


Penggunaan obat yang tidak rasional sudah perawatan kesehatan. Dua faktor penting atau
menjadi masalah dunia, berkisar 50 persen drug resistance equation, yang berperan dalam
oba-obatan diresepkan, didistribusikan, dijual dan penyebaran resistensi yaitu 1) Kemampuan
diambil pasien secara tidak tepat. Diperkirakan organisme untuk mentransfer, memperoleh dan
sepertiga populasi dunia tidak memiliki akses ke merekayasa gen resisten; 2) Penekanan selektif
obat-obatan esensial. Penggunaan obat yang bakteri akibat penggunaan antibiotika spektrum luas
tidak rasional yang jadi fokus perhatian adalah (broad spectrum) secara berlebihan. Resistensi tidak
penggunaan antibiotik yang tidak sesuai baik dari dapat dihilangkan, tetapi dapat diperlambat melalui
jenis obat, dosis, lama pemberian dan penggunaan penggunaan antibiotik yang bijak (Dwiprahasto, 2005;
yang berlebihan pada penyakit non infeksi bakteri. NCID, 1999). Pencegahan peningkatan mikroba
Kondisi ini memicu terjadinya resistensi terhadap resisten secara prinsip dapat dilakukan dengan dua
antibiotik (WHO, 2002). cara 1) Mencegah munculnya mikroba resisten akibat
Resistensi antimikroba merupakan permasalahan selection pressure dengan penggunaan antibiotik
global sehingga WHO mengimbau tentang perlunya secara bijak; 2) Mencegah penyebaran mikroba
mengkaji berbagai faktor terkait dan strategi untuk resisten dengan meningkatkan ketaatan terhadap
mengendalikan kejadian resistensi. Arus globalisasi prinsip kewaspadaan standar (Hadi, 2008; Herman,
menyebabkan kejadian penyakit di suatu negara akan 2016). Hal tersebut membutuhkan kebijakan dan
berdampak ke negara lainnya. Oleh karena itu upaya program pengendalian antibiotik yang efektif.
kesehatan global secara kolektif penting dilakukan, Mengingat pentingnya masalah resistensi
namun demikian kesehatan adalah tanggung jawab antimikroba, Kementerian Kesehatan menetapkan
nasional karena setiap negara mempunyai masalah kebijakan Program Pengendalian Resistensi
resistensi yang berbeda, demikian juga solusi untuk Antimikroba (PPRA) di Rumah Sakit (RS) melalui
mengatasi tersebut (Smith, 2002). Permenkes No. 8 Tahun 2015. Diharapkan dengan
Kondisi resistensi antimikroba khususnya Permenkes tersebut menciptakan kesadaran,
antibiotik juga telah dilaporkan di Indonesia, seperti pemahaman dan komitmen bersama tentang adanya
penelitian Antimicrobial Resistance in Indonesia masalah resistensi antimikroba, yang ditindaklanjuti
(AMRIN) di RSUD Dr. Soetomo Surabaya dan dengan gerakan terpadu nasional antara rumah
RSUP Dr. Kariadi Semarang tahun 2000-2004, sakit, profesi kesehatan, masyarakat, perusahaan
membuktikan sudah terdapat kuman multi resisten farmasi, dan pemerintah daerah di bawah koordinasi
membahayakan, seperti MRSA (Methicillin Resistant Kementerian Kesehatan. Kegiatan pengendalian
Staphylococcus aureus) dan bakteri penghasil ESBL resistensi antimikroba sangat penting untuk menekan
(Extended Spectrum Beta Lactamases) (Hadi U, et pembiayaan penggunaan antibiotik terutama terkait
al, 2008). Penelitian Sianturi dkk di unit perawatan dengan penerapan paket INA-DRG bagi peserta JKN
neonatus RSUP H. Adam Malik periode 2008 - 2010, dengan tetap menjaga mutu pelayanan kesehatan
menemukan resistensi kuman terhadap golongan khususnya penanganan kasus infeksi di rumah
antibiotik lini pertama yaitu ampicillin, gentamicin sakit.
dan cefotaxime. Kuman terbanyak adalah kuman Dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan
gram negatif, sedangkan penyebab sepsis terbanyak penelitian yang bertujuan untuk mengetahui
adalah Staphylococcus sp, kemudian Pseudomonas implementasi kebijakan program pengendalian
sp dan Enterobacter sp, tetapi masih sensitif resistensi antimikroba, khususnya antibiotik di RSUP.
terhadap antibiotik lini 2 yaitu amikasin dan lini 3 yaitu Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar. Adapun alasan
vankomisin dan meropenem. pemilihan RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo karena
Resistensi antibiotik menyebabkan berkurangnya merupakan RS yang sudah menjalankan program
efektifitas terapi yang berdampak pada peningkatan PPRA dan memiliki laboratorium mikrobiologi

107
Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 22 No. 2 April 2019: 106–116

karena salah satu kegiatan PPRA adalah melakukan HASIL


surveilans pola kuman dan pola sensitivitas
Kebijakan dan Komitmen PPRA di RS
antibiotik.
Ada beberapa kebijakan terkait PPRA di RS
sebagai landasan hukum pelaksanaan di Indonesia,
METODE demikian pula menjadi acuan di RSUP Wahidin
Penelitian ini merupakan studi kasus dengan Sudirohusodo yaitu 1) Peraturan Presiden No. 77
pendekatan kualitatif dilakukan di RSUP dr. Wahidin Tahun 2015 tentang Pedoman Organisasi Rumah
Sudirohusodo Makassar (RSWS) tahun 2018. Sakit, Pasal 19 menyatakan selain Komite Medis
Pengumpulan data primer dengan melakukan dapat dibentuk komite lain untuk penyelenggaraan
wawancara mendalam dengan Direktur Pelayanan fungsi tertentu di Rumah Sakit sesuai kebutuhan
Medis/Penunjang Medis, Ketua Komite Medis, Ketua dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
PPRA, Kepala Laboratorium Mikrobiologi, Praktisi dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
Farmasi Klinis RS, Dokter Spesialis Penyakit dalam/ dan keselamatan pasien, termasuk Komite
Paru dan Koordinator perawat ruang rawat inap. Pengendalian Resistensi Antimikroba; 2) Permenkes
Prinsip wawancara mendalam meliputi aspek No. 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian
implementasi komitmen kebijakan PPRA di RS, Resistensi Antimikroba di RS, memuat pedoman
sosisalisasi, jenis kegiatan, monitoring dan evaluasi yang menjadi acuan dalam pelaksanaan program
serta tantangan program PPRA. Pengumpulan pengendalian resistensi antimikroba di rumah
data sekunder berupa dokumen kebijakan, SOP sakit, agar berlangsung secara baku, terpadu,
penggunaan antibiotik dan standar pelayanan klinis/ berkesinambungan, terukur, dan dapat dievaluasi;
panduan praktek klinis dan clinical pathway. Analisis 3) Permenkes No. 2046/MENKES/PER/XII/2011,
data secara deskriptif sesuai dengan aspek yang tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik.
diteliti. Berdasarkan hasil wawancara, meskipun
Adapun kerangka konsep yang digunakan sesuai Permenkes tentang PPRA baru terbit tahun 2015,
dengan aspek yang diteliti ditunjukkan sebagai kebijakan PPRA di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
berikut: sudah dilaksanakan sejak tahun 2012, dengan

Implementasi Program Pengendalian Resistensi Antimiroba (PPRA)

PROSES OUTPUT
INPUT
- Pembuatan Monitoring dan
- Kebijakan
Panduan Evaluasi
PPRA
penggunaan - Informasi dan
(Regulasi)
antibiotik & SOP Indikator
- Tim PPRA
- Surveilans pola kinerja
- Sosialisasi
kuman dan pola (kuantitas
- Pembiyaaan
sensitivitas dan kualitas
- Sarana
- Audit medis penggunaan
Prasarana
- Supervisi klinik antibiotk dan
penggunaan indikator
antibiotik efisiensi)
- Kajian/diskusi - Pelaporan
tentang penyakit
infeksi

Gambar 1. Kerangka Konsep Penelitian.

108

Anda mungkin juga menyukai