TT 2 (Sarah Amalia Safitri-857521177)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

TUGAS TUTORIAL 2

PENGANTAR PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS


Tutor . Irnawati Sukirman, M.Pd

NAMA : SARAH AMALIA SAFITRI


NIM : 857521177
KELAS :D

S1 PGSD MS UPBJJ BANDUNG

UNIVERSITAS TERBUKA
2023
Jawaban :
1. A.Definisi Legal
Definisi legal terutama dipergunakan oleh profesi medis untuk menentukan
apakah seseorang berhak memperoleh akses terhadap keuntungan-keuntungan
tertentu sebagai mana diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku,
seperti jenis asuransi tertentu, bebas bea transportasi, atau untuk menentukan
perangkat alat bantu yang sesuai dengan kebutuhannya, dsb.
Dalam definisi legal ini, ada dua aspek yang diukur
- Ketajaman penglihatan (visual acuity) dan
- Medan pandang (visual field).

B. Definisi Edukasional/Fungsional

Dua orang yang mempunyai tingkat ketajaman penglihatan yang sama dan bidang
pandang yang sama belum tentu menunjukkan keberfungsian yang sama.
Pengalaman telah menunjukkan bahwa pengetahuan tentang ketajaman
penglihatan saja tidak cukup untuk memprediksikan bagaimana orang akan
berfungsi – baik secara penglihatannya maupun pada umumnya. Pengetahuan
tersebut juga tidak cukup mengungkapkan tentang bagaimana orang akan
menggunakan penglihatannya yang mungkin masih tersisa. Bila seseorang masih
memiliki sisa penglihatan, betapapun kecilnya, akan penting bagi orang tersebut
untuk belajar mempergunakannya. Hal tersebut biasanya akan mempermudah
baginya untuk mengembangkan kemandirian dan pada gilirannya akan membantu
meningkatkan kualitas kehidupannya.

2. A. Keterampilan Komunikasi (Communication Skill)

Beberapa sikap atau etika dalam berkomunikasi yang dapat diajarkan sejak dini antara lain
gestur yang sesuai atau tepat, ekspresi wajah, sikap yang santun, dan pakaian yang
digunakan saat akan berinteraksi dengan orang lain. Bila perlu, anak tunanetra juga dapat
dilatih kepekaannya untuk mengidentifikasi dan memahami jenis-jenis respon dari orang-
orang yang berkomunikasi dengannya. Namun, penulis mencermati, belum banyak orang tua
yang memberikan perhatian pada pentingnya mengajarkan gestur yang tepat saat anak
tunanetra sedang berbicara dengan orang lain. Banyak orang tua cenderung memaklumi saja,
jika anak tunanetra tidak menghadapkan wajah mereka ke arah orang yang sedang berbicara
dengan mereka.

B. Keterampilan Melakukan Kegiatan Sehari-Hari (Daily Living Activity Skill). )

Keterampilan dasar kedua yang harus diajarkan pada anak tunanetra adalah kegiatan atau
aktivitas sehari-hari yang mereka harus lakukan, mulai dari bangun tidur di pagi hari hingga
menjelang tidur di malam hari. Keterampilan ini biasa disebut “daily living activity skill”.
Contoh aktivitas tersebut antara lain, membereskan tempat tidur dan melipat selimut, mandi,
membereskan bekas peralatan makan, mencuci, menata barang-barang pribadi yang
berantakan, hingga bersih-bersih rumah.

Sama halnya seperti keterampilan komunikasi, anak tunanetra harus diajarkan melakukan
aktivitas sehari-hari tersebut. Dalam mengajarkan satu kegiatan, orang tua dapat
melakukannya terlebih dahulu, pada saat bersamaan berikan kesempatan pada anak tunanetra
untuk mengetahuinya dengan cara meraba bagaimana orang tua melakukan kegiatan
tersebut. Alternatif lain adalah orang tua langsung melakukannya bersama-sama anak
tunanetra. Yang perlu diingat, selalu berikan kesempatan pada anak tunanetra untuk
melakukan orientasi terlebih dulu tentang hal-hal yang sedang diajarkan untuk dilakukan.

3. Di dalam pembelajaran membaca, siswa low vision harus diberikan aktivitas yang
mengarah kepada kesiapan membaca. Untuk mencapai kesiapan membaca, siswa low vision
harus melalui program kegiatan latihan peningkatan fungsi penglihatan. Perbedaan dengan
anak awas adalah ditambahkannya program kegiatan stimulasi penglihatan untuk
meningkatkan fungsi penglihatan akan menciptakan kesiapan membaca anak low vision.
Kegiatan inilah yang membedakan program membaca bagi anak low vision dengan anak
awas. Aktivitas latihan stimulasi penglihatan diberikan agar terjadi peningkatan fungsi
penglihatan secara optimal. Perbedaan dengan orang awas dalam membaca juga terletak pada
alat yang digunakan seperti alat bantu dan bacaan yang diperbesar.
4. Tunarungu adalah suatu kondisi atau keadaan dari seseorang yang mengalami kekurangan
atau kehilangan indera pendengaran sehingga tidak mampu menangkap rangsangan berupa
bunyi, suara atau rangsangan lain melalui pendengaran. Sebagai akibat dari terhambatnya
perkembangan pendengarannya, sehingga seorang tunarungu juga terhambat kemampuan
bicara dan bahasanya, yang mengakibatkan seorang tunarungu akan mengalami kelambatan
dan kesulitan dalam hal-hal yang berhubungan dengan komunikasi.

Gangguan komunikasi terjadi ketika pesan yang disampaikan oleh pembicara ditangkap
secara berbeda oleh penerima pesan yang bisa disebabkan oleh penyampaian pesan yang
kurang jelas, informasi yang tidak lengkap, atau informasi yang salah.

Contohnya, penggunaan bahasa yang terlalu sulit, kata-kata ambigu, serta pemaknaan simbol
yang berbeda antara komunikator dan komunikan. Contohnya, gangguan sinyal radio
sehingga suara terputus-putus dan pendengar tidak bisa menyimak informasi yang
disampaikan.

5. Karakteristik anak tunarungu dalam aspek akademis

Keterbatasan dalam kemampuan berbicara dan berbahasa mengakibatkan anak tunarungu


cenderung memiliki prestasi yang rendah dalam mata pelajarinyang bersifat verbal tetapi
dalam mata pelajaran yang bersifat non verbal kemampuan anak tuna rungu sama dengan
teman seusianya

6. Seseorang dikatakan tunagrahita apabila memiliki 3 hal, yaitu keterhambatan fungsi


kecerdasan secara umum di bawah rata-rata, disertai ketidakmampuan dalam perilaku adaptif,
dan terjadi selama periode perkembangan (sampai usia 18 tahun).

7. Klasifikasi Strategi Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita

Strategi pembelajaran tidak hanya diberikan kepada siswa yang normal, tetapi juga
kepada siswa-siswa yang mengalami gangguan intelektual yang dikenal dengan anak
tunagrahita. Anak tunagrahita secara nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan
perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata sehingga mengalami kesulitan dalam
tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, sehingga memerlukan layanan pendidikan
kebutuhan khusus.
Selain itu, adanya gagasan EFA (Education For All) yang muncul pada tahun 1990 pada
Konferensi Dunia tentang pendidikan untuk semua. EFA adalah sebuah inisiatif internasional
yang diluncurkan di Jomtien, Thailand, pada tahun 1990 untuk membawa manfaat dari
pendidikan kepada setiap warga di setiap Negara tanpa melihat bentuk fisik. Salah satu bunyi
deklarasi EFA adalah menghilangkan kekakuan, memberikan pedoman tentang system
pendidikan dan memberikan pendidikan secara fleksibel.
Dalam pemberian layanan pendidikan tersebut, diperlukan strategi pembelajaran. Adapun
strategi pembelajaran yang dapat diberikan kepada anak tunagrahita yaitu:
1. Direct Introduction
Merupakan metode pengajaran yang menggunakan pendekatan selangkah-selangkah
yang terstruktur dengan cermat, dalam memberikan instruksi atau perintah. Metode ini
memberikan pengalaman belajar yang positif dan meningkatkan kepercayaan diri dan
motivasi untuk berprestasi. Pelajaran di rancang secara cermat akan memberikan umpan balik
untuk mengoreksi dan banyak kesempatan untuk melatih keterampilan tersebut. Strategi
pembelajaran langsung merupakan pembelajaran yang banyak diarahkan oleh guru. Strategi
ini efektif untuk menentukan informasi atau membangun keterampilan tahap demi tahap.
Kelebihan strategi ini adalah mudah untuk direncanakan dan digunakan. Sedangkan
kelemahan utamanya dalam mengembangkan kemampuan-kemampuan, proses-proses, dan
sikap yang diperlukan untuk pemikiran kritis dan hubungan interpersonal serta belajar
kelompok.
Direct introduction ini dapat diberikan kepada anak tunagrahita dengan
mengkombinasikan strategi ini dengan strategi pembelajaran lainnya.

2. Cooperative Learning
Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tapi
belakangan ini metode Cooperative Learning ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk
tujuan-tujuan tertentu, seperti tugas-tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian,
hasil penelitian 20 tahun belakangan ini menunjukkan bahwa strategi ini dapat digunakan
secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan berbagai macam mata pelajaran.
Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana
para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk membantu satu sama lainnya
dalam memahami materi pelajaran. Kelompok belajar yang mencapai hasil belajar yang
maksimal diberikan penghargaan. Pemberian penghargaan ini adalah untuk merangsang
munculnya dan meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Slavin (1995:16) mengatakan
bahwa pandangan teori motivasi pada belajar kooperatif terutama difokuskan pada
penghargaan atau struktur-struktur tujuan dimana siswa beraktifitas.
Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama
praktik pendidikan. Diantaranya adalah untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa,
dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok,
penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan
rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar
untuk berfikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan
kemampuan dan pengetahuan mereka.

Anda mungkin juga menyukai