Pajak PT Asian Agri

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pajak

Definisi pajak menurut S. I. Djajadiningrat (1999) adalah : “Pajak sebagai

suatu kewajiban menyerahkan sebagian dari kekayaan ke kas negara yang disebabkan

suatu keadaan, kejadian, dan perbuatan yang memberikan kedudukan tertentu, tetapi

bukan sebagai hukuman, menurut peraturan yang ditetapkan pemerintah serta dapat

dipaksakan, tetapi tidak ada jasa timbal balik dari negara secara langsung, untuk

memelihara kesejahteraan secara umum”

2.2 Pengertian Sengketa Pajak

Pengertian sengketa pajak hanya diatur dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK

bukan dalam UU KUP. Adapun pengertian sengketa pajak dalam sebagaimana

dimaksud dalam pasal 1 angka 5 UU DILJAK adalah sebagai berikut “sengketa pajak

adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara wajib pajak dan

penanggung pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya

keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak

berdasarkan peraturan prundang-undangan perpajankan , termasuk gugatan atas

pelaksanaan penagihan berdasarkan undang-undang penagihan pajak dengan surat

paksa”

Berdasarkan pengertian sengketa pajak tersebut di atas, ternyata sengketa pajak hanya
tertuju kepada banding dan gugatan sebagai kewenangan pengadilan pajak. Sengketa

pajak dalam bentuk banding dan gugatan hanya merupakan sengketa pajak dalam arti

sempit, dikarenakan masih ada sengekta pajak yang tidak termasuk didalamnya.

Sedangkan sengketa pajak dalam arti luas adalah sengketa yang diajukan keberatan,

banding dan gugatan pada peradilan pajak.

Timbulnya sengketa pajak ada pada dua hal yang sangat prinsipal yaitu

pertama, tidak melakukan perbuatan hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh

norma hukum pajak, kedua, melakukan perbatan hukum, tetapi tidak sesuai dengan

norma hukum pajak. Selanjutnya disebutkan pihak-pihak yang menimbulkan

sengketa pajak yaitu pihak wajib pajak, pemotong, penanggung pajak, pemungut

pajak dan pejabat pajak. Wajib pajak dikatakan sumber timbulnya sengketa pajak

karena tidak melakukan perbuatann hukum sebagaimana yang diperintahkan oleh

norma hukum pajak, misalnya tidak menyampaikan surat pemberitahuan dalam

jangka waktu yang ditentukan. Sementara itu, dalam melakukan perbuatan hukum,

perbuatan hukum tersebut bertentangan dengan norma hukum pajak, misalnya

membayar pajak yang terutang tidak secara lunas dan jangka waktu pelunasan telah

berakhir.

2.3 Keberatan

Keberatan pajak (tax objektion) adalah “hak” Wajib Pajak yang diatur oleh

Undang-Undang perpajakan yang berlaku di hampir seluruh Negara yang demokratis,

terutama yang sistem perpajakannya menganut self assessment sistem. Wajib Pajak
akan mengajukan keberatan manakala tidak puas atau kurang puas terhadap suatu

ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya.

2.3.1 Pengajuan Keberatan

Di Indonesia, sebagaimana diatur dalam pasal 25 ayat (1) Undang-Undang

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Wajib Pajak dapat mengajukan

keberatan atas suatu:

1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB);

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT);

3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN);

4. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB); atau

5. Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan

perundang-undangan perpajakan.

2.3.2 Ketentuan Pengajuan Keberatan

Keberatan diajukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di tempat

WP terdaftar, dengan syarat:

1. Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.

2. Wajib menyebutkan jumlah pajak yang terutang atau jumlah pajak yang

dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut penghitungan WP dan

disertai alasan-alasan yang jelas.

3. Satu keberatan harus diajukan untuk satu jenis pajak dan satu tahun/ masa

pajak.
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan

pelaksanaan penagihan pajak dan keberatan yang tidak memenuhi syarat, dianggap

bukan Surat Keberatan, sehingga tidak diproses. Mulai 1 Januari 2008 dalam hal

Wajib Pajak mengajukan keberatan atas surat ketetapan pajak, Wajib Pajak wajib

melunasi pajak yang harus dibayar paling sedikit sejumlah yang disetujui Wajib

Pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, sebelum surat keberatan

disampaikan.

2.3.3 Jangka Waktu Pengajuan Keberatan

Keberatan harus diajukan dalam Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal

SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak tanggal dilakukan pemotongan/

pemungutan oleh pihak ketiga.

1. Untuk surat keberatan yang disampaikan langsung ke KPP, maka jangka waktu 3

(tiga) bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN atau sejak

dilakukan pemotongan/pemungutan oleh pihak ketiga sampai saat keberatan

diterima oleh Kantor Pelayanan Pajak.

2. Untuk surat keberatan yang disampaikan melalui pos (harus dengan pos tercatat),

jangka waktu 3 bulan dihitung sejak tanggal SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN

atau sejak dilakukan pemotongan/ pemungutan oleh pihak ketiga sampai dengan

tanggal tanda bukti pengiriman melalui Kantor Pos dan Giro.

Jika lewat tiga bulan, surat keberatan tidak dianggap karena tidak memenuhi

syarat formal.Tetapi juga membolehkan jangka waktu lebih dari tiga bulan jika

“dalam keadaan diluar kekuasaannya.” Inilah klausul yang sering dimanfaatkan oleh
Wajib Pajak.Pengajuan Keberatan tidak menunda kewajiban membayar pajak dan

pelaksanaan penagihan pajak.

2.3.4 Penyelesaian Keberatan

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua betas) bulan

sejak tanggal surat keberatan diterima, harus memberikan keputusan atas keberatan

yang diajukan. Apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas ) telah lewat dan Direktorat

Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka keberatan yang diajukan

tersebut dianggap diterima. Keputusan keberatan dapat berupa menerima seluruhnya

atau sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak terhutang.

2.4 Banding

Banding merupakan upaya dari pemohon banding untuk menyatakan rasa

tidak puasnya terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Pemohon termasuk kuasa hukum ingin melakukan upaya banding ini dengan mulus

dan hasilnya adalah kemenangan untuk pemohon. Ada hal yang perlu dipahami dan

disiasati oleh pemohon banding dan perlu diantisipasi dan discounter oleh aparat

pajak. Seringkali pihak yang bersengketa mempermasalahkan. Jumlah yang terutang

menjadi 0. Dengan berlakunya UU Nomor 28 tahun 2007 .

2.4.1 Syarat-Syarat Banding

1. Banding diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima

Keputusan yang dibanding, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-

undangan perpajakan.
2. Jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterima Keputusan yang

dibanding, tidak mengikat apabila jangka waktu dimaksud tidak dapat

dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaan pemohon Banding.

3. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding.

4. Banding diajukan dengan disertai alasan-alasan yang jelas, dan dicantumkan

tanggal diterima surat keputusan yang dibanding.

5. Pada Surat Banding dilampirkan salinan Keputusan yang dibanding.

6. Dalam hal Banding diajukan terhadap besarnya jumlah Pajak yang terutang,

Banding hanya dapat diajukan apabila jumlah yang terutang dimaksud telah

dibayar sebesar 50% (lima puluh persen).

7. Pemohon banding dapat melengkapi Surat Bandingnya untuk memenuhi

ketentuan yang berlaku, sepanjang masih dalam jangka waktu yang

ditetapkan.

Dari sudut DJP kadang terkaget-kaget dengan keputusan pengadilan pajak.

Dalam aturan perpajakan terdahulu tentang pemberian imbalan bunga bagi wajib

pajak yang diterima keberatannya maupun bandingnya akan dikembalikan total yang

dibayarkan beserta imbalan bunga sebesar 2% perbulan, hal ini akibat ketentuan

perpajakan sebelumnya mengatur bahwa setiap keberatan dan banding tidak menunda

pembayaran pajak yang terutang. Adapun imbalan bunga 2% per bulan dan maksimal

24 bulan, artinya, dalam setahun dapat imbalan bunga sampai 24%, persentase yang

besar dibandingkan bunga deposito perbankan. Seorang konsultan pernah

mengatakan pada saya sehubungan dengan persentase yang besar tersebut, bahwa ada
sebuah perusahaan yang membuka "divisi kasus" (divisi yang khusus menangani

kasus-kasus dalam perusahaan) yang dipimpin setingkat manajer dalam perusahaan

lengkap dengan target dan penghasilannya (termasuk imbalan bunga didalamnya).

Salah satu manifestasi dari asas keadilan yang diberikan Direktorat Jenderal

Pajak (DJP) adalah dengan memberikan imbalan bunga kepada Wajib Pajak, sama

halnya apabila Wajib Pajak salah atau lalai dalam menjalankan kewajiban

perpajakannya maka dikenakan sanksi adminstrasi baik berupa bunga, denda, ataupun

kenaikan dari jumlah kewajiban pajak yang seharusnya dibayar atau terhutang oleh

Wajib Pajak. Saat Wajib Pajak sudah menjalankan kewajiban perpajakannya dengan

baik dan benar, namun dalam waktu bersamaan terjadi kelebihan pembayaran pajak

atas kewajiban yang seharusnya dibayar atau terutang oleh Wajib Pajak maka akan

memperoleh imbalan bunga atas kelebihan tersebut. Dalam hal, putusan majelis

adalah tidak dapat diterima apakah imbalan bunga harus muncul. Walapun tidak

dipermasalahkan oleh pemohon.

2.4.2 Putusan Banding

Putusan Banding adalah surat terbanding kepada Pengadilan Pajak yang berisi

jawaban atas alasan banding yang diajukan oleh pemohon banding. Putusan Banding

merupakan putusan akhir dan mempunyai kekuatan hukum tetap, serta bukan

Keputusan Tata Usaha Negara Dalam sejarah banding, jika dibuatkan prosentase

Putusan Banding, maka sebagian besar Putusan Banding berpihak ke Wajib Pajak.

Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding diterima sebagian atau


seluruhnya maka kelebihan pembayaran dikembalikan dengan ditambah imbalan

bunga sebesar 2% sebulan, untuk selama-lamanya 24 bulan.

Terkait dengan produk akhir dari pengadilan pajak yang berupan putusan,

terdapat 6 jenis putusan pengadilan pajak, yaitu:

a) menolak;

b) mengabulkan sebagian atau seluruhnya;

c) menambah Pajak yang harus dibayar;

d) tidak dapat diterima;

e) membetulkan kesalahan tulis dan / atau kesalahan hitung; dan / atau

f) membatalkan.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kronologi Terbongkarnya Kasus Penggelapan Pajak PT Asian Agri

Awal mula kasus penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT Asian Agri

terbongkar ke publik karena aksi dari group financial controller yang bernama

Vincentius Amin Sutanto (Vincent) membobol brangkas milik PT Asian Agri di

Bank Fortis Singapura senilai US$ 3.1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent

mengetahui seluk beluk keuangan perusahaan PT Asian Agri. PT Asian Agri

melaporkan perbuatan Vincent tersebut ke Poldo Metro Jaya. Vincent juga diburu

oleh perusahaan dan diancam akan dibunuh karena Vincent kabur ke Singapura serta

turut membawa berkas penting PT Asian Agri. Pada saat Vincent kabur, ia menjalin

komunikasi dengan pihak wartawan Tempo.

Pada tanggal 1 Desember 2006, Vincent datag ke KPP dan menceritakan

permasalahan keuangan PT Asian Agri yang dilengkapi oleh dokumen keuangan dan

data digital. Salah satu dokumennya terkait dengan persiapan transfer pricing PT

Asian Agri yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of

Export Sales)”. Dokumen tersebut disusun pada tahun 2002 yang berisi modus PT

Asian Agri menjual produk minyak mentah dari PT Asian Agri ke perusahaan

afiliasi di luar negeri dengan harga dibawah harga pasar dank setelah itu dijual

kembali ke pembeli riil dengan harga tinggi. Terlebih rekan PT Asian Agri diluar
negeri adalah perusahaan fiktif. Tujuannya supaya beban pajak didalam negeri bisa

ditekan.

KPK kemudian menyerahkan kasus tersebut ke Direktorat Jenderal Pajak,

karena permasalahan yang diadukan Vincent terkait dengan pajak. Setelah itu

Direktorat Jenderal Pajak membentuk tim khusus yang terdiri dari tim intelijen,

pemeriksa dan penyelidik. Tim dari Direktorat Jenderal Pajak bekersama dengan

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kejaksaan Agung.

Tim khusus tertugas untuk melakukan rangkaian penyelidikan yang didalamnya

termasuk menggeledah kantor PT Asian Agri yang di Jakarta dan Medan. Kemudian

pada tanggal 11 Desember 2006, Vincent menyerahkan diri kepada Polda Metro Jaya.

Setelah dilakukan penyelidikan oleh tim gabungan tersbeut ditemukan adanya

penggelapan pajak yang terdiri dari penggelapan pajak penghasilan (PPh) dam

penggelapan pajak pertambahan nilai (PPN). Selain ini ditemukan penyimpangan

pencatatan akuntansi sebesar Rp 2,62 triliun yang terjad pada tahun pajak 2002

sampai 2005. Yang terdiri dari penggelembungan biaya perusahaan Rp 1.5 triliun,

mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp 232 miliar, mengecilkan hasil penjualan

Rp 889 miliar. Dengan modus ini, PT Asian Agri diduga telah menggelapkan pajak

penghasilan untuk badan usaha senilai Rp 2.6 triliun. Perhitungan SPT PT Asian Agri

yang digelapkan dari tahun 2002 sampai 2005, dengan hitungan terakhir penggelapan

pajak diduga berpotensi merugikan keuangan negera hingga Rp 1.3 triliun.


Hasil dari investigasi dan penyelidikan yang dilakukan, pada bulan Desember

2007 telah ditetapkan 8 tersangka yang bernama Semion Tarigan, Eddy Lukas, Linda

Rahardja, Andrian, Willihar Tamba, Laksamana Adhyaksa, Tio Bio Kok, dan Lee

Boo Heng. Kedelapan orang tersangka menjabat sebagai pengurus, direktur dan

penanggung jawab perusahaan.

3.2 Penyelesaian Kasus PT Asian Agri Group

PT Asian Agri diduga melakukan penggelapan pajak yang merugikan negara

mencapai Rp 1,3 triliun. Penggelapan pajak tersebut sudah dilakukan sejak beberapa

tahun terakhir. Belum selesai penyelidikan, terdapat wacana mengenai penyelesaian

kasus diluar pengadilan. Padahal menurut undang-undang yang berlaku mengancam

pelaku tindak pidana perpajakan dengan sanksi pidanan dan denda yang cukup berat,

namun kenyataannya masih ada celah untuk pelaku meloloskan diri dari ketok palu

hakim di pengadilan. Pada pasal 44 B UU No. 28 tahun 2007 membuka peluang

penyelesaian kasus diluar pengadilan bagi tindak pidana dibidang perpajakan. Isi dari

pasal tersebut mengatur bahwa menurut permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung

dapat menghentikan penyelidikan dan kasus tersebut berakhir jika wajib pajak yang

melakukan penggelapan pajak, telah melunasi beban pajak beserta sanksi administrasi

yang berupa denda.

Pada 18 Desember 2012, Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui

Putusan Nomor 2239 K/PID.SUS/2012 menghukum Suwir Laut, selaku Tax Manager
Asian Agri Group, dengan hukuman pidana dua tahun penjara dengan percobaan tiga

tahun dan mengharuskan korporasi AAG membayar denda Rp2,52 triliun. Kasus

Asian Agri pada awalnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan

dikuatkan oleh Putusan Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat sebelum akhirnya dibatalkan

dengan putusan kasasi MA.

Sementara, delapan tersangka lain yakni Semion Tarigan, Eddy Lukas, Linda

Rahardja, Andrian, Willihar Tamba, Laksamana Adhyaksa, Tio Bio Kok, dan Lee

Boo Heng status perkaranya sempat menggantung.

Pada Februari 2014 Asian Agri Group akhirnya menyanggupi untuk

membayar denda pajak senilai Rp2,5 triliun namun dilakukan secara mencicil.

Dimulai cicilan pertama dibayarkan sebesar Rp200 miliar pada Senin 3 Maret 2014

dan harus lunas pada Oktober 2014.

2.3 PT Asian Agri Group Mengajukan Banding

PT Asian Agri melayangkan surat keberatan kepada Direktorat Jenderal Pajak

terkait dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak perusahannya. PT Asian

Agri melayangkan surat keberatan setelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau

49% dari total pajak terutang yang mencapai 1.95 triliun. PT Asian Agri dari awal

memang sudah berniat untuk malakukan banding, namun PT Asian Agri harus

terlebih dahulu membayar setengah dari total utang pajak yang sudah dijatuhkan.
PT Asian Agri melayangkan surat keberatan karena menganggap Surat

Ketetapan Pajak (SKP) yang bernilai 1.95 triliun tidak sesuai dan melebihi total

keuntungan perusahaan pada tahun 2002 hingga 2005. Menurut PT Asian Agri total

keuntungan perusahaan selama tahun 2002 sampai 2005 hanya Rp 1.24 triliun.

Sedangkan Direktorat Jenderal Pajak menetapkan utang dan denda yang harus

dibayar oleh PT Asian Agri sebesar Rp 1.95 triliun.

Kemudian dalam kasus yang sama yang ditangani Direktorat Jenderal Pajak, terkait

pajak anak perusahaan Asian Agri juga sudah berjalan. Pada bulan Desember tahun

lalu, Pengadilan Pajak telah menolak upaya banding yang dilakukan oleh dua anak

usaha Asian Agri yaitu PT Rigunas Agri Utama dan PT Raja Garuda Mas Sejati.

PT Rigunas mengajukan banding atas delapan kasus keberatan pajak, sedangkan PT

Raja Garuda Mas Sejati menyodorkan permohonan untuk tujuh kasus. Penolakan

banding Rigunas disampaikan oleh Hakim Ketua Majelis XV A Pengadilan Pajak

Didi Hardiman. Dalam persidangan Didi mengatakan beberapa bahan pertimbangan

putusan tersebut adalah Pasal 31 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002

tentang Pengadilan Pajak.

Menurut Hakim Ketua Majelis XV A Pengadilan Pajak Didi Hardiman, Surat

Ketetapan Pajak bukanlah putusan tata usaha negara sehingga Pengadilan Pajak tidak

berwenang mengadili sengketa tersebut. Majelis pun memutuskan kasus ini bukan

sengketa tata usaha negara di bidang perpajakan sehingga pengadilan tidak

berwenang untuk mengadilinya.


General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya mengatakan, surat keberatan SKP

telah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai

dengan jangka waktu tiga bulan sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada

KONTAN di Jakarta, Rabu (4/9).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui

telah menerima surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib

memberikan keputusan atas keberatan itu paling lambat dua belas bulan.

Meski keberatan, Asian Agri tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalam

SKP. Jika Asian Agri tidak melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP

dapatmelakukan penagihan aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan

dan blokir rekening hingga pelelangan aset

Diketahui, total tagihan Asian Agri Group terhadap DJP mencapai Rp 1,9 triliun,

berasal dari kekurangan pajak ketika kasus Suwir Laut terungkap di Mahmakah

Agung sebesar Rp 1,29 triliun ditambah sanksi administratif sebesar Rp 653 miliar.

Mahkamah Agung (MA) telah memutuskan Asian Agri kalah. Grup yang terdiri dari

14 perusahaan itu pun dikenai denda Rp 2,5 triliun atau 200 persen dari pokok

tunggakan pajaknya. Perusahaan pada 17 September 2014 lalu telah melunasi

kewajiban tersebut.
http://www.pajak.go.id/content/article/kisah-yang-belum-selesai-catatan-atas-kasus-

pajak-grup-asian-agri

http://www.gresnews.com/berita/hukum/90285-kasus-penggelapan-pajak-asian-agri-

kembali-diungkit/1/

https://www.jawapos.com/read/2016/12/06/69193/pengamat-kenapa-kasus-

penggelapan-pajak-asian-agri-jadi-pidana-umum

https://www.merdeka.com/uang/menkeu-ingin-asian-agri-jadi-contoh-penyelesaian-

kasus-pajak.html

http://www.pajak.go.id/content/article/penyelesaian-kasus-tindak-pidana-di-bidang-

perpajakan

Anda mungkin juga menyukai