Makalah Jual Beli

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

METODOLOGI PEMBELAJARAN PAI

“JUAL BELI”

OLEH :
KELOMPOK V
MUH. ASRUL
MUH. ALGI YUSRAN
SUDARMAN

INSTITUT AGAMA ISLAM AS’ADIYAH


SENGKANG
2019
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Penulis panjatkan puji syukur dengan berkat rahmat Allah SWT,
yang telah memudahkan Penulis dalam menyelesaikan tugas makalah ini dengan
baik. Shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW,
Rasulullah terakhir yang diutus dengan membawa syari’ah yang mudah, penuh
rahmat, dan membawa keselamatan dalam kehidupan dunia dan akhirat.
Makalah berjudul “Jual Beli (Bai’) ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Fiqih Muamalah. Penulis telah berusaha semaksimal mungkin sesuai dengan
kemampuan yang ada agar makalah ini dapat tersusun sesuai harapan. Sesuai dengan
fitrahnya, manusia diciptakan Allah sebagai makhluk yang tak luput dari kesalahan
dan kekhilafan, maka dalam makalah yang Penulis susun ini belum mencapai tahap
kesempurnaan.
Terakhir, Penulis mengucapkan Jazakumullah akhsanal jaza, kepada pihak-
pihak yang turut membantu dalam proses penyelesaian makalah ini, khususnya
kepada Bapak Asep Sopyan yang telah memberikan tugas dan bimbingan dalam
penyusunan makalah ini. Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat
untuk kita semua dalam kehidupan sehari-hari. Adapun kritik dan saran sangat
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Sengkang, Oktober 2019


Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 2
A. Pengertian Jual Beli........................................................................ 2
B. Landasan Hukum Jual Beli............................................................. 2
C. Syarat dan Rukun Jual Beli............................................................. 3
1. Syarat Jual Beli......................................................................... 3
2. Rukun Jual Beli......................................................................... 4
3. Hukum (Ketetapan) Bai’ Beserta Pembahasan
Barang dan Harga..................................................................... 4
D. Macam-macam Jual Beli................................................................. 6
E. Jual Beli yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama................ 8

BAB III PENUTUP............................................................................................. 9


A. Kesimpulan..................................................................................... 9
B. Saran............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan
seorang hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah
dan mengatur pula hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan
muamalah ma’annas. Nah, hubungan dengan sesama inilah yang melahirkan suatu
cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan Fiqih muamalah. Aspek kajiannya
adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau hubungan antara umat
satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa, hutang
piutang dan lain-lain.
Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti
melaksanakan suatu transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual
menjual barangnya, dan si pembeli membelinya dengan menukarkan barang itu
dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.Jika zaman
dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan bertemunya kedua belah
pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada satu ruang
saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kartu
kredit, ATM, dan lain-lain sehingga kedua belah pihak dapat bertransaksi dengan
lancar.
Dengan cara demikian kehidupan masyarakat menjadi teratur dan subur,
pertalian yang satu dengan yang lainpun menjadi lebih teguh. Akan tetapi sifat
loba dan tamak tetap ada pada manusia, suka mementingkan diri sendiri supaya
hak masing-masing jangan sampai tersia-sia, dan juga menjaga kemaslahatan
umum agar pertukaran dapat berjalan dengan lancar dan teratur. Oleh sebab itu
agama memberi peraturan yang sebaik-baiknya; karena dengan teraturnya
muamalat, maka penghidupan manusia jadi terjamin pula dengan sebaik-baiknya
sehingga pembantahan dan dendam-mendendam tidak akan terjadi.
Nasihat Luqmanul Hakim kepada anaknya, “Wahai anakku! Berusahalah
untuk menghilangkan kemiskinan dengan usaha yang halal. Sesungguhnya orang
yang berusaha dengan jalan yang halal itu tidaklah akan mendapat kemiskinan,
kecuali apabila dia telah dihinggapi oleh tiga macam penyakit: (1) tipis
kepercayaan agamanya, (2) lemah akalnya, (3) hilang kesopanannya,”

B. RumusanMasalah
Dari beberapa uraian diatas tentang Ba’i atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan, maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak
ada keraguan lagi.
1. Apa yang Dimaksud dengan Jual Beli ?
2. Bagaimana Hukum Jual beli ?
3. Apa Saja Rukun-rukun dan Syarat-syarat Jual Beli ?
4. Sebutkan Macam-macam Jual Beli ?
5. Apa Saja Jual Beli yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama ?

C. TujuanPenulisan
Dari beberapa uraian rumusan masalah diatas, maka dapat di spesifikan
beberapa tujuan penulis menyusun makalah ini, diantaranya :
1. Mahasiswa dapat memahami ruang lingkup jual beli dalam Fiqih Muamalah.
2. Untuk memperdalam materi jual beli agar bisa menerapkan keluar.
3. Memenuhi tugas mata kuliah Fiqih Muamalah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Jual Beli


Arti jual beli secara bahasa adalah menukar sesuatu dengan sesuatu. Jual
beli menurut syara’ adalah akad tukar menukar harta dengan harta yang lain
melalui tata cara yang telah ditentukan oleh hukum islam. Yang dimaksud kata
“harta” adalah terdiri dari dua macam. Pertama; harta yang berupa barang,
misalnya buku, rumah, mobil dll. Kedua; harta yang berupa manfaat (jasa),
misalnya pulsa telephone, pulsa listrik, dan lain-lain.
Sedangkan menurut istilah, yang dimaksud jual beli adalah :
1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan
melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling
merelakan;
2. Menurut Syekh Muhammad ibn Qasim Al-Ghazzi : Pengertian jual beli yang
tepat ialah, memiliki suatu harta (uang) dengan mengganti sesuatu atas dasar
izin syara, sekedar memiliki izin manfaatnya saja yang diperbolehkan syara
untuk selamanya yang demikian itu harus dengan melalui pembayaran yang
berupa uang;
3. Menurut Imam Taqiyuddin dalam kitab Kiffayatul al-Akhyar : Pengertian jual
beli adalah, saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf)
dengan ijab qobul, dengan apa yang sesuai dengan syara;
4. Menurut Syekh Zakaria al-Anshari dalam kitabnya, Fath al-Wahab:
Pengertian jual beli adalah, Tukar menukar benda lain dengan cara yang
khusus (dibolehkan);
5. Menurut Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh Sunnah : Pengertian jual beli
adalah, penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling atau
memindahkan hak milik dengan ada penggantinya melalui jalan (cara) yang
diperbolehkan;
6. Ada sebagian ulama memberikan pemaknaan tentang julan beli (ba’i)
diantaranya; Ulama Hanafiyah “Jual beli adalah pertukaran harta dengan harta
(benda) berdasarkan cara khusus (yang diperbolehkan) syara’ yang
disepakati”. Menurut Imam Nawawi dalam al-majmu’ mengatakan “Jual beli
adalah pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan”. Menukar barang
dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik
atas dasar saling merelakan.

B. Landasan Hukum Jual Beli


Dasar hukum (landasan syara’) jual beli adalah sebagai berikut :
1. Dasar Al-Qur’an

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamu


dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku
dengan suka sama suka diantara kamu ......... (Q.S. AN-Nisa : 29)

2. Al-Hadits :
“Dari Rifa’ah ibn Rafi’ RA. Nabi Muhammad SAW., Ditanya tentang mata
pencaharian yang paling baik, beliau menjawab, ‘Seseorang yang bekerja

2
dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur’.” (HR. Bazzar, hakim
menyahihkannya dari Rifa’ah ibn Rafi’)

Maksud Mabrur dalam hadits diatas adalah jual beli yang terhindar dari
usaha tipu-menipu, dan merugikan orang lain.
Berdasarkan dalil-dalil tersebut diatas maka hukum dari jual beli adalah
halal atau boleh.
3. Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual-beli diperbolehkan dengan alasan
bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa
bantuan orang lain. Namun demikian, bantuan atau barang milik orang lain
yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang lainnya yang sesuai.
4. Hukum-hukum yang bersangkutan paut dengan jual beli :
a. Mubah (boleh), ialah asal hukum jual beli;
b. Wajib, seperti wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa, begitu juga
qadhi menjua harta muflis (orang yang lebih banyak utangnya daripada
hartanya) sebagaimana akan datang keterangannya tentang muflis;
c. Haram, sebagaimana yang telah lalu apa-apa jual beli yang terlarang;
d. Sunat, seperti jual beli kepada sahabat atau pamili yang dikasihi, dan
kepada orang yang sangat berhajat kepada barang itu.

C. Syarat dan Rukun Jual Beli


1. Syarat Jual Beli
Syarat adalah hal-hal yang harus ada atau dipenuhi sebelum transaksi
jual beli
a. Syarat Penjual dan Pembeli atau pihak yang bertransaksi (Aqid) adalah :
1) Berakal, agar dia tidak terkecoh, orang yang gila atau bodoh tidak sah
jual belinya.
2) Dengan kehendak sendiri (bukan dipaksa), keterangannya yaitu ayat
diatas tentang suka sama suka.
3) Tidak mubazir (pemboros), sebab harta orang mubazir itu di tangan
walinya, sedangkan dalam jual beli itu harus barang milik sendiri.
4) Balig (berumur 15 tahun ke atas/dewasa), anak kecil tidak sah jual
belinya, adapun anak yang sudah mengerti tetapi belum sampai pada
umur dewasa, menurut pendapat sebagian para ulama mereka
diperbolehkan berjual-beli barang yang kecil-kecil; karena kalau tidak
diperbolehkan sudah tentu menjadi kesulitan dan kesukaran,
sedangkan agama islam sekali-kali tidak akan menetapkan peraturan
yang mendatangkan kesulitan kepada pemeluknya.
b. Syarat Barang yang diperjual-belikan atau objek jual beli (Ma’qud Alaih)
1) Suci, barang najis tidak sah di jual dan tidak boleh dijadikan uang
untuk dibelikan, seperti kulit binatang atau bangkai yang belum
disamak (dikuliti).
2) Ada manfaatnya, tidak boleh menjual sesuatu yang tidak ada
manfaatnya. Dilarang pula mengambil tukarannya karena hal itu
termasuk dalam arti menyia-nyiakan (memboroskan) harta yang
terlarang.
3) Barang itu dapat diserahkan, tidak sah menjual suatu barang yang
tidak dapat diserahkan kepada yang membeli, misalnya ikan dalam
laut, barang rampasan yang masih berada di tangan yang
merampasnya, barang yang sedang dijaminkan, sebab semua itu
mengandung tipu daya (kecohan).

3
4) Barang tersebut merupakan kepunyaan si penjual, kepunyaan yang
diwakilinya, atau yang mengusahakan.
5) Barang tersebut diketahui oleh si penjual dan si pembeli, zat, bentuk,
kada (ukuran) dan sifat-sifatnya jelas, sehingga antara keduanya tidak
akan terjadi kecoh-mengecoh.
c. Syarat ucapan serah terima (Ijab dan Kabul)
Ijab kabul dapat dilakukan dengan kata-kata penyerahan dan
penerimaan atau dapat juga berbentuk tulisan seperti faktur, kuitansi, atau
nota dan lain sebagainya.
Ijab adalah perkataan penjual, umpanya, “saya jual barang ini
sekian”.
Kabul adalah ucapan si pembeli, “Saya terima (saya beli) dengan
harga sekian.” Keterangannya yaitu ayat yang mengatakan bahwa jual beli
itu suka sama suka.
Sedangkan suka sama suka itu tidak dapat diketahui dengan jelas
kecuali dengan perkataan, karena perasaan suka itu bergantung pada hati
masing-masing. Ini pendapat kebanyakan para ulama. Tetapi Imam
Nawawi, Mutawali, Bagawi dan beberapa ulama yang berpendapat bahwa
lafaz itu tidak menjadi rukun, hanya menurut adat kebiasaan saja. Apabila
menurut telah berlaku bahwa hal yang seperti itu sudah dipandang sebagai
jual beli, maka itu saja sudah cukup karena tidak ada suatu dalil yang jelas
untuk mewajibkan lafaz.
Menurut ulama yang mewajibkan lafaz, lafaz itu diwajibkan
memenuhi beberapa syarat :
1) Keadaan ijab dan kabul berhubungan. Artinya salah satu dari
keduanya pantas menjadi jawaban dari yang lain dan belum berselang
lama.
2) Makna keduanya hendaklah mufakat (sama) walau lafaz keduanya
berlainan.
3) Keduanya tidak disangkutkan dengan urusan yang lain, seperti katanya
“Kalau saya jadi pergi, saya jual barang ini sekian.”
4) Tidak berwaktu, sebab jual beli berwaktu seperti sebulan atau setahun,
tidak sah.
2. Rukun Jual Beli
Rukun adalah hal-hal yang harus ada dan terpenuhi dalam pelaksanaan
transaksi jual beli, Rukun jual beli ada 3 :
a. Aqid (Pihak yang bertransaksi)
b. Ma’qud Alaih mencakup barang yang jual dan harganya
c. Sighat Ijab Kabul (ucapan serah terima dari penjual dan pembeli)

3. Hukum (Ketetapan) Ba’i Beserta Pembahasan Barang dan Harga


a. Hukum (Ketetapan) Akad
Hukum akad adalah tujuan dari akad. Dalam jual beli, ketetapan
akad adalah menjadikan barang sebagai milik pembeli dan menjadikan
harga atau uang sebagai milik penjual.
Secara mutlak hukum akad dibagi tiga bagian :
1) Dimaksudkan sebagai taklif, yang berkaitan dengan wajib, haram,
sunah, makruh, dan mubah.
2) Dimaksudkan sesuai dengan sifat-sifat syara’ dan perbuatan, yaitu :
sah, luzum, dan tidak luzum, seperti pernyataan, “akad yang sesuai
dengan rukun dan syaratnya disebut sahih lazim.”
3) Dimaksudkan sebagai dampak tasharruf syara’, seperti wasiat yang
memenuhi ketentuan syara’ berdampak pada beberapa ketentuan, baik

4
bagi orang yang diberi wasiat, maupun bagi orang atau benda yang
diwasiatkan.
Hukum atau ketetapan yang dimaksud pada pembahasan akad jual-
beli ini, yakni menetapkan barang milik pembeli dan menetapkan uang
milik penjual.
Hak-hak akad (huquq al-aqd) adalah aktifitas yang harus dikerjakan
sehingga menghasilkan hukum akad, seperti menyerahkan barang yang
dijual, memegang harga (uang), mengembalikan barang yang cacat,
khiyar, dan lain-lain.
Adapun hak jual-beli yang mengikuti hukum adalah segala sesuatu
yang berkaitan dengan barang yang dibeli, yang meliputi berbagai hak
yang harus ada dari benda tersebut yang disebut pengiring (murafiq).
Kaidah umum dari masalah ini misalnya : segala sesutau yang berkaitan
dengan rumah adalah termasuk pintu, jendela, WC, dapur dan lain-lain,
walaupun tidak disebutkan ketika akad, kecuali jika ada pengecualian.
b. Tsaman (harga) dan Mabi’ (Barang Jualan)
1) Pengertian harga dan mabi’
Secara umum, mabi’ adalah “ma yata’ayyanu bitt ta’yiinn”
(perkara yang menjadi tentu dengan ditentukan”. Sedangkan
pengertian harga secara umum adalah “ma laa yata’ayyanu bitt
ta’yiinn” (perkkara yang tidak tentu dengan ditentukan).
Definisi diatas sebenarnya sangat umum sebab sangat
bergantung pada bentuk dan barang yang diperjualbelikan.
Adakalanya mabi’tidak memerlukan penentuan, sebaliknya harga
memerlukan penentuan, seperti penetapan uang muka.
Imam syafi’i dan jafar berpendapat bahwa harga dan mabi’
termasuk dua nama yang berbeda bentuknya, tetapi maksudnya satu
perbedaan diantara keduanya dalam hukum adalah penggunaan huruf
Ba (dengan).
2) Penentuan mabi’ (barang jualan)
Penentuan Mabi’ adalah penentuan barang yang akan dijual dari
barang-barang lainnya yang tidak akan dijual. Jika penentuan tersebut
menolong atau menentukan akad, baik pada jual beli yang barangnya
ada di tempat akad atau tidak apabila mabi’ tidak ditentukan dalam
akad, penentuannya adalah dengan cara penyerahan mabi’ tersebut.
3) Perbedaan Harga, Nilai, dan Utang
a) Harga
Harga hanya terjadi pada akad, yakni sesuatu yang direlakan dalam
akad, baik lebih sedikit, lebih besar, atau sama dengan nilai
barang. Biasanya harga dijadikan penukar barang yang diridai oleh
kedua pihak yang berakad.
b) Nilai Sesuatu
Sesuatu yang dinilai sama menurut pandangan manusia.
c) Utang
Utang adalah sesuatu yang menjadi tanggungan seseorang dalam
urusan harta, yang keberadaannya disebabkan adanya beberapa
iltijam, yakni keharusan untuk mengerjakan atau tidak untuk
mengerjakan sesuatu untuk orang lain, seperti merusak harta
ghasab, berutang, dan lain lain.
4) Perbedaan Mabi’ dan Harga
Kaidah umum tentang mabi’ dan harga adalah segala sesuatu
yang dijadikan mabi’ adalah sah dijadikan harga, tetapi tidak semua
harga dapat dijadikan mabi’

5
Diantara perbedaan antara mabi’ dan Tsaman adalah :
a) Secara umum uang adalah harga, sedangkan barang yang dijual
adalah mabi’;
b) Jika tidak menggunakan uang, barang yang akan ditukarkan adalah
mabi’ dan penukarnya adalah harga.
5) Ketetapan Mabi’ dan Harga
Hukum-hukum yang berkaitan dengan mabi’ dan harga antara
lain :
a) Mabi disyaratkan haruslah harta yang bermanfaat, sedangkan
harga tidak disyaratkan demikian.
b) Mabi’ disyaratkan harus ada dalam kepemilikan penjual,
sedangkan harga tidak disyaratkan demikian.
c) Tidak boleh mendahulukan harga pada jual-beli pesanan,
sebaliknya mabi’ harus di dahulukan.
d) Orang yang bertanggung jawab atas harga adalah pembeli
sedangkan yang bertanggung jawab atas mabi’ adalah penjual.
e) Menurut ulama Hanafiyah, akad tanpa menyebutkan harga adalah
fasid dan akad tanpa menyebutkan mabi’ adalah batal.
f) Mabi’ rusak sebelum penyerahan adalah batal, sedangkan bila
harga rusak sebelum penyerahan, tidak batal.
g) Tidak boleh tasharruf atas barang yang belum diterimanya, tetapi
dibolehkan bagi penjual untuk tasharruf sebelum menerima.

D. Macam-Macam Jual Beli


1. Bai’ Sohihah
Yaitu akad jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya.
2. Bai Fasidah
Yaitu akad jual yang tidak memenuhi salah satu atau seluruh syarat dan
rukunnya .
a. Macam-macam Bai’ Sohihah
1) Jual beli barang yang terlihat secara jelas dan ada ditempat terjadinya
transaksi.
2) Jual beli barang yang pesanan yang lazim dikenal dengan istilah
dengan akad salam.
3) Jual beli mas atau perak, baik sejenis atau tidak (bai’ sharf).
4) Jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan ditambah
keuntungan (bai murabahah).
5) Jual beli barang secara kerja sama atau serikat (bai isyrak).
6) Jual beli barang dengan cara penjual memberi diskon kepada pembeli
(bai muhatah).
7) Jual beli barang dengan harga pokok, tanpa ada keuntungan (bai’
tauliyah).
8) Jual beli hewan dengan hewan (bai muqabadah).
9) Jual beli barang dengan syarat khiyar, yaitu perjanjian yang telah
disepakati antara penjual dan pembeli, untuk mengembalikan barang
yang diperjual belikan, jika tidak ada kecocokan didalam masa yang
telah disepakati oleh keduanya.
10) Jual beli barang dengan syarat tidak ada cacat (bai bisyarti al baro)
b. Macam-macam bai’ fasidah (terlarang)
Jual beli terlarang artinya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat
jual beli, yaitu :
1) Jual Beli Sistem Ijon

6
Maksud dari jual beli sistem Ijon adalah jual beli hasil tanaman yang
masih belum nyata buahnya, belum ada isinya, belum ada buahnya,
seperti jual beli padi masih muda, jual beli mangga masih berwujud
bunga, semua itu kemungkinan besar masih bisa rusak yang akan
dapat merugikan kedua belah pihak. Rasulullah saw bersabda : “Dari
Ibnu Umar, Nabi Muhammad SAW, telah melarang jual beli buah-
buahan sehingga nyata baiknya buah itu (pantas untuk diambil dan
dipetik buahnya)” HR. Bukhori dan Muslim.
2) Jual beli barang haram
Jual beli barang yang diharamkan hukumnya tidak sah atau dilarang
serta karena haram hukumnya. Seperti jual beli minuman keras
(khamr), bangkai, darah, daging babi, patung berhala dan sebagainya.
3) Jual beli sperma hewan
Jual beli sperma hewan tidak sah, karena sperma tidak dapat diketahui
kadarnya dan tidak dapat diterima wujudnya, rasulullah saw,
bersabda : “rasulullah saw, telah melarang jual beli kelebihan air
(sperma)” (H.R Muslim)
4) Jual beli anak binatang yang masih ada dalam kandungan induknya
Hal ini dilarang karena belum jelas kemungkinannya ketika lahir hidup
atau mati. Rasulullah saw, bersabda : “sesungguhnya rasulullah saw,
melarang jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan
induknya” (H.R Bukhori dan Muslim)
5) Jual beli barang yang belum dimiliki
Maksudnya adalah jual beli yang barangnya belum diterima dan masih
berada di tangan penjual pertama. Rasulullah saw, bersabda : “nabi
Muhammad saw, telah bersabda janganlah engkau menjual sesuatu
yang baru saja engkau beli, sehingga engkau menerima (memegang)
barang itu” (HR. Ahmad dan Baihaqi)
6) Jual beli barang yang belum jelas
Menjual buah-buahan yang belum nyata buahnya, sabda nabi
Muhammad saw, dari Ibnu Umar Ra : “Nabi Muhammad saw, telah
melarang menjual buah-buahan yang tidak tampak manfaatnya” (HR.
Muttafaq Alaih)
3. Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam :
a. Jual beli saham (pesanan)
Jual beli saham adalah jual-beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan
cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar
belakangan.
b. Jual-beli muqayadhah (barter)
Jual beli muqayadhah adalah jual beli dengan cara menukar barang
dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.
c. Jual beli muthlaq
Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah
disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.
d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar
Jual beli alat penukar dengan alat penukar adalah jual beli barang yang
biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti
uang perak dengan uang emas.
4. Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian :
a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah),
b. Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya
(at-tauliyah),
c. Jual beli rugi (al-khasarah)

7
d. Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi
kedua orang yang akad saling meridai, jual beli seperti inilah yang
berkembang sekarang.

E. Jual Beli Yang Sah Hukumnya, Tetapi Dilarang Agama


Jual beli ini hukumnya sah, tetapi dilarang oleh agama karena adanya suatu
sebab atau akibat dari perbuatan tersebut, yaitu :
1. Jual beli pada saat Khutbah dan shalat jum’at
Larangan melakukan kegiatan jual beli pada saat khutbah dan shalat
jum’at ini tentu bagi laki-laki muslim, karena pada waktu itu setiap muslim
laki-laki wajib melaksanakan shalat jum’at, Allah swt, berfirman :

“hai orang-orang yang beriman, apabila diserukan untuk menunaikan shalat,


maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah, dan tinggalkanlah jual beli,
yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui”
(Q.S Al-Jum’ah : 9)

2. Jual beli dengan cara menghadang di jalan sebelum sampai ke pasar


Jual beli seperti ini, penjual tidak mengetahui harga pasar yang
sebenarnya, dengan tujuan barang akan dibeli dengan harga yang serendah-
rendahnya, selanjutnya akan dijual di pasar dengan harga setinggi-tingginya.
Rasulullah saw, bersabda : “janganlah kamu menghambat orang-orang yang
akan pasar” (H.R Bukhori dan Muslim).
3. Jual beli dengan niat menimbun barang
Jual beli ini tidak terpuji, oleh karena itu dilarang, karena pada saat
orang banyak membutuhkan justru ia menimbun dan akan dijual dengan harga
setinggi-tingginya pada saat barang-barang yang ia timbun langka.
4. Jual beli dengan cara mengurangi ukuran dan timbangan
Contoh jual beli mengurangi ukuran dan timbangan adalah apabila ia
bermaksud menipu, ia menjual minyak tanah dengan mengatakan satu liter
ternyata tidak ada satu liter, menjual beras 1 kg, ternyata setelah ditimbang
hanya 8 ons dan sebagainya.
5. Jual beli dengan cara mengecoh
Jual beli ini termasuk menipu sehingga dilarang, misalnya penjual
mangga meletakkan mangga yang bagus-bagus diatas onggokan, sedangkan
yang jelek-jelek ditempatkan dibawah onggokan.
6. Jual beli barang yang masih di tawar orang lain
Apabila masih terjadi tawar menawar antara penjual dan pembeli
hendaknya penjual tidak menjual tidak menjual barang tersebut kepada orang
lain sebaliknya apabila seseorang akan membeli suatu barang maka
hendaknya tidak ikut membeli suatu barang yang sedang ditawar oleh orang
lain, kecuali sudah tidak ada kepastian dari orang tersebut atau sudah
membatalkan jual belinya.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa jual beli itu
diperbolehkan dalam Islam.Hal ini dikarenakan jual beli adalah sarana manusia
dalam mencukupi kebutuhan mereka, dan menjalin silaturahmi antara
mereka.Namun demikian, tidak semua jual beli diperbolehkan.Ada juga jual beli
yang dilarang karena tidak memenuhi rukun atau syarat jual beli yang sudah
disyariatkan. Rukun jual beli adalah adanya akad (ijab kabul), subjek akad dan
objek akad yang kesemuanya mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan
itu semua telah dijelaskan di atas.Walaupun banyak perbedaan pendapat dari
kalangan ulama dalam menentukan rukun dan syarat jual beli, namun pada intinya
terdapat kesamaan, yang berbeda hanyalah perumusannya saja, tetapi inti dari
rukun dan syaratnya hampir sama.
Bagi umat Islam yang melakukan bisnis dan selalu berpegang teguh pada
norma-norma hukum islam, akan mendapat berbagai hikmah diantaranya; (a)
bahwa jual beli (bisnis) dalam islam dapat bernilai sosial atau tolong menolong
terhadap sesama, akan menumbuhkan berbagai pahala, (b) bisnis dalam islam
merupakan salah satu cara untuk menjaga kebersihan dan halalnya harta yang
dimakan untuk dirinya dan keluarganya, (c) bisnis dalam islam merupakan cara
untuk memberantas kemalasan, pengangguran dan pemerasan kepada orang lain,
(d) berbisnis dengan jujur, sabar, ramah, memberikan pelayanan yang memuaskan
sebagaimana yang diajarkan dalam islam akan selalu menjalin persahabatan
kepada sesama manusia.

B. Saran
Jual beli merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh setiap manusia,
namun pada zaman sekarang manusia tidak menghiraukan hukum islam. Oleh
karena itu, sering terjadi penipuan dimana-mana. Untuk menjaga perdamaian dan
ketertiban sebaiknya kita berhati-hati dalam bertransaksi dan alangkah baiknya
menerapkan hukum islam dalam interaksinya.
Allah SWT telah berfirman bahwasannya Allah memperbolehkan jual beli
dan mengharamkan riba.Maka dari itu, jauhilah riba dan jangan sampai kita
melakukun riba. Karena sesungguhnya riba dapat merugikan orang lain.

9
DAFTAR PUSTAKA

Syafe'i, Rachmat. 2006. Fiqih Muamalah. Bandung : Cv. Pustaka setia.


Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqh Islam, Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo.
Syafe’i, Nurdin. 2016. Buku Siswa Fiqih Madrasah Tsanawiyah Kelas IX.
Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia.
Zuhdi, Masjfuk. 1997. Masail Fiqhiyah, Jakarta : PT. Toko Gunung Agung.
S Shobirin. (2016). “Jual Beli dalam Pandangan Islam”. [online]. Tersedia :
journal.stainkudus.ac.id/index.php/Bisnis/article/download/1494/1372.

10

Anda mungkin juga menyukai