J6qejc6crqoh8yf7kulh Signature Poli 141126174745 Conversion Gate01

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembaharuan pemikiran dalam dunia Islam merupakan usaha para pemikir
dan para ulama untuk memahami ajaran Islam yang sesungguhnya menurut Al-
Qur’an dan Al-Hadist dengan mempergunakan segenap kemampuan yang
dianugerahkan Allah SWT. Usaha tersebut kemudian dikaitkan dengan berbagai
perkembangan sosial dan budaya yang kini mulai berkembang. Hasil pemikiran
tersebut, kemudian melahirkan berbagai gerakan pembaharuan yang merupakan
pelaksanaan dari hasil pemahaman dan pemikirannya terhadap ajaran Islam Di
Indonesia. Mulai lahir beberapa organisasi atau gerakan islam, diantaranya
adalalah Muhammadiyah yang lebih dari 30 tahun sebelum merdeka, dan
organisasi lainnya yang bergerak di bidang politik, sosial dan pendidikan.
Organisasi ini lahir sebagai bentuk keprihatinan karena melihat kenyataan
umat Islam di Indonesia yang menjalankan perintah-perintah Allah yang tidak
bersumber dari Al-Quran dan tuntunan Rasulullah SAW. Dalam hal itu K.H.
Ahmad Dahlan menghendaki ingin mengajak umat Islam di Indonesia untuk
kembali hidup menurut tuntunan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika dilihat dari amal
usaha dan gerakan Muhammadiyah di bidang sosial kemasyarakatan, khususnya
di bidang pendidikan dan dan kesehatan, maka Muhammadiyah merupakan
organisasi sosial keagamaan yang terbesar di Indonesia. Dengan usaha
Muhammadiyah yang terakhir itu, nilai-nilai ajaran Islam dapat dirasakan oleh
masyarakat menjadi lebih dekat dan akrab dengan permasalahan kehidupan
manusia sehari-hari.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah
sebagai beikut :
1. Apakah Muhammadiyah itu ?
2. Apa saja yang menjadi faktor pendorong berdirinya Muhammadiyah ?
3. Apa saja pemikiran-pemikiran K.H. Ahmad Dahlan mengenai Islam di
Indonesia ?

1
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan III
(AIK III). Selain itu penulis juga ingin mendalami dan mengerti tentang arti dari
muhammadiyah itu sendiri, dan faktor yang melatarbelakangi berdirinya
Muhammadiyah sehingga sampai saat ini masih bisa tetap terjaga sebagai
organisasi sosial kemasyarakatan yang terbesar di Indonesia.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUHAMMADIYAH
Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da’wah amar
ma’ruf nahi munkar (Menurut Wikipedia, da’wah amar ma’ruf nahi munkar
adalah Sebuah frasa dalam bahasa arab yang maksudnya sebuah perintah untuk
mengajak atau menganjurkan hal-hal yang baik dengan mencegah hal-hal yank
buruk bagi masyarakat) dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung
tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-
benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut
seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu’amalat
dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan
dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif.

B. LATAR BELAKANG BERDIRINYA MUHAMMADIYAH


Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November
1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah
kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan
pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah
gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru,
yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri
Kauman Yogyakarta. “Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat
sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu,
seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian
menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan
setelah melalui shalat istikharah. (Darban, 2000: 34).
Setelah Kyai Dahlan menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan
bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai
menyebarkan pembaharuan islam di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu
diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang
bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai
Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari

3
Maskumambang, juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru
Islam seperti IbnTaimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-
Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan
dirinya serta interaksi selama bermukim di Saudi Arabia dan bacaan atas karya-
karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide
pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai
Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan.
Ketika berbicara muhammadiyah dengan berlandaskan pada tafsir QS. Al-
Imrann ayat 104 “ dan hendaklah ada golongan diantara kamu menyeruh
kepada yang ma’ruff dan mencegah dariyang mungkar...” bahwa golongan umat
yang dikatakan beruntung adalah yang mau untuk menyeruh kepada kebaikan
dan mencegah kepada kemungkaran. Yang memang pada masa itu, keadaan
kaum yogyakarta yang mayoritas masih di dominasi oleh kaum abangan
sehinggga kegiatan pribadatan masih tercampur oleh budaya-budaya hindu-
budha yang menjadikan agama islam tidak murni lagi. Pada masa itu kaum
muslim khususnya di yogyakarta walaupun beragama islam tapi masih
tercampur dengan animisme dan dinamisme. Hal ini terlihat dengan adanya
sesajen, ruwutan, dll yang dalam muhammadiyah dikenal dengan istilah penyakit
TBC ( tahayul, bid’ah, khurofat). Dari semangat berjuang inilah kemudian
muncul rumusan untuk mendirikan organisasi kemasyarakkatan. Pada awal
berdirinya masih mencakup ruang lingkup yang kecil yaitu sekitar kerisidenan
Yogyakarta, tetapi kemudian meluas dan berkembang hingga seluruh Indonesia
bahkan sampai keluar negri. Dengan tujuan menciptakan masyarakat islam yang
sebenar benarnya, artinya adalah masyarakat islam yang sesuai dengan sunnah
dan Al’Qur’an tidak lebih dan tidak kurang. Yang harapanya akan terwujud
masyarakat islam yang adil, makmur dan sejahtera.
Ada dua faktor yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang
pertama faktor subjektif dan yang kedua faktor objektif. Faktor objektif dapat di
lihat secara internal dan ekternal, penjelasannya sebagai berikut :

1. Faktor subjektif yaitu hasil pemikiran Islam Ahmad Dahlan.


Bersifat subyek, ialah pelakunya sendiri. Dan ini merupakan faktor
sentral, sedangkan faktor yang lain hanya menjadi penunjang saja. Yang

4
dimaksudkan disini ialah, kalau mau mendirikan Muhammadiyahmaka
harus dimulai dari orangnya sendiri. Kalau tidak, maka Muhammadiyah
bisa dibawa kemana saja.
Lahirnya Muhammadiyah tidak dapat dipisahkan dengan Kiyai
Haji ahmad Dahlan, tokoh kontroversial pada zamannya. Ia dilahirkan
tahun 1868 dan wafat tahun 1923 m, dimakamkan di pemakaman
Karangkajen Yogyakarta, berarti meninggal dalam usia relative muda.
Sudah sejak kanak-kanak beliau diberikan pelajaran dan pendidikan agama
oleh orang tuanya, oleh para guru (ulama) yang ada dalam masyarakat
lingkungannya. Ini menunjukkan rasa keagaman KH Ahamad Dahlan,
tidak hanya berdasarkan naluri, melainkan juga melalui ilmu-ilmu yang
diajarkan kepadanya.
Dikala mudanya, beliau terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan
bebas serta memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama
yang diterimanya dipilih secara selektif. Tidak hanya itu, tetapi sesudah
dipikirkan, dibawa dalam perenungan-perenungan dan ingin dilaksanakan
dengan sebaik-baiknya. Disinilah yang menentukan Ahamd Dahlan
sebagai subjek yang nantinya mendorong berdirinya Muhammadiyah.
Namun faham dan keyakinan agamanya barulah menemukan
wujud dan bentuknya yang mantap sesudah menunaikan ibadah hajinya
yang kedua (1902 M) dan sempat bermukuim beberapa tahun di tanah
suci. Waktu itu beliau sudah mampu dan berkesempatan membaca ataupun
mengkaji kitab-kitab yang disusun oleh alim ulama yang mempunyai
aliran hendak kembali kepada al-Quran dan As- Sunnah dengan
menggunakan akal yang cerdas dan bebas. Faham dan keyakinan agama
yang dilengkapi dengan penghayatan dan pengalaman agamanya inilah
yang mendorong kelahiran Muhammadiyah.

2. Faktor objektif
Faktor objektif yang pertama secara internal, yaitu terdapat ketidak
murnian amalan islam akibat tidak dijadikan Al-Qur’an dan Sunnah
sebagai rujukan.

5
a. Realitas Sosio Agama di Indonesia
Kondisi masyarakat yang masih sangat kental dengan
kebudayaan Hindu dan Budha, memunculkan kepercayaan dan praktik
ibadah yang menyimpang dari Islam. Kepercayaan dan praktik ibadah
tersebut dikenal dengan sitilah Bid’ah dan Khurafat. Khurafat adalah
kepercayaan tanpa pedoman yang sah menurut Al-Qur’an dan Al-
Hadits, hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang mereka.
Sedangkan bid’ah adalah bentuk ibadah yang dilakukan tanpa dasar
pedoman yang jelas, melainkan hanya ikut-ikutan orangtua atau nenek
moyang saja.
Melihat realitas sosio-agama ini mendorong Ahmad Dahlan
untuk mendirikan Muhammadiyah. Namun, gerakan pemurniannya
dalam arti pemurnian ajaran Islam dari bid’ah dan khurafat baru
dilakukan pada tahun 1916. Dalam konteks sosio-agama ini,
Muhammadiyah merupakan gerakan pemurnian yang menginginkan
pembersihan Islam dari semua sinkretisme dan praktik ibadah yang
terlebih tanpa dasar akaran Islam (Takhayul, Bid’ah, Khurafat).

b. Realitas Sosio Pendidikan di Indonesia


Ahmad dahlan mengetahui bahwa pendidikan di Indonesia
terpecah menjadi dua yaitu pendidikan pesantren yang hanya
mengajarkan ajaran-ajaran agama dan pendidikan barat yang sekuler.
Kondisi ini menjadi jurang pemisah antara golongan yang mendapat
pendidikan agama dengan golongan yang mendapatkan pendidikan
sekuler. Kesenjangan ini termanifestasi dalam bentuk berbusana,
berbicara, hidup dan berpikir. Ahmad Dahlan mengkaji secara
mendalam dua sistem pendidikan yang sangat kontras ini.
Dualisme sistem pendidikan diatas membuat prihatin Ahmad
Dahlan, oleh karena itu cita-cita pendidikan Ahmad Dahlan ialah
melahirkan manusia yang berpandangan luas dan memiliki
pengetahuan umum, sekaligus yang bersedia untuk kemajuan
masyarakatnya. Cita-cita ini dilakukan dengan mendirikan lembaga

6
pendidikan dengan kurikulum yang menggabungkan antara Imtak dan
Iptek.
Faktor objektif yang kedua secara ekternal, yaitu disebabkan
politik kolonialisme dan imperialisme Belanda yang menimbulkan
perpecahan di kalangan bangsa Indonesia.
a. Periode Pertama (periode sebelum Snouck Hurgronje)
Belanda berprinsip agar penduduk Indonesia yang
beragama Islam tidak memberontak. Menerapkan dua strategi yaitu
membuat kebijakan-kebijakan yang sifatnya membendung dan
melakukan kristenisasi bagi penduduk Indonesia. Dalam
pelarangan pengalaman ajaran islam, Belanda membatasi
masalah ibadah haji dengan berbagai aturan tetapi pelarangan ini
justru kontraproduktif bagi Belanda karena menjadi sumber
pemicu perlawanan terhadap Belanda sebagai penjajah karena
menghalangi kesempurnaan islam seseorang.

b. Periode Kedua (periode setelah Snouck Hurgronje menjadi


penasihat Belanda untuk urusan pribumi di Indonesia)
Dalam hal ini, tidak semua kegiatan pengamalan Islam
dihalangi bahkan dalam hal tertentu didukung. Kebijakan
didasarkan atas pengalaman Snouck berkunjung ke Makkah
dengan menyamar sebagai seorang muslim bernama Abdul
Ghaffar.
Kebijakan Snouck didasarkan tiga prinsip utama,yaitu:
Pertama rakyat indonesia dibebaskan dalam menjalankan semua
masalah ritual keagamaan seperti ibadah, Kedua pemerintah
berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaan lembaga-
lembaga sosial atau aspek mu’amalah dalam islam, Ketiga
pemerintah tidak menoleransi kegiatan apapun yang dilakukan
kaum muslimin yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-
Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata
menentang pemerintah kolonial Belanda.

7
Adapun faktor-faktor lain yang menjadi pendorong lahirnya
Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi,
sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang
mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam
masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar
kemurniannya lagi.
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak
tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat.
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam
memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan
zaman.
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid
buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme,
formalisme, dan tradisionalisme.
5. Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh
agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di
Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat.

C. PEMIKIRAN – PEMIKIRAN K.H. AHMAD DAHLAN TENTANG ISLAM


DAN UMATNYA
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak
lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan
Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya.
Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua
kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di
Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru
kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh
Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas
Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah
membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah,
Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh,

8
dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama
bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran
Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan.
Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan
gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk
mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan
dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama
yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo.
Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di
Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara
ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar
kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri
tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat.
Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama
”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat
Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom
Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu
Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui
shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan
Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi
kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain
untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut
Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan
memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya
pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari
”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang
dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang
mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya.
Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di
kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”,

9
yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada
umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah
gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis,
yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu
umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8
Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi
yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan
pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten
Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912),
yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus
1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang
diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan
tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat
29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan
tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a.
menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi
Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b.
memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914
ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan
Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam
”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni:
Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931,
Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud
Persyarikatan ini yaitu:

1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di


Hindia Nederland,
2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang
kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.

10
Adapun isi dari pokok-pokok pemikiran dan perspektif keagamaan KH
Ahmad Dahlan berdasarkan dengan sumber dan bahkan yang disebut di atas
adalah sebagai berikut :
1. Dalam bidang Akidah, pandangan KH Ahmad Dahlan sejalan dengan
pandangan dan pemikiran ulama salaf.
2. Menurut perspektif KH Ahmad Dahlan, bahwa beraga adalah beramal.
Artinya, bahwa beragama itu berkarya dan berbuat sesuatu: melakukan
tindakan sesuai dengan isi pedoman al-Qur'an dan Sunnah. Dalam
pengertian ini, orang yang beragama adalah orang yang menghadapkan
jiwa dan hidupnya hanya dengan kepada Allah Swt., yang dibuktikan
dengan tindakan dan perbuatan, seperti rela berkorban, baik dengan harta
benda miliknya atau dengan ilmunya, dan bekerja dalam berbagai segi
kehidupan hanya karena dan untuk Allah semata.
3. Dasar pokok (sumber pokok) hukum Islam menurut KH Ahmad Dahlan
adalah al-Qur'an dan Sunnah. Jika dari keduanya tidak diketemukan
kaidah hukum yang eksplisit, maka ditentukan berdasarkan kepada
penalaran dengan mempergunakan kemampuan berpikir logis (akal
pikiran) serta ijma' dan qiyas.
4. Dalam pandangan KH Ahmad Dahlan terdapat 5 jalan untuk memahami
al- Qur'an, yaitu : mengerti artinya, memahami maksudnya (tafsir), selalu
bertanya pada diri sendiri, apakah larangan agama yang telah diketahui
telah ditinggalkan dan apakah perintah agama yang dipelajari sudah
dikerjakan atau belum, tidak mencari ayat lain sebelum isi ayat
sebelumnya dikerjakan.
5. KH Ahmad Dahlan menyatakan bahwa tindakan nyata adalah wujud
konkrit dari hasil penerjemahan al-Qur'an dan organisasi adalah wadah
tindakan nyata tersebut. Untuk memperoleh pemahaman demikian, orang
Islam harus selalu memperluas dan mempertajam kemampuan akal pikiran
dengan ilmu logika atau ilmu mantik (mantiq)
6. Sesuai dengan dasar pemikiran bahwa sesorang itu perlu suka dan
bergembira, maka orang tersebut harus yakin bahwa mati adalah bahaya,
akan tetapi lupa kematian merupakan bahaya yang jauh lebih besar dari

11
kematian itu sendiri. Disamping itu, kyai menyatakan selanjutnya, bahwa
harus ditanamkan dalam hati seseorang ghirah dan gerak hati untuk maju
dengan landasan moral dan ikhlas dalam beramal.
7. Kunci persoalan kehidupan adalah peningkatan kualitas hidup dan
kemajuan yang sedang berkembang dalam tata kehidupan masyarakat
(dalam kaitannya dengan pandangan ini kyai menyampaikan pesan kepada
umat untuk menjadi insinyur, guru, master dan untuk kembali berjuang
dalam Muhammdiyah)
8. Pembinaan generasi muda (kader) dilakukan kyai dengan jalan interaksi
langsung. Untuk melaksanakan teorinya tersebut, kyai mendirikan
kepanduan yang selanjutnya diberi nama Hisbul-Wathan(HW)
9. Strategi menghadapi perubahan sosial akibat modernisasi adalah merujuk
kepada al-Qur'an, menghilangkan sikap fatalisme, dan sikap taqlid.
Strategi tersebut dilaksanakan dengan menghidupkan kiwa dan semangat
ijtihad melalui peningkatan kemampuan berpikir logis-rasional dan
mengkaji realitas sosial.

12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Muhammadiyah adalah salah satu orgnisasi Islam pembaharu di
Indonesia. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun oleh K.H. Ahmad Dahlan
sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan
pembaharuan Islam. maksud dan tujuan Muhamadiyah, yaitu Menegakkan dan
menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan
makmur yang diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala.Muhammad Darwis atau
lebih dikenal dengan K.H. Ahmad Dahlan menuntut ilmu di kota suci
Makkah, dan hasil dari pendidikannya itu kemudian beliau membentuk sebuah
wadah perubahan untuk kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah Rasullullah
sesuai dengan arti Muhammadiyah yaitu pengikut Nabi Muhammad SAW.
Dari terbentuknya Muhammadiyah di kampung Kauman Yogyakarta pada
tanggal 8 Dzulhijah 1330 H yang bertepatan pada 18 November 1912 M dan
tersebarluas hampir seluruh Indonesia sehingga menjadi organisasi besar
sampai dengan sekarang tidak lepas dari buah pikiran K.H. Ahmad Dahlan.

B. Saran dan Kritik

13

Anda mungkin juga menyukai