Laporan Pendahuluan KB Dan Kespro Done
Laporan Pendahuluan KB Dan Kespro Done
Laporan Pendahuluan KB Dan Kespro Done
Disusun Oleh :
Evi Novitasari
NIM PO.62.24.2.23.827
Mengetahui,
Pembimbing Institusi,
Mengetahui,
Erina Eka Hatini, SST., MPH Eline Charla Sabatina B, SST., M.Kes
NIP.19800608 200112 2 001 NIP.19860621 200912 2 002
i
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Karunia-Nya sehingga penyusunan Laporan Pendahuluan ini dapat terselesaikan karena
berkat dan penyertaan-Nya yang senantiasa di curahkan dalam hidup saya.
Penulis menyadari dalam penyusunan ini banyak mendapat bantuan dari berbagai
pihak serta Laporan Pendahuluan ini berwujud tidak hanya dari usaha atau kerja keras penulis
sendiri tetapi mendapat bimbingan, bantuan, arahan dan dorongan dari berbagai pihak.
Penulis menyadari bahwa Laporan Pendahuluan ini jauh dari kata sempurna
mengingat keterbatasan ilmu dan pengetahuan, pengalaman serta waktu sehingga penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan
Laporan Pendahuluan ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
COVER
LEMBAR PENGESAHAN..............................................................................................i
KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
A. Konsep Dasar Keluarga Berencana........................................................................3
1. Definisi Keluarga Berencana............................................................................4
2. Tujuan Keluarga Berencana.............................................................................4
3. Konseling Keluarga Berencana........................................................................5
4. Metode KB.......................................................................................................9
a. Alamiah......................................................................................................9
b. KB Hormonal............................................................................................10
c. Alat Kontrasepsi dalam Rahim..................................................................14
1) Profil....................................................................................................14
2) Jenis.....................................................................................................14
3) Mekanisme Kerja dll...........................................................................14
4) Pemasangan dan Pencabutan AKDR...................................................15
d. Alat Kontrasepsi Bawah Kulit...................................................................23
1) Profil...................................................................................................23
2) Jenis.....................................................................................................23
3) Mekanisme Kerja dll...........................................................................24
4) Pemasangan dan Pencabutan AKBK..................................................24
c. Kontrasepsi Mantap...................................................................................26
1) MOW..................................................................................................26
2) MOP....................................................................................................27
B. Konsep Dasar Kesehatan Reproduksi....................................................................29
1. Definisi Kespro................................................................................................29
2. Kespro dalam Pespektif gender.......................................................................31
3. Isu-isu Kesehatan Perempuan..........................................................................33
iii
4. Masalah-masalah kespro yang sering terjadi pada siklus reproduksi perempuan
5. Mendeteksi dini kanker pada wanita...............................................................34
a. Kanker Serviks..........................................................................................34
b. Kanker Payudara........................................................................................37
C. Evidence Based Midwifery Pada KB dan Kespro.................................................40
1. EBM Asuhan Keluarga Berencana..................................................................40
2. EMB Asuhan Kesehatan Reproduksi..............................................................43
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................45
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka menjamin kesehatan ibu, pasangan yang sah mempunyai peran
untuk meningkatkan kesehatan ibu secara optimal, antara lain: mendukung ibu dalam
merencanakan keluarga (termasuk menentukan jumlah anak, kapan pasangannya
hamil, metode kontrasepsi yang akan dipakai, dan di mana akan melahirkan), aktif
dalam penggunaan kontrasepsi (termasuk mendukung ibu menggunakan kontrasepsi
atau bersedia menggunakan kontrasepsi untuk laki-laki), memperhatikan kesehatan
ibu hamil, memastikan persalinan yang aman oleh tenaga kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan, membantu setelah bayi baru lahir, mengasuh dan mendidik anak
secara aktif, tidak melakukan kekerasan dalam rumah tangga, dan mencegah infeksi
menular seksual termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) yang dilakukan pasangan dengan cara
melakukan hubungan seksual yang aman, bertanggung jawab, dan hanya melakukan
hubungan seksual dengan 1 pasangan. (Rampai, n.d., p. 1)
Program Keluarga Berencana (KB) dicanangkan oleh Badan Kependudukan dan
Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merupakan salah satu upaya untuk
mendukung program pemerintah dalam pencapaian target indikator sustainability
development goals (SDGs) tahun 2030, yaitu menjamin akses penyeluruh (universal
access) terhadap pelayanan kesehatan seksual, kesehatan reproduksi dan keluarga
berencana. Keluarga Berencana (KB) sebagai salah satu dari lima pilar safe
motherhood dalam rangka strategi menurunkan angka kematian dan kesakitan ibu.
Secara demografi di bentuknya program KB adalah untuk mengendalikan laju
pertumbuhan penduduk agar tidak mengakibatkan kepadatan dan ledakan penduduk di
suatu negara (Indraswari, 2017) Indonesia merupakan negara ASEAN yang memiliki
penduduk terbanyak dengan jumlah sekitar 224 juta penduduk. Total Fertility Rate
(TFR) 2,6 sedangkan rata-rata TFR di negara ASEAN 2,4 (World Population, 2015).
Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 penggunaan KB aktif di Indonesia yaitu KB
pil 8,5 %, suntik 3 bulan (42,4 %), suntik 1 bulan (6,1% ) IUD (6,6 %), Implan (4,7
%), Tubektomi (3,1%), Kondom (1,1 %), dan Vasektomi (0,2 %) (Kemenkes, 2018b).
1
2
memiliki keefektifan yang tinggi dengan tingkat kegagalan yang rendah serta
komplikasi dan efek samping yang lebih sedikit dibandingkan metode kontrasepsi
yang lain. Jenis dari MKJP yaitu alat kontrrasepsi dalam rahim, Medis Operatif
Wanita (MOW), Medis Operasi Pria (MOP) dan implan (Handayani, 2019). Implant
merupakan salah satu MKJP yang berbentuk tabung plastik fleksibel berukuran kecil
yang diletakkan di bawah kulit lengan atas Anda. Tabung ini akan melepaskan
hormon progesteron ke dalam aliran darah Anda untuk mencegah kehamilan (Lestari,
2020).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut “Bagaimana Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Keluarga Berencana dan
Kesehatan Reproduksi?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep dasar keluarga berencana dan kesehatan reproduksi
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Definisi Keluarga Berencana
b. Untuk mengetahui Tujuan Keluarga Berencana
c. Untuk mengetahui Konseling Keluarga Berencana
d. Untuk mengetahui apasaja Metode KB
e. Untuk mengetahui Definisi Kespro
f. Untuk mengetahui Kespro dalam Pespektif gender
g. Untuk mengetahui apasaja Isu-isu Kesehatan Perempuan
h. Untuk mengetahui apasaja Masalah-masalah kespro yang sering terjadi pada
siklus reproduksi perempuan
i. Untuk Mendeteksi dini kanker pada wanita
j. Untuk mengetahui Evidence Based Midwifery Pada KB dan Kespro
D. Manfaat
1. Klien
4
Dapat lebih mengerti dan mengetahui hal-hal penting dari program Keluarga
Berencana terutama dalam pengambilan keputusan, serta maupun meningkatkan
kesehatan reproduksi baik perempuan maupun laki-laki, agar terhindari dari
berbagai penyakit lainnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.
2. Mahasiswa
Dapat lebih mengerti secara luas hal-hal penting yang terdapat di program
keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. Sehingga mampu meningkatkan
kinerja dilahan praktik secara baik dan tepat
3. Lahan Praktik
Dapat menjadi acuan dalam meningkatkan program kerja instansi yang
berhubungan dengan keluarga berencana dan kesehatan reproduksi, agar
masyarakat lebih mengerti serta memahami seberapa penting ikut keluarga
berencana dan menjaga kesehatan reproduksi sejak dini, sehingga dapat menekan
AKI ibu dan anak.
BAB II
LANDASAN TEORI
5
6
efektif adalah memberi kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara
pemberi dan penerima, sehingga bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman dan umpan
balik seimbang, dan melatih penggunaan bahasa nonverbal secara baik (Prijatni &
Rahayu, 2016).
Konseling merupakan unsur yang penting dalam pelayanan keluarga berencana
dan kesehatan reproduksi karena melalui konseling klien dapat memilih dan
memutuskan jenis kontrasepsi yang akan digunakan sesuai dengan pilihannya serta
meningkatkan keberhasilan KB. Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu
dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang
diberikan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan. Teknik
konseling yang baik dan informasi yang memadai harus diterapkan dan dibicarakan
secara interaktif sepanjang kunjungan klien dengan cara yang sesuai dengan budaya
yang ada (Prijatni & Rahayu, 2016).
Berdasarkan PMK No 97 2014 Pelayanan KIA Pasal 18 ayat (2) yaitu tentang
pemberian atau pemasangan kontrasepsi sebagaimana dimaksud harus didahului oleh
konseling dan persetujuan tindakan medik (Informed Consent). Penggerakan
pelayanan kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada Pasal 20 Ayat 1 tentang
Konseling Keluarga Berencana, dapat dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan atau
tempat pelayanan lain, berupa komunikasi, informasi, dan edukasi tentang metode
kontrasepsi yang harus dilakukan secara lengkap dan cukup sehingga pasien dapat
memutuskan untuk memilih metoda kontrasepsi yang akan digunakan (informed
choise).
a. Tujuan Konseling Keluarga Berencana
Konseling KB bertujuan membantu klien dalam hal:
1) Menyampaikan informasi dari pilihan pola reproduksi.
2) Memilih metode KB yang diyakini.
3) Menggunakan metode KB yang dipilih secara aman dan efektif.
4) Memulai dan melanjutkan KB.
5) Mempelajari tujuan, ketidakjelasan informasi tentang metode KB yang
tersedia.
6) Memecahkan masalah, meningkatkan keefektifan individu dalam pengambilan
keputusan secara tepat
7) Membantu pemenuhan kebutuhan klien meliputi menghilangkan perasaan
yang menekan/mengganggu dan mencapai kesehatan mental yang positif
7
8) Mengubah sikap dan tingkah laku yang negatif menjadi positif dan yang
merugikan klien menjadi menguntungkan klien.
9) Meningkatkan penerimaan
10) Menjamin pilihan yang cocok
11) Menjamin penggunaan cara yang efektif
12) Menjamin kelangsungan yang lama.
b. Manfaat Konseling Keluarga Berencana
Konseling KB yang diberikan pada klien memberikan keuntungan kepada
pelaksana kesehatan maupun penerima layanan KB. Adapun keuntungannya
adalah:
1) Klien dapat memilih metode kontrasepsi yang sesuai dengan kebutuhannya.
2) Puas terhadap pilihannya dan mengurangi keluhan atau penyesalan.
3) Cara dan lama penggunaan yang sesuai serta efektif.
4) Membangun rasa saling percaya.
5) Menghormati hak klien dan petugas.
6) Menambah dukungan terhadap pelayanan KB.
7) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
c. Prinsip Konseling Keluarga Berencana
Prinsip konseling KB meliputi: percaya diri, Tidak memaksa, Informed
consent (ada persetujuan dari klien); Hak klien, dan Kewenangan. Kemampuan
menolong orang lain digambarkan dalam sejumlah keterampilan yang digunakan
seseorang sesuai dengan profesinya yang meliputi :
1) Pengajaran
2) Nasehat dan bimbingan
3) Pengambilan tindakan langsung
4) Pengelolaan
5) Konseling.
d. Hak Klien
Dalam memberikan pelayanan kebidanan bidan harus memahami benar hak
calon akseptor KB. Hak-hak akseptor KB adalah sebagai berikut:
1) Terjaga harga diri dan martabatnya.
2) Dilayani secara pribadi (privasi) dan terpeliharanya kerahasiaan.
3) Memperoleh informasi tentang kondisi dan tindakan yang akan dilaksanakan.
4) Mendapat kenyamanan dan pelayanan terbaik.
8
e. Peran Konselor
Proses konseling dalam praktik pelayanan kebidanan terutama pada
pelayanan keluarga berencana, tidak terlepas dari peran konselor. Tugas seorang
konselor adalah sebagai berikut:
1) Sahabat, pembimbing dan memberdayakan klien untuk membuat pilihan yang
paling sesuai dengan kebutuhannya.
2) Memberi informasi yang obyektif, lengkap, jujur dan akurat tentang berbagai
metode kontrasepsi yang tersedia.
3) Membangun rasa saling percaya, termasuk dalam proses pembuatan
Persetujuan Tindakan Medik.
f. Jenis Konseling
Jenis konseling terbagi menjadi tiga, yaitu:
1) Konseling Umum
Konseling umum dapat dilakukan oleh petugas lapangan keluarga
berencana atau PLKB. Konseling umum meliputi penjelasan umum dari
berbagai metode kontrasepsi untuk mengenalkan kaitan antara kontrasepsi,
tujuan dan fungsi reproduksi keluarga.
2) Konseling Spesifik
Konseling spesifik dapat dilakukan oleh dokter / bidan / konselor.
Konseling spesifik berisi penjelasan spesifik tentang metode yang diinginkan,
alternatif, keuntungan keterbatasan, akses, dan fasilitas layanan.
3) Konseling Pra dan Pasca Tindakan
Konseling pra dan pasca tindakan dapat dilakukan oleh operator atau
konselor atau dokter atau bidan. Konseling ini meliputi penjelasan spesifik
tentang prosedur yang akan dilaksanakan (pra, selama dan pasca) serta
penjelasan lisan atau instruksi tertulis asuhan mandiri.
g. Pemberi dan Tempat Melakukan Konseling
Kenyataan yang ada dilapangan adalah tidak semua sarana kesehatan dapat
dijangkau oleh klien. Oleh karena itu tempat pelayanan konseling untuk melayani
masyarakat yang membutuhkannya dapat dilakukan pada 2 (dua) jenis tempat
pelayanan konseling, yaitu:
1) Konseling KB di lapangan (non klinik)
10
2) Pendidikan KB
Pelayanan KB yang diberikan pada pasien mengandung unsur pendidikan
sebagai berikut:
a) Menyediakan seluruh informasi metode yang tersedia.
b) Menyediakan informasi terkini dan isu.
c) Menggunakan komunikasi satu arah atau dua arah.
d) Dapat melalui komunikasi individu, kelompok atau massa.
e) Menghilangkan rumor dan konsep yang salah.
3) Konseling KB
Konseling KB antara lain:
a) Mendorong klien untuk mengajukan pertanyaan.
b) Menjadi pendengar aktif; Menjamin klien penuh informasi.
c) Membantu klien membuat pilihan sendiri.
i. Pelaksanaan Konseling KB dengan ABPK Alat Bantu Pengambilan
Keputusan ber-KB (ABPK)
ABPK Alat Bantu Pengambilan Keputusan ber-KB (ABPK) merupakan alat
penunjang dalam pemberian konseling KB. Penggunaan ABPK dalam konseling
KB bertujuan untuk mendorong klien untuk terlibat dalam pengambilan keputusan
KB, membantu penyedia layanan untuk memberikan informasi KB yang
berkualitas, dan mengoptimalkan interaksi yang positif antara penyedia layanan
dengan klien. Selain itu, ABPK memungkinkan konseling berjalan lebih terarah,
konselor tidak mendominasi konseling dan membuat waktu lebih efektif. ABPK
berbentuk lembar balik dua sisi, di mana satu sisi menampilkan gambar dan
informasi dasar untuk klien, sedangkan sisi lainnya menampilkan informasi teknis
yang lebih terperinci untuk penyedia layanan. Dalam membantu klien mengambil
keputusan ber-KB, penyedia layanan perlu memperhatikan hal-hal berikut ini.
1) Klien adalah pengambil keputusan
2) Penyedia layanan membantu klien dalam menimbang berbagai informasi
mengenai KB
3) Penyedia layanan harus menghargai keinginan klien
4) Penyedia layanan harus tahu langkah yang perlu diambil berikutnya untuk
dapat memberikan saran dan informasi yang tepat bagi klien
Konseling dengan menggunakan ABPK mengacu pada prinsip SATU
TUJU, yaitu Sapa dan Salam, Tanyakan, Uraikan, Bantu, Jelaskan, dan
12
Kunjungan Ulang. Teknik ini harus dilakukan secara berurutan dan sesuai
dengan kebutuhan klien.
Berikut adalah uraian dari prinsip SATU TUJU tersebut :
1) SA: Sapa dan Salam Proses konseling KB harus dimulai dengan menyapa
dan mengucapkan salam terhadap klien secara terbuka dan sopan. Jangan
lupa untuk menyatakan secara eksplisit mengenai kerahasiaan data klien
yang terjamin dalam proses konseling KB. Sapaan terhadap klien juga
disertai dengan pertanyaan mengenai informasi keadaan klien saat ini,
seperti kondisi kesehatannya, keluhan yang dialami, pemikiran mengenai
alat kontrasepsi yang hendak digunakan, dan berbagai pertimbangan yang
dimiliki klien saat ini.
2) T: Tanyakan Agar dapat memudahkan klien untuk menemukan metode KB
yang sesuai, maka kenalilah kebutuhan klien dengan bertanya. Ajak klien
untuk mendiskusikan beberapa hal berikut, yaitu kondisi kesehatan saat ini,
pengalaman ber-KB, pengetahuan mengenai program KB, rencana memiliki
anak, kesehatan reproduksi, pemahaman mengenai HIV/AIDS dan Infeksi
Menular Seksual (IMS) lainnya, sikap pasangan mengenai rencana ber-KB,
dan ragam pertimbangan yang dimiliki oleh klien. Dalam hal ini,
keterampilan penyedia layanan dalam melakukan observasi dan bertanya
serta menanggapi cerita dan informasi dari klien juga perlu diasah dengan
baik.
Berikut adalah keterampilan-keterampilan yang perlu dimiliki oleh penyedia
layanan agar proses tanya ini bisa berjalan dengan baik:
a) Observasi
b) Memberikan pertanyaan terbuka dan tertutup
c) Memberikan dorongan
d) Melakukan parafrase
e) Merefleksikan perasaan
f) Merefleksikan arti
g) Membuat kesimpulan
3) U: Uraikan Dalam proses ini, penyedia layanan telah memiliki satu atau dua
metode KB yang dapat ditawarkan kepada klien. Penyedia layanan harus
menguraikan metode KB yang hendak ditawarkan tersebut dengan
mengaitkannya pada berbagai pertimbangan klien yang dimilikinya saat ini,
13
termasuk mengenai kriteria kelayakan medis, efek samping, dan hal-hal lain
yang perlu diperhatikan oleh klien.
4) Tu: Bantu Dalam proses ini, penyedia layanan membantu klien untuk
membuat keputusan dengan mempertimbangkan kondisi medis, karakteristik
klien, efektivitas, efek samping, dan durasi penggunaan metode KB. Oleh
karena itu, penyedia layanan perlu memastikan bahwa klien telah memiliki
pengetahuan yang cukup mengenai metode KB yang menjadi pilihannya.
5) J: Jelaskan Setelah klien memutuskan alat kontrasepsi yang akan digunakan,
penyedia layanan harus menjelaskan secara lengkap mengenai cara
menggunakan alat kontrasepsi tersebut. Dalam hal ini, informasi yang
tercantum dalam ABPK dapat membantu klien lebih memahami cara
menggunakan alat kontrasepsi yang akan digunakan tersebut. Klien juga
harus mampu menampilkan perencanaan yang baik mengenai bagaimana ia
akan menjalankan program KB yang diinginkannya.
6) U: Kunjungan Ulang Penyedia layanan perlu mendorong klien untuk
kembali apabila ia memiliki pertanyaan, pertimbangan, maupun
permasalahan saat menjalankan program KB yang telah ia pilih.
4. Metode KB
Kontrasepsi adalah segala macam alat atau cara yang digunakan oleh satu pihak
atau kedua belah pihak untuk menghindari atau mencegah terjadinya kehamilan
sebagai akibat pertemuan sel sperma dan sel telur (ovum) yang sudah matang.
Manfaatnya yaitu mencegah terjadinya kematian, mengurangi angka kesakitan ibu
dan anak, mengatur kelahiran anak sesuai yang diinginkan dan dapat menghindari
terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan (Laode Muhamad Sety, 2014).
a. Kontrasepsi Non Hormonal
1) Metode Lendir Serviks
Metode KB dengan cara menghindari senggama pada masa subur
a) Keuntungan
Digunakan untuk menghindari kehamilan
Tidak ada efek samping sistemik
Murah/tanpa biaya
14
b) Keterbatasan
Efektif tergantung kemauan dan disiplin pasangan
Dibutuhkan pelatih untuk membantu ibu mengenali masa suburnya
Tidak boleh digunakan untuk pasien siklus haid tidak teratur
4) Kondom
Merupakan sarung karet yang dipasang pada penis saat hubungan seksual.
a) Keuntungan
Efektif bila digunakan dengan benar
Tidak mengganggu produksi ASI
Tidak ada efek samping sistemik
Murah dan dapat dibeli umum
Mencegah penularan IMS
Mencegah ejakulasi dini
b) Keterbatasan
Efektivitas tidak terlalu tinggi
Agak mengganggu hubungan seksual
Pada beberapa pasien bisa menyebabkan kesulitan mempertahankan ereksi
Tidak sesuai untuk pria yang alergi terhadap bahan dasar kondom
5) Diafragma
16
Adalah kap berbentuk bulat sembung yang terbuat dari lateks (karet) yang
diinsersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup
serviks.
6) Spermisida
(1) Jenis
Pil Progesterin terbagi menjadi 2 jenis, yaitu dalam bentuk kemasan isi
35 pil (300 μց levonogestrel / 350 μց norentindron) dan kemasan isi 28
pil (75 μց norgestrel).
(2) Mekanisme Kerja
Menekan sekresi gonadotropin dan sintesis steroid seks di ovarium
(tidak begitu kuat.
Endometrium mengalami transformasi lebih awal sehingga implantasi
lebih sulit
Mengentalkan lendir serviks sehingga menghambat penetrasi sperma
Mengubah motilitas tuba sehingga transportasi sperma terganggu
18
(3) Keuntungan
Sangat efektif bila digunakan secara benar
Tidak mengganggu hubungan seksual
Tidak mempengaruhi ASI
Kesuburan cepat kembali
Nyaman dan mudah digunakan
Sedikit efek samping
Dapat dihentikan setiap saat
Tidak menganduk esterogen
(4) Kerugian
Hampir 30-60% mengalami gangguan haid
BB meningkat / menurun
Harus digunakan setiap hari pada waktu yang sama, bila lupa 1 pil
kegagalan menjadi lebih besar
Payudara tegang, mual, pusing, dermatitis, jerawat, atau hirsutisme
Resiko kehamilan ektopik
Efektivitas menurun jika digunakan bersamaan dengan obat TB atau
obat epilepsi
b) Pil KB Kombinasi
(1) Jenis
Monofasik : 21 tablet mengandung hormon esterogen dan
progesteron dalam dosis yang sama, dan 7 tablet tanpa
hormon aktif.
Bifasik : 21 tablet mengandung hormon estrogen dan
progesteron dengan dua dosis berbeda, dan 7 tablet
tanpa hormon aktif.
19
2) Suntik KB
a) Suntik Progestin (3 bulan)
(1) Jenis
Depo medroksiprogesteron asetat (DMPA), mengandung 150 mg
DMPA yang diberikan secara injeksi I.M setiap 3 bulan (daerah
bokong).
Depo Noretisteron enantat (Depo Noristerat), mengandung 200 mg
noretindron enantat.
(2) Mekanisme Kerja
Mencegah ovulasi
Mengentalkan lendir serviks sehingga menurunkan kemampuan
penetrasi sperma
Membuat selaput lendir rahim tipis dan atrofi
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
(3) Keuntungan
Sangat efektif
Tidak mengandung estrogen sehingga tidak berdampak serius
terhadap penyakit jantung dan gangguan pembekuan darah
Tidak berpengaruh terhadap ASI
Sedikit efek samping
Dapat digunakan wanita usia >35 tahun
Membantu mencegah Ca endometrium dan kehamilan ektopik
Menurunkan kejadian penyakit jinak payudara
Tidak berpengaruh pada hubungan suami istri
21
(4) Kerugian
Sering ditemukan gangguan haid, seperti siklus haid memendek /
memanjang , perdarahan banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur
atau bercak, tidak haid sama sekali
Kesuburan terlambat kembali
Penggunaan jangka panjang dapat menurunkan kepadatan tulang,
kekeringan pada vagina, libido menurun, sakit kepala dan jerawat
(1) Jenis
25 mg depo medroksiprogesteron asetat dan 5 mg astradiol sipionat
injeksi secara IM sebulan sekali (cyclofem)
50 mg noretidron enantat dan 5 mg estradiol valerat injeksi secara IM
sebulan sekali
(2) Mekanisme Kerja
Menekan ovulasi
Mengentalkan lendir serviks
Atrofi endometrium sehingga implantasi terganggu
Menghambat transportasi gamet oleh tuba
(3) Keuntungan
Resiko terhadap kesehatan kecil
Tidak berpengaruh pada hubungan seks
Tidak diperlukan pemeriksaan dalam
Efek samping kecil
(4) Kerugian
Ketergantungan terhadap pelayanan kesehatan
22
e. Kontrasepsi Mantap
1) MOW (Medis Operatif Wanita)
MOW (Medis Operatif Wanita) / tubektomi atau juga dapat disebut
dengan sterilisasi. MOW merupakan tindakan penutupan terhadap kedua
saluran telur kanan dan kiri yang menyebabakan sel telur tidak dapat melewati
saluran telur, dengan demikian sel telur tidak dapat bertemu dengan sperma
laki-laki sehingga tidak terjadi kehamilan, oleh karena itu gairah seks wanita
tidak akan turun. Kontrasepsi MOW memiliki angka kegagalan yang paling
kecil (baik secara teoritis maupun praktek) dibandingkan dengan alat
kontrasepsi lainnya. Secara teoritis angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu
mencapai 0,04 kehamilan per 100 perempuan selama tahun pertama
penggunaan dan dalam praktek angka kegagalan kontrasepsi MOW yaitu 0,1
0,5 kehamilan per 100 wanita dalam tahun pertama penggunaan (Rodiani &
Chania Forcepta, 2017).
29
Keuntungan MOW sangat banyak, antara lain: tidak ada efek samping
dan perubahan dalam fungsi hasrat seksual, dapat dilakukan pada perempuan
diatas 26 tahun, tidak mempengaruhi air susu ibu (ASI), perlindungan terhadap
terjadinya kehamilan sangat tinggi, dapat digunakan seumur hidup, tidak
mempengaruhi atau mengganggu kehidupan suami istri, lebih aman (keluhan
lebih sedikit), praktis (hanya memerlukan satu kali tindakan), lebih efektif
(tingkat kegagalan sangat kecil), dan lebih ekonomis (Rodiani & Chania
Forcepta, 2017).
Kerugian dalam menggunakan Kontrasepsi mantap yaitu antara lain,
harus di pertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini tidak dapat
dipulihkan kembali, klien dapat menyesal dikemudian hari, resiko komplikasi
kecil meningkat apabila digunakan anastesi umum, tidak melindungi diri dari
IMS dan rasa sakit / ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan.
Pelaksanaan MOW sendiri dibagi menjadi 3 yaitu pada saat, Masa
Interval (selama waktu siklus menstruasi), Pasca persalinan (post partum).
Tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat
lambatnya dalam 48 jam pasca persalinan, Pasca keguguran sesudah abortus
dapat langsung dilakukan sterilisasi, waktu operasi membuka perut. Setiap
operasi yang dilakukan hendaknya harus dipikirkan apakah wanita tersebut
sudah mempunyai indikasi untuk dilakukan sterilisasi. Hal ini harus
diterangkan kepada pasangan suami istri karena kesempatan ini dapat
dipergunakan untuk melakukan kontrasepsi mantap (Rodiani & Chania
Forcepta, 2017).
a) Indikasi medis umum adanya gangguan fisik atau pisikis yang akan menjadi
lebih berat bila wanita ini hamil lagi
b) Gangguan fisik yang dialami seperti tuberculosis pulmonum, penyakit
jantung, dan sebagainya
c) Gangguan pisikis yang di alami yaitu seprti skizofernia (psikosis), sering
menderita psikosa nifas, dan lain-lain.
d) Indikasi medis obstetric yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri
e) Indikasi medis ginekologik pada waktu melakukan operasi ginekologik
dapat pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi
f) Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosaial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah berat
g) Mengikuti rumus 120 yaitu perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu,
misalnya umur ibu 30 tahun dengan anak hidup 4, maka hasil perkalianya
adalah 120
h) Mengikuti rumus 100 umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4
orang, umur ibu 30 tahun keatas dengan anak hidup 3 orang, umur ibu 35
tahun keatas dengan anak hidup 2 orang.
Kontraindikasi dalam melakukan MOW yaitu dibagi 2 yang meliputi
indikasi mutlak dan indikasi relatif.
kasus. Komplikasi terjadi <3% kasus, seperti nyeri dan pembengkakan dapat
muncul selama satu minggu (Constance Sinclair, 2010).
Reproduksi ada dua tujuan yang akan dicapai, yaitu tujuan utama dan tujuan
khusus.
1) Tujuan Utama
Memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang komprehensif kepada
perempuan termasuk kehidupan seksual dan hak-hak reproduksi perempuan
sehingga dapat meningkatkan kemandirian perempuan dalam mengatur fungsi
dan proses reproduksinya yang pada akhirnya dapat membawa pada
peningkatan kualitas kehidupannya.
2) Tujuan Khusus
a) Meningkatnya kemandirian wanita dalam memutuskan peran dan fungsi
reproduksinya.
b) Meningkatnya hak dan tanggung jawab sosial wanita dalam menentukan
kapan hamil, jumlah dan jarak kehamilan.
c) Meningkatnya peran dan tanggung jawab sosial pria terhadap akibat dari
perilaku seksual dan fertilitasnya kepada kesehatan dan kesejahteraan
pasangan dan anakanaknya.
Dukungan yang menunjang wanita untuk membuat keputusan yang berkaitan
dengan proses reproduksi, berupa pengadaan informasi dan pelayanan yang dapat
memenuhi kebutuhan untuk mencapai kesehatan reproduksi secara optimal.
Tujuan diatas ditunjang oleh undang-undang kesehatan No. 23/1992, bab II
pasal 3 yang menyatakan: “Penyelenggaraan upaya kesehatan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat”, dalam Bab III
Pasal 4 “Setiap orang menpunyai hak yang sama dalam memperoleh derajat
kesehatan yang optimal.
patut dicurigai sebagai dampak dari isu gender. Di masa balita, kematian
karena kecelakaan lebih tinggi dialami oleh balita laki-laki, karena sifatnya
yang agresif dan lebih banyak gerak.
3) Isu Gender di Masa Remaja
Isu gender yang berkaitan dengan remaja perempuan, antara lain: kawin
muda, kehamilan remaja, umumnya remaja puteri kekurangan nutrisi, seperti
zat besi, anemia. Menginjak remaja, gangguan anemia merupakan gejala
umum dikalangan remaja putri. Gerakan serta interaksi sosial remaja puteri
seringkali terbatasi dengan datangnya menarche. Perkawinan dini pada remaja
puteri dapat member tanggung jawab dan beban melampaui usianya. Belum
lagi jika remaja puteri mengalami kehamilan, menempatkan mereka pada
resiko tinggi terhadap kematian. Remaja putreri juga berisiko terhadap
pelecehan dan kekerasan seksual, yang bisa terjadi di dalam rumah sendiri
maupun di luar rumah. Remaja putri juga bisa terkena isu berkaitan
dengankerentanan mereka yang lebih tinggi terhadap perilaku-perilaku
stereotipe maskulin, seperti merokok, tawuran, kecelakaan dalam olah raga,
kecelakaan lalu lintas, ekplorasi seksual sebelum nikah yang berisiko terhadap
penyakit-penyakit yang berkaitan dengan: IMS, HIV/AIDS.
4) Isu Gender di Masa Dewasa
Pada tahap dewasa, baik laki-laki maupun perempuan mengalami
masalah-masalah kesehatan yang berbeda, yang disebabkan karena faktor
biologis maupun karena perbedaan gender. Perempuan menghadapi masalah
kesehatan yang berkaitan dengan fungsi alat reproduksinya serta
ketidaksetaraan gender. Masalah-masalah tersebut, misalnya konsekwensi
dengan kehamilan dan ketika melahirkan seperti anemia, aborsi, puerperal
sepsis (infeksi postpartum), perdarahan, ketidakberdayaan dalam memutuskan
bahkan ketika itu menyangkut tubuhnya sendiri (“tiga terlambat”).
c) Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah tindakan agresi seksual seperti melakukan
tindakan yang mengarah keajakan/ desakan seksual seperti menyentuh,
mencium, memaksa berhubungan seks tanpa persetujuan korban dan lain
sebagainya.
d) Kekerasan Finansial
Kekerasan Finansial dapat berupa mengambil barang korban, menahan
atau tidak memberikan pemenuhan kebutuhan finansial dan sebagainya.
2) Jenis Kekerasan Terhadap Perempuan
a) Kekerasan pada perempuan dalam keluarga : Kekerasan fisik, perkosaan oleh
pasangan, kekerasan psikologi dan mental.
b) Perkosaan dan kekerasan seksual : perdaggangan perempuan, prostitusi
paksa, kekerasan pada perempuan pekerja rumah tangga.
c) Kekerasan pada perempuan di daerah Konflik dan pengungsian : Perkosaan
masal, perbudakan sensual militer, prostitusi paksa, kawin paksa dan hamil
paksa, paksaan seksual untuk mendapatkan sandang, pangan, papan atau
perlindungan
d) Kekerasan pada perempuan dengan penyalahgunaan anak perempuan :
Penyalahgunaan anak perempuan, Eksploitasi komersil, kekerasan akibat
kecenderungan memilih anak laki-laki, pengabaian anak perempuan,
pemberian makanan yang lebih rendah kualitasnya bagi anak perempuan,
beban kerja yang lebih besar sejak usia sangat muda, keterbatasan akses
terhadap pendidikan.
e) Kekerasan pada perempuan dengan ketidakpedulian terhadap perempuan
Sebelum lahir : Abortus, memilih janin laki-laki atau perempuan, akibat
pukulan perempuan pada waktu hamil yang bberdampak pada janin.
Bayi : Pembunuhan dan penelantaran bayi perempuan, penyalahgunaan
fisik, seks, psikis.
Pra Remaja : Perkawinan usia anak, penyalahgunaan fisik, seks, psikis,
prostitusi dan pornografi anak.
Remaja dan Dewasa : Kekerasan yang dilakukan oleh teman dekat
Usia Lanjut : Penyalahgunaan fisik, seks, psikis.
40
3) Faktor Penyebab
Terjadinya kekerasan terhadap perempuan paling tidak dipicu oleh :
a) Faktor eksternal
Masih adanya pola pikir lingkungan terhadap sosok perempuan telah
dibangun secara sosial maupun kultural. Perempuan dianggap lemah lembut,
cantik damn emosional, sedangkan laki-laki dianggap koat, rasional, dan
jantan.
b) Faktor internal
Perempuan seringkali memancing terjadinya kekrasan pada dirinya.
Contohnya kasus perkosaan yang dsebabkan perempuan memakai pakaian
yang memperlihatkan bagian-bagian tubuhnya.
c) Budaya Pathriarkhi
Munculnya anggapan bahwa posisi perempuan lebih rendah daripada
laki-laki. Hubungan perempuan dengan laki-laki seperti ini telah
dilembagakan didalam struktur keluarga patriarkhi dan didukung oleh
lembaga-lembaga ekonomidan politik dan oleh sistem keyakinan, termasuk
sistem relegius, yang membuat hubungan semacam itu tampak alamiah, adil
secara moral dan suci. Lemahnya posisi perempuan merupakan konsekuensi
dari adanya nilai-nilai patriarkhi yang dilestarikan melalui proses sosialisasi
dan sosialisasi dan reproduksi dalam berbagai bentuk oleh masyarakat
maupun negara.
4) Dampak Kekerasan Pada Perempuan
Dampak kekerasan terhadap perempuan cukup serius baik bagi
perempuan itu sendiri maupun bagi anak-anaknya. Dampak kekerasan :
a) Dampak Fisik
Dampak fisik dapat berupa luka-luka, cacat permanen hingga kematian.
b) DampakPsikologi
Dampak psikologi dapat berupa perasaan tertekan, depresi, hilangnya
rasa percaya diri, trauma bahkan gangguan jiwa.
c) Dampak Sosial
Dampak sosial dapat berupa dikucilkan dari masyarakat.
41
c. Single Parent
Single parent adalah seseorang yang tidak menikah atau berpisah yang telah
memutuskan sebagai orang tua tunggal dalam rumah tangga.
1) Faktor Penyebab
a) Kehilangan pasangan akibat meninggal
Hal ini terjadi bila seorang suami meningga maka wanita akan menjadi single
parent dalam mengurus semua masalah dalam rumah tangga.
b) Perceraian
Perkawinan yang buruk terjadi bila antara suami dan istri sudah tidak mampu
lagi memuaskan kedua belah pihak selain itu persoalan ekonomi dan prinsip
hidup yang berbeda.
c) Diterlantarkan atau ditinggalkan suami tanpa dicerai
d) Pasangan yang tidak sah (kumpul kebo)
Cinta bebas (free love) dan seks bebas (free seks) mulai banyak dianut oleh
kalangan orang muda. Pola seks bebas tersebut mempunyai dampak terhadap
43
b. Gangguan Haid
1) Kelainan Dalam Banyaknya Darah dan Lamanya perdarahan Haid
a) Hipermenorea (Menoragia)
Perdarahan Haid Yang Lebih Banyak Dari Normal Atau Lebih Lama (lebih
dari 8 Hari).
b) Hipomenorea
Perdarahan Haid yang lebih pendek dan/atau kurang dari biasanya
2) Kelainan Dalam Siklus Haid
a) Polimenorea
Siklus Haid lebih pendek dari biasanya (kurang dari 21 hari)
b) Oligomenorea
Siklus Haid lebih panjang dari biasanya (lebih dari 35 hari)
c) Amenorea
Keadaan tidak datang haid untuk sedikitnya 3 bulan berturut-turut.
Klasifikasi :
Amenore Primer : Usia 18th/ lebih belum haid
Amenore Sekunder : Penderita pernah Haid, kemudian tidak haid
3) Perdarahan Diluar Haid
a) Metrorargia
50
dari rahim, serta menyediakan medium yang baik untuk pertumbuhan bakteri (darah
menstruasi).
2) Faktor Risiko Pelvic Inflkamatry Deseases
Wanita yang aktif secara seksual di bawah usia 25 tahun berisiko tinggi
untuk mendapat penyakit radang panggul. Hal ini disebabkan wanita muda
berkecenderungan untuk berganti-ganti pasangan seksual dan melakukan hubungan
seksual tidak aman dibandingkan wanita berumur. Faktor lainnya yang berkaitan
dengan usia adalah lendir servikal (leher rahim). Lendir servikal yang tebal dapat
melindungi masuknya bakteri melalui serviks (seperti gonorea), namun wanita
muda dan remaja cenderung memiliki lendir yang tipis sehingga tidak dapat
memproteksi masuknya bakteri. Faktor risiko lainnya adalah:
a) Riwayat penyakit radang panggul sebelumnya
b) Pasangan seksual berganti-ganti, atau lebih dari 2 pasangan dalam waktu 30
hari
c) Wanita dengan infeksi oleh kuman penyebab PMS
d) Menggunakan douche (cairan pembersih vagina) beberapa kali dalam sebulan
e) Penggunaan IUD (spiral) meningkatkan risiko penyakit radang panggul.
Risiko tertinggi adalah saat pemasangan spiral dan 3 minggu setelah pemasangan
terutama apabila sudah terdapat infeksi dalam saluran reproduksi sebelumnya.
3) Tanda dan Gejala Pelvic Inflkamatry Deseases
Gejala paling sering dialami adalah nyeri pada perut dan panggul. Nyeri ini
umumnya nyeri tumpul dan terus-menerus, terjadi beberapa hari setelah menstruasi
terakhir, dan diperparah dengan gerakan, aktivitas, atau sanggama. Nyeri karena
radang panggul biasanya kurang dari 7 hari. Beberapa wanita dengan penyakit ini
terkadang tidak mengalami gejala sama sekali. Keluhan lain adalah mual, nyeri
berkemih, perdarahan atau bercak pada vagina, demam nyeri saat sanggama, dan
menggigil.
seorang perempuan untuk hamil atau mempunyai anak ditentukan oleh kesiapan dalam
tiga hal yaitu :
54
1) Kesiapan Fisik
Secara umum, seorang perempuan yang disebut siap secara fisik jika telah
menyelesaikan pertumbuhan, yaitu sekitar usia 20 tahun, ketika tubuhnya berhenti
tumbuh. Sehingga usia 20 tahun bisa dijadikan pedoman kesiapan fisik.
2) Kesiapan Mental/ Emosi/ Psikologis
Saat dimana seorang perempuan dan pasangannya merasa telah ingin mempunyai anak
dan merasa telah siap menjadi orang tua termasuk mengasuh dan mendidik anaknya.
3) Kesiapan Social/ Ekonomi
Secara ideal jika seorang bayi dilahirkan maka ia akan membutuhkan tidak
hanya kasih saying orang tuanya, tetapi juga sarana yang membuatnya bisa tumbuh
dan berkembang. Bayi membutuhkan tempat tinggal yang tetap. Karena itu remaja
dikatakan siap jika bisa memenuhi kebutuhan dasar seperti pakaian, makan-minum,
b. Kanker Payudara
1) Pengertian Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan kanker yang berasal dari sel-sel yang
terdapat di payudara, bisa dari sel-sel saluran air susu atau sel-sel kelenjar
penghasil air susu atau jaringan lain. Kanker ini terjadi hampir seluruhnya
pada wanita, tetapi dapat juga terjadi pada pria. Di Amerika Serikat,
diperkirakan 231.840 wanita didiagnosis kanker payudara pada tahun 2015.
Pada tahun 2012, kanker payudara menempati peringkat kedua setelah kanker
paru sebagai penyebab kematian utama karena kanker di Amerika Serikat.4,6
Di Indonesia, diperkirakan 51.136 wanita didiagnosis kanker payudara pada
tahun 2015. Penyakit ini juga menjadi penyebab kematian utama karena
kanker di Indonesia pada tahun 2012 (Yuliana, 2018).
2) Faktor Resiko Kanker Payudara
Faktor-faktor risiko kanker payudara yang tidak dapat diubah antara lain:
(1) Jenis kelamin: Wanita sekitar 100 kali lebih sering mengalami kanker
payudara dibandingkan pria. Hal ini mungkin karena pria kurang
memiliki jaringan payudara dan hormon estrogen dan progesteron yang
dapat memicu pertumbuhan sel kanker payudara.
58
(2) Usia: Risiko meningkat seusai usia. Sekitar 1 dari 8 kanker payudara
invasif dijumpai pada wanita usia <45 tahun, sedangkan sekitar 2 dari 3
kanker payudara invasif dijumpai pada wanita usia ≥55 tahun.
(3) Gen-gen tertentu yang diwariskan: Sekitar 5-10% kasus kanker
payudara diperkirakan herediter dan penyebab yang paling sering
adalah mutasi gen BRCA1 dan BRCA2, yang normalnya menjaga sel-
sel dari pertumbuhan tidak terkontrol.
(4) Perubahan gen-gen lain: Mutasi gen lain yang diwariskan lebih jarang
dijumpai dan sering tidak meningkatkan risiko kanker payudara. Contoh
gen-gen lain tersebut adalah ATM, TP53, PTEN, dan lain-lain.
(5) Riwayat kanker payudara dalam keluarga: Memiliki ibu, saudara, atau
anak dengan kanker payudara meningkatkan risiko 2 kali lipat.
(6) Riwayat kanker payudara: Risiko kanker payudara baru pada payudara
yang sama atau bagian lain payudara, meningkat pada wanita dengan
kanker di satu payudara. Risiko ini lebih tinggi jika kanker payudara
didiagnosis pada usia lebih muda.
(7) Ras dan etnis: Secara keseluruhan, wanita kulit putih lebih berisiko
dibandingkan wanita Afrika-Amerika.
(8) Jaringan payudara padat: Jaringan payudara padat membuat
mammogram kurang akurat. Risiko kanker payudara 1,2-2 kali
dibandingkan jaringan payudara rata-rata.
(9) Lobular carcinoma in situ (LCIS): Sel-sel kanker tumbuh dalam lobul-
lobul yang menghasilkan air susu, tetapi tidak tumbuh melalui dinding
lobul. Risiko mengalami kanker invasif meningkat 7-11 kali lipat.
(10) Menstruasi: Wanita dengan menstruasi pertama usia kurang dari 12
tahun dan/atau menopause setelah usia 55 tahun sedikit lebih berisiko
mengalami kanker payudara, hal ini mungkin disebabkan pajanan
hormon estrogen dan progesteron yang lebih lama.
(11) Riwayat radiasi dada: Risiko kanker payudara meningkat pada wanita
(anak atau dewasa muda) dengan terapi radiasi dada untuk terapi kanker
lain (misalnya limfoma) dan risiko paling tinggi jika radiasi diberikan
selama masa remaja.8 Terapi radiasi setelah usia 40 tahun tampaknya
tidak meningkatkan risiko kanker payudara.
59
(1) Memiliki anak: Wanita yang tidak memiliki anak atau memiliki anak
pertama setelah usia 30 tahun lebih berisiko mengalami kanker
payudara secara keseluruhan.
(2) Obat kontrasepsi: Wanita pengguna kontrasepsi oral sedikit lebih
berisiko mengalami kanker payudara.
(3) Wanita yang berhenti menggunakan kontrasepsi oral selama lebih dari
10 tahun, risiko kanker payudaranya tidak meningkat.
(4) Risiko kanker payudara wanita pengguna depotmedroxyprogesterone
acetate (DMPA) relatif meningkat.
(5) Terapi hormon setelah menopause: Terapi hormon kombinasi setelah
menopause meningkatkan risiko mengalami kanker payudara.
(6) Menyusui: Menyusui sedikit menurunkan risiko kanker payudara,
terutama jika dilanjutkan selama 1,5-2 tahun.
(7) Konsumsi alkohol: Wanita yang minum alkohol 2-5x per hari
meningkatkan risiko kanker payudara sekitar 1,5 kali.
(8) Berat badan berlebih atau obesitas: Memiliki jaringan lemak lebih
banyak dapat meningkatkan kemungkinan mengalami kanker payudara
dengan meningkatkan kadar estrogen.
(9) Aktivitas fisik: Jalan cepat 1,25-2,5 jam per minggu menurunkan risiko
sebesar 18% (Yuliana, 2018).
3) Gejala Kanker Payudara
Kanker payudara umumnya tidak menimbulkan gejala jika ukurannya
masih kecil. Jika kanker payudara sampai teraba, pasien sering hanya
mengeluhkan benjolan tidak nyeri. Kanker payudara juga dapat menyebar ke
kelenjar getah bening ketiak dan menimbulkan benjolan, bahkan sebelum
ukuran tumor payudara primer cukup besar untuk diraba. Gejala lain kanker
payudara yang mungkin dijumpai, yaitu pembengkakan di seluruh atau
sebagian payudara, iritasi kulit (dimpling), nyeri payudara atau puting, retraksi
puting, kulit payudara atau puting memerah, mengelupas, atau menebal,
keluarnya sekret dari payudara (selain air susu) (Yuliana, 2018).
61
(3) Mammografi
Mammografi bermanfaat untuk mendeteksi perubahan pada
payudara sebelum tanda dan gejala muncul. Pada pemeriksaan ini,
payudara ditekan di antara 2 lempengan sehingga payudara “memipih”.
Jika hasil pemeriksaan mammografi menunjukkan bagian abnormal yang
dicurigai kanker, diperlukan biopsi untuk memastikan diagnosis. Jika
hasil pemeriksaan mammografi tidak menunjukkan tumor, tetapi pasien
atau dokter merasakan adanya benjolan, biasanya dilakukan biopsi untuk
memastikan bahwa benjolan tersebut bukan kanker, kecuali jika temuan
ultrasound menunjukkan benjolan tersebut adalah kista yang kecil
kemungkinannya kanker. Beberapa studi menunjukkan bahwa risiko
kematian karena kanker payudara turun hingga 10-25% pada wanita
yang melakukan mammografi berkala dibandingkan pada wanita yang
tidak (Yuliana, 2018).
Menurut Panduan Nasional Penanganan Kanker Payudara versi 1.0
2015, mammografi berperan penting terutama jika ukuran tumor kecil
atau tidak teraba. Sensitivitas pemeriksaan ini bervariasi 70-80% dengan
spesifisitas 80-90%. Namun dalam panduan ini, belum terdapat acuan
interval skrining dengan mammografi (Yuliana, 2018).
USPSTF setuju bahwa skrining berkala (setiap 1-2 tahun) efektif
menurunkan mortalitas akibat kanker payudara pada wanita usia 40-74
tahun, dan lebih bermanfaat pada wanita usia 50-74 tahun. Rentang usia
40-49 tahun menjadi area ‘abu-abu’ bagi berbagai kalangan, mengenai
kapan perlu dimulainya skrining mammografi. USPSTF tidak
memberikan ketegasan tentang usia yang tepat untuk memulai skrining
mammografi (Yuliana, 2018).
Namun, mammografi tahunan akan dimulai pada usia 40 tahun
(juga anjuran kebanyakan asosiasi medis; ACS menganjurkan dimulai
pada usia 30 tahun jika risiko tinggi) jika wanita memiliki risiko rata-rata
kanker payudara, sedangkan mammografi setiap 2 tahun dimulai saat
usia 50 tahun (Yuliana, 2018).
63
terkait TNF bahkan dalam sel kanker payudara yang resistan terhadap
TRAIL. Aktivitas telomerase dihambat olehcurcumin melalui
pengaturan ekspresi hTERT (telomerase reverse transcriptase)
sehingga sel-sel kanker akan mengalami apoptosis terprogram.
Curcumin dapat mempengaruhi sel-sel kanker payudara manusia
melalui induksi siklus sel pada fase G2M dan fase S akhir pada sel
MCF-7. Curcumin menyebabkan peningkatan fraksi fase G2M
yang jelas. Curcumin menginduksi penghentian fase sel
kanker dengan mengatur jalur pensinyalan terkait spindel. Efek
mendalam pada spindel mitosis diberikan oleh curcumin secara
langsung, dan spindle monopolar
DAFTAR PUSTAKA
Adiesti, F., & Wari, F. E. (2020). Hubungan kontrasepsi hormonal dengan siklus menstruasi.
Jurnal Riset Kebidanan Indonesia, 4(1), 6–12. https://doi.org/10.32536/jrki.v4i1.71
Amin, H., Kalsum, U., & Ramadhan, S. (2023). Pengaruh Pemberian Air Rebusan Daun Sirih
Terhadap Keputihan Pada Wanita Pasangan Usia Subur Di Wilayah Kerja Klinik
Manding Kabupaten Polewali Mandar. Bina Generasi : Jurnal Kesehatan, 14(2), 39–44.
https://doi.org/10.35907/bgjk.v14i2.280
Aziz, H., Dinengsih, S., Choirunnisa, R., & Studi Sarjana Terapan Kebidanan, P. (2020).
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kenaikan Berat Badan Akseptor Kb Di
Klinik Medisca Cimanggis Depok Jawa Barat Tahun 2020. Jurnail Ilmiah Kesehatan
Dan Kebidanan, 9 No. 2, 1–14.
Fahimah Iim. 2017. Analisis Kontra Indikasi Dan Manfaat Kontrasepsi Vasektomi di Kota
Bengkulu (Perspektif Maslahah Mursalah). Manhaj, Vol. 1, Nomor 1, Januari –
April 2017
Februanti, Sofia. 2019. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Kanker Serviks. Yogyakarta:
Deepublish
Fikri, Zahid & Nur Ismi. 2015. Rebusan Daun Sirih Dan Kunyit Terhadap Keputihan
Patologis Pada Remaja Putri. Journals of Ners Community Volume 6 No 1 Juni
2015
Handayani, Lestari et al. 2012. Penigkatan Informasi Tentang KB: Hak Kesehatan
Reproduksi Yang Perlu Diperhatikan Oleh Program Pelayanan Keluarga
Berencana. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan – Vol. 15 No. 3 Juli 2012: 289-
297
Luba, S., & Rukinah, R. (2021). Faktor yang Mempengaruhi Akseptor Kb dalam Memilih
Alat Kontrasepsi. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 10(1), 253–258.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v10i1.598
Mulyani Ns. (2013). Keluarga Berencana dan Alat Kontrasepsi. Keluarga Berencana Dan
Alat Kontrasepsi. https://doi.org/10.1300/J153v04n01_13
67
Nelwan, Dr. Jeini Ester. 2019. Epidemiologi Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta: Deepublish
Nurwijaya, Dra. Hartati. 2013. Cegah dan Deteksi Kanker Serviks. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014
Prijatni, Ida & Sri Rahayu. 2016. Kesehatan Reproduksi dan Keluarga Berencana. Modul
Bahan Ajar Cetak Kebidanan
Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI. 2016. Situasi Kesehatan Reproduksi
Remaja
Rodiani & Chania Forcepta. 2017. Faktor – Faktor Penggunaan Alat Kontrasepsi Medis
Operasi Wanita (MOW) pada Pasangan Wanita Usia Subur. Majority | Volume 6
| Nomor 1 | Februari 2017
Qibtiah, M., & Lisca, S. M. (2022). Hubungan Aktivitas Fisik, Lama Penggunaan KB dan
Jenis KB Terhadap Kenaikan Berat Badan Pada Akseptor KB Hormonal. Indonesia
Journal of Midwifery Sciences, 1(3), 119–124. https://doi.org/10.53801/ijms.v1i3.48
68