Revisi Proposal Rafiq
Revisi Proposal Rafiq
Revisi Proposal Rafiq
Proposal Skripsi
Oleh:
Muhammad Rafiq
NIM: 19. 3. 07.0006
Tentang Jual Beli Makanan Tanpa Pencantuman Harga Di Cafe Hutan Kota Palu”
(UIN) Datokarama Palu, setelah dengan seksama meneliti dan mengoreksi Proposal
Proposal Skripsi tersebut telah memenuhi syarat-syarat ilmiah dan dapat diajukan
untuk diseminarkan.
Pembimbing 1 Pembimbing 2
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
senantiasa bergantung dan terikat serta saling membutuhkan kepada yang lain.
Secara naluriah, manusia saling tolong menolong dan setiap orang memiliki
kepentingan terhadap orang lain, sehingga menimbulkan hubungan antara hak dan
kewajiban. Setiap orang mempunyai hak yang wajib diperhatikan oleh orang lain
dan dalam waktu yang sama juga menuntut kewajiban yang wajib ditunaikan.
Hubungan hak dan kewajiban itu diatur dalam kaidah-kaidah hukum yang bertujuan
Jual beli atau bisnis adalah aktivitas yang biasa dilakukan oleh semua orang
dalam masyarakat sehari-hari. Namun, tidak semua orang Muslim menjalankan jual
beli sesuai dengan prinsip-prinsip hukum Islam. Bahkan ada pula yang tidak tahu
sama sekali tentang ketentutanketentuan yang ditetapkan oleh hukum Islam dalam
hal jual beli (bisnis). Dalam al-Qur'an dan Hadis, yang merupakan panduan hukum
utama dalam Islam, terdapat banyak contoh dan aturan yang mengatur prinsip-
prinsip bisnis yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tidak hanya berlaku bagi
penjual, tetapi juga bagi pembeli. Saat ini, banyak penjual yang lebih fokus pada
1
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Yogyakarta: UII Press, 2004), 11.
2
Shobirin, “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”, BISNIS 3 no. 2 (Desember 2015) 240.
1
2
Jual beli menjadi kegiatan rutin yang dilakukan setiap waktu oleh semua
manusia. Akan tetapi jual beli yang benar menurut hukum Islam belum tentu semua
muslim melaksanakannya, bahkan ada yang tidak tahu sama sekali tentang
ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh hukum Islam dalam hal jual tidak jelas,
yang membuat jual beli itu rusak dalam rukun dan syarat jual beli sesuai dengan
syar’i.3
bisnis yang baik menurut Islam. Hal ini sudah dijelaskan dalam Q.S An-Nisa>/3 ayat
29.
ُ ْ
ْك ْمۗ َو َلا َت ْق ُت ُلوْٓا َ ْ َ ً َ َ َ ْ ُ َ ْ َ َّ َ ْ ْ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ ُ َ ٰ َ ْ َّ َ َ ٰٓ
َ ُّ
اض ِمن ِ يايها ال ِذين امنوا لا تأكلوْٓا اموالكم بينكم ِبالب
ٍ اط ِل ِال ْٓا ان تكون ِتجارة عن تر
ً ُ َ َ َ ْ ُ ُ َّ ه
َ انف َسك ْمۗ ان
٢٩ اّٰلل كان ِبك ْم َر ِح ْيما ِ
Terjemahnya:
”Wahai orang-orang yang beriman janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang bathil kecali dalam perdagangan yang berlaku
atau dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang ke padamu”.4
Dijelaskan bahwa pada ayat di atas, Islam membolehkan adanya jual beli
menggunakan prosedur yang telah ditentukan sesuai dengan hokum Islam, yang
didalamnya tidak mengandung riba, gharar, maisir, dan lainnya yang dilarang
syariat Islam. Kegiatan jual beli harus didasari suka saling suka dan tidak
merugikan salah satu pihak, karena jual beli adalah kegiatan nyata yang pasti
3
Abdul Rahman Ghazali, dan kawan-kawan, Fiqih Muamalah (Jakata: Kencana Prenada
Media Group, 2010), 77.
Faizatul Jamilah, “Jual Beli Makanan Di Rumah Makan Tanpa Pencantuman Harga Di
5
tinjau Dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Pada Rumah Makan Vemas Kec. Mataram
Baru Kab. Lampung Timur)” (Skripsi Tidak Diterbitkan, Program Studi Mu’amalah, Institut Agama
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2017), 5.
3
Dalam hal jual beli, Islam juga telah menetapkan aturan-aturan hukumnya
seperti yang telah diajarkan oleh Nabi saw., baik mengenai rukun, syarat, maupun
jual beli yang diperbolehkan ataupun yang tidak diperbolehkan. Transaksi jual beli
hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pembeli, maka dengan
Dengan perkembangan dunia jual beli yang semakin maju, pembeli perlu
sesuai dengan standar umum. Karena transaksi melibatkan dua pihak yang berbeda,
yakni penjual dan pembeli, penting untuk menjaga transparansi harga agar pembeli
memiliki hak untuk mengetahui nilai barang atau makanan yang akan dibelinya.
yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu tren yang semakin
berkembang adalah praktik jual beli makanan tanpa mencantumkan harga, yang
umumnya ditemui di berbagai kafe, termasuk di Café Hutan Kota Palu. Sebagian
besar menu tidak mencantumkan harga, terutama untuk menu khusus atau promosi,
Dapat dinyatakan bahwa transaksi jual beli semacam ini dapat dianggap
6
Fitri Wulandari, “Etika Bisnis Islami”, Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah 1 no. 1 (Maret
2003) 145.
7
Husnul Khatimah, “Praktik Jual Beli Tanpa Pencantuman Harga Makanan Menurut Fiqh
Muamala Dan ‘Urf (Studi Kasus Warung Makan Seafood Di Kecamatan Kartasura)”, AL-HAKIM 2
no. 1 (Mei 2020), 29.
4
bahwa akad yang sah sebagaimana di maksud dalam pasal 27 huruf (a) adalah akad
yang disepakati dalam perjanjian, tidak mengandung unsur ghalath atau khilaf,
dilakukan dibawah ikrah atau paksaan, taghrir atau tipuan, dan ghubn atau
penyamaran.
harga yang harus dibayarkan ternyata jauh dari yang diperkirakan, pembeli juga
merasa dirugikan sehingga dalam jual beli tersebut tidak tercapai unsur kerelaan.
Dalam perspektif ekonomi syariah, jual beli harus dilakukan dengan transparansi
transparansi tersebut. Namun, praktik jual beli tanpa mencantumkan harga, yang
Café Hutan Kota Palu yang terletak di Kota Palu, dikarenakan jual beli tersebut
dapat tergolong jual beli yang tidak transparan karena tidak adanya pencantuman
harga pada makanan yang dijualnya. Adapun sebab yang lain yaitu dikarenakan
pemilik warung makan tersebut merupakan orang yang beragama Islam, yang
baik dan benar sehingga tidak mengandung unsur ketidakjelasan dan ketidakadilan
antara kedua belah pihak. Oleh sebab itu, agama Islam memberi peraturan yang
B. Rumusan Masalah
1. Tujuan Penelitian
jual beli makanan tanpa pencantuman harga di Cafe Hutan Kota Palu.
2. Kegunaan penelitian
Dalam penelitian ini ada 2 signifikansi yang akan dicapai yaitu aspek
keilmuwan yang bersifat teoritis dan aspek praktis yang bersifat fungsional:
a. Secara Teoritis
b. Secara Praktis
D. Penegasan Istilah
serta memperoleh gambaran yang jelas dan menghindari salah pengertian dari
dalam judul proposal skripsi ini, maka penulis menegaskan di bawah ini tentang
dsb).8 Hukum Ekonomi Syariah merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tindakan
atau perilaku manusia secara faktual dan empiris, terutama dalam konteks produksi,
distribusi, dan konsumsi, dengan merujuk pada prinsip-prinsip Islam yang berasal
(KHES) adalah Salah satu cara positif untuk menerapkan hukum Islam adalah
dengan melakukan penyesuaian sesuai dengan situasi saat ini di dalam Negara
2. Pencantuman Harga
manfaat yang diperoleh dari suatu barang atau jasa oleh individu atau kelompok
pada suatu waktu dan lokasi tertentu. Sebagaimana dalam KHES harga adalah
November 2023).
9
Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, Dalam Perspektif Kewenangan Peradilan
Agama (Jakarta: Kencana Predata Media Group, 2012), 29.
Nashihul Ibad Elhas, “Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES) Dalam Tinjauan
10
11
“Pencantuman,” Wikipedia the Free Encylopedia.
https://id.wikipedia.org/wiki/Pencantuman (11 November 2023).
7
jumlah uang yang harus dibayarkan untuk barang dagangan12. Jadi, Pencantumam
Harga adalah mencantumkan lebal harga pada barang yang menunjukkan nilai dari
sebuah barang. Dalam penelitian ini harga pada menu di café hutan kota Palu.
belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, pengertian judul, dan
Bab II, membahas tentang kajian pustaka yang meliputi Hukum Ekonomi
Jenis penelitian, lokasi dan kehadiran peneliti, data dan sumber data, teknik
12
Tim Redaksi, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Bandung: Fokus Media, 2008), 19.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
1. Skripsi yang ditulis oleh Qanita Sabilah Haq dengan judul “Jual Beli Makanan
Syariah (Studi Pada Kedai Abdullah Goro Assalam Kec. Kartasura Kab.
Sukoharjo).13
Adapun masalah yang terdapat di dalam skripsi yang ditulis oleh Qanita
Sabilah Haq yaitu terkait kedai yang kurang transaparan karena dalam daftar
Adapun sebab yang lain yakni pemilik kedai tersebut beragama muslim, yang
mana seharusnya paham dengan cara jual beli yang dianjurkan syariat Islam
di Kedai Abdullah Goro Assalam Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo yaitu para
Qanita Sabilah Haq, “Jual Beli Makanan Di Kedai Tanpa Pencantuman Harga Ditinjau
13
Dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Pada Kedai Abdullah Goro Assalam Kec. Kartasura
Kab. Sukoharjo)” (Skripsi Tidak Diterbitkan, Jurusan Hukuman Ekonomi Syariah, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2020).
9
10
pelanggan yang datang dipersilakan untuk makan sesuai porsi yang cukup bagi
pelanggan, karena tidak ada harga khusus yang ditetapkan oleh penjual.
perbedaannya terletak pada pada subjek yang diteliti yang mana penelitian dari
2. Skripsi yang ditulis oleh Fauziatul Jamilah dengan judul “Jual Beli Makanan
Hukum Ekonomi Syari’ah (Studi pada Rumah Makan Vemas Kec. Mataram
berbagai macam pembeli, jual beli tersebut juga tergolong jual beli yang
makanan yang dijualnya. Adapun sebab yang lain yaitu dikarenakan pemilik
seharusnya mereka tahu tentang tata cara bagaimana bermu’amalah yang baik
14
Faizatul Jamilah, “Jual Beli Makanan Di Rumah Makan Tanpa Pencantuman Harga Di
tinjau Dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Pada Rumah Makan Vemas Kec. Mataram
Baru Kab. Lampung Timur)” (Skripsi Tidak Diterbitkan, Program Studi Mu’amalah, Institut Agama
Islam Negeri Raden Intan Lampung, 2017).
11
Penelitian ini termasuk jenis penelitian lapangan (field research) yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan data dari lokasi atau lapangan.
yang berbunyi beberapa hal yang termasuk ke dalam jual beli, sekalipun tidak
disebutkan secara tegas dalam akad dalam huruf (a) dalam proses jual beli
biasanya disertakan segala sesuatu yang menurut adat setempat biasa berlaku
dalam barang yang dijual, meskipun tidak secara spesifik dicantumkan. Dan
pada pasal 81 KHES ayat (5) tatacara penyerahan sebagaimana di maksud pada
perbedaannya terletak pada pada subjek yang diteliti yang mana penelitian dari
Qanita Sabilah Haq dilaksanakan di Rumah Makan Vemas Kec. Mataram Baru
Kab. Lampung Timur sedangkan penulis melakukakn penelitian di café hutan
kota palu.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Husnul Khatimah dengan judul “Praktik Jual
Beli Tanpa Pencantuman Harga Makanan Menurut Fiqh Muamala Dan ‘Urf
Adapun masalah dalam penelitian ini yang ditulis oleh Husnul Khatimah
yaitu Pada dasarnya jual beli pada umunya sama saja, akan tetapi perbedaannya
adalah pada jual beli ini yaitu dengan tidak adanya pencantuman harga
15
Husnul Khatimah, “Praktik Jual Beli Tanpa Pencantuman Harga Makanan Menurut Fiqh
Muamala Dan ‘Urf (Studi Kasus Warung Makan Seafood Di Kecamatan Kartasura)”, AL-HAKIM 2
no. 1 (Mei 2020).
12
praktik jual beli tanpa pencantuman harga makanan ini menurut fiqh muamalah
sebagian besar telah memenuhi rukun dan syarat jual beli, namun terdapat
kecacatan pada akad jual beli yang dilakukan bahwa adanya ketidakjelasan
antara penjual kepada pembeli dengan tidak mencantumkan harga pada menu
makanan yang dijual sehingga harga yang disebutkan oleh penjual di luar dari
pemikiran pembeli yang dapat mengakibatkan pembeli tidak ridha dan terpaksa
dimakan.
perbedaannya terletak pada pada subjek yang diteliti yang mana penelitian dari
B. Kajian Teori
Dari segi etimologi, jual beli adalah pertukaran barang dengan barang.
Dalam konteks syariah, itu berarti pertukaran harta dengan harta sesuai dengan
pada pertukaran barang dengan barang lain atau pertukaran harta yang
16
Moh. Rifa’i, Fiqh Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1992), 402.
13
Menukar barang yang memiliki nilai setara dengan cara yang sah dan khusus,
baik melalui ijab-qabul atau mu'athaa (tanpa ijab-qabul), yakni ijab-qabul atau
mu’athaa (tanpa ijab qabul).18 Imam Syafi’i memberikan definisi jual beli yaitu
Pada dasarnya, praktik jual beli diizinkan apabila didasari oleh kesepakatan
atau kerelaan (keridhaan) dari kedua pihak yang sah untuk melakukan transaksi
Jual beli dikemukakan oleh ulama Hanafiyah yang dikutip oleh Wahbah
al-Zuhaily, jual beli adalah “saling tukar harta dengan harta melalui cara
Qudamah (salah seorang ulama Malikiyah), jual beli adalah “saling menukar
1) Jual beli adalah Jual beli itu seperti menukar harta dengan harta yang lain,
entah itu berupa uang atau barang. Yang penting, tujuannya adalah agar
balik antara kedua belah pihak, di mana salah satu pihak memberikan
17
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Jakarta: Atthahiriyah, 1976), 268.
18
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid V, terj Abdul Hayyie alKattani,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), 25.
Imam Syafi’I, Abu Abdullah Muhammad bin Idris, al-Umm, terj. Imron Rosadi,
19
Amiruddin dan Imam Awaluddin, Ringkasan kitab Al Umm, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013),
1.
20
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Kencana, 2010), 67.
14
dan hal-hal lain yang terkait. Jika syarat dan rukun tersebut tidak terpenuhi,
maka jual beli tersebut dianggap tidak sesuai dengan ketentuan syariah. Yang
dimaksud dengan "benda" adalah segala sesuatu yang bisa dinilai, termasuk
barang dan uang. Sifat benda tersebut juga harus dapat dinilai, yaitu benda-
benda yang memiliki nilai dan dapat digunakan sesuai dengan ketentuan
syariah.21
ajaran Islam. Etika dalam jual beli melibatkan beberapa prinsip, seperti
membayar zakat atas keuntungan yang diperoleh jika memenuhi syarat yang
telah ditetapkan oleh agama. Lebih dari itu, mereka wajib tetap mematuhi
Dasar hukum jual beli dalam Islam bersumber dari Al-Quran dan hadis.
Beberapa ayat Al-Quran dan hadis yang menjadi landasan untuk praktik jual
1) Al-Qur’an
21
Yusuf Al-Qardawi, Hudal Islam, Fatwa Mu‟ashirah, (Surabaya: Risalah Gusti, 1996),
374-375.
22
Ibid.
15
melibatkan unsur riba yang diharamkan. Dalam praktik jual beli, penting untuk
didasarkan pada kerelaan kedua belah pihak dan tidak menggunakan cara yang
dilarang oleh al-Qur’an dan Sunnah. Isi kandungan ayat tersebut juga
Penghalalan Allah swt. terhadap jual beli itu mengandung dua makna,
salah satunya adalah bahwa setiap transaksi jual beli antara dua individu pada
25
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah (Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Qur’an), Jilid
I, (Ciputat: Penerbit Lentera hati, 2000), 413.
16
ayat 10:
ُ َّ َّ َ ه ُ ه ْ َ َْ َ ْ َ ُ ٰ َّ َ ُ َ َ
َ اّٰلل َو ْاذك ُروا
ْاّٰلل كث ْي ًرا ل َعلكم َُ
ِ ف ِاذا ق ِضي ِت الصلوة فانت ِش ُر ْوا ِفى الا ْر ِض َو ْابتغ ْوا ِم ْن فض ِل
ِ
َ ُ ُْ
١٠ تف ِلح ْون
Terjemahanya:
“apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi
dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”27
Potongan ayat tersebut menjelaskan tentang keseimbangan yang
merupakan ciri khas dari pendekatan Islam (manhaj Islami). Keseimbangan ini
kelelahan, aktivitas, dan usaha, dengan perhatian pada proses spiritual, yaitu
ruh yang berserah diri dalam beribadah dan meninggalkan sejenak kegiatan
konsentrasi hati dan kemurnian dalam berzikir kepada Allah. Aktivitas berzikir
ini dianggap penting karena tanpa itu, hati tidak mungkin dapat menjalin
hubungan, menerima, dan menunaikan tanggung jawab besar dalam hidup.
Jadi, ketiga ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt. memberikan izin
kebutuhan hidupnya. Namun, tentu saja transaksi jual beli tersebut harus sesuai
dengan ketentuan atau aturan yang telah Allah berikan dalam agama Islam.
Imam Syafi’I, Abu Abdullah Muhammad bin Idris, al-Umm, terj. Imron Rosadi,
26
Amiruddin dan Imam Awaluddin, Ringkasan kitab Al Umm, Jilid 2, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013),
1.
2) Hadis
ُُ َ َ ْ َ َ
ْ ُ َ ُ َ َ َ َ ُ َ ْ ََ َ َ َ َ
الرج ِل ِب َي ِد ِه َوكل َب ْي ٍع َمب ُر ْو ٍر ُس ِئل النب ُي صلى اّٰلل عل ْيهِ َو َسل َم أ ُي الك ْس ِب أطيب ؟ قال عمل
ِ
Artinya:
Dari Rifa‟ah bin Rafi‟i r.a., bahwasanya Nabi saw. pernah ditanya,
“Pekerjaan apa yang paling baik?”, maka Beliau menjawab: “Pekerjaan
seseorang dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang baik.” (H.R.
Al-Bazzar dan dianggap shahih menurut Hakim.28
3) Ijma’
Pernyataan ini sejalan dengan salah satu prinsip fiqh yang disampaikan oleh
prinsipnya, hukum pelaksanaan jual beli adalah boleh (mubah). Tidak hanya
dalam batas-batas tertentu yang telah disebutkan sebelumnya, tetapi dalam jual
beli juga terdapat prinsip-prinsip yang harus dipenuhi. Salah satu prinsip
kerelaan kedua belah pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan.30
28
Al Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalani, Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam, terj. Achmad
Sunarto, Terjemah Kitab Bulughul Maram, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), 303.
29
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah, (Bandung: Al-Ma’arif, 1996), 48.
30
Ahmad Wardi Muslich, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: Amzah, 2010), 5.
18
syara’.31 Dalam transaksi jual beli, terdapat rukun dan syarat yang harus
dipenuhi agar jual beli dianggap sah atau tidak sesuai dengan syara. Karena
hak atas barang dari penjual ke pembeli, maka otomatis, dalam perbuatan
Menurut pandangan Hanafi, rukun jual beli terdiri dari ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual). Menurut
pandangan mereka, rukun dalam jual beli hanya terletak pada kerelaan (Ridha)
kedua belah pihak untuk menjalankan transaksi jual beli. Namun, karena
kerelaan merupakan aspek hati yang sulit untuk diamati secara langsung, perlu
adanya indikasi yang menunjukkan kerelaan tersebut dari kedua belah pihak
yang terlibat dalam transaksi jual beli. Menurut pandangan mereka, indikasi
tersebut dapat tercermin melalui ijab dan qabul, atau melalui pertukaran barang
dan harga barang (ta'athi).32 Akan tetapi menurut jumhur ulama rukun jual beli
sebagai berikut.
a. Adanya orang yang berakad al-muta’aqidain (penjual dan pembeli)
31
Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 76.
32
Nasrun Haroen, Fiqih Mu’amalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 115.
33
Abdul Rahman Ghazaly, Ghufron Ihsan, dan Sapiudin Shidiq, Fiqh Muamalat, (Jakarta:
Kencana, 2010), 71.
19
Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad jual beli
1. Berakal. Oleh sebab itu tidak sah orang gila dan anak kecil yang belum
2. Yang melakukan akad itu ialah orang yang berbeda. Tidak sah
Para ulama fiqh sepakat bahwa unsur utama dalam jual beli adalah
kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan tersebut dapat terlihat dari ijab dan
qabul yang terjadi. Menurut pandangan mereka, ijab dan qabul perlu
dinyatakan dengan jelas dalam transaksi yang mengikat kedua belah pihak,
dengan transaksi yang hanya mengikat satu pihak, seperti wasiat, hibah,
dan wakaf, tidak perlu adanya qabul, karena akad semacam itu cukup
dengan ijab saja. Bahkan, menurut Ibn Taimiyah (ulama fiqh Hanbali) dan
ulama lainnya, ijab pun tidak dianggap diperlukan dalam konteks wakaf. 35
1. Orang yang mengucapkan ijab dan qabul telah balig dan berakal.
3. Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua belah
34
Ibid., 71-72.
35
Ibid., 72.
20
Jika ternyata barang yang hendak dijual tidak ada, maka penjual harus
manusia.
4. Barang yang dijual harus merupakan hak milik sendiri atau hak milik
(barter), maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang
haram.38
Adapun syarat-syarat sahnya jual beli yang dituturkan oleh ulama mazhab
1. Menurut mazhab Hanafi syarat jual beli itu ada empat kategori yaitu:
36
Ibid., 72-73.
37
Ibid., 75-76.
38
Ibid., 76.
21
b) Sighatnya harus dilakukan di satu tempat, harus sesuia, dan harus didengar
beragama Islam.
dimenfaatkan secara syara’, hak milik sendiri, berupa meteri dan sifat-
sifatnya dapat dinyatakan secara jelas.
c) Ijab dan qabul tidak terputus dengan percakapan lainnya, harus jelas,
syara’.39
Jual beli dapat dibagi menjadi beberapa macam sesuai dengan sudut
pandang yang berbeda. Secara lebih rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Jual beli umum, yaitu menukar uang dengan barang. Jual beli
kita.
b. Jual beli ash sharf; yaitu penukaran uang dengan uang. Saat ini seperti
c. Jual beli muqabadlah; jual beli barter, jual beli dengan menukarkan
a. Jual beli yang memberi peluang bagi calon pembeli untuk menawar
b. Jual beli amanah, jual beli di mana penjual memberitahukan harga beli
barang dagangannya dan mungkin tidaknya penjual memperoleh laba.
- Jual beli tauliyah; yaitu jual beli dengan menjual barang yang
39
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adillathuhu, Jilid V, terj. Abdul Hayyie alKattani,
(Jakarta: Gema Insani, 2011), 58-71.
23
c. Jual Beli muzayadah (lelang) yakni jual beli dengan cara penjual
tersebut. Saat ini jual beli ini dikenal dengan nama lelang, pembeli
yang menawar harga tertinggi adalah yang dipilih oleh penjual, dan
dengan harga termurah dari barang yang ditawarkan oleh para penjual.
diskon kepada pembeli. Jual beli jenis ini banyak dilakukan oleh super
tertunda.40
Dalam fiqh Islam, di kenal dua istilah berbeda, mengenai harga suatu
barang, yaitu as-Saman dan as-Sir. As-Saman adalah patokan harga satuan
40
M. Yazid Afandi, Fiqh Muamalah dan Implementasinya dalam Lembaga Keuangan
Syariah (Yogyakarta: Logung Pustaka,2009), 55-57.
24
barang, sedangkan as-Sir adalah harga yang berlaku secara aktual di pasar.41
1) Harga yang berlaku secara alami adalah harga yang terbentuk tanpa
harga alami ini, pemerintah tidak diizinkan untuk ikut campur tangan,
masyarakat.43
(2), dijelaskan bahwa istilah bai' merujuk pada transaksi jual beli antara
41
Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual (Jakarta: Gema Insani, 2003), 90.
42
Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah (Jakarta: Gaya Media Pratama), 139.
43
Setiawan Budi Utomo, Fiqh Aktual (Jakarta: Gema Insani, 2003), 90.
44
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam (Yogyakarta: Ekonosia, 2002), 42.
Mahkamah Agung RI, Buku II Tentang Akad Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
45
Adapun yang menjadi rukun dan syarat jual beli menurut pasal 56
1) Pihak-pihak
KHES pasal 57, pihak-pihak yang terkait dalam perjanjian jual beli
terdiri atas penjual, pembeli, dan pihak-pihak lain yang terlibat dalam
perjanjian tersebut.47
2) Objek
KHES Pasal 76, bahwa syarat objek barang yang diperjual belikan
yaitu:
nilai/harga tertentu
h. Sifat barang yang dapat diketahu secara langsung oleh pembeli tidak
waktu akad.48
46
Mahkamah Agung RI, Buku II Tentang Akad Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
(Bandung: Fokus Media, 2008), 25.
47
Ibid., 25.
48
Ibid., 29-30.
26
KHES pasal 58, bahwa objek jual beli terdiri atas benda yang
berwujud maupun benda yang tidak berwujud, benda bergerak atau benda
tidak bergerak, dan yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar.49 Pada
pasal 77 KHES Barang atau benda yang menjadi sebab terjadinya transaksi
jual beli, dalam hal ini harus memenuhi syaratsyarat sebagai berikut:50
a. Barang yang terukur menurut porsi, jumlah, berat, atau panjang, baik
diketahui.
3) Kesepakatan
dimaksud dalam ayat (1) memiliki makna hukum yang sama. Kemudian
pada pasal 60 KHES, kesepakatan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pengembangan usaha.51
objek jual beli sesuai dengan harga yang telah disepakati, angka (2)
49
Mahkamah Agung RI, Buku II Tentang Akad Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
(Bandung: Fokus Media, 2008), 25.
50
Ibid., 30.
51
Ibid., 26.
27
objek jual beli. Setelah itu pada pasal 64 KHES, jual beli terjadi dan
maupun perbuatan, sehingga tidak ada alasan utuk melanjutkan jual beli.53
Dalam hubunganya dengan ijab dan qabul, bahwa syarat-syarat sah akad
ghalah atau khilaf, dilakukan dibawah ikrah atau paksaan, taghrir atau
52
Mahkamah Agung RI, Buku II Tentang Akad Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
(Bandung: Fokus Media, 2008), 26-27.
53
Ibid., 28.
54
Ibid., 18.
28
kegiatan forum.55
C. Kerangka Pemikiran
pola pikir penelitian sendiri dengan maksud dapat mempermudah langka penelitian
Hasil Penelitian
1. Pelaksanaan jual beli makanan di Cafe
Hutan Kota Palu.
2. Faktor-faktor yang melatarbelakangi
tidak dicantumkanya harga di Cafe
Hutan Kota Palu
3. Tinjauan Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah tentang jual beli makanan
tanpa pencantuman harga di Cafe Hutan
Kota Palu.
55
Ibid., 29.
56
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2015), 34.
BAB III
METODE PENELITIAN
pencantuman harga di Café Hutan Kota Palu. Pendekatan kualitatif dipilih karena
dalam konteks nyata, dalam hal ini, praktik jual beli makanan tanpa pencantuman
harga di Café Hutan Kota Palu. Studi kasus juga memberikan fleksibilitas dalam
B. Lokasi Penelitian
tersebut karena belum ada yang mengangkat judul seperti di atas, sehingga penulis
tertarik untuk melakukan penelitian di Café tersebut, dan sebelumnya belum ada
yang meneliti terkait judul yang diangkat oleh penulis, khususnya di Café hutan
kota Palu.
C. Kehadiran Peneliti
pengumpulan data. Oleh karena itu, kehadiran peneliti di lapangan untuk penelitian
kualitatif mutlak di perlukan. Adapun posisi penelitian dalam hal ini telah di ketahui
29
30
oleh pihak-pihak tertentu, khususnya petugas pemilik Café itu sendiri. Kehadiran
peneliti dalam lapangan untuk memberikan informasi dan data yang benar-benar
sesuai dengan pembahasan yang ada, namun tidak menutup kemungkinan akan
memerlukan waktu tambahan apabila situasi dan kondisi yang tidak menghendaki
tidak ada jarak antara peneliti dan yang diteliti sehingga akan diperoleh pemahaman
Keberhasilan suatu penelitian sangat bergantung pada data dan sumber data
yang digunakan. Suatu penelitian tidak bisa dianggap ilmiah jika tidak didukung
oleh data yang dapat dipercaya. Moleong menegaskan bahwa dalam penelitian
kualitatif, sumber data utamanya adalah kata-kata dan tindakan, sedangkan data
tambahan seperti dokumen juga memiliki peran penting.57 Sumber data dalam
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dilapangan sumber data
2. Data Sekunder
57
Joko P. Subagyo, metode penelitian dalam teori dan praktek, (Jakarta : RumekaCipta
1997), 88.
31
penelitian. Karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Untuk
mendapatkan data dalam penelitian, maka perlu adanya teknilk yang di pergunakan
1. Observasi
dibutuhkan oleh peneliti. Observasi adalah dasar ilmu pengetahuan, karena para
ilmuan bekerja berdasarkan data, yaitu fakta mengenai dunia kenyataan yang
dihasilkan melalui kegiatan observasi. Observasi sebagai salah satu teknik dalam
2. Wawancara
dengan maksud tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu
mewawancarai pemilik Café tersebut yang berkaitan dengan judul yang diangkat
oleh peneliti.
3. Dokumentasi
sumber tertulis seperti buku, laporan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya
yang memuat data atau informasi yang diperlukan peneliti.60 Dalam penelitian ini
58
Rifa’I Abubakar, Pengantar Metodologi Penelitian (Yogyakarta: SUKA-Press, 2021),
90.
59
Ibid., 67.
60
Ibid., 114.
32
lokasi.
bersamaan dengan proses pengumpulan data. Diantaranya adalah melalui tiga tahap
model air, yaitu reduksi data, penyajian data, dan verifikasi.61 Tahapan analisis data
1. Reduksi Data
2. Penyajian Data
pengambilan tindakan. Bentuk penyajian data kualitatif dapat berupa teks naratif
berbentuk catatan lapangan, matriks, grafik, jaringan, dan bagan. Bentuk-bentuk ini
menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah
61
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), 144.
62
Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif”, Jurnal AlHadharah 17, no. 33 (Januari-Juni
2018), 91.
33
diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang sedang terjadi, apakah
3. Verifikasi Data
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman
untuk menggali makna dari data yang telah dikumpulkannya. Kesimpulan awal
biasanya masih kabur dan bersifat sementara, dapat berubah jika tidak ada bukti
yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun, jika
kesimpulan yang diajukan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid
dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data lebih
sebenarnya diukur, maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan kebenaran seperti
yang diharuskan dalam penelitian, dan dengan sendirinya hasil penelitian tidak
pengecekan keabsahan data yang diterapkan dalam penelitian ini dilakukan melalui:
1. Meningkatkan Ketekunan
63
Ahmad Rijali, “Analisis Data Kualitatif”, Jurnal AlHadharah 17, no. 33 (Januari-Juni
2018), 94.
64
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2013), 345.
65
S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik-Kualitatif (Bandung: Tarsito, 2002), 105.
34
adalah dengan cara membaca berbagai referensi buku maupun hasil penelitian atau
membaca ini maka wawasan peneliti akan semakin luas dan tajam, sehingga dapat
digunakan untuk memeriksa data yang ditemukan itu benar/dipercaya atau tidak.66
memvalidasi data yang ditemukan oleh peneliti. Sebagai contoh, hasil wawancara
rekaman wawancara dan foto-foto hasil observasi sebagai bahan referensi untuk
3. Triangulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan
Triangulasi teknik yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.67
66
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2013), 272.
67
Ibid., 274.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Asqalani, Al-Hafidh Ibnu Hajar. Bulughul Maram Min Adillatil Ahkam. terj.
Achmad Sunarto, Terjemah Kitab Bulughul Maram. Jakarta: Pustaka
Amani, 1995.
Basyir, Ahmad Azhar. Asas-Asas Hukum Muamalat. Yogyakarta: UII Press, 2004.
Ghazali, Abdul Rahman, et al., eds. Fiqih Muamalah. Jakata: Kencana Prenada
Media Group, 2010.
Haq, Qanita Sabilah. “Jual Beli Makanan Di Kedai Tanpa Pencantuman Harga
Ditinjau Dari Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Pada Kedai
Abdullah Goro Assalam Kec. Kartasura Kab. Sukoharjo).” Skripsi Tidak
Diterbitkan, Jurusan Hukuman Ekonomi Syariah, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2020.
Ja’far, Khumedi. Hukum Perdata Islam di Indonesia (Aspek Hukum Keluarga dan
Bisnis). Bandar Lampung: Pusat Penelitian dan Penerbitan IAIN Raden
Intan Lampung, 2015.
35
36
Redaksi, Tim. Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah. Bandung: Fokus Media, 2008.
RI, Mahkamah Agung. Buku II Tentang Akad Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah,
Bandung: Fokus Media, 2008.
Rijali, Ahmad. “Analisis Data Kualitatif”. Jurnal AlHadharah 17, no. 33 (Januari-
Juni 2018).
Shobirin. “Jual Beli Dalam Pandangan Islam”. BISNIS 3, no. 2 (Desember 2015).
Subagyo, Joko P. metode penelitian dalam teori dan praktek. Jakarta: RumekaCipta
1997.
Syafi’I, Imam, al-Umm. terj. Imron Rosadi, Amiruddin dan Imam Awaluddin,
Ringkasan kitab Al Umm. Jilid 2. Jakarta: Pustaka Azzam, 2013.
Wulandari, Fitri. “Etika Bisnis Islami”. Al-Ahkam Jurnal Ilmu Syari’ah 1 no. 1
(Maret 2003).