Hukum Pajak Uas

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

 Berdasarkan Pasal 23 ayat UNDANG-UNDANG 16 TAHUN 2009

Gugatan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap:

a. pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman


Lelang; b. keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;

c. keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang


ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26; atau

d. penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan
peradilan pajak.

.Pertama, pelaksanaan Surat Paksa,

Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang.Kedua, keputusan


pencegahan dalam rangka penagihan pajak.

Ketiga, keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang
ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP.

Keempat, penerbitan surat ketetapan pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam
penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan hanya dapat diajukan kepada badan
peradilan pajak.

Apabila wajib pajak merasa tidak puas dengan prosedur pelaksanaan dan ketentuan
formal atau penerbitan surat-surat keputusan, wajib pajak dapat mengajukan Gugatan
dengan surat Gugatan ke Pengadilan Pajak dengan persyaratan sebagai berikut:

Gugatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia kepada Pengadilan Pajak.

Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap pelaksanaan penagihan Pajak adalah
14 hari sejak tanggal pelaksanaan penagihan.
Jangka waktu untuk mengajukan Gugatan terhadap Keputusan selain Gugatan terhadap
pelaksanaan penagihan Pajak adalah 30 hari sejak tanggal diterima Keputusan yang
digugat.

Terhadap satu pelaksanaan penagihan atau satu Keputusan diajukan satu Surat Gugatan.

Pihak yang mengajukan Gugatan sesuai Pasal 41 UU Pengadilan Pajak adalah sebagai
berikut:

Gugatan dapat diajukan oleh penggugat, ahli warisnya, seorang pengurus, atau kuasa
hukumnya dengan disertai alasan-alasan yang jelas, mencantumkan tanggal diterima,
pelaksanaan penagihan, atau Keputusan yang digugat dan dilampiri salinan dokumen
yang digugat.

Apabila selama proses Gugatan, penggugat meninggal dunia, Gugatan dapat dilanjutkan
oleh ahli warisnya, kuasa hukum dari ahli warisnya, atau pengampunya dalam hal
penggugat pailit.

Apabila selama proses Gugatan, penggugat melakukan penggabungan, peleburan,


pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi, permohonan dimaksud dapat dilanjutkan
oleh pihak yang menerima pertanggungjawaban karena penggabungan, peleburan,
pemecahan/pemekaran usaha, atau likuidasi dimaksud.

 Pengajuan keberatan ini diatur dalam pasal 25 UU KUP. Berikut isi pasal 25:

(1) Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Direktur Jenderal Pajak atas
suatu:

 -Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar; Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

Tambahan; Surat Ketetapan Pajak Nihil;

 Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar; atau

 pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan

peraturan perundang-undangan perpajakan.


a. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan

mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang dipotong atau

dipungut, atau jumlah rugi menurut penghitungan Wajib Pajak dengan disertai

alasan yang menjadi dasar penghitungan.

b. Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim

surat ketetapan pajak atau sejak tanggal pemotongan atau pemungutan pajak

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kecuali apabila Wajib Pajak dapat

menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan

diluar kekuasaannya.

c. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib

Pajak wajib melunasi pajak yang masih harus dibayar paling sedikit sejumlah

yang telah disetujui Wajib Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan,

sebelum surat keberatan disampaikan.

d. Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (3a) bukan merupakan surat keberatan sehingga

tidak dipertimbangkan.

e. Tanda penerimaan surat keberatan yang diberikan oleh pegawai Direktorat

Jenderal Pajak yang ditunjuk untuk menerima surat keberatan atau tanda

pengiriman surat keberatan melalui pos dengan bukti pengiriman surat, atau

melalui cara lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan menjadi tanda bukti penerimaan surat keberatan.


f. Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan keberatan, Direktur

Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal yang menjadi

dasar pengenaan pajak, penghitungan rugi, atau pemotongan atau pemungutan

pajak.

g. Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tidak termasuk sebagai utang pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).

h. Dalam hal keberatan Wajib Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak

dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) dari

jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah

dibayar sebelum mengajukan keberatan.

i. Dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, sanksi administrasi

berupa denda sebesar 50% (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat

(9) tidak dikenakan.

Apabila Wajib Pajak berpendapat bahwa jumlah rugi, jumlah pajak, dan pemotongan atau

pemungutan pajak tidak sebagaimana mestinya, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan

hanya kepada Direktur Jenderal Pajak. Keberatan yang diajukan adalah mengenai materi

atau isi dari ketetapan pajak, yaitu jumlah rugi berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan, jumlah besarnya pajak, atau pemotongan atau

pemungutan pajak.

 PP pasal 40-43 UU 14/2022

Syarat-syarat banding adalah:


a. Banding diajukan dengan surat banding dalam bahasa Indonesia kepada pengadilan

pajak.

b. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima keputusan

yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Jangka waktu tersebut tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat

dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan permohonan banding.

d. Terhadap 1 (satu) keputusan diajukan 1 (satu) surat banding.

e. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas dan dicantumkan tanggal

diterima surat keputusan yang dibanding.

f. Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.

g. Dalam hal banding diajukan terhadap besarnya jumlah pajak yang terutang, banding

hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah dibayar sebesar 50 %

(lima puluh persen).

h. Pemohon banding dapat melengkapi surat bandingnya untuk memenuhi ketentuan

yang berlaku sepanjang masih dalam jangka waktunya.

Permohonan Penundaan Pelaksanaan Penagihan (Pasal 43) Gugatan tidak menunda atau

menghalangi dilaksanakannya penagihan pajak atau kewajiban perpajakan. Penggugat

dapat mengajukan permohonan agar tindak lanjut pelaksanaan penagihan pajak ditunda

selama pemeriksaan sengketa pajak sedang berjalan, sampai ada putusan pengadilan

pajak. Permohonan dimaksud dapat diajukan sekaligus dalam gugatan dan dapat diputus

terlebih dahulu dari pokok sengketanya. Permohonan penundaan tersebut dapat

dikabulkan hanya apabila terdapat keadaan yang sangat mendesak yang mengakibatkan
kepentingan penggugat sangat dirugikan jika pelaksanaan penagihan pajak yang digugat

itu dilaksanakan

 MENGAJUKAN KE DIRJEN PAJAK BANDING DALAM PASAL 27 UU

16/09

Pengajuan ini diajukan secara tertulis kepada badan peradilan pajak. Ketentuan

pengajuan 7 permohonan banding diatur dalam pasal 27 UU KUP. Mengutip dari

Kementerian Keuangan berikut isi pasal 27:

(1). Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan banding hanya kepada badan

peradilan pajak atas Surat Keputusan Keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

26 ayat (1).

(2).Putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan

peradilan tata usaha negara.

(3).Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis dalam

bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas paling lama 3 (tiga) bulan sejak Surat

Keputusan Keberatan diterima dan dilampiri dengan salinan Surat Keputusan

Keberatan tersebut.

(4a) Apabila diminta oleh Wajib Pajak untuk keperluan pengajuan permohonan

banding, Direktur Jenderal Pajak wajib memberikan keterangan secara tertulis hal-hal

yang menjadi dasar Surat Keputusan Keberatan yang diterbitkan.


(5a) Dalam hal Wajib Pajak mengajukan banding, jangka waktu pelunasan pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), ayat (3a), atau Pasal 25 ayat (7), atas

jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan, tertangguh sampai

dengan 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding.

(5b) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan keberatan

sebagaimana dimaksud pada ayat (5a) tidak termasuk sebagai utang pajak

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (1a).

(5c) Jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan permohonan banding

belum merupakan pajak yang terutang sampai dengan Putusan Banding diterbitkan.

(5d) Dalam hal permohonan banding ditolak atau dikabulkan sebagian, Wajib Pajak

dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah

pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pembayaran pajak yang telah

dibayar sebelum mengajukan keberatan.

(6) Badan peradilan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dalam Pasal 23

ayat (2) diatur dengan undang-undang.

Pasal ini mengatur bahwa bagi Wajib Pajak yang mengajukan banding, jangka waktu

pelunasan pajak yang diajukan banding tertangguh sampai dengan 1 (satu) bulan

sejak tanggal penerbitan Putusan Banding. Penangguhan jangka waktu pelunasan

pajak menyebabkan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per

bulan sebagaimana diatur dalam Pasal 19 tidak diberlakukan atas jumlah pajak yang

belum dibayar pada saat pengajuan keberatan.Dalam hal permohonan banding Wajib
Pajak ditolak atau dikabulkan sebagian, jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding

dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan harus

dilunasi paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal penerbitan Putusan Banding, dan

penagihan dengan Surat Paksa akan dilaksanakan apabila Wajib Pajak tidak melunasi

utang pajak tersebut. Disamping itu, Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa

denda sebesar 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada pasal ini.

 PENINJAUAN KEMBALI PK KE MA (PS77/3/UU14/2012)

Prosedur pengajuan permohonan peninjauan kembali dapat dilakukan secara lisan

atau secara tertulis oleh orang yang pernah menjadi salah satu pihak dalam sengketa

perdata kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia, melalui pengadilan negeri

yang memutuskan perkaranya pada tingkat pertama.Permohonan peninjauan kembali

tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan. Selama

belum ada putusan, permohonan peninjauan kembali yang hanya dapat diajukan satu

kali itu dapat dicabut. Mahkamah Agung Republik Indonesia memutus permohonan

peninjauan kembali pada tingkat pertama dan tingkat terakhir. Ini menegaskan bahwa

permohonan peninjauan kembali hanya diajukan satu kali, dan dikenal suatu

istilah'tidak ada peninjauan kembali di atas peninjauan kembali.Permohonan

peninjauan kembali dapat dilakukan apabila dalam putusan mengenai perkara yang

bersangkutan ditemukan hal-hal sebagai berikut:

1. Adanya suatu kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-bukti palsu, yang untuk itu semua
telah dinyatakan pula oleh hakim pidana. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan
masa tenggang waktu 180 hari sejak diketahuinya kebohongan, tipu muslihat, atau bukti-
bukti palsu berdasarkan putusan hakim pidana.
2. Adanya surat-surat bukti yang bersifat menentukan, jika surat-surat bukti dimaksud
dikemukakan ketika proses persidangan berlangsung. Bukti semacam itu disebut pula
dengan istilah novum. Peninjauan kembali dapat diajukan dengan masa tenggang waktu
180 hari sejak diketahui atau ditemukannya bukti baru (novum).

3. Adanya kenyataan bahwa putusan hakim mengabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau
lebih dari yang dituntut. Peninjauan kembali dapat diajukan dalam tenggang waktu 180
hari sejak putusan memiliki kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-
pihak yang berperkara.

4. Adanya bagian mengenai suatu tuntutan dalam gugatan yang belum diputus tanpa ada
pertimbangan sebab-sebabnya. Peninjauan kembali diajukan dengan masa tenggang
waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan
kepada pihak-pihak yang berperkara.

5. Adanya putusan yang saling bertentangan, meskipun para pihaknya sama, mengenai
dasar atau soal yang sama, atau sama tingkatannya. Peninjauan kembali ditujukan dengan
masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan
telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

6. Adanya kenyataan bahwa putusan itu mengandung suatu kekhilafan atau kekeliruan yang
nyata sehingga merugikan pihak yang bersangkutan. Peninjauan kembali dapat diajukan
dengan masa tenggang waktu 180 hari sejak putusan mempunyai kekuatan hukum yang
tetap dan telah diberitahukan kepada pihak-pihak yang berperkara.

Terhitung selama 14 hari kerja sejak ketua pengadilan negeri yang memeriksa perkaranya
menerima permohonan peninjauan kembali, pihak panitera berkewajiban menyampaikan
salinan permohonan peninjauan kembali kepada pihak lawannya. Pihak lawan yang akan
mengajukan jawaban atau permohonan peninjauan kembali, hendaknya diajukan dalam
tempo selama 30 hari. Jika jangka waktu tersebut terlampaui, permohonan peninjauan
kembali segera dikirimkan ke Mahkamah Agung Republik Indonesia.
TUGAS PAJAK

NAMA:IRENE KUSUMA

NIM:20010000076

TUGAS:HUKUM PAJAK
KELAS HUKUM:SORE

Anda mungkin juga menyukai