Laporan Pendahuluan KB Dan Kespro Done

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN KB KESPRO

Dalam guna Memenuhi Persyaratan Ketuntasan Praktik Asuhan KB Kespro

Program Studi Sarjana Terapan Kebidanan

Disusun Oleh :

Evi Novitasari
NIM PO.62.24.2.23.827

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN PALANGKA RAYA
PROGRAM SARJANA TERAPAN KEBIDANAN
2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Praktik Asuhan Kebidanan KB Kespro

Telah Disahkan Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Institusi,

Yeni Lucin, S.Kep., MPH


NIP.19650727 198602 2 001

Mengetahui,

Program Studi Sarjana Terapan Koordinator Mata Kuliah Asuhan


Kebidanan dan Profesi Bidan Kebidanan KB dan Kesehatan
Reproduksi

Erina Eka Hatini, SST., MPH Eline Charla Sabatina B, SST., M.Kes
NIP.19800608 200112 2 001 NIP.19860621 200912 2 002

i
KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan Pendahuluan ini dapat terselesaikan karena
berkat dan penyertaan-Nya yang senantiasa di curahkan dalam hidup saya.

Penulis menyadari dalam penyusunan ini banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak serta Laporan Pendahuluan ini berwujud tidak hanya dari usaha atau kerja keras penulis
sendiri tetapi mendapat bimbingan, bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa Laporan Pendahuluan ini jauh dari kata sempurna
mengingat keterbatasan ilmu dan pengetahuan, pengalaman serta waktu sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan
Laporan Pendahuluan ini.

Palangka Raya, 13 Maret 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
A. Konsep Dasar Keluarga Berencana........................................................................3
1. Definisi Keluarga Berencana............................................................................4
2. Tujuan Keluarga Berencana.............................................................................4
3. Konseling Keluarga Berencana........................................................................5
4. Metode KB.......................................................................................................9
a. Alamiah......................................................................................................9
b. KB Hormonal............................................................................................10
c. Alat Kontrasepsi dalam Rahim..................................................................14
1) Profil....................................................................................................14
2) Jenis.....................................................................................................14
3) Mekanisme Kerja dll...........................................................................14
4) Pemasangan dan Pencabutan AKDR...................................................15
d. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit...................................................................23
1) Profil...................................................................................................23
2) Jenis.....................................................................................................23
3) Mekanisme Kerja dll...........................................................................24
4) Pemasangan dan Pencabutan AKBK..................................................24
c. Kontrasepsi Mantap...................................................................................26
1) MOW..................................................................................................26
2) MOP....................................................................................................27
B. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi....................................................................29
1. Definisi Kespro................................................................................................29
2. Kespro dalam Pespektif gender.......................................................................31
3. Isu-isu Kesehatan Perempuan..........................................................................33

iii
4. Masalah-masalah kespro yang sering terjadi pada siklus reproduksi perempuan
5. Mendeteksi dini kanker pada wanita...............................................................34
a. Kanker Serviks..........................................................................................34
b. Kanker Payudara........................................................................................37
C. Evidence Based Midwifery Pada KB dan Kespro.................................................40
1. EBM Asuhan Keluarga Berencana..................................................................40
2. EMB Asuhan Kesehatan Reproduksi..............................................................43
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................45

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam rangka menjamin kesehatan ibu, pasangan yang sah mempunyai peran
untuk meningkatkan kesehatan ibu secara optimal, antara lain: mendukung ibu dalam
merencanakan keluarga (termasuk menentukan jumlah anak, kapan pasangannya
hamil, metode kontrasepsi yang akan dipakai, dan di mana akan melahirkan), aktif
dalam penggunaan kontrasepsi (termasuk mendukung ibu menggunakan kontrasepsi
atau bersedia menggunakan kontrasepsi untuk laki-laki), memperhatikan kesehatan
ibu hamil, memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan, membantu setelah bayi baru lahir, mengasuh dan mendidik anak
secara aktif, tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan mencegah infeksi
menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang dilakukan pasangan dengan cara
melakukan hubungan seksual yang aman, bertanggung jawab, dan hanya melakukan
hubungan seksual dengan 1 pasangan. (Rampai, n.d., p. 1)
Program Keluarga Berencana (KB) dicanangkan oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan salah satu upaya untuk
mendukung program pemerintah dalam pencapaian target indikator sustainability
development goals (SDGs) tahun 2030, yaitu menjamin akses penyeluruh (universal
access) terhadap pelayanan kesehatan seksual, kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana. Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu dari lima pilar safe
motherhood dalam rangka strategi menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu.
Secara demografi di bentuknya program KB adalah untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk agar tidak mengakibatkan kepadatan dan ledakan penduduk di
suatu negara (Indraswari, 2017) Indonesia merupakan negara ASEAN yang memiliki
penduduk terbanyak dengan jumlah sekitar 224 juta penduduk. Total Fertility Rate
(TFR) 2,6 sedangkan rata-rata TFR di negara ASEAN 2,4 (World Population, 2015).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 penggunaan KB aktif di Indonesia yaitu KB
pil 8,5 %, suntik 3 bulan (42,4 %), suntik 1 bulan (6,1% ) IUD (6,6 %), Implan (4,7
%), Tubektomi (3,1%), Kondom (1,1 %), dan Vasektomi (0,2 %) (Kemenkes, 2018b).

1
2

Perkembangan keluarga berencana di Indonesia di pengaruhi oleh berbagai


faktor yang dibagi manjadi dua, yaitu faktor penghambat dan faktor pendukung.
Faktor yang menghambat penyebarluaskan program keluarga berencana di Indonesia
antara lain budaya, agama, tingkat pengetahuan masyarakat dan wawasan kebangsaan.
Faktor pendukung penyebarluaskan program keluarga berencana, antara lain adanya
komitmen politis, dukungan pemerintah, dukungan tokoh agama atau tokot
masyarakat dan dukungan masyarakat terkait masalah kependudukan. Faktor yang
memengaruhi pemilihan kontrasepsi adalah efektivitas, keamanan, frekuensi
pemakaian, efek samping, serta kemauan dan kemampuan untuk melakukan
kontrasepsi secara teratur dan benar. Selain hal tersebut, pertimbangan kontrasepsi
juga didasarkan atas biaya serta peran dari agama dan kultur budaya mengenai
kontrasepsi tersebut, faktor lainnya adalah frekuensi melakukan hubungan seksual.
Upaya pemerintah untuk menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk adalah
melalui pengendalian fertilitas yang instrumen utamanya adalah Program Keluarga
Berencana. Keluarga Berencana (KB) adalah tindakan yang membantu individu atau
pasangan suami isteri untuk mendapatkan objektif-objektif tertentu, menghindari
kelahiran yang tidak diinginkan, mendapat kelahiran yang diinginkan, mengatur
interval diantara kelahiran, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan
umur suami-isteri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga. Program KB juga
bertujuan untuk meningkatkan kualitas keluarga dan individu di dalamnya sehingga
dapat tercipta keluarga yang memiliki jumlah anak yang ideal, sehat, sejahtera,
berpendidikan, berketahanan, serta terpenuhi hak-hak reproduksinya (BKKBN, 2012).
Laju pertumbuhan penduduk yang besar mengakibatkan banyak dampak
negative terhadap penduduk seperti menderita kekurangan makanan dan gizi sehingga
tingkat kesehatan memburuk, pendidikan yang rendah, dan banyak penduduk yang
pengangguran (Sari, 2019). Salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan
jumlah penduduk adalah dengan kesehatan reproduksi bagi semua seperti yang
tercantum dalam Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu menjamin kehidupan
yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan penduduk di segala usia dengan indikator
meningkatkan Contraceptive Prevalence Rate (CPR). Metode kontrasepsi yang
direkomendasikan BKKBN diantaranya metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP).
Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) adalah alat kontrasepsi yang digunakan
untuk menunda, menjarangkan kehamilan, serta menghentikan kesuburan yang
digunakan dalam jangka panjang. ). Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP)
3

memiliki keefektifan yang tinggi dengan tingkat kegagalan yang rendah serta
komplikasi dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan metode kontrasepsi
yang lain. Jenis dari MKJP yaitu alat kontrrasepsi dalam rahim, Medis Operatif
Wanita (MOW), Medis Operasi Pria (MOP) dan implan (Handayani, 2019). Implant
merupakan salah satu MKJP yang berbentuk tabung plastik fleksibel berukuran kecil
yang diletakkan di bawah kulit lengan atas Anda. Tabung ini akan melepaskan
hormon progesteron ke dalam aliran darah Anda untuk mencegah kehamilan (Lestari,
2020).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “Bagaimana Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep dasar keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi Keluarga Berencana
b. Untuk mengetahui Tujuan Keluarga Berencana
c. Untuk mengetahui Konseling Keluarga Berencana
d. Untuk mengetahui apasaja Metode KB
e. Untuk mengetahui Definisi Kespro
f. Untuk mengetahui Kespro dalam Pespektif gender
g. Untuk mengetahui apasaja Isu-isu Kesehatan Perempuan
h. Untuk mengetahui apasaja Masalah-masalah kespro yang sering terjadi pada
siklus reproduksi perempuan
i. Untuk Mendeteksi dini kanker pada wanita
j. Untuk mengetahui Evidence Based Midwifery Pada KB dan Kespro

D. Manfaat
1. Klien
4

Dapat lebih mengerti dan mengetahui hal-hal penting dari program Keluarga
Berencana terutama dalam pengambilan keputusan, serta maupun meningkatkan
kesehatan reproduksi baik perempuan maupun laki-laki, agar terhindari dari
berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
2. Mahasiswa
Dapat lebih mengerti secara luas hal-hal penting yang terdapat di program
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Sehingga mampu meningkatkan
kinerja dilahan praktik secara baik dan tepat
3. Lahan Praktik
Dapat menjadi acuan dalam meningkatkan program kerja instansi yang
berhubungan dengan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, agar
masyarakat lebih mengerti serta memahami seberapa penting ikut keluarga
berencana dan menjaga kesehatan reproduksi sejak dini, sehingga dapat menekan
AKI ibu dan anak.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Keluarga Berencana


1. Definisi Keluarga Berencana
Keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu untuk
mendapatkan objek-objek tertentu, menghindari kehamilan yang tidak diinginkan,
mendapatkan kehamilan yang diinginkan, mengatur interval kehamilan, menentukan
jumlah anak dalam keluarga, mengontrol saat kelahiran dalam hubungan dengan umur
suami istri (Saniasa Luba & Rukinah, 2021).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2014
Tentang Perkembangan Kependudukan Dan Pembangunan Keluarga, Keluarga
Berencana, Dan Sistem Informasi Keluarga, yang dimaksud dengan program keluarga
berencana (KB) merupakan upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia ideal
melahirkan, mengatur kehamilan, melalui promosi, dan merupakan salah satu strategi
untuk mengurangi kematian ibu khususnya ibu dengan kondisi 4T; terlalu muda
melahirkan (dibawah usia 20 tahun), terlalu sering melahirkan, terlalu dekat jarak
melahirkan, dan terlalu tua melahirkan (diatas usia 35 tahun).
2. Tujuan Keluarga Berencana
Tujuan Keluarga Berencana meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian
kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia. Di samping itu KB
diharapkan dapat menghasilkan penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia
yang bermutu dan meningkatkan kesejahteraan keluarga (Prijatni & Rahayu, 2016).
Sasaran dari program KB, meliputi sasaran langsung, yaitu pasangan usia subur
yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan
kontrasepsi secara berkelanjutan, dan sasaran tidak langsung yang terdiri dari
pelaksana dan pengelola KB, dengan cara menurunkan tingkat kelahiran melalui
pendekatan kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga
yang berkualitas, keluarga sejahtera (Prijatni & Rahayu, 2016).
3. Konseling Keluarga Berencana
Konseling merupakan komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap
(attitude change) pada orang yang terlihat dalam komunikasi. Tujuan komunikasi

5
6

efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara
pemberi dan penerima, sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan
balik seimbang, dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik (Prijatni &
Rahayu, 2016).
Konseling merupakan unsur yang penting dalam pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi karena melalui konseling klien dapat memilih dan
memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya serta
meningkatkan keberhasilan KB. Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu
dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang
diberikan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik
konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan dan dibicarakan
secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya
yang ada (Prijatni & Rahayu, 2016).
Berdasarkan PMK No 97 2014 Pelayanan KIA Pasal 18 ayat (2) yaitu tentang
pemberian atau pemasangan kontrasepsi sebagaimana dimaksud harus didahului oleh
konseling dan persetujuan tindakan medik (Informed Consent). Penggerakan
pelayanan kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 Ayat 1 tentang
Konseling Keluarga Berencana, dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau
tempat pelayanan lain, berupa komunikasi, informasi, dan edukasi tentang metode
kontrasepsi yang harus dilakukan secara lengkap dan cukup sehingga pasien dapat
memutuskan untuk memilih metoda kontrasepsi yang akan digunakan (informed
choise).
a. Tujuan Konseling Keluarga Berencana
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
1) Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.
2) Memilih metode KB yang diyakini.
3) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.
4) Memulai dan melanjutkan KB.
5) Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang
tersedia.
6) Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan
keputusan secara tepat
7) Membantu pemenuhan kebutuhan klien meliputi menghilangkan perasaan
yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif
7

8) Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan yang
merugikan klien menjadi menguntungkan klien.
9) Meningkatkan penerimaan
10) Menjamin pilihan yang cocok
11) Menjamin penggunaan cara yang efektif
12) Menjamin kelangsungan yang lama.
b. Manfaat Konseling Keluarga Berencana
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya
adalah:
1) Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya.
2) Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
3) Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
4) Membangun rasa saling percaya.
5) Menghormati hak klien dan petugas.
6) Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
7) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
c. Prinsip Konseling Keluarga Berencana
Prinsip konseling KB meliputi: percaya diri, Tidak memaksa, Informed
consent (ada persetujuan dari klien); Hak klien, dan Kewenangan. Kemampuan
menolong orang lain digambarkan dalam sejumlah keterampilan yang digunakan
seseorang sesuai dengan profesinya yang meliputi :
1) Pengajaran
2) Nasehat dan bimbingan
3) Pengambilan tindakan langsung
4) Pengelolaan
5) Konseling.
d. Hak Klien
Dalam memberikan pelayanan kebidanan bidan harus memahami benar hak
calon akseptor KB. Hak-hak akseptor KB adalah sebagai berikut:
1) Terjaga harga diri dan martabatnya.
2) Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
3) Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
8

5) Menerima atau menolak pelayanan atau tindakan yang akan dilakukan.


6) Kebebasan dalam memilih metode yang akan digunakan.
9

e. Peran Konselor
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada
pelayanan keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang
konselor adalah sebagai berikut:
1) Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat pilihan yang
paling sesuai dengan kebutuhannya.
2) Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang berbagai
metode kontrasepsi yang tersedia.
3) Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
f. Jenis Konseling
Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu:

1) Konseling Umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga
berencana atau PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari
berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.
2) Konseling Spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor.
Konseling spesifik berisi penjelasan spesifik tentang metode yang diinginkan,
alternatif, keuntungan keterbatasan, akses, dan fasilitas layanan.
3) Konseling Pra dan Pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator atau
konselor atau dokter atau bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta
penjelasan lisan atau instruksi tertulis asuhan mandiri.
g. Pemberi dan Tempat Melakukan Konseling
Kenyataan yang ada dilapangan adalah tidak semua sarana kesehatan dapat
dijangkau oleh klien. Oleh karena itu tempat pelayanan konseling untuk melayani
masyarakat yang membutuhkannya dapat dilakukan pada 2 (dua) jenis tempat
pelayanan konseling, yaitu:
1) Konseling KB di lapangan (non klinik)
10

Konseling ini dilaksanakan oleh para petugas dilapangan yaitu PPLKB,


PLKB, PKB, PPKBD, SU PPKBD, dan kader yang sudah dapat pelatihan
konseling dan berstandar. Tugas utama dipusatkan pada pemberian informasi
KB, baik dalam kelompok kecil maupun secara perorangan. Adapun informasi
yang dapat diberikan mencakup:
a) Pengertian manfaat perencanaan keluarga.
b) Proses terjadinya kehamilan/ reproduksi sehat.
c) Informasi berbagai kontrasepsi yang lengkap dan benar meliputi cara kerja,
manfaat, kemungkinan efek samping, komplikasi, kegagalan,
kontraindikasi, tempat kontrasepsi bisa diperoleh, rujukan, serta biaya.
2) Konseling KB di klinik
Konseling ini dilaksanakan oleh petugas medis dan para medis terlatih
diklinik yaitu dokter, bidan, perawat, serta bidan di desa. Pelayanan konseling
di klinik dilakukan agar diberikan secara perorangan diruangan khusus.
Layanan konseling di klinik dilakukan untuk melengkapi dan sebagai
pemantapan hasil konseling dilapangan, sebagai berikut :
a) Memberikan informasi KB yang lebih rinci sesuai dengan kebutuhan klien.
b) Memastikan bahwa kontasepsi pilihan klien telah sesuai dengan kondisi
kesehatannya.
c) Membantu klien memilih kontrasepsi lain, seandainya yang dipilih ternyata
sesuai dengan kondisi kesehatannya.
d) Merujuk klien seandainya kontrsepsi yang dipilih tidak tersedia diklinik
atau jika klien membutuhkan bantuan medis dari ahli seandainya
pemeriksaan ditemui masalah kesehatan lain.
e) Memberikan konseling pada kunjungan ulang untuk memastikan bahwa
klien tidak mengalami keluhan dalam penggunaan kontrasepsi pilihannya.
h. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal dalam pelayanan kesehatan menggunakan:
1) Motivasi
Motivasi pada pasien KB meliputi:
a) Berfokus untuk mewujudkan permintaan, bukan pada kebutuhan individu
klien.
b) Menggunakan komunikasi satu arah.
c) Menggunakan komunikasi individu, kelompok atau massa.
11

2) Pendidikan KB
Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan
sebagai berikut:
a) Menyediakan seluruh informasi metode yang tersedia.
b) Menyediakan informasi terkini dan isu.
c) Menggunakan komunikasi satu arah atau dua arah.
d) Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa.
e) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
3) Konseling KB
Konseling KB antara lain:
a) Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan.
b) Menjadi pendengar aktif; Menjamin klien penuh informasi.
c) Membantu klien membuat pilihan sendiri.
i. Pelaksanaan Konseling KB dengan ABPK Alat Bantu Pengambilan
Keputusan ber-KB (ABPK)
ABPK Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) merupakan alat
penunjang dalam pemberian konseling KB. Penggunaan ABPK dalam konseling
KB bertujuan untuk mendorong klien untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
KB, membantu penyedia layanan untuk memberikan informasi KB yang
berkualitas, dan mengoptimalkan interaksi yang positif antara penyedia layanan
dengan klien. Selain itu, ABPK memungkinkan konseling berjalan lebih terarah,
konselor tidak mendominasi konseling dan membuat waktu lebih efektif. ABPK
berbentuk lembar balik dua sisi, di mana satu sisi menampilkan gambar dan
informasi dasar untuk klien, sedangkan sisi lainnya menampilkan informasi teknis
yang lebih terperinci untuk penyedia layanan. Dalam membantu klien mengambil
keputusan ber-KB, penyedia layanan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Klien adalah pengambil keputusan
2) Penyedia layanan membantu klien dalam menimbang berbagai informasi
mengenai KB
3) Penyedia layanan harus menghargai keinginan klien
4) Penyedia layanan harus tahu langkah yang perlu diambil berikutnya untuk
dapat memberikan saran dan informasi yang tepat bagi klien
Konseling dengan menggunakan ABPK mengacu pada prinsip SATU
TUJU, yaitu Sapa dan Salam, Tanyakan, Uraikan, Bantu, Jelaskan, dan
12

Kunjungan Ulang. Teknik ini harus dilakukan secara berurutan dan sesuai
dengan kebutuhan klien.
Berikut adalah uraian dari prinsip SATU TUJU tersebut :
1) SA: Sapa dan Salam Proses konseling KB harus dimulai dengan menyapa
dan mengucapkan salam terhadap klien secara terbuka dan sopan. Jangan
lupa untuk menyatakan secara eksplisit mengenai kerahasiaan data klien
yang terjamin dalam proses konseling KB. Sapaan terhadap klien juga
disertai dengan pertanyaan mengenai informasi keadaan klien saat ini,
seperti kondisi kesehatannya, keluhan yang dialami, pemikiran mengenai
alat kontrasepsi yang hendak digunakan, dan berbagai pertimbangan yang
dimiliki klien saat ini.
2) T: Tanyakan Agar dapat memudahkan klien untuk menemukan metode KB
yang sesuai, maka kenalilah kebutuhan klien dengan bertanya. Ajak klien
untuk mendiskusikan beberapa hal berikut, yaitu kondisi kesehatan saat ini,
pengalaman ber-KB, pengetahuan mengenai program KB, rencana memiliki
anak, kesehatan reproduksi, pemahaman mengenai HIV/AIDS dan Infeksi
Menular Seksual (IMS) lainnya, sikap pasangan mengenai rencana ber-KB,
dan ragam pertimbangan yang dimiliki oleh klien. Dalam hal ini,
keterampilan penyedia layanan dalam melakukan observasi dan bertanya
serta menanggapi cerita dan informasi dari klien juga perlu diasah dengan
baik.
Berikut adalah keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki oleh penyedia
layanan agar proses tanya ini bisa berjalan dengan baik:
a) Observasi
b) Memberikan pertanyaan terbuka dan tertutup
c) Memberikan dorongan
d) Melakukan parafrase
e) Merefleksikan perasaan
f) Merefleksikan arti
g) Membuat kesimpulan
3) U: Uraikan Dalam proses ini, penyedia layanan telah memiliki satu atau dua
metode KB yang dapat ditawarkan kepada klien. Penyedia layanan harus
menguraikan metode KB yang hendak ditawarkan tersebut dengan
mengaitkannya pada berbagai pertimbangan klien yang dimilikinya saat ini,
13

termasuk mengenai kriteria kelayakan medis, efek samping, dan hal-hal lain
yang perlu diperhatikan oleh klien.
4) Tu: Bantu Dalam proses ini, penyedia layanan membantu klien untuk
membuat keputusan dengan mempertimbangkan kondisi medis, karakteristik
klien, efektivitas, efek samping, dan durasi penggunaan metode KB. Oleh
karena itu, penyedia layanan perlu memastikan bahwa klien telah memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai metode KB yang menjadi pilihannya.
5) J: Jelaskan Setelah klien memutuskan alat kontrasepsi yang akan digunakan,
penyedia layanan harus menjelaskan secara lengkap mengenai cara
menggunakan alat kontrasepsi tersebut. Dalam hal ini, informasi yang
tercantum dalam ABPK dapat membantu klien lebih memahami cara
menggunakan alat kontrasepsi yang akan digunakan tersebut. Klien juga
harus mampu menampilkan perencanaan yang baik mengenai bagaimana ia
akan menjalankan program KB yang diinginkannya.
6) U: Kunjungan Ulang Penyedia layanan perlu mendorong klien untuk
kembali apabila ia memiliki pertanyaan, pertimbangan, maupun
permasalahan saat menjalankan program KB yang telah ia pilih.

4. Metode KB
Kontrasepsi adalah segala macam alat atau cara yang digunakan oleh satu pihak
atau kedua belah pihak untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan sel sperma dan sel telur (ovum) yang sudah matang.
Manfaatnya yaitu mencegah terjadinya kematian, mengurangi angka kesakitan ibu
dan anak, mengatur kelahiran anak sesuai yang diinginkan dan dapat menghindari
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (Laode Muhamad Sety, 2014).
a. Kontrasepsi Non Hormonal
1) Metode Lendir Serviks
Metode KB dengan cara menghindari senggama pada masa subur
a) Keuntungan
 Digunakan untuk menghindari kehamilan
 Tidak ada efek samping sistemik
 Murah/tanpa biaya
14

b) Keterbatasan
 Efektif tergantung kemauan dan disiplin pasangan
 Dibutuhkan pelatih untuk membantu ibu mengenali masa suburnya
 Tidak boleh digunakan untuk pasien siklus haid tidak teratur

2) Metode Senggama Terputus


Metode KB tradisional dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya dari vagina
sebelum mencapai ejakulasi
a) Keuntungan
 Efektif bila dilakukan dengan benar
 Dapat digunakan sebagai pendukung metode KB lainnya, tidak
menganggu ASI
 Tidak ada efek samping, tidak butuh biaya, dapat digunakan setiap waktu
b) Keterbatasan
 Efektivitas tergantung pada kesediaan pasangan
 Efektivitas jauh menurun apabila sperma dalam 24 jam sejak ejakulasi
masih melekat di penis
 Mengganggu hubungan seksual. Tidak dapat dipakai pada suami dengan
riwayar ejakulasi dini.

3) Metode Amenorea Laktasi (MAL)


Adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian ASI.

Gambar 1. Metode Amenore Laktasi


a) Keuntungan
 Efektivitas tinggi
 Segera efektif
 Tidak mengganggu senggama
 Tidak ada efek samping sistemik
 Tidak perlu pengawasan medis
 Tidak perlu obat atau alat
b) Agar Metode MAL Efektif
15

 Ibu harus menyusui secara penuh atau hampir penuh


 Perdarahan sebelum 56 hari pasca persalinan dapat diabaikan (belum
dianggap haid)
 Bayi menghisap secara langsung
 Menyusui mulai dari setengah sampai satu jam setelah bayi lahir
 Kolostrum diberikan kepada bayi
 Pola menyusui on demand dan dari kedua payudara
 Sering menyusui selama 24 jam termasuk malam hai
 Hindari jarak menyusui lebih dari 24 jam

4) Kondom
Merupakan sarung karet yang dipasang pada penis saat hubungan seksual.

Gambar 2. Pemasangan Kondom Pria

a) Keuntungan
 Efektif bila digunakan dengan benar
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Tidak ada efek samping sistemik
 Murah dan dapat dibeli umum
 Mencegah penularan IMS
 Mencegah ejakulasi dini
b) Keterbatasan
 Efektivitas tidak terlalu tinggi
 Agak mengganggu hubungan seksual
 Pada beberapa pasien bisa menyebabkan kesulitan mempertahankan ereksi
 Tidak sesuai untuk pria yang alergi terhadap bahan dasar kondom

5) Diafragma
16

Adalah kap berbentuk bulat sembung yang terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup
serviks.

Gambar 3. Pemasangan Diafragma Wanita


a) Keuntungan
 Efektif bila digunakan dengan benar
 Tidak mengganggu produksi ASI
 Tidak ada efek samping sistemik
 Tidak mengganggu hubungan seksual
 Perlindungan terhadap IMS/HIV/AIDS
b) Keterbatasan
 Efektivitas sedang
 Keberhasilan bergantung pada kepatuhan mengikuti cara penggunaan
 Pada beberapa pengguna menjadi penyebab infeksi saluran uretra

6) Spermisida

Adalah bahan kimia yang digunakan unttuk menonaktifkan atau


membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk areosol, tablet vaginal, krim,
suppositoria, dissolvable film.

Gambar 4. Pemakaian Spermisida


a) Keuntungan
 Efektif seketika
 Tidak ada efek samping sistemik
17

 Meningkatkan lubrikasi selama hubungan seksual


 Mudah digunakan
 Perlindingan terhadap IMS
b) Keterbatasan
 Efektivitas kurang
 Efektivitas aplikasi hanya 1-2 jam
b. Kontrasepsi Hormonal
Kontrasepsi hormonal merupakan hormon progesteron atau kombinasi
estrogen dan progesrteron, prinsip kerjanya mencegah pengeluaran sel telur dari
kandung telur. Mengentalkan cairan dileher rahim sehingga sulit ditembus sperma,
membuat lapisan dalam rahim menjadi tipis dan tidak layak untuk tumbuh hasil
konsepsi, sehingga sel telur berjalan lambat sehingga mengganggu waktu
pertemuan sperma dan sel telur (Rodiani & Chania Forcepta, 2017).

Berdasarkan Medical Mini Notes Production (2016), Kontrasepsi Hormonal


dibagi menjadi beberapa jenis, diantaranya yaitu :
1) Pil KB
a) Pil Progestin (Mini Pil)

Gambar 5. Mini Pil

(1) Jenis
Pil Progesterin terbagi menjadi 2 jenis, yaitu dalam bentuk kemasan isi
35 pil (300 μց levonogestrel / 350 μց norentindron) dan kemasan isi 28
pil (75 μց norgestrel).
(2) Mekanisme Kerja
 Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium
(tidak begitu kuat.
 Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi
lebih sulit
 Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma
 Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
18

(3) Keuntungan
 Sangat efektif bila digunakan secara benar
 Tidak mengganggu hubungan seksual
 Tidak mempengaruhi ASI
 Kesuburan cepat kembali
 Nyaman dan mudah digunakan
 Sedikit efek samping
 Dapat dihentikan setiap saat
 Tidak menganduk esterogen
(4) Kerugian
 Hampir 30-60% mengalami gangguan haid
 BB meningkat / menurun
 Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama, bila lupa 1 pil
kegagalan menjadi lebih besar
 Payudara tegang, mual, pusing, dermatitis, jerawat, atau hirsutisme
 Resiko kehamilan ektopik
 Efektivitas menurun jika digunakan bersamaan dengan obat TB atau
obat epilepsi
b) Pil KB Kombinasi

Gambar 6. Pil Kombinasi

(1) Jenis
 Monofasik : 21 tablet mengandung hormon esterogen dan
progesteron dalam dosis yang sama, dan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
 Bifasik : 21 tablet mengandung hormon estrogen dan
progesteron dengan dua dosis berbeda, dan 7 tablet
tanpa hormon aktif.
19

 Trifasik : tablet mengandung hormon estrogen dan progesteron


dengan tiga dosis berbeda, dan 7 tablet tanpa hormon
aktif.
(2) Mekanisme Kerja
 Menekan ovulasi
 Mencegh inplantasi
 Lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma
 Pergerakan tuba tergannggu sehingga mengganggu transportasi ovum
(3) Keuntungan
 Efektivitas tinggi jika diminum setiap hari
 Tidak mengganggu hubungan seks
 Siklus haid menjadi teratur
 Dapat digunakan jangka panjang
 Dapat digunakan sejak remaja hingga menopause
 Mudah dihentikan setiap saat dan kesuburan segera kembali ketika pil
dihentikan
 Dapat menjadi kontrasepsi darurat
 Membantu mencegah kehamilan ektopik, karsinoma ovarium,
karsinoma endometrium, kista ovarium, penyakit radang panggul,
kelainan jinak pada payudara, dan dismenore.
(4) Kerugian
 Mahal dan membosankan karena diminum setiap hari
 Mual, terutama pada 3 bulan pertama
 Perdarahan bercak (3 bulan pertama)
 Pusing nyeri payudara
 Berat badan naik sedikit
 Berhenti haid (amenorea) atau jarang
 Tidak boleh pada pasien menyusui karena mengurangi produksi ASI
 Dapat meningkatkan tekanan darah atau retensi cairan (pada usia >35
tahun)
 Pada sebagian kecil perempuan, dapat menimbulkan depresi,
perubahan suasana hati
 Tidak mencegah penyakit menular seksual
20

2) Suntik KB
a) Suntik Progestin (3 bulan)

Gambar 7. KB Suntik 3 Bulan (Depo Progestin)

(1) Jenis
 Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg
DMPA yang diberikan secara injeksi I.M setiap 3 bulan (daerah
bokong).
 Depo Noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg
noretindron enantat.
(2) Mekanisme Kerja
 Mencegah ovulasi
 Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma
 Membuat selaput lendir rahim tipis dan atrofi
 Menghambat transportasi gamet oleh tuba
(3) Keuntungan
 Sangat efektif
 Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
 Tidak berpengaruh terhadap ASI
 Sedikit efek samping
 Dapat digunakan wanita usia >35 tahun
 Membantu mencegah Ca endometrium dan kehamilan ektopik
 Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
 Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
21

(4) Kerugian
 Sering ditemukan gangguan haid, seperti siklus haid memendek /
memanjang , perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur
atau bercak, tidak haid sama sekali
 Kesuburan terlambat kembali
 Penggunaan jangka panjang dapat menurunkan kepadatan tulang,
kekeringan pada vagina, libido menurun, sakit kepala dan jerawat

b) Suntik Kombinasi (1 bulan)

Gambar 8. KB Suntik 1 Bulann (Cyclofem)

(1) Jenis
 25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg astradiol sipionat
injeksi secara IM sebulan sekali (cyclofem)
 50 mg noretidron enantat dan 5 mg estradiol valerat injeksi secara IM
sebulan sekali
(2) Mekanisme Kerja
 Menekan ovulasi
 Mengentalkan lendir serviks
 Atrofi endometrium sehingga implantasi terganggu
 Menghambat transportasi gamet oleh tuba
(3) Keuntungan
 Resiko terhadap kesehatan kecil
 Tidak berpengaruh pada hubungan seks
 Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
 Efek samping kecil
(4) Kerugian
 Ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan
22

 Mual, sakit kepala, nyeri payudara ringan (keluhan akan hilang


setelah suntikan ke-2 atau ke-3)
 Terjadi perubahan pola haid, seperti haid tidak teratur dan perdarahan
bercak
 Berat badan meningkat

c. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)

Gambar 9. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim


1) Profil
a) Efektivitas tinggi, reversible dan berjangka panjang (sampai 10 tahun)
b) Tidak mempengaruhi hubungan seksual
c) Tidak mempengaruhi kualitas dan volume ASI
d) Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus
e) Haid menjadi lebih banyak dan lama
f) Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan
g) Tidak dapat digunakan oleh pasien dengan IMS atau yang sering berganti-
ganti pasangan
h) Tidak mencegak kehamilan ektopik
i) Pasien harus memeriksa posisi benang AKDR, karena AKDR bisa keluar
dari uterus dengan sendirinya
2) Jenis
a) AKDR Cu T-380 A, berbentuk seperti huruf T dan diselumbungi oleh kawat
halus yang terbuat dari tembaga (Cu) dengan kerangka yang terbuat dari
plastik yang fleksibel.
b) NOVA T Schering
3) Mekanisme Kerja
a) Menghambat kemampuan sperma masuk ke tuba falopi
b) Memperngaruhi fertilitas sebelum ovum mencapai kavum uteri
c) Mencegah sperma dan ovum bertemu
d) Memungkinkan mencegah implantasi telur dalam uterus
23

4) Prosedur Pemasangan AKDR


a) Jelaskan kepada klien tenttang tindakan yang akan dilakukan dan persilahkan
klien mengajukan pertanyaan.
b) Minta klien untuk mengosongkan kandung kemih.
c) Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
d) Lakukan pemeriksaan enitalia interna.
e) Lakukan pemeriksaan denan spekulum.
f) Lakukan pemeriksaan panggul
g) Masukan lengan AKDR Copper T 380 A dalam kemasan sterilnya.
 Pastikan batang AKDR seluruhnya berada dalam tabung inserter
 Letakan kemasan diatas permukaan yang datar, keras dan bersih, dengan
kertas penutup transparan berada di atas. Buka kertas penutup di bagian
ujung yang berlawanan dari tempat AKDR sampai kira-kira sepanjang
setengah jarakdengan leher bitu.
 Pegang dan tahan kedua ujung lengan AKDR dari atas penutup transparan
dengan jari telunjuk dan ibu jari tangan kiri. Lipat kedua lengan AKDR.
 Masukan kedua lengan AKDR yang telah terlipat ke dalam tabung inserter
hingga terasa ada tahanan yaitu pada batas lempeng tembaga.
 Leher biru pada tabuung inserter digunakan sebagai tanda kedalaman
cavum uteri dan petunjuk ke arah mana lengan akan membuka saat
dikeluarkan daritabung inserter. Atur posisi leher biru dari atas penutup
transparan dan dorong tabung iserter sampai jarak antara ujung lengan
yang terlipat dengan ujung leher biru bagian depan (dekat batang AKDR)
sama panjangnya dengan kedalaman cavum uteri yang diukur dengan
sonde uterus. Putar tabung inserter sampai sumbu panjang leher biru
berada pada posisi horizontal sebidang dengan lengan AKDR.
 AKDR siap dipasang pada uterus. Buka seluruh penutup transparan secara
hati-hati. Pegang tabung inserter yang telah berisi AKDR dalam posisi
horizontal agar AKDR dan pendorong tidak jatuh. Sebelum dipasang
tabung inserter jangan sampai tersentuh permukaan yang tidak steril agar
tidak terkontaminasi.
h) Masukan spekulum ke dalam lalu usap vagina dan serviks dengan
menggunakan larutan antiseptik.
24

i) Gunakan tenakulum untuk menjepit serviks. Pasang tenakulum secara hati-


hati pada posisi vertikal (jam 10 atau jam 2) jepit dengan pelan hanya pada
satu tempat untuk mengurangi nyeri.
j) Masukan sonde uterus secara perlahan-lahan dan hati-hati untuk menentukan
posisi uterus dan kedalaman kavum uteri
k) Pasang AKDR Copper T 380 A
 Tarik tenakulum (yang masih menjepit serviks sesudah melakukan sonde)
sehingga kavum uteri, kanalis servikalis dan vagina berada dalam satu
garis lurus
 Atur letak leher biru pada tabung inserter sesuai dengan kedalaman kavum
uteri. Masukan tabung inserter dengan hati-hati sampai leher biru
menyentuh fundus atau sampai terada ada tahanan. Periksa leher biru
berada dalam posisi horizontal.
 Pegang serta tahan tenakulum dan pendorong dengan satu tangan, sedang
tangan yang lain menarik tabung inserter sampai pangkal pendorong.
Dengan cara ini lengan AKDR akan berada tepat di fundus uteri.
 Keluarkan pendorong dengan tetap memegang dan menahan tabung
inserter. Setelah pendorong keluar dari tabung inserter, dorong kembali
tabung inserter dengan pelan dan hati-hati sampai terasa ada tahanan
fundus. Langkah ini menjamin bahwa lengan AKDR akan berada di
tempat yang setinggi mungkin dalam kavum uteri.
 Tarik keluar sebagian tabung inserter dari kanalis servikalis. Pada waktu
benang tampak tersembul keluar dari lubang serviks, potong benang
AKDR kira-kira 3-4 cm panjangnya dengan mengunakan gunting mayo
yang tajam. Dapat juga dilakukan cara lain yaitu tarik keluar seluruh
tabung inserter dari kanalis servikalis, jepit benang AKDR dengan
menggunakan forcep kira-kira 3-4 cm dari serviks dan potong benang
AKDR pada tempat tersebut.
 Lepas tenakulum, bila ada perdarahan banyak dari tempat bekas jepitan
tenakulum, tekan dengan kasa sampai perdarahan berhenti.
l) Buang bahan-bahan habis pakai yang terkontaminasi sebelum melepas
sarung tangan.
m)Lakukan dekontaminasi alat-alat dan sarung tangan.
n) Ajarkan pada klien bagaimana cara memeriksa benang AKDR.
25

o) Minta klien menunggu di klinik selama 15-30 menit setelah memasang


AKDR. Hal ini bertujuan untuk mengamati bila terjadi rasa sakit yang amat
sangat sehingga mungkin AKDR perlu dicabut bila dengan analgesik ringan
rasa sakit tersebut tidak hilang.
5) Prosedur Pencabutan AKDR
a) Jelaskan pada klien tentang tindakan yang akan dilakukan dan persilahkan
klien mengajukan pertanyaan.
b) Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan.
c) Masukan spekulum untuk melihat serviks dan benang AKDR.
d) Mengusap serviks dan vagina dengan larutan antiseptik 2 sampai 3 kali.
e) Pencabutan normal : jepit benang di dekat serviks dengan menggunakan
klem lurus atau lengkung yang steril dan tarik benang pelan-pelan. Tidak
boleh menarik dengan kuat. AKDR biasnya dapat dicabut dengan mudah.
Untuk mencegah benang putus, tarik dengan kekuatan tetap dan cabut AKDR
pelan-pelan. Bila benang putus saat ditarik tetapi ujung AKDR masih dapat
dilihat maka jepit ujung AKDR tersebut dan tarik keluar.
f) Pencabutan sulit : bila benang AKDR tidak tampak, periksa pada kanalis
servikalis dengan menggunakan klem lurus atau melengkung. Bila tidak
ditemukan pada kanalis servikalis, masukan klem ke dalam kavum uteri
untuk menjepit benang atau AKDR itu sendiri. Bila sebagian AKDR sudah
tertarik keluar tapi kemudian mengalami kesulitan menarik seluruhnya dari
kanalis servikalis, putar klem perlahan-lahan sambil tetap menarik selama
klien tidak mengeluh sakit.
g) Pasang AKDR yang baru bila klien menginginkan dan kondisinya
memungkinkan.
h) Setelah semua langkah selesai, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
26

d. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit (AKBK)

Gambar 10. Implant


1) Profil
a) Efektivitas tinggi, perlindungan jangka panjang (sampai 3 tahun)
b) Pengembalian tingkat kesuburan yang cepat setelah pencabutan
c) Tidak mengganggu senggama
d) Tidak mengganggu produksi ASI
e) Dapat dicabut setiap saat sesuai kebutuhan
f) Pada kebanyakan pasien dapat menyebabkan perubahan pola haid berupa
perdarahan bercak, spotting, hipermenorea, atau meningkatnya jumlah darah
haid serta amenorea.
g) Timbul keluhan, seperti nyeri kepala, BB naik turun, nyeri payudara,
perasaan mual, kepala pusing, perubahan mood.
h) Membutuhkan tindak pembedahan minor untuk insersi dan pencabutan.
2) Jenis
a) Jadena dan indoplant, terdiri dari 2 batang yang mengandung 75 mg
levonogestrel dengan lama kerja 3 tahun
b) Implanon, terdiri dari 1 batang yang mengandung 68 mg 3-keto-desogestrel
dan lama kerjanya 3 tahun
3) Mekanisme Kerja
a) Mengentalkan lendir serviks
b) Menganggu proses pembentukan endometrium sehingga sulit terjadi
implantasi
c) Mengurangi transpormasi sperma
d) Menekan ovulasi
4) Prosedur Pemasangan AKBK
Inserter yang digunakan telah berisi 1 (satu) buat kapsul di dalamnya dan hanya
untuk satu kali pakai
a) Siapkan alat dan bahan yang diperlukan
b) Lakukan cuci tangan dan gunakan sarung tangan steril
c) Lakukan disinfeksi daerah pemasangan
27

d) Tentukan tempat pemasangan yang optimal, 8 cm di atas lipatan siku bagian


dalam lengan di alur antara otot biseps & triseps. Gunakan spidol untuk
menandai dengan membuat garis sepanjang 6-8 cm.
e) Setelah memastikan tidak ada alergi terhadap obat anestesi, isi spuit dengan 2
ml obat anestesi (1% tanpa epinefrin) dan disuntikan tepat dibawah kulit
sepanjang jalur tempat pemasangan.
f) Keluarkan inserter dari kemasannya. Regangkan kulit ditempat pemasangan
dan masukan jarum inserter tepat di bawah kulit sampai masuk seluruh
panjang jarum inserter. Untuk meletakan kapsul tepat dibawah kulit, angkat
jarum inserter ke atas sehingga kulit terangkat.
g) Lepaskan segel inserter dengan menekan penopang pendorong inserternya.
h) Putar pendorong inserter 90˚ atau 180˚ dengan mempertahankan pendorong
inserter tetap di atas lengan.
i) Dengan tangan yang lain secara perlahan tarik jarum keluar dari lengan
sambil tetap mempertahankan penopang inserter di tempatnya.
j) Setelah itu lakukan palpasi untuk memeriksa apakah implan sudah terletak
tepat di tempatnya.
k) Tutup luka bekas insisi dengan menggunakan kasa steril
5) Prosedur Pencabutan AKBK
a) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, lalu gunakan sarun tangan steril
b) Atur alat dan bahan sehingga mudah dicapai
c) Lakukan desinfeksi pada daerah pencabutan dengan larutan antiseptik.
Lakukan desinfeksi denan gerakan melingkar mulai dari tempat insersi ke
arah luar
d) Gunakan duk berlubang untuk menutupi lengan
e) Raba kembali implant untuk menentukan lokasinya
f) Setelah memastikan tidak ada alergi terhadap obat anestesi, isi spuit dengan 3
ml obat anestesi (1% tanpa epinefrin) dan suntikan tepat di bawah kulit
sepanjang jalur tempat pemasangan.
g) Tentukan lokasi insisi kira-kira 5 mm dari ujung bawah kapsul. Pada lokasi
yang dipilih, buat insisi melintang kecil ±4 mm dengan menggunakan skalpel
h) Pencabutan kapsul dilakukan dengan menarik bagian kapsul yang terdekat
dengan tempat insisi. Saat ujung kapsul tampak, masukan klem lengkung
28

(masquito) dengan lengkungan jepitan mengarah keatas, kemudian jepit


ujung kapsul dengan klem.
 Bila kapsul sulit dikeluarkan (mungkin disebabkan karena pembentukan
jaringan librosis di sekeliling kapsul), maka masukan klem lengkung
melalui luka insisi dengan lengkungan jepitan mengarah ke kulit, teruskan
sampai klem berada dibawah ujung kapsul dekat siku. Buka dan tutup
jepitan klem untuk memotong secara tumpul jaringan parut yang
mengelilingi ujung kapsul.
 Bersihkan dan buka jaringan ikat yang mengelilingi kapsul dengan cara
menggosok menggunakan kasa steril. Cara lain bila jaringan ikat tidak
bisa dibuka dengan menggosok-gosok dengan kasa steril maka dapat
menggunakan skalpel secara hati-hati.
 Jepit kapsul dengan menggunakan klem kedua, lepaskan klem pertama
dan cabut kapsul secara pelan dan hati-hati
i) Setelah kapsul berhasil dicabut, hitung dan pastikan jumlah kapsul terpasang
yang telah dicabut. Pastikan bahwa kapsul telah dicabut seluruhnya.
Tunjukan kapsul pada pasien untuk meyakinkan klien.
j) Masukan alat yang telah digunakan ke dalam larutan DTT
k) Lepas sarung tangan dan lakukan cuci tangan

e. Kontrasepsi Mantap
1) MOW (Medis Operatif Wanita)
MOW (Medis Operatif Wanita) / tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua
saluran telur kanan dan kiri yang menyebabakan sel telur tidak dapat melewati
saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun. Kontrasepsi MOW memiliki angka kegagalan yang paling
kecil (baik secara teoritis maupun praktek) dibandingkan dengan alat
kontrasepsi lainnya. Secara teoritis angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu
mencapai 0,04 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan dan dalam praktek angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu 0,1
0,5 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama penggunaan (Rodiani &
Chania Forcepta, 2017).
29

Gambar 11. Tubektomi

Keuntungan MOW sangat banyak, antara lain: tidak ada efek samping
dan perubahan dalam fungsi hasrat seksual, dapat dilakukan pada perempuan
diatas 26 tahun, tidak mempengaruhi air susu ibu (ASI), perlindungan terhadap
terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup, tidak
mempengaruhi atau mengganggu kehidupan suami istri, lebih aman (keluhan
lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), lebih efektif
(tingkat kegagalan sangat kecil), dan lebih ekonomis (Rodiani & Chania
Forcepta, 2017).
Kerugian dalam menggunakan Kontrasepsi mantap yaitu antara lain,
harus di pertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali, klien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi
kecil meningkat apabila digunakan anastesi umum, tidak melindungi diri dari
IMS dan rasa sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
Pelaksanaan MOW sendiri dibagi menjadi 3 yaitu pada saat, Masa
Interval (selama waktu siklus menstruasi), Pasca persalinan (post partum).
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan, Pasca keguguran sesudah abortus
dapat langsung dilakukan sterilisasi, waktu operasi membuka perut. Setiap
operasi yang dilakukan hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut
sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus
diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat
dipergunakan untuk melakukan kontrasepsi mantap (Rodiani & Chania
Forcepta, 2017).

Indikasi dilakukan MOW yaitu sebagai berikut:


30

a) Indikasi medis umum adanya gangguan fisik atau pisikis yang akan menjadi
lebih berat bila wanita ini hamil lagi
b) Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya
c) Gangguan pisikis yang di alami yaitu seprti skizofernia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain-lain.
d) Indikasi medis obstetric yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri
e) Indikasi medis ginekologik pada waktu melakukan operasi ginekologik
dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi
f) Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosaial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah berat
g) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkalianya
adalah 120
h) Mengikuti rumus 100 umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4
orang, umur ibu 30 tahun keatas dengan anak hidup 3 orang, umur ibu 35
tahun keatas dengan anak hidup 2 orang.
Kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi 2 yang meliputi
indikasi mutlak dan indikasi relatif.

a) Kontraindikasi mutlak, seperti peradangan dalam rongga panggul,


peradangan liang senggama, kavum duaglas tidak bebas, ada perlekatan.
b) Kontraindikasi relative, seperti obesitas berlebihan, bekas laparotomi
(Rodiani & Chania Forcepta, 2017).

2) MOP (Medis Operatif Pria)


MOP (Medis Operatif Pria) / vasektomi adalah pemotongan vas deferens
(saluran yang membawa sperma dari testis). Vasektomi dilakukan oleh ahli
bedah urolog dan memerlukan waktu sekitar 20 menit. Pria yang menjalani
vasektomi sebaiknya tidak segera menghentikan pemakaian kontrasepsi, karen
biasanya kesuburan masih tetap ada sampai sekitar 15-20 kali ejakulasi (Dr.
Jeini Eser Nelwan, 2019).
31

Gambar 12. Vasektomi


Dengan kontrasepsi vasektomi, seorang pria tidak bisa lagi menghamili
wanita karena saat ejakulasi air mani pria tidak mengandung sel sperma. air
mani pria yang terpancar ke dalam vagina saat berhubungan intim bukan
hanya mengandung sel sperma, tetapi juga terdapat cairan seminal dan getah
yang dihasilkan oleh prostat. Percampuran ketiga cairan tersebut menjadikan
air mani berbentuk kental dan memiliki volume yang banyak. Saat ejakulasi
seorang pria pada umumnya menghasilkan 5 cc air mani, volume air sperma
bisa bertambah atau berkurang tergantung kesehatan pria tersebut. Dari 5 cc
air sperma tersebut yang berisi sel sperma hanya 5 persen saja. Artinya, hanya
0.15 cc saja air sperma yang mengandung sel sperma. Setelah dilakukan
vasektomi, testis masih bisa memproduksi hormon testosteron yang akan
beredar ke seluruh tubuh sehingga gairah seks pada pria yang sudah
melakukan vasektomi tidak akan luntur/menurun (Iim Fahimah, 2017).
Efek sampingnya Vasektomi hampir tidak ada kecuali infeksi apabila
perawatan pasca operasinya tidak bagus dapat menimbulkan abses pada bekas
luka dan juga dapat menyebabkan hematoma atau membengkaknya kantung
biji zakar karena pendarahan.Vasektomi juga tidak ada pengaruhnya terhadap
kemampuan pria untuk melakukan hubungan badan malah beberapa kasus
disebutkan potensi pria lebih baik karena pengaruh dari psikologis terhindar
dari kecemasan terjadinya kehamilan dari istri (Iim Fahimah, 2017).
Keuntungan dari vasektomi ini adalah lebih efektif, aman, sederhana,
waktu operasi cepat hanya memerlukan waktu 5-10 menit, menggunakan
anestesi lokal, biaya rendah, secara budaya sangat dianjurkan untuk negara
yang penduduk wanitanya malu ditangani tenaga medis pria (Iim Fahimah,
2017).
Kerugian vasektomi merupakan prosedur bedah, konsikuensinya adalah
kontrasepsi yang permanen, dan timbul penyesalan pascaprosedur pada 5-10%
32

kasus. Komplikasi terjadi <3% kasus, seperti nyeri dan pembengkakan dapat
muncul selama satu minggu (Constance Sinclair, 2010).

B. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi


1. Definisi Kesehatan Reproduksi
Reproduksi berasal dari kata Re yang artinya kembali dan kata produksi artinya
membuat atau menghasilkan. Jadi istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses
kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya.
Sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah pertumbuhan tulang-tulang dan
kematangan seksual yang berfungsi untuk reproduksi manusia, yang terjadi masa
remaja ( A. Aisyah, 2019).
Kesehaan reproduksi menurut Kemenkes RI (2015) adalah keadaan sehat secara
fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau
kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Ruanglingkup
pelayanan kesehatan reproduksi menurut International Conference Population and
Development (ICPD) tahun 1994 di Kairo terdiri dari kesehatan ibu dan anak,
keluarga berencana, pencegahan dan penanganan komplikasi aborsi, pencegahan dan
penanganan inferilitas, kesehatan reproduksi usia lanjut, deteksi dini kanker saluran
reproduksi serta kesehatan reproduksi lainnya seperti kekerasan seksual, sunat
perempuan dan sebagainya (Info Datin, 2012).
Menurut Depkes RI Kesehatan Reproduksi adalah suatu keadaan sehat secara
menyeluruh mencakup fisik, mental dan kehidupan sosial yang berkaitan dengan alat,
fungsi serta proses reproduksi yang pemikiran kesehatan reproduksi bukannya kondisi
yang bebas dari penyakit melainkan bagaimana seseorang dapat memiliki kehidupan
seksual yang aman dan memuaskan sebelum dan sesudah menikah.

a. Tujuan Kesehatan Reproduksi


Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2014 Kesehatan Reproduksi yang
menjamin setiap orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang
bermutu, aman dan dapat dipertanggung jawabkan, dimana peraturan ini juga
menjamin kesehatan perempuan dalam usia reproduksi sehingga mampu
melahirkan generasi yang sehat, berkualitas yang nantinya berdampak pada
penurunan Angka Kematian Ibu. Didalam memberikan pelayanan Kesehatan
33

Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan
khusus.
1) Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan
sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya.
2) Tujuan Khusus
a) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan
kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan
pasangan dan anakanaknya.
Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan
dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat
memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II
pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III
Pasal 4 “Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.

2. Kesehatan Reproduksi Dalam Pespektif Gender


a. Pengertian Gender dan Seksualitas
1) Gender
Gender adalah pandangan masyarakat tentang perbedaan peran, fungsi dan
tanggung jawab antara perempuan dan atau laki–laki yang merupakan hasil
konstruksi sosial budaya dan dapat berubah dan atau diubah sesuai dengan
perkembangan zaman.
Gender (Bahasa Inggris) yang diartikan sebagai jenis kelamin. Namun
jenis kelamin disini bukan seks secara biologis, melainkan sosial budaya dan
34

psikologis, tetapi lebih memfokuskan perbedaan peranan antara pria dengan


wanita, yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan norma sosial dan nilai
sosial budaya masyarakat yang bersangkutan.
2) Seksualitas (Jenis Kelamin)
Jenis kelamin merupakan perbedaan antara perempuan dengan laki-laki
secara biologis sejak seseorang lahir. jenis kelamin berkaitan dengan tubuh laki-
laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara
perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi,
hamil dan menyusui.
Seks adalah perbedaan jenis kelamin yang telah ditentukan oleh Allah
SWT berdasarkan fungsi biologis. Seks berarti pria ataupun wanita yang
pembedaannya berdasar pada jenis kelamin, sex lebih merujuk pada pembedaan
antara pria dan wanita berdasar pada jenis kelamin yang ditandai oleh perbedaan
anatomi tubuh dan genetiknya. Perbedaan seperti ini lebih sering disebut
sebagai perbedaan secara biologis atau bersifat kodrati dan sudah melekat pada
masing-masing individu sejak lahir.
Tabel 1. Perbedaan Gender dan Seks (Jenis Kelamin)

Gender Contoh Seksualitas Contoh


Peran dalam kegiatan
Dapat diubah Tidak dapat diubah Alat kelamin
sehari-hari
Peran istri dapat
Jakun pada laki-laki
Dapat digantikan suami
Tidak dapat ditukar dan payudara pada
dipertukarkan dalam mengasuh anak,
perempuan
memasak, dll
Sikap dan perilaku
Status sebagai laki-
Tergantung keluarga lebih
Berlaku sepanjang laki dan perempuan
kepada mengutamakan laki-
masa tidak pernah berubah
kebudayaan laki daripada
sampai kitta mati
perempuan selalu
Pembatasan Di rumah, di kampus
kesempatan di bidang atau dimanapun di
Tergantung
pekerjaan terhadap Berlaku dimanapun mana seorang laki-laki
pada budaya
perempuan di banding berada tetap laki-laki dan
setempat
laki-laki karena perempuan tetap
budaya setempat perempuan
Bukan Sifat atau mentalitas Merupakan kodrat Ciri laki-laki berbeda
35

merupakan antara laki-laki dengan


Tuhan dengan perempuan
kodrat Tuhan perempuan bisa sama
Laki-laki dan
Perempuan bisa haid,
perempuan berhak
Buatan hamil, melahirkan dan
menjadi calon ketua Ciptaan Tuhan
manusia menyusui, sedangkan
RT, RW, kepala desa
laki-laki tidak bisa
bahkan presiden

b. Isu Gender Dalam Kesehatan Reproduksi


Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan
perempuan. Baik laki-laki maupun perempuan sama-sama terkena dampak dan
gender steriotipi masingmasing. Misalnya sesuai dengan pola perilaku yang
diharapkan sebagai laki-laki, maka laki-laki dianggap tidak pantas memperlihatkan
rasa sakit atau mempertunjukkan kelemahan-kelemahan serta keluhannya.
Perempuan yang diharapkan memiliki toleransi yang tinggi, berdampak
terhadap cara mereka menunda-nunda pencarian pengobatan, terutama dalam
situasi social ekonomi yang kurang dan harus memilih prioritas, maka biasanya
perempuan dianggap wajar untuk berkorban. Keadaan ini juga dapat berpengaruh
terhadap konsekuensi kesehatan yang dihadapi laki-laki dan perempuan. Empat isu
gender dalam berbagai siklus kehidupan yaitu:
1) Isu Gender di Masa Kanak-Kanak
Isu gender pada anak-anak laki-laki, misalnya: pada beberapa suku
tertentu, kelahiran bayi laki-laki sangat diharapkan dengan alas an, misalnya
laki-laki adalah penerus atau pewaris nama keluarga; laki-laki sebagai pencari
nafkah keluarga yang handal; laki-laki sebagai penyanggah orang tuanya di
hari tua. Dan perbedaan perlakuan juga berlanjut pada masa kanak-kanak.
Pada masa kanak-kanak, sifat agresif anak laki-laki serta perilaku yang
mengandung resiko diterima sebagai suatu kewajaran, bahkan didorong kearah
itu, karena dianggap sebagai sifat anak laki-laki. Sehingga data menunjukkan
bahwa anak laki-laki lebih sering terluka dan mengalami kecelakaan.
2) Isu Gender Pada Anak Perempuan
Secara biologis bayi perempuan lebih tahan daripada bayi laki-laki
terhadap penyakit infeksi di tahun-tahun pertama kehidupannya. Sebab itu jika
data memperlihatkan kematian bayi perempuan lebih tinggi dan bayi laki-laki,
36

patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa balita, kematian
karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya
yang agresif dan lebih banyak gerak.
3) Isu Gender di Masa Remaja
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin
muda, kehamilan remaja, umumnya remaja puteri kekurangan nutrisi, seperti
zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala
umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi sosial remaja puteri
seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja
puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya. Belum
lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada
resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap
pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri
maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan
dengankerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku
stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga,
kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.
4) Isu Gender di Masa Dewasa
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami
masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan karena faktor
biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi masalah
kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta
ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi
dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal
sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidakberdayaan dalam memutuskan
bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”).

Sebagai perempuan, dia juga rentan terpapar penyakit yang berkaitan


dengan IMS dan HIV/AIDS, meskipun mereka sering hanya sebagai korban.
Misalnya: metode KB yang hanya difokuskan pada akseptor perempuan,
perempuan juga rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan
ditempat kerja, dan diperjalanan.

5) Isu Gender di Masa Tua


37

Di usia tua baik laki-laki maupun perempuan keadaan biologis semakin


menurun. Mereka merasa terabaikan terutama yang berkaitan dengan
kebutuhan mereka secara psikologis dianggap semakin meningkat. Secara
umum, umur harapan hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki.
Namun umur panjang perempuan berisiko ringkih, terutama dalam situasi
soaial-ekonomi kurang. Secara kehidupan social biasanya mereka lebih
terlantar lagi, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan yang semakin
banyak dan semakin tergantung terhadap sumber daya. Osteoporosis banyak
diderita oleh perempuan di masa tua, yaitu delapan kali lebih banyak dari pada
laki-laki. Depresi mental juga lebih banyak diderita orang tua, terutama karena
merasa ditinggalkan.
Gender mempunyai pengaruh besar terhadap kesehatan laki-laki dan
perempuan. Hal ini semakin dirasakan dalam ruang lingkup kesehatan
reproduksi antara lain karena hal berikut :
a) Masalah kesehatan reproduksidapat terjadi sepanjang siklus hidup manusia
seperti masalah inces yang terjadi pada masa anak-anak dirumah, masalah
pergaulan bebas, kehamilan remaja.
b) Perempuan lebih rentan dalam menghadapi resiko kesehatan reproduksi
seperti kehamilan, melahirkan, aborsi tidak aman dan pemakaian alat
kontrasepsi. Karena struktur alat reproduksi yang rentan secara social atau
biologis terhadap penularan IMS termasuk STD/HIV/AIDS.
c) Masalah kesehatan reproduksi tidak terpisah dari hubungan laki-laki dan
perempuan. Namun keterlibatan, motivasi serta partisipasi laki-laki dalam
kesehatan reproduksi dewasa ini masih sangat kurang.
d) Laki-laki juga mempunyai masalah kesehatan reproduksi, khususnya
berkaitan dengan IMS. HIV, dan AIDS. Karena ini dalam menyusun
strategi untuk memperbaiki kesehatan reproduksi harus dipertimbangkan
pula kebutuhan, kepedulian dan tanggung jawab laki-laki.
e) Perempuan rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (kekerasan
domestik)
38

3. Isu-Isu Kesehatan Perempuan


a. Kekerasan Pada Perempuan
Kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk kekerasan berbasis
gender yang berakibat menyakiti secara fisik, seksual, mental atau penderitaan
terhadap perempuan, termasuk ancaman dari tidakan tersebut, pemaksaan atau
perampasan semena-mena kebebasan, baik yang terjadi di lingkungan masyarakat
maupun dalam kehidupan pribadi.
Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga atau dikenal dengan Nama UU PKDRT ini melarang tindakan
kekerasan dalam rumah tangga dengan cara kekerasan fisik, psikis, seksual atau
penelantaran dalam rumah tangga.terhadap orang-orang dalam lingkup rumah
tangga seperti:
 Suami
 Istri
 Anak
 Serta orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga karena hubungan darah,
perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian, menetap dalam rumah tangga
serta orang yang bekerja membantu dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
1) Bentuk Kekerasan Pada Perempuan
a) Kekerasan Fisik
Kekerasan fisik berupa tindakan seperti pemukulan, penyiksaan dan
lain sebagainya yang menimbulkan deraan fisik bagi perempuan yang
menjadi korban, contohnya memukul, menampar, mencekik, menendang, dan
sebagainya.
b) Kekerasan Psikologis
Kekerasan Psikologis yaitu suatu tindakan penyiksaan secara verbal
seperti menghina, berteriak, menyumpah, mengancam, melecehkan, berkata
kasar dan kotor yang mengakibatkan menurunnya rasa percaya diri,
meningkatkan rasa takut, hilangnya kemampuan untuk bertindak dan tidak
berdaya
39

c) Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah tindakan agresi seksual seperti melakukan
tindakan yang mengarah keajakan/ desakan seksual seperti menyentuh,
mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain
sebagainya.
d) Kekerasan Finansial
Kekerasan Finansial dapat berupa mengambil barang korban, menahan
atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
2) Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan
a) Kekerasan pada perempuan dalam keluarga : Kekerasan fisik, perkosaan oleh
pasangan, kekerasan psikologi dan mental.
b) Perkosaan dan kekerasan seksual : perdaggangan perempuan, prostitusi
paksa, kekerasan pada perempuan pekerja rumah tangga.
c) Kekerasan pada perempuan di daerah Konflik dan pengungsian : Perkosaan
masal, perbudakan sensual militer, prostitusi paksa, kawin paksa dan hamil
paksa, paksaan seksual untuk mendapatkan sandang, pangan, papan atau
perlindungan
d) Kekerasan pada perempuan dengan penyalahgunaan anak perempuan :
Penyalahgunaan anak perempuan, Eksploitasi komersil, kekerasan akibat
kecenderungan memilih anak laki-laki, pengabaian anak perempuan,
pemberian makanan yang lebih rendah kualitasnya bagi anak perempuan,
beban kerja yang lebih besar sejak usia sangat muda, keterbatasan akses
terhadap pendidikan.
e) Kekerasan pada perempuan dengan ketidakpedulian terhadap perempuan
 Sebelum lahir : Abortus, memilih janin laki-laki atau perempuan, akibat
pukulan perempuan pada waktu hamil yang bberdampak pada janin.
 Bayi : Pembunuhan dan penelantaran bayi perempuan, penyalahgunaan
fisik, seks, psikis.
 Pra Remaja : Perkawinan usia anak, penyalahgunaan fisik, seks, psikis,
prostitusi dan pornografi anak.
 Remaja dan Dewasa : Kekerasan yang dilakukan oleh teman dekat
 Usia Lanjut : Penyalahgunaan fisik, seks, psikis.
40

3) Faktor Penyebab
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan paling tidak dipicu oleh :
a) Faktor eksternal
Masih adanya pola pikir lingkungan terhadap sosok perempuan telah
dibangun secara sosial maupun kultural. Perempuan dianggap lemah lembut,
cantik damn emosional, sedangkan laki-laki dianggap koat, rasional, dan
jantan.
b) Faktor internal
Perempuan seringkali memancing terjadinya kekrasan pada dirinya.
Contohnya kasus perkosaan yang dsebabkan perempuan memakai pakaian
yang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya.
c) Budaya Pathriarkhi
Munculnya anggapan bahwa posisi perempuan lebih rendah daripada
laki-laki. Hubungan perempuan dengan laki-laki seperti ini telah
dilembagakan didalam struktur keluarga patriarkhi dan didukung oleh
lembaga-lembaga ekonomidan politik dan oleh sistem keyakinan, termasuk
sistem relegius, yang membuat hubungan semacam itu tampak alamiah, adil
secara moral dan suci. Lemahnya posisi perempuan merupakan konsekuensi
dari adanya nilai-nilai patriarkhi yang dilestarikan melalui proses sosialisasi
dan sosialisasi dan reproduksi dalam berbagai bentuk oleh masyarakat
maupun negara.
4) Dampak Kekerasan Pada Perempuan
Dampak kekerasan terhadap perempuan cukup serius baik bagi
perempuan itu sendiri maupun bagi anak-anaknya. Dampak kekerasan :
a) Dampak Fisik
Dampak fisik dapat berupa luka-luka, cacat permanen hingga kematian.
b) DampakPsikologi
Dampak psikologi dapat berupa perasaan tertekan, depresi, hilangnya
rasa percaya diri, trauma bahkan gangguan jiwa.
c) Dampak Sosial
Dampak sosial dapat berupa dikucilkan dari masyarakat.
41

b. Perkosaan dan Pelecehan Seksual


Pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu,
menjengkelkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok
orang terhadap pihak pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin
pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang
yang diganggunya.
Pemerkosaan adalah penetrasi alat kelamin wanita oleh penis dengan
paksaan, baik oleh satu maupun oleh beberapa orang pria atau dengan ancaman.
Perkosaan yang dilakukan yang dilakukan dengan kekerasan dan sepenuhnya tidak
dikehendaki secara sadar oleh korban jarang terjadi.
1) Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual dan Perkosaan
Pelecehan seksual dibagi dalam 3 tingkatan :
 Ringan, seperti godaan nakal, ajakan iseng dan humor porno
 Sedang, seperti memegang, menyentuh, meraba bagian tubuh tertentu, hingga
ajakan serius untuk berkencan.
 Berat, seperti perbuatan terang terangan dan memaksa, penjamahan, hingga
percobaan pemerkosaan.
2) Macam-Macam Perkosaan
a) Perkosaan Oleh Suami/ Bekas Suami
Merasa bahwa istri sudah menjadi hak milik suami sehingga ia merasa
sekehendak hatinya memperlakukan istri.
b) Perkosaan oleh pacarnya
Merasa sudah mencukupi kebutuhan wanita, sehingga laki-laki punya hak
atas wanita tersebut atau merasa sudah melamar wanita tadi sehingga merasa
menjadi hak miliknya.
c) Perkosaan oleh orang tidak dikenal
3) Faktor-Faktor Terjadinya Pelecehan Seksual dan Perkosaan
a) Penayangan tulisan atau tontonan pada media massa yang tidak jarang
menampilkan unsur pornografi, tidak hanya terbatas pada materi yang
menggambarkan hubungan seks, media massa kerap merujuk pada segenap
bentuk materi yang terkait dengan seks.
b) Rusaknya moral dan sistem nilai yang ada di masyarakat
c) Kurang berperannya agama dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual.
d) Hukuman yang diberikan kepada pelaku pelecehan seksual belum setimpal.
42

e) Sikap toleran terhadap hal-hal kecil


4) Dampak Yang terjadi
a) Dampak Pelecehan Seksual
 Dampak pelecehan pada anak adalah membunuh jiwanya. Korban
pelecehan seksual akan mengalami pasca trauma yang pahit.
 Pelecehan seksual dapat merubah kepribadian anak seratus delapan puluh
derajat, dari yang tadinya periang menjadi pemurung.
b) Dampak Perkosaan
 Dampak perkosaan bagi korban perkosaan biasanya pada wanita dan
keluarganya, dimana peristiwa diperkosa merupakan tragedi yang sangat
menyakitan dan sulit dilupakan sepanjang hidup mereka. Bahkan, sering
kali menyebabkan trauma yang berkepanjangan.
 Biasanya perkosaan pada perempuan juga melibatkan kekerasan fisik,
sehingga mungkin saja terjadi luka dan rasa sakit di beberapa bagian
tubuh, seperti di daerah genital.
 Perkosaan mengalami gangguan juga dapat mengalami trauma, meskipun
diawal mereka mencoba untuk mengelak bahwa mereka telah diperkosa
dan mencoba melanjutkan hidup seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa.

c. Single Parent
Single parent adalah seseorang yang tidak menikah atau berpisah yang telah
memutuskan sebagai orang tua tunggal dalam rumah tangga.
1) Faktor Penyebab
a) Kehilangan pasangan akibat meninggal
Hal ini terjadi bila seorang suami meningga maka wanita akan menjadi single
parent dalam mengurus semua masalah dalam rumah tangga.
b) Perceraian
Perkawinan yang buruk terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu
lagi memuaskan kedua belah pihak selain itu persoalan ekonomi dan prinsip
hidup yang berbeda.
c) Diterlantarkan atau ditinggalkan suami tanpa dicerai
d) Pasangan yang tidak sah (kumpul kebo)
Cinta bebas (free love) dan seks bebas (free seks) mulai banyak dianut oleh
kalangan orang muda. Pola seks bebas tersebut mempunyai dampak terhadap
43

kehamilan yang tidak diinginkan, sehingga wanita tersebut akan


membesarkan anaknya tanpa pasangan.
e) Tanpa menikah tetapi punya anak yang diadopsi
Saat sekarang banyak wanita yang mengambil keputusan dengan berkarir
hingga hari tuanya, wanita tersebut biasanya mengambil anak, hal ini
dimaksud agar semua harapannya bisa dipenuhi melalui anak angkatnya.
2) Masalah dan Dampak Yang Dihadapi
Masalah kesehatan yang dihadapi pada single parent :
a) Ancaman Kesehatan
Akibat peran ganda yang harus dijalani, wanita akan mengalami gangguan
seperti kelelahan, kecapean, kurang gizi, sehingga mengakibatkan angka
kesakitan meningkat.
b) Emosi labil
Wanita merasa tidak senang atau tidak puas dengan keadaan diri sendiri dan
lingkungannya. Rasa tidak puas ini mengakibatkan emosi wanita tersebut
menjadi labil dimana wanita akan mengalami perasaan cemas, tidak berdaya
dan depresi dan mudah tersinggung.
c) Peran Ganda
Dimana wanita tersebut harus berperan baik sebagai ibu dan pendidik bagi
anak-anaknya, sebagai kepala keluarga, sebagai pengatur atau pengelola
rumah tangga dan sebagai pencari nafkah dalam mengatasi masalah keluarga.

d. Perkembangan Seksual Yang Menyimpang


Istilah penyimpangan seksual (sexual deviation) sering disebut juga dengan
abnormalitas seksual (sexual abnormality), ketidak wajaran seksual (sexual
perversion), dan kejahatan seksual (sexual harassment).
Penyimpangan seksual kadang disertai dengan ketidakwajaran seksual, yaitu
perilaku atau fantasi seksual yang diarahkan pada pencapaian orgasme lewat relasi
diluar hubungan kelamin heteroseksual, dengan jenis kelamin yang sama, atau
dengan partner yang belum dewasa, dan bertentangan dengan norma-norma
tingkah laku seksual dalam masyarakat yang bisa diterima secara umum (Junaedi,
2010).
44

1) Kategori Seksual Yang Menyimpang


a) Dari cara penyaluran dorongan seksualnya
 Masochisme X Sadisme : Mendapatkan kepuasan dengan siksaan secara
fisik atau mental.
 Eksibitionisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memperlihatkan alat
kelaminnya kepada orang lain.
 Scoptophilia : Mendapatkan kepuasan seks dari melihat aktivitas seksual.
 Voyeurisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat orang
telanjang.
 Troilisme : Perilaku seks yang membagi partner seksual dengan orang lain
sementara orang lain menonton. Biasanya pasangan yang melakukan
aktivitas seksual pada waktu dan tempat yang sama sehingga bisa saling
menonton.
 Transvestisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan memakai pakaian
dari lawan jenisnya.
 Seksualoralisme : Mendapatkan kepuasan seks dari aplikasi mulut pada
genitilia partnernya.
 Sodomi atau seksual analisme : Mendapatkan kepuasan seks dengan
melakukan hubungan seksual melalui anus.
b) Dari orientasi atau sasaran seksual yang menyimpang
 Pedophilia : Seseorang dewasa mendapat kepuasan seks dari hubungan
dengan anak-anak.
 Bestiality : Mendapatkan kepuasan seks dari hubungan dengan binatang
 Zoophilia : Mendapatkan kepuasan dengan melihat aktivitas seksual dari
binatang
 Necriphilia : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat mayat, coitus
dengan mayat.
 Pornography : Mendapatkan kepuasan seks dengan melihat gambar porno
lebih terpenuhi dibandingkan dengan hubungan seksual yang normal.
 Fetishisme : Pemenuhan dorongan seksual melalui pakaian dalam lawan
jenis.
 Frottage : Mendapatkan kepuasan seks dengan meraba orang yang
disenangi dan biasanya orang tersebut tidak mengetahuinya.
45

 Saliromania : biasanya pada lelaki yang mendapatkan kepuasan seks


dengan mengganggu atau mengotori badan/pakaian dari partnernya.
 Gerontoseksuality : Seorang pemuda lebih senang melakukan hubungan
seks dengan perempuan yang berusia lanjut.
 Incest : Hubungan seksual yang dilakukan antara dua orang yang masih
satu darah.
 Obscentity : Mendapatkan kepuasan seks dengan mendengarkan perkataan
atau gerak gerik dan gambar yang dianggap menjijikkan.
 Mysophilia, coprophilia dan Urophilia : Senang pada kotoran, faeces dan
urine.
 Masturbasi : Mendapatkan kepuasan seks dengan merangsang genitalnya
sendiri.
c) Dilihat dari tingkat penyimpangan, keinginan, dan kekuatan dorongan
seksual
 Nymphomania : Seorang wanita yang mempunyai keinginan seks yang
luar biasa atau yang harus terpenuhi tanpa melihat akibatnya.
 Satriasis : Keinginan seksual yang luar biasa dari seorang lelaki.
 Promiscuity dan prostitusi : Mengadakan hubungan seksual dengan
banyak orang.
 Perkosaan : Mendapatkan kepuasan seksual dengan cara paksa.
Untuk lebih jelasnya ada beberapa gangguan seksual yang bisa
berhubungan dengan penyimpangan perilaku seksual, yaitu :
 Gangguan Identitas Jenis : Adanya ketidakesuaian antara alat kelamin
dengan identitas kelamin yang terdapat pada diri seseorang.
 Parafilia (Deviasi Seks) : Adalah gangguan seksual karena pada penderita
seringkali menghayalkan perbuatan seksual yang tidak lazim, sehingga
khayalan tersebut menjadi kekuatan yang mendorong penderita untuk
mencoba dan melakukan aktivitas yang dikhayalkannya.
 Disfungsi Psikoseksual : Adanya hambatan pada selera/minat seksual atau
terdapat hambatan pada perubahan psikofisiologik, yang biasanya terjadi
pada orang yang sedang bergairah seksual. Misalnya hambatan selera
seksual, hambatan gairah seks (Impoten, dan firgiditas), hambatan
orgasme, ejakulasi prematur, dispareunia fungsional, vaginismus
fungsional.
46

 Ganguan seksula pada remaja : Seringkali dijumpai ganmgguan seksual


pada masa remaja seperti ejakulasi dini atau impotensi, bisa juga dijumpai
adanya hambatan selera seksual dan hamabtan gairah seksual. Libido
seksual yang rendah dan kecemasan yang berkaitan dengan seks, seperti
vaginismus. Namun sebagian dari gangguan tersebut belum bersifat
permanen melainkan bersifat situasional dan belum bisa dikategorikan
sebagai kelainan. Hal ini disebabkan kecemasan dan perasaan bersalah
yang begitu kuat, sehingga bisa menghambat dorongan seksual karena
status yang belum membolehkan untuk melakukan hubungan seksual.

e. Wanita Seks Komersial


Pekerja Seks Komersial adalah wanita tuna susila atau disebut juga pelacur
adalah perempuan yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul dengan
imbalan atau bayaran.
1) Faktor Penyebab
Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan
perkembangan yang tidak sama dalam kebudayaan, mengakibatkan
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan
timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal jugan disorganisasi
dalam masyarakat dan dalam diri pribadi, sehingga memudahkan individu
menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Beberapa penyebab timbulnya
pelacuran antara lain :
a) Tidak adanya undang-undang yang melarang pelacuran, juga tidak adanya
larangan-larangan terhadap orang-orang yang melakukan pelacuran.
b) Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan
seks, khususnya diluar ikatan perkawinan.
c) Memberontak terhadap otoritas orang tua.
d) Adanya kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dapat dipuaskan oleh
pihak suami, miaslnya karena suami impoten.
e) Ajakan teman-teman sekampungg atau sekota yang sudah terjun lebih dulu
dalam dunia pelacuran.
f) Dekadensi moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saat
orang mengenyam kesejahteraan hidup dan memutarbalikkan nilai-nilai
pernikahan sejati.
47

g) Kebudayaan eksploitas pada jaman modern khususnya maksplositas kaum


lemah yaitu wanita untuk tujuan komersil.
h) Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan setempat
i) Perkembangan kota-kota, daerah-daerah, pelabuhan dan industri yang sangat
cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria.
2) Masalah dan dampak Yang Akan Dihadapi
a) Resiko tinggi tertular dan menularkan penyakit menular seksual (PMS)
terutama penyakit kelamin seperti Gonorrhoea, Sifilis, Herpes genitalia,
Condiloma akuminata dan Ulkus Mole.
b) Resiko terjadinya kehamilan yang tidak diingikan
c) Gangguan Pada Kesehatan Reproduksi.

4. Masalah-Masalah Kespro Yang Sering Terjadi Pada Siklus Reproduksi


Perempuan
a. Infertilitas
Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri
belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual
sebanyak 2 – 3 kali seminggu dalam kurun waktu 1 tahun dengan tanpa
menggunakan alat kontrasepsi jenis apapun
1) Jenis Infertilitas
a) Infertile primer
Berarti pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki
anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu
tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun.
b) Infertile sekunder
Berrti pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak
sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu
tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa
menggunakan alat atau metode kontrasepsi jenis apapun.
2) Etiologi
Sebanyak 60% – 70% pasangan yang telah menikah akan memiliki anak
pada tahun pertama pernikahan mereka. Sebanyak 20% akan memiliki anak
pada tahun ke-2 dari usia pernikahannya. Sebanyak 10% - 20% sisanya akan
memiliki anak pada tahun ke-3 atau lebih atau tidak pernah memiliki anak.
48

Walaupun pasangan suami istri dianggap infertile bukan tidak mungkin


kondisi infertile sesungguhnya hanya dialami oleh sang suami atau sang istri.
Hal tersebut dapat dipahami karena proses pembuahan yang berujung pada
kehamilan dan lahirnya seorang manusia baru merupakan kerjasama antara
suami dan istri.
Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil
penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka
kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat
menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari
pihak wanita/istri.
3) Faktor Penyebab Infertilitas Pada Wanita
a) Gangguan Organ Reproduksi
 Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina akan membunuh
sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi
sperma ke vagina.
 Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang
mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di
serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas
operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup
serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim
 Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh malformasi uterus yang
mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang
menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus
dan akhirnya terjadi abortus berulang.
 Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba
falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat
bertemu.
 Gangguan ovulasi, gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena
ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi
hormone FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi.
Hambatan ini dapat terjadi karena adanya tumor cranial, stress, dan
pengguna obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hiotalamus
dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormone ini. Maka
49

folikel mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gangguan


ovulasi.
 Kegagalan implantasi, wanita dengan kadar progesteron yang rendah
mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi.
Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak
berlangsung baik. Akibatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah
abortus.
 Endometriosis
b) Faktor immunologis, apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu,
maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing.
Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil.
c) Lingkungan, paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi,
zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh
termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan.

b. Gangguan Haid
1) Kelainan Dalam Banyaknya Darah dan Lamanya perdarahan Haid
a) Hipermenorea (Menoragia)
Perdarahan Haid Yang Lebih Banyak Dari Normal Atau Lebih Lama (lebih
dari 8 Hari).
b) Hipomenorea
Perdarahan Haid yang lebih pendek dan/atau kurang dari biasanya
2) Kelainan Dalam Siklus Haid
a) Polimenorea
Siklus Haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari)
b) Oligomenorea
Siklus Haid lebih panjang dari biasanya (lebih dari 35 hari)
c) Amenorea
Keadaan tidak datang haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Klasifikasi :
 Amenore Primer : Usia 18th/ lebih belum haid
 Amenore Sekunder : Penderita pernah Haid, kemudian tidak haid
3) Perdarahan Diluar Haid
a) Metrorargia
50

Adalah Perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 haid


51

4) Gangguan Lain Dalam Hubungan Dengan Haid


a) Dismenorea
Adalah Nyeri Pada Saat Haid
Klasifikasi :
 Dismenorea Primer, adalah Nyeri Haid yang dijumpai tanpa kelainan
pada alat-alat genital yang nyata (Biasanya mulai terjadi beberapa waktu
setelah menarche biasanya setelah 12 bulan atau lebih)
 Dismenorea Sekunder, adalah Nyeri Haid yang dijumpai karena
gangguan ekstrinsik)

c. Pelvic Inflkamatry Deseases (PID)


Penyakit radang panggul adalah infeksi saluran reproduksi bagian atas. Penyakit
tersebut dapat mempengaruhi endometrium (selaput dalam rahim), saluran tuba,
indung telur, miometrium (otot rahim), parametrium dan rongga panggul. Penyakit
radang panggul merupakan komplikasi umum dari penyakit Menular Seksual (PMS).
Saat ini hampir 1 juta wanita mengalami penyakit radang panggul yang merupakan
infeksi serius pada wanita berusia antara 16-25 tahun. Lebih buruk lagi, dari 4 wanita
yang menderita penyakit ini, 1 wanita akan mengalami komplikasi seperti nyeri perut
kronik, infertilitas (gangguan kesuburan), atau kehamilan abnormal. Terdapat
peningkatan jumlah penyakit ini dalam 2-3 dekade terakhir berkaitan dengan beberapa
faktor, termasuk diantaranya adalah peningkatan jumlah PMS dan penggunaan
kontrasepsi seperti spiral. 15% kasus penyakit ini terjadi setelah tindakan operasi seperti
biopsi endometrium, kuret, histeroskopi, dan pemasangan IUD (spiral). 85% kasus terjadi
secara spontan pada wanita usia reproduktif yang seksual aktif.
1) Penyebab Pelvic Inflkamatry Deseases
Penyakit radang panggul terjadi apabila terdapat infeksi pada saluran genital
bagian bawah, yang menyebar ke atas melalui leher rahim. Butuh waktu dalam
hitungan hari atau minggu untuk seorang wanita menderita penyakit radang panggul.
Bakteri penyebab tersering adalah N. Gonorrhoeae dan Chlamydia trachomatis yang
menyebabkan peradangan dan kerusakan jaringan sehingga menyebabkan berbagai
bakteri dari leher rahim maupun vagina menginfeksi daerah tersebut. Kedua bakteri ini
adalah kuman penyebab PMS. Proses menstruasi dapat memudahkan terjadinya infeksi
karena hilangnya lapisan endometrium yang menyebabkan berkurangnya pertahanan
52

dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah
menstruasi).
2) Faktor Risiko Pelvic Inflkamatry Deseases
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi
untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda
berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan
seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan
dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat
melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita
muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat
memproteksi masuknya bakteri. Faktor risiko lainnya adalah:
a) Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
b) Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30
hari
c) Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
d) Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
e) Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul.
Risiko tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan
terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya.
3) Tanda dan Gejala Pelvic Inflkamatry Deseases
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini
umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi
terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena
radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini
terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain adalah mual, nyeri
berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam nyeri saat sanggama, dan
menggigil.

d. Unwanted Pregnancy dan Aborsi


Setiap orang tua merindukan memiliki anak yang sehat dan cerdas. Untuk itu
calon bayi perlu dirawat sejak dalam kandungan bahkan sebelum terjandinya pembuahan
itu sendiri. Kondisi kesehatan (fisik dan mental) calon ibu jauh sebelum hamil hamil
bahkan semasa remaja merupakan prsayarat bayi yang sehat dan cerdas. Kesiapan
53

seorang perempuan untuk hamil atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam
tiga hal yaitu :
54

1) Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang perempuan yang disebut siap secara fisik jika telah
menyelesaikan pertumbuhan, yaitu sekitar usia 20 tahun, ketika tubuhnya berhenti
tumbuh. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik.
2) Kesiapan Mental/ Emosi/ Psikologis
Saat dimana seorang perempuan dan pasangannya merasa telah ingin mempunyai anak
dan merasa telah siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anaknya.
3) Kesiapan Social/ Ekonomi
Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan membutuhkan tidak
hanya kasih saying orang tuanya, tetapi juga sarana yang membuatnya bisa tumbuh
dan berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang tetap. Karena itu remaja
dikatakan siap jika bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian, makan-minum,

5. Mendeteksi Dini Kanker Pada Wanita


a. Kanker Serviks

1) Pengertian Kanker Serviks


Kanker serviks merupakan keganasan yang berasal dari serviks. Serviks
merupakan sepertiga bagian bawah uterus, berbentuk silindris, menonjol dan
berhubungan dengan vagina melalui ostium uteri eksternum (Komite
Penanggulangan Kanker Nasional, 2016). Kanker serviks adalah kanker paling
sering keempat pada wanita dengan perkiraan 570.000 kasus baru pada tahun
2018 dan mewakili 6,6% dari semua kanker pada wanita. Sekitar 90%
kematian akibat kanker serviks terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah
dan menengah. Tingkat kematian yang tinggi dari kanker serviks secara global
dapat dikurangi melalui pendekatan komprehensif yang mencakup
pencegahan, diagnosis dini, skrining yang efektif dan program pengobatan
(WHO, 2018).
2) Faktor Resiko Kanker Serviks
Menurut kementrian kesehatan RI (2015) tingginya khasus baru kanker
dan sekitar 40% dari kematian akibat kanker barkaitan erat dengan faktor
resiko yang seharusnya dapat dicegah. Secara umum faktor resiko kanker yang
terdiri dari faktor resiko perilaku dan pola makan, diantaranya dalah :
 Indeks masa tubuh tinggi
 Kurang kosumsi buah dan sayur
55

 Kurang aktivitas fisik


 Penggunaan rokok
 Kosumsi alcohol berlebihan
Faktor resiko kanker lainnya, adalah akibat paparan :

 Karsinogen fisik, seperti ultraviolet (UV) dan radiasi ion


 Karsinogen kimiawi, seperti benzo(a)pyrene formalin dan aflatoksin
(kontaminan makanan) dan serat, contohnya asbes.
 Korsinogen biologis, seperti infeksi virus, bakteri dan parasite.
Penyebab kanker serviks diketahui adalah virus HPV (Human Papilonna
Virus) sub tipe onkagenik, terutama sub tipe 16 dan 18. Adapun faktor resiko
terjadinya kanker serviks antara lain, aktivitas seksual diusia muda, merokok,
mempunyai banyak anak, sosial, ekonomi rendah, pemakaian pil KB, penyakit
menular seksual dan riwayat keluarga dengan kanker serviks serta
mengkonsumsi obat imunosupresi.

3) Gejala Kanker Serviks


Gejala awal kanker serviks pada stadium lanjut, antara lain:
 Keputihan yang tidak sembuh dengan pengobatan pada umumnya
 Nyeri pada perut bawah
 Perdarahan sesudah melakukan hubungan intim
 Perdarahan sesudah mati haid (menopause)
 Sering kali tanpa gejala, dideteksi/diketahui dengan skrining ( Dra. Hartati
Nurwijaya et al, 2013)
Gejala kanker serviks yang lebih lanjut atau telah terjadi penyebaran, antara
lain:
 Pada tahap lanjut dengan keluar cairan kekuning-kuningan, berbau atau
bercampur darah (kepuihan karena kanker)
 Tidak dapat buang air besar (sumbatan saluran kencing)
 Sakit ketika melakukan hubungan seks
 Terasa sanat lelah
 Hilang nafsu makan
 Turun berat badan
 Nyeri punggung (kanker yang mengisi panggul)
 Sakit punggung (penyebaran ke tulang punggung)
56

 Sakit di kaki (karena kaki bengkak, penyebaran ke tulang kaki)


 Salah satu kaki bengkak (kanker yang menyumbat pembuluh limfe)
 Banyak perdarahan dari vagina (perdarahan dari kanker serviks)
 Bocor air kencing dan feses dari vagina (ada lubang fistel kandung kemih
atau usus baah)
 Keretakan tulang (penyebaran ke tulang)
 Batuk-batuk (penyebaran ke paru-paru).
4) Skrining Kanker Serviks
Deteksi lesi pra kanker terdiri dari berbagai metode :

(1) Papsmear (konvensional atau liquid-base cytology /LBC )


Pap smear adalah sebuah metode pemeriksaan cairan lender serviks.
Dengan menggunakan spatula atau semacam sikat. Dinding sel
endoserviks dan eksoserviks diambil untuk kemudian dialkukan
pemeriksaan dibawah mikroskop. Pada saat ini terdapat 2 metode
pemeriksaan sel serviks yaitu pemeriksaan pap smear konvensional dan
liquit-base.
(2) Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA)
Deteksi dini kanker rahim dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
sudah dilatih dengan pemeriksaan leher rahim secara visual mengunakan
asam asetat yang sidah diencerkan, berarti melihat leher rahim dengan
mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah pengolesan asam
asetat 3-5%. Daerah yang tidak normal akan berubah warna dengan batas
yang tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasi bahwa leher
rahim mungkin memiliki lesi prakanker (Panduan Program Pencegahan
Kanker, 2015)
Test IVA dapat dilakukan kapan saja dalam siklus menstruasi,
termasuk saat menstruasi, dan saat asuhan nifas atau paska keguguran.
Pemeriksaan IVA juga dapat dilakukan pada perempuan yang dicurigai
atau diketahui memiliki ISR/IMS atau HIV/AIDS (Panduan Program
Pencegahan Kanker, 2015).
(3) Inspeksi Visual Lugoliodin (VILI)
57

Jenis pemeriksaan ini menggunakan iodine dan gambaran hasil


hampir sama dengan pemeriksaan IVA, namun saat ini belum cukup
sering digunakan (dr. Anita Tiffany, 2020).
(4) Test DNA HPV (genotyping / hybrid capture)
Merupakan suatu metode skrining dengan menggunakan alat khusus
untuk mengambil spesimen cairan di sekitar ostium serviks. Teknik
pemeriksaan HPN DNA adalah dengan mengambil sampel dari bagian
atas vagina dan ostium serviks. Selanjutnya memasukan sampel tersebut
ke dalam wadah khusus yang telah berisi cairan pengawet. Proses
berikutnya adalah melakukan pemeriksaan non amplifikasi dengan metode
hibridisasi in situ atau pemeriksaan amplifikasi dengan polymerase chain
reaction (PCR), Ligase Chain Reaction (LCR) dan Hybrid capture (HC)
(PKB OG, 2017).

b. Kanker Payudara
1) Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari sel-sel yang
terdapat di payudara, bisa dari sel-sel saluran air susu atau sel-sel kelenjar
penghasil air susu atau jaringan lain. Kanker ini terjadi hampir seluruhnya
pada wanita, tetapi dapat juga terjadi pada pria. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 231.840 wanita didiagnosis kanker payudara pada tahun 2015.
Pada tahun 2012, kanker payudara menempati peringkat kedua setelah kanker
paru sebagai penyebab kematian utama karena kanker di Amerika Serikat.4,6
Di Indonesia, diperkirakan 51.136 wanita didiagnosis kanker payudara pada
tahun 2015. Penyakit ini juga menjadi penyebab kematian utama karena
kanker di Indonesia pada tahun 2012 (Yuliana, 2018).
2) Faktor Resiko Kanker Payudara
Faktor-faktor risiko kanker payudara yang tidak dapat diubah antara lain:
(1) Jenis kelamin: Wanita sekitar 100 kali lebih sering mengalami kanker
payudara dibandingkan pria. Hal ini mungkin karena pria kurang
memiliki jaringan payudara dan hormon estrogen dan progesteron yang
dapat memicu pertumbuhan sel kanker payudara.
58

(2) Usia: Risiko meningkat seusai usia. Sekitar 1 dari 8 kanker payudara
invasif dijumpai pada wanita usia <45 tahun, sedangkan sekitar 2 dari 3
kanker payudara invasif dijumpai pada wanita usia ≥55 tahun.
(3) Gen-gen tertentu yang diwariskan: Sekitar 5-10% kasus kanker
payudara diperkirakan herediter dan penyebab yang paling sering
adalah mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yang normalnya menjaga sel-
sel dari pertumbuhan tidak terkontrol.
(4) Perubahan gen-gen lain: Mutasi gen lain yang diwariskan lebih jarang
dijumpai dan sering tidak meningkatkan risiko kanker payudara. Contoh
gen-gen lain tersebut adalah ATM, TP53, PTEN, dan lain-lain.
(5) Riwayat kanker payudara dalam keluarga: Memiliki ibu, saudara, atau
anak dengan kanker payudara meningkatkan risiko 2 kali lipat.
(6) Riwayat kanker payudara: Risiko kanker payudara baru pada payudara
yang sama atau bagian lain payudara, meningkat pada wanita dengan
kanker di satu payudara. Risiko ini lebih tinggi jika kanker payudara
didiagnosis pada usia lebih muda.
(7) Ras dan etnis: Secara keseluruhan, wanita kulit putih lebih berisiko
dibandingkan wanita Afrika-Amerika.
(8) Jaringan payudara padat: Jaringan payudara padat membuat
mammogram kurang akurat. Risiko kanker payudara 1,2-2 kali
dibandingkan jaringan payudara rata-rata.
(9) Lobular carcinoma in situ (LCIS): Sel-sel kanker tumbuh dalam lobul-
lobul yang menghasilkan air susu, tetapi tidak tumbuh melalui dinding
lobul. Risiko mengalami kanker invasif meningkat 7-11 kali lipat.
(10) Menstruasi: Wanita dengan menstruasi pertama usia kurang dari 12
tahun dan/atau menopause setelah usia 55 tahun sedikit lebih berisiko
mengalami kanker payudara, hal ini mungkin disebabkan pajanan
hormon estrogen dan progesteron yang lebih lama.
(11) Riwayat radiasi dada: Risiko kanker payudara meningkat pada wanita
(anak atau dewasa muda) dengan terapi radiasi dada untuk terapi kanker
lain (misalnya limfoma) dan risiko paling tinggi jika radiasi diberikan
selama masa remaja.8 Terapi radiasi setelah usia 40 tahun tampaknya
tidak meningkatkan risiko kanker payudara.
59

(12) Pajanan diethylstilbestrol (DES): Wanita yang ibunya mendapat DES


selama kehamilan juga memiliki risiko kanker payudara sedikit lebih
tinggi (Yuliana, 2018).
60

Faktor-faktor risiko kanker yang dapat diubah antara lain:

(1) Memiliki anak: Wanita yang tidak memiliki anak atau memiliki anak
pertama setelah usia 30 tahun lebih berisiko mengalami kanker
payudara secara keseluruhan.
(2) Obat kontrasepsi: Wanita pengguna kontrasepsi oral sedikit lebih
berisiko mengalami kanker payudara.
(3) Wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama lebih dari
10 tahun, risiko kanker payudaranya tidak meningkat.
(4) Risiko kanker payudara wanita pengguna depotmedroxyprogesterone
acetate (DMPA) relatif meningkat.
(5) Terapi hormon setelah menopause: Terapi hormon kombinasi setelah
menopause meningkatkan risiko mengalami kanker payudara.
(6) Menyusui: Menyusui sedikit menurunkan risiko kanker payudara,
terutama jika dilanjutkan selama 1,5-2 tahun.
(7) Konsumsi alkohol: Wanita yang minum alkohol 2-5x per hari
meningkatkan risiko kanker payudara sekitar 1,5 kali.
(8) Berat badan berlebih atau obesitas: Memiliki jaringan lemak lebih
banyak dapat meningkatkan kemungkinan mengalami kanker payudara
dengan meningkatkan kadar estrogen.
(9) Aktivitas fisik: Jalan cepat 1,25-2,5 jam per minggu menurunkan risiko
sebesar 18% (Yuliana, 2018).
3) Gejala Kanker Payudara
Kanker payudara umumnya tidak menimbulkan gejala jika ukurannya
masih kecil. Jika kanker payudara sampai teraba, pasien sering hanya
mengeluhkan benjolan tidak nyeri. Kanker payudara juga dapat menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak dan menimbulkan benjolan, bahkan sebelum
ukuran tumor payudara primer cukup besar untuk diraba. Gejala lain kanker
payudara yang mungkin dijumpai, yaitu pembengkakan di seluruh atau
sebagian payudara, iritasi kulit (dimpling), nyeri payudara atau puting, retraksi
puting, kulit payudara atau puting memerah, mengelupas, atau menebal,
keluarnya sekret dari payudara (selain air susu) (Yuliana, 2018).
61

4) Skrining Kanker Payudara


(1) Pemeriksaan Payudara Payudara Sendiri (SADARI)
SADARI dilakukan oleh wanita mulai usia 20 tahun dan dilakukan
setiap bulan, 7-10 hari setelah hari pertama haid terakhir. Langkah-
langkah melakukan SADARI, yaitu:
 Awali di depan cermin, angkat kedua lengan dan lihat kelainan seperti
memandang kedua payudara.
 Masih di depan cermin dengan posisi lengan terjuntai ke bawah,
kemudian tangan berkacak pinggang. Lihat dan bandingkan kedua
bentuk, ukuran, dan warna kulit payudara. Perhatikan apakah ada
dimpling, perubahan kulit (kemerahan, keriput, bengkak), posisi, dan
bentuk puting (masuk ke dalam atau bengkak).

Gambar 13. Inspeksi Payudara

 Masih di depan cermin, lihat dan perhatikan tanda-tanda pengeluaran


cairan dari puting payudara.
 Berikutnya dengan posisi berbaring, raba payudara kiri dengan tangan
kanan, tangan kiri diletakkan di belakang kepala. Demikian
sebaliknya untuk payudara kanan. Gunakan ujung jari ke 2-4 dan raba
payudara dengan cara melingkar dari luar ke dalam (Yuliana, 2018).

Gambar 14. Palpasi Payudara

(2) Periksa Payudara Klinis (SADANIS)


SADANIS dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih. Pemeriksaan ini
dilakukan sekurangnya 3 tahun sekali atau apabila ditemukan adanya
abnormalitas saat SADARI (Yuliana, 2018).
62

(3) Mammografi
Mammografi bermanfaat untuk mendeteksi perubahan pada
payudara sebelum tanda dan gejala muncul. Pada pemeriksaan ini,
payudara ditekan di antara 2 lempengan sehingga payudara “memipih”.
Jika hasil pemeriksaan mammografi menunjukkan bagian abnormal yang
dicurigai kanker, diperlukan biopsi untuk memastikan diagnosis. Jika
hasil pemeriksaan mammografi tidak menunjukkan tumor, tetapi pasien
atau dokter merasakan adanya benjolan, biasanya dilakukan biopsi untuk
memastikan bahwa benjolan tersebut bukan kanker, kecuali jika temuan
ultrasound menunjukkan benjolan tersebut adalah kista yang kecil
kemungkinannya kanker. Beberapa studi menunjukkan bahwa risiko
kematian karena kanker payudara turun hingga 10-25% pada wanita
yang melakukan mammografi berkala dibandingkan pada wanita yang
tidak (Yuliana, 2018).
Menurut Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara versi 1.0
2015, mammografi berperan penting terutama jika ukuran tumor kecil
atau tidak teraba. Sensitivitas pemeriksaan ini bervariasi 70-80% dengan
spesifisitas 80-90%. Namun dalam panduan ini, belum terdapat acuan
interval skrining dengan mammografi (Yuliana, 2018).
USPSTF setuju bahwa skrining berkala (setiap 1-2 tahun) efektif
menurunkan mortalitas akibat kanker payudara pada wanita usia 40-74
tahun, dan lebih bermanfaat pada wanita usia 50-74 tahun. Rentang usia
40-49 tahun menjadi area ‘abu-abu’ bagi berbagai kalangan, mengenai
kapan perlu dimulainya skrining mammografi. USPSTF tidak
memberikan ketegasan tentang usia yang tepat untuk memulai skrining
mammografi (Yuliana, 2018).
Namun, mammografi tahunan akan dimulai pada usia 40 tahun
(juga anjuran kebanyakan asosiasi medis; ACS menganjurkan dimulai
pada usia 30 tahun jika risiko tinggi) jika wanita memiliki risiko rata-rata
kanker payudara, sedangkan mammografi setiap 2 tahun dimulai saat
usia 50 tahun (Yuliana, 2018).
63

C. Evidence Based Midwifery


1. EBM Asuhan Keluarga Berencana
a. Hubungan Aktivitas Fisik, Lama Penggunaan KB dan Jenis KB
Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Akseptor KB Hormonal
1) Menurut Mariatul Qibtiah dan Shinta Mona Lisca (2022), aktifitas fisik
sangatlah berpengaruh terhadap kenaikan BB terutama ibu yang
menggunakan KB hormonal, sebaiknya rutin melakukan aktifitas fisik
seperti jalan santai di pagi hari, aerobic, dan istrahat yang cukup. Lama
penggunaan KB Hormonal sangatlah berpengaruh terhadap kenaikan berat
badan ibu yang menggunakan KB hormonal, oleh karena itu disarankan
kepada pengguna KB hormonal untuk menggunakan KB secara bergantian
setelah menggunakan KB lebih dari 2 tahun. Jenis KB yang dipilih sangat
mempengaruhi terhadap kenaikan BB bagi para wanita usia subur,
terutama pengguna KB hormon injek 3 bulan merupan salah satu alat
kontrasepsi yang sangat mempengaruhi kenaikan BB akseptornya.
2) Menurut Hanifah Aziz, et.all (2020), Penggunaan kontrasepsi dalam
jangka panjang juga dapat memicu terjadinya kenaikan berat badan yang
dialami oleh akseptor KB. Dalam penggunaan jangka panjang KB
hormonal turut memicu terjadinya peningkatan berat badan, kanker,
kekeringan pada vagina, gangguan pada emosi, dan jerawat karena
penggunaan hormonal yang lama dapat mengacaukan keseimbangan
hormon estrogen dan progesterone dalam tubuh sehingga mengakibatkan
terjadi perubahan sel yang normal menjadi tidak normal. Bila sudah dua
tahun, kita harus pindah kesistem KB yang lain, seperti KB kondom,
spiral, atau kalender.
Asumsi peneliti bahwa terjadinya peningkatan berat badan pada akseptor
KB tidak hanya dipengaruhi oleh perubahan hormon sebagai akibat
penggunaan kontrasepsi hormonal yang lama. Tetapi ada faktor lain yang
dapat mempengaruhi peningkatan berat badan pada seseorang. Faktor-
faktor tersebut misalnya adalah pola kebiasaan makan, kurangnya aktifitas
fisik, keturunan obesitas, faktor fisiologis tubuh, pertambahan usia,
gangguan hormon, faktor lingkungan dan faktor kebudayaan. Akseptor
yang banyak makan tetapi diimbangi dengan olah raga akan mampu
64

mencegah peningkatan berat badan, karena olah raga dapat membakar


lemak yang ada pada tubuh.

b. Hubungan Kontrasepsi Hormonal terhadap SIklus Menstruasi


1) Menurut Ferilia Adiesti & Fitria Edni Wari (2020), Kontrasepsi hormonal
memiliki hubungan yang bermakna dengan siklus menstruasi, akseptor
kontrasepsi hormonal progestin dapat mengalami siklus menstruasi yang
tidak normal 1,6 kali lebih besar dibandingkan dengan akseptor
kontrasepsi hormonal kombinasi. Pada sebagian besar akseptor kontrasepsi
hormonal, perdarahan bercak biasanya menyebabkan gangguan menstruasi
yang terjadi kadang-kadang di antara siklus menstruasi dan dalam waktu
yang lama, kadang-kadang terjadi oligomenore hingga terjadinya
amenorhea. Siklus menstruasi yang tidak normal ini sebagian besar terjadi
karena pengaruh faktor hormonal. Selain itu, kecemasan atau stres
mempengaruhi perubahan hormon dalam tubuh yang secara langsung
dapat mempengaruhi hipotalamus dalam mempertahankan siklus
menstruasi. Seorang wanita yang menggunakan kontrasepsi kombinasi
hormon estrogen dan progesteron mungkin dapat mengalami waktu
menstruasi yang lebih pendek atau lebih singkat.
Perubahan menstruasi yang tidak normal dalam bentuk amenorhea
disebabkan oleh hormon progesteron yang menghambat LH sehingga
terjadi penipisan endometrium dan mengalami regresi menyebabkan
inaktivasi kelenjar. Menorhagia biasanya terjadi pada awal penggunaan
kontrasepsi karena hormone progesteron menyebabkan perubahan
pembuluh kapiler dan sel-sel endhotelial yang mengandung glikoprotein
sehingga memberikan perlindungan pada sel-sel endotel, proses ini akan
mempengaruhi mekanisme kerja hormon dan siklus menstruasi normal,
perdarahan akan melimpah.

2. EBM Asuhan Kesehatan Reproduksi


a. Pengaruh Air Rebusan Daun Sirih terhadap Keputihan
1) Menurut Hadriyani Amin, et.all (2023), Pemberian air rebusan daun sirih
untuk membasuh vagina dapat mengurangi keputihan. Daun sirih
mengandung minyak atsiri yang terdiri dari betlephenol, kavikol,
65

seskuiterpan, hidroksikavikol, cavibetol, estragol, eugenol, dan karvakol.


Beberapa literature menyatakan bahwa daun sirih juga mengandung enzim
diastase, gula, dan tannin. Biasanya, daun sirih muda mengandung
diastase, gula, dan minyak atsiri lebih banyak dibandingkan daun sirih tua.
Sementara inti kandungan tannin nya relative sama. Senyawa Eugenol
pada daun sirih, terbukti mematikan jamur Candida Albicans Penyebab
keputihan, sementara tannin, merupakan astringen, yang mengurangi
sekresi cairan pada liang vagina. Khasiat daun sirih sebagai salah satu obat
untuk mengobati keputihan, teruji secara klinis diberbagai bidang
kesehatan.

b. Potensi Curcumin sebagai Modalitas Terapi Suportif Pada Pasien


Kanker Payudara
1) Menurut Amira Puri Zahra, et.all (2020), Kandungan Curcumin
merupakan pigmen kuning dari Curcuma longa yang dikenal
luas dengan nama kunyit digunakan sebagai zat pewarna makanan
dan rempah-rempah. Curcumin adalah polifenol molekul rendah,
pertama kali diisolasi dari kunyit pada tahun 1815, dan strukturnya
digambarkan pada tahun 1910 sebagai diferuloylmethane. Kunyit
memiliki kandungan 2%-8% kandungan utamanya curcuminoids, yang
sebagian besar mengandung curcumin, <20% demethoxycurcumin, dan
sekitar 2% bis-demethox curcumin. Curcumin bersifat hidrofobik dan
biasanya larut dalam minyak, etanol, aseton, dan dimetil sulfoksida.
Kunyit memiliki efek . Efek kesehatan yang bermanfaat darikurkumin
dianggap karena sifatnya antikarsinogenik.
Curcumin menginduksi apoptosis kanker payudara dengan mengatur
ekspresi gen terkait apoptosis. Curcumin dalam sel kanker payudara
manusia memiliki aktivitas Dalam selmeliputiMCF-7, gen HIAP1,
CRAF1, GADD45, HPRT, MCL-1, BCL2L2, NIP1, TRAP3,
GSTP1, PIG11, DAXX, PIG3, RBP2, dan JNK1 diregregasi, sedangkan
gen TRAIL, AP13, TNFR, SARP3, TRAIL-R2, TNFRSF5, TNFb,
dan hTRIP diturunkan regulasi.Curcumin juga dilaporkan mengatur
protein terkait apoptosis. Studi terbaru melaporkan bahwa curcumin
meningkatkan ligan apoptosis (TRAIL) yang diinduksi apoptosis
66

terkait TNF bahkan dalam sel kanker payudara yang resistan terhadap
TRAIL. Aktivitas telomerase dihambat olehcurcumin melalui
pengaturan ekspresi hTERT (telomerase reverse transcriptase)
sehingga sel-sel kanker akan mengalami apoptosis terprogram.
Curcumin dapat mempengaruhi sel-sel kanker payudara manusia
melalui induksi siklus sel pada fase G2M dan fase S akhir pada sel
MCF-7. Curcumin menyebabkan peningkatan fraksi fase G2M
yang jelas. Curcumin menginduksi penghentian fase sel
kanker dengan mengatur jalur pensinyalan terkait spindel. Efek
mendalam pada spindel mitosis diberikan oleh curcumin secara
langsung, dan spindle monopolar
DAFTAR PUSTAKA
Adiesti, F., & Wari, F. E. (2020). Hubungan kontrasepsi hormonal dengan siklus menstruasi.
Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 4(1), 6–12. https://doi.org/10.32536/jrki.v4i1.71

Amin, H., Kalsum, U., & Ramadhan, S. (2023). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Sirih
Terhadap Keputihan Pada Wanita Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Klinik
Manding Kabupaten Polewali Mandar. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan, 14(2), 39–44.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v14i2.280

Aziz, H., Dinengsih, S., Choirunnisa, R., & Studi Sarjana Terapan Kebidanan, P. (2020).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kenaikan Berat Badan Akseptor Kb Di
Klinik Medisca Cimanggis Depok Jawa Barat Tahun 2020. Jurnail Ilmiah Kesehatan
Dan Kebidanan, 9 No. 2, 1–14.

Badan Pusat Statistik. 2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-2035

Fahimah Iim. 2017. Analisis Kontra Indikasi Dan Manfaat Kontrasepsi Vasektomi di Kota
Bengkulu (Perspektif Maslahah Mursalah). Manhaj, Vol. 1, Nomor 1, Januari –
April 2017
Februanti, Sofia. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Serviks. Yogyakarta:
Deepublish
Fikri, Zahid & Nur Ismi. 2015. Rebusan Daun Sirih Dan Kunyit Terhadap Keputihan
Patologis Pada Remaja Putri. Journals of Ners Community Volume 6 No 1 Juni
2015

Handayani, Lestari et al. 2012. Penigkatan Informasi Tentang KB: Hak Kesehatan
Reproduksi Yang Perlu Diperhatikan Oleh Program Pelayanan Keluarga
Berencana. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 289-
297

Luba, S., & Rukinah, R. (2021). Faktor yang Mempengaruhi Akseptor Kb dalam Memilih
Alat Kontrasepsi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 253–258.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.598

Medical Mini Notes Production. 2016. Obstetri

Mulyani Ns. (2013). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Keluarga Berencana Dan
Alat Kontrasepsi. https://doi.org/10.1300/J153v04n01_13
67
Nelwan, Dr. Jeini Ester. 2019. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Deepublish
Nurwijaya, Dra. Hartati. 2013. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
Prijatni, Ida & Sri Rahayu. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Modul
Bahan Ajar Cetak Kebidanan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Kesehatan Reproduksi
Remaja
Rodiani & Chania Forcepta. 2017. Faktor – Faktor Penggunaan Alat Kontrasepsi Medis
Operasi Wanita (MOW) pada Pasangan Wanita Usia Subur. Majority | Volume 6
| Nomor 1 | Februari 2017

Qibtiah, M., & Lisca, S. M. (2022). Hubungan Aktivitas Fisik, Lama Penggunaan KB dan
Jenis KB Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Akseptor KB Hormonal. Indonesia
Journal of Midwifery Sciences, 1(3), 119–124. https://doi.org/10.53801/ijms.v1i3.48

Wilujeng, Rachel Dwi. 2013. Modul Kesehatan Reproduksi


Wulansari, Melati Artika & Restiana Setyowati. 2017. Efektifitas Ekstak Bellannona Dalam
Upaya Menangani Flour Albus Pada Aseptor KB IUD. PROFESI, Volume 14,
Nomor 2 Maret 2017
Yuliana. 2018. Risiko dan Deteksi Dini Kanker Payudara. Opini CDK-261/ vol. 45 no. 2 th.
2018

68

Anda mungkin juga menyukai