UTS Menjelang Ajal

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 116

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Secara definisi penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit


yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan
berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
beracun atau berbahaya (PDPI, 2017). PPOK merupakan permasalahan global
yang terjadi dimasyarakat hingga sekarang yang disebabkan oleh karena angka
kejadian serta angka kematian yang terus meningkat dari tahun ke tahun di
seluruh dunia (Lukito and Permana, 2018). Pasien PPOK akan mengalami
keluhan sesak napas, batuk produktif, kelelahan berjalan dan melakukan
kegiatan sehari-hari. Gejala khas pasien PPOK adalah keluhan sesak
napas dengan berbagai karakteristiknya (Ningsih, 2018). PPOK berpotensi
menimbulkan ketidakcukupan oksigen pada penderitanya. PPOK merupakan
salah satu penyakit kronik yang ditandai dengan terbatasnya aliran udara di
saluran pernapasan (Asyrofy, Arisdiani, and Aspihan, 2021). Secara global, angka
kejadian PPOK akan terus meningkat setiap tahunnya dikarenakan
tingginya peningkatan faktor risiko PPOK, diantaranya
disebabkan meningkatnya jumlah perokok, perkembangan daerah industri dan
polusi udara baik dari pabrik maupun kendaraan bermotor, terutama di kota-kota
besar dan lokasi industri serta pertambangan (Lukito and Permana, 2018).
Prevalensi morbiditas dan mortalitas PPOK telah meningkat dari waktu ke
waktu dan terdapat 600 juta orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang
menderita PPOK derajat sedang hingga berat dan memperkirakan tahun 2020

1
2

penyakit yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK
setelah penyakit jantung koroner dan stroke (Ratna, Sarmaida Siregar, Rostinah
Manurung, 2022). Pada tahun 2012 angka kematian yang disebabkan PPOK
mencapai 3 juta jiwa atau secara proporsi sekitar 6% dari angka seluruh kematian
dunia (Lindayani, Tedjamartono, and Dharma, 2017). Pada negara-negara Asia
Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam
(6,7%) dan China (6,5) dan diperkirakan PPOK akan menjadi penyebab kematian
ketiga secara global pada tahun 2020 (Hasaini et al. 2022). Prevalensi PPOK di
Indonesia berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2019 sebesar 3,7% per satu juta
penduduk di Indonesia dengan prevalensi tertinggi pada umur lebih dari 30 tahun.
(Lutfian, 2021). Melalui sumber data dari peningkatan mutu dan keselamatan
pasien (PMKP) di sistem manajemen informasi rumah sakit (SIMRS) RSPAL Dr.
Ramelan tahun 2022, masih ditemukan kasus penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) sebanyak 53 orang atau 45%.
Pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor, dan
meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagia faktor risiko terhadap
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) maka diduga jumlah penyakit tersebut
juga akan meningkat (PDPI, 2017). PPOK yang merupakan penyakit kronis
gangguan aliran udara merupakan penyakit yang tidak sepenuhnya dapat
disembuhkan. Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan
persisten serta berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru akibat
gas atau partikel yang bersifat merusak. (Lindayani, Tedjamartono, and Dharma,
2017). Tanda dan gelaja yang sering dialami pasien dengan PPOK adalah batuk
berdahak dan sesak nafas,
3

dimana fungsi paru pada pasien PPOK akan semakin memburuk apabila tidak
dilakukan terapi dan rehabilitasi secara baik. Pasien PPOK akan mengalami
keadaaan eksaserbasi dan mengakibatkan terjadinya gagal napas, sehingga terjadi
penurunan kualitas hidup bahkan sampai kematian.
Sebagai perawat pertolongan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien
PPOK dengan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
pendekatan preventive, curative, rehabilitative dan kolaborative (Aji and Susanti,
2022). Upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul pada penderita
PPOK dapat dilakukan dengan cara pengobatan farmakologis, dimana pengobatan
tersebut bersifat jangka panjang. Selain pengobatan farmakologis, terdapat
pengobatan non- farmakologi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
juga oleh penderita itu sendiri, dimana perawatan tersebut diperoleh dari edukasi
dan latihan yang telah diajarkan oleh profesional kesehatan salah satunya adalah
perawata (Asyrofy, Arisdiani, and Aspihan, 2021). Untuk memperbaiki ventilasi
saluran pernafasan dan meningkatkan kemampuan kerja otot-otot pernafasan
maka dilakukan latihan pursed lip breathing exercise. Terapi ini akan mengurangi
spasme otot pernafasan, membersihkan jalan nafas, melegakan saluran pernafasan
(Hilmi et al. 2022). Tindakan mandiri lain yaitu nebulizer merupakan alat yang
bisa mengganti obat yang berupa larutan jadi airosol (uap) secara terus menerus
dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan lewat gelombang
ultrasonik. Tujuan dari nebulasi ialah peregangan dari spasme bronchial,
mengencerkan sekret melancarkan jalur napas, melembabkan saluran pernafasan
(Hasaini et al. 2022). Berdasarkan latar belakang yang ada, diharapkan tulisan ini
dapat digunakan untuk
4

mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan PPOK pada pasien, baik dalam
faktor pengendalian serangan akut PPOK, hingga penanganan PPOK berulang.
Diharapkan pengetahuan tentang penyakit PPOK dapat membantu menekan angka
kematian dan kekambuhan penderita PPOK pada masyarakat luas (Lukito and
Permana, 2018).
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah penelitian,


yaitu “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Diagnosa Medis
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.
1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


Mengkaji individu secara mendalam yang dihubungkan dengan
penyakitnya, melalui proses “Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Diagnosa
Medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Melakukan pengkajian asuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.
2. Melakukan analisa masalah, prioritas masalah dan menegakkan diagnosa
asuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD Cengkareng.
5

3. Menyusun rencana asuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.

4. Melaksanakan tindakan asuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.

5. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan Tn. S dengan diagnosa medis


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai 5 RSUD
Cengkareng.

1.4 Manfaat Karya Tulis Ilmiah

Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka karya tulis ilmiah
ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan, adapun manfaat-manfaat
dari karya tulis ilmiah secara teoritis maupun praktis seperti tersebut dibawah ini:
1.4.1 Secara Teoritis

Dengan pemberian asuhan keperawatan secara cepat, tepat dan efisien


akan menghasilkan keluaran klinis yang baik, menurunkan angka kematian pada
pasien dengan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
1.4.2 Secara Praktis

1. Bagi Rumah Sakit


Hasil karya tulis ilmiah ini menjadi masukan bagi pelayanan di Rumah Sakit agar
dapat melakukan asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) di ruang sesuai tempat penelitian.
6

2. Bagi Institusi Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi


penambahan ilmu pengetahuan mengenai asuhan keperawatan dengan diagnosa
medis PPOK.
3. Bagi Pasien dan Keluarga
Hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi acuan keluarga dalam pengendalian
serangan akut PPOK, hingga penanganan PPOK berulang.

1.5 Metode Penulisan

1. Metode
Studi kasus yaitu metoda yang memusatkan perhatian pada satu obyek tertentu untuk
dikaji secara mendalam. Membahas data dengan studi pendekatan proses
keperawatan meliputi 5 langkah, yaitu pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Teknik pengumpulan data

a. Wawancara
Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien,
keluarga maupun tim perawat lain.
7

b. Observasi

Data yang diambil melalui pengamatan langsung terhadap keadaan, reaksi,


sikap serta perilaku pasien saat berada dalam masa perawatan.
c. Pemeriksaan
Data diperoleh dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya
yang dapat menegakkan diagnosa dan penanganan selanjutnya.

3. Sumber data

a. Data primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari pasien.

b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari keluarga, sistem informasi manajemen rumah sakit
(SIMRS), hasil-hasil pemeriksaan.
c. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan adalah proses mempelajari buku-buku sebagai referensi
yang berhubungan dengan judul karya tulis dan masalah yang dibahas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep, landasan teori dan berbagai aspek
yang terkait dengan topik penelitian, meliputi: 1) Konsep Penyakit Paru Obstruktif
Kronis, 2) Konsep Pursed Lips Breathing, 3) Konsep Asuhan keperawatan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang terdiri dari pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis

2.1.1 Defenisi Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang


ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya
reversibel. Hambatan aliran udara ini bersifat progresif dan berhubungan
dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun atau
berbahaya (PDPI, 2017).
PPOK biasanya berhubungan dengan respons inflamasi abnormal paru
terhadap partikel berbahaya dalam udara. PPOK merupakan suatu penyakit
multikomponen yang dicirikan oleh terjadinya hipersekresi mukus, penyempitan
jalan napas, dan kerusakan alveoli paru-paru. Penyakit tersebut bisa merupakan
kondisi terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya (Lindayani,
Tedjamartono, and Dharma, 2017). Penyakit tersebut bisa merupakan kondisi
terkait bronkitis kronis, emfisema, atau gabungan keduanya. Pada PPOK,
seringkali ditemukan bronkitis kronik dan emfisema bersama, meskipun keduanya
memiliki proses yang berbeda. Akan tetapi menurut PDPI 2010, bronkitis kronik
dan emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK, karena bronkitis kronik
merupakan

9
10

diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi. Bronkitis


kronis adalah kelainan saluran pernafasan yang ditandai oleh batuk kronis yang
menimbulkan dahak selama minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya
dua tahun berturut-turut dan tidak disebabkan oleh penyakit lainnya. Emfisema
adalah kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
pada bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolus. Tidak
jarang penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema,
termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak
reversibel penuh, dan memenuhi kriteria PPOK (Lindayani, Tedjamartono, and
Dharma, 2017).
Dalam menilai gambaran klinis pada PPOK harus memperhatikan hal-
hal sebagai berikut (PDPI, 2017):
a. Onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia
pertengahan,
b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam ruangan, luar
ruangan, dan tempat kerja)
d. Sesak pada saat melakukan aktivitas

Hambatan aliran udara umumnya ireversibel (tidak bisa kembali


normal).
11

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi paru-paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah
menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Paru-paru terdiri
dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama digerakkan oleh otot
diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat menghirup udara, otot
diafragma akan mendatar, ruang yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu
pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-
paru akan mengempis mengeluarkan udara (Zakaria, 2018).

Gambar 2. 1 Anatomi Paru (Zakaria 2018).

Akibatnya, udara terhirup masuk dan terdorong keluar paru-paru melalui


trakea dan tube bronchial atau bronchi, yang bercabang-cabang dan ujungnya
merupakan alveoli, yakni kantung-kantung kecil yang dikelilingi kapiler yang
berisi darah. Di sini oksigen dari udara berdifusi ke dalam darah, dan kemudian
dibawa oleh hemoglobin.
12

Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan
sangat elastic. Jika rongga thorax dibuka volume paru akan segera mengecil
sampai 1/3 atau kurang. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri
mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru
berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam
cavitas pleuralis masing- masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix
pulmonalis (Zakaria, 2018).

Setiap paru-paru memiliki

a. Apeks: tumpul, menonjol ke atas ke dalam leher sekitar 2,5cm di


atas clavicula.
b. Permukaan costo-vertebral: menempel pada bagian dalam dinding
dada
c. Permukaan mediastinal: menempel pada pericardium dan jantung
d. Basis pulmonis: terletak pada diafragma Batas-batas paru
e. Apeks: atas paru (atas costae) sampai dengan di atas clavicula
f. Atas: dari clavicula sampai dengan costae II depan
g. Tengah: dari costae II sampai dengan costae IV
h. Bawah: dari costae IV sampai dengan diafragma

2. Bronchus
Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama.
13

Bronkus Terdiri dari:

a. Bronkus Principalis
b. Bronkus Lobaris
c. Bronkus Segmentalis

Bronckus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal daripadayang
kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang
utama lewat di bawah arteri, disebut bronkuslobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, danberjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah (Zakaria, 2018).
3. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.
Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn (Zakaria, 2018).

2.1.3 Faktor Risiko Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) mempunyai progresivitas yang


lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi akut yang timbul secara periodik. Pada
fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang mendadak dari perjalanan
penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan ditandai dengan
suatu
14

manifestasi klinis yang memberat. Secara umum resiko terjadinya PPOK terkait
dengan jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya
serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri (Lukito and Permana, 2018).
a. Asap Rokok
Dari berbagai partikel gas yang noxius atau berbahaya, asap rokok merupakan salah satu penyebab
utama, kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama dalam terjadinya PPOK. Asap rokok yang dihirup
serta merokok saat kehamilan juga berpengaruh pada kejadian PPOK karena mempengaruhi tumbuh kembang
paru janin dalam uterus. Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama dari
bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan
volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi paksa (FEV1) dalam hubungan
reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-
rata jumlah bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun merokok). Walaupun
hubungan sebab akibat antara merokok dan perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi
dari merokok ini masih sangat bervariasi. Merokok merupakan prediktor signifikan yang paling besar pada
FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1 yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini
mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor terhadap dampak
merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas.
15

Dalam catatan riwayat perokok perlu diperhatikan (PDPI 2017):

1) Riwayat merokok

a) Perokok pasif

b) Perokok akrif

c) Bekas perokok

2) Derajat berat merokok degan Indeks Brinkman (IB), yaitu


perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan lama
merokok dalam tahun.
a) Ringan: 0-200 batang

b) Sedang: 201-600 batang

c) Berat: >600 batang

3) 10 Pack Years adalah perhitungan derajat berat merokok dengan


menggunakan rumus sebagai berikut:
a) Jumlah Pack Years = jumlah pak (bungkus) rokok yang x
jumlah tahun merokok dihisap perhari.
b) 1 pak (bungkus) rokok = 20 batang rokok, maka 10 Pack
Years 10 x 20 batang rokok = 200 batang rokok.
Identifikasi merokok sebagai faktor risiko yang paling sering
ditemui pada pasien PPOK dengan mengadakan program berhenti
merokok adalah kunci dari pencegahan PPOK dan menjadi intervensi
utama bagi pasien PPOK.
16

b. Paparan Pekerjaan

Meningkatnya gejala-gejala respirasi dan obstruksi aliran udara


dapat diakibatkan oleh paparan debu di tempat kerja. Beberapa paparan
pekerjaan yang khas termasuk penambangan batu bara, panambangan
emas, dan debu kapas tekstil telah diketahui sebagai faktor risiko obstruksi
aliran udara kronis.
c. Polusi Udara

Beberapa peneliti melaporkan meningkatnya gejala respirasi pada


orang- orang yang tinggal di daerah padat perkotaan dibandingkan dengan
mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang berhubungan dengan
meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan. Pada wanita bukan
perokok di banyak negara berkembang, adanya polusi udara di dalam
ruangan yang biasanya dihubungkan dengan memasak, telah dikatakan
sebagai kontributor yang potensial.
d. Infeksi Berulang Saluran Respirasi

Infeksi saluran respirasi telah diteliti sebagai faktor risiko potensial


dalam perkembangan dan progresivitas PPOK pada orang dewasa,
terutama infeksi saluran nafas bawah berulang. Infeksi saluran respirasi
pada masa anak-anak juga telah dinyatakan sebagai faktor predisposisi
potensial pada perkembangan akhir PPOK.
e. Kepekaan Jalan Nafas dan PPOK

Kecenderungan meningkatnya bronkontriksi sebagai reaksi


terhadap berbagai stimulus eksogen, termasuk methakolin dan histamin,
17

adalah salah satu ciri-ciri dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien
PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan
akan tumpang tindihnya seseorang dengan asma dan PPOK dalam
kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal
mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch yang menegaskan bahwa
asma, bronkitisbronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari
dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan
genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata.
f. Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT)

Defisiensi α1AT yang berat merupakan faktor risiko genetik


terjadinya PPOK. Walaupun hanya 1-2% dari pasien-pasien PPOK yang
mewarisi defisiensi α1AT, pasien-pasien ini menunjukkan bahwa faktor
genetik memiliki pengaruh terhadap kecenderungan untuk berkembangnya
PPOK. α1AT adalah suatu anti-protease yang diperkirakan sangat penting
untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami oleh
bakteri, leukosit PMN, dan monosit.
2.1.4 Patofisiologi Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Hambatan aliran udara yang progresif memburuk merupakan perubahan


fisiologi utama pada PPOK yang disebabkan perubahan saluran nafas secara
anatomi di bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru
dikarenakan adanya suatu proses peradangan atau inflamasi yang kronik dan
perubahan struktural pada paru. Dalam keadaan normal, radikal bebas dan
antioksidan berada dalam keadaan dan jumlah yang seimbang, sehingga bila
terjadi perubahan pada
18

kondisi dan jumlah ini maka akan menyebabkan kerusakan di paru. Radikal bebas
mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru.
Pajanan terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang
terhirup bersama dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan
mengendap hingga terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus
yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya
pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada
sel mukosa sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa akan melebar
dan terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus berlebih. Produksi
mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat proses
penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus yang menyebabkan terjadinya
hipersekresi mukus. Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk kronis yang
produktif. Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat berupa rusaknya
dinding alveolus. Kerusakan yang terjadi berupa perforasi alveolus yang
kemudian mengakibatkan bersatunya alveoulus satu dan yang lain membentuk
abnormal large-airspace. Selain itu terjadinya modifikasi fungsi anti-protease pada
saluran pernafasan yang berfungsi untuk menghambat neutrofil, menyebabkan
timbulnya kerusakan jaringan interstitial alveolus. Seiring terus berlangsungnya
iritasi di saluran pernafasan maka akan terjadi erosi epitel serta pembentukan
jaringan parut. Akan timbul juga metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan
skuamosa yang menimbulkan stenosis dan obstruksi ireversibel dari saluran nafas.
Walaupun tidak menonjol seperti pada asma, pada PPOK juga dapat terjadi
hipertrofi otot polos dan
19

hiperaktivitas bronkus yang menyebabkan gangguan sirkulasi udara. Pada


bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa bronkus, metaplasia sel
goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta distorsi akibat fibrosis.
Pada emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus
terminal, disertai kerusakan dinding alveoli yang menyebabkan berkurangnya
daya regang elastis paru. Terdapat dua jenis emfisema yang relevan terhadap
PPOK, yaitu emfisema pan-asinar dan emfisema sentri-asinar. Pada jenis pan-
asinar kerusakan asinar bersifat difus dan dihubungkan dengan proses penuaan
serta pengurangan luas permukaan alveolus. Pada jenis sentri-asinar kelainan
terjadi pada bronkiolus dan daerah perifer asinar, yang erat hubungannya dengan
asap rokok (Lindayani, Tedjamartono, and Dharma, 2017).

Gambar 2. 2 Peranan rokok sebagai faktor risiko PPOK (Zakaria, 2018)


20
Hipersekresi kelenjar Pelebaran dinding
mukosa bronkus dan ductus alveoli

Destruksi dinding 21
Produksi mucus ↑ alveoli
pd bronkus

Bronkhitis Kronis Emfisema

Penyakit Paru Obstruktif Kronis

Reaksi radang

Pe ↑ suhu Pe ↑ mucus MK: Bersihan jalan


MK: Gangguan Pola jln nafas Nafas Tak Efektif
Tidur MK: Hipertermi
Bronkospasme
Usaha nafas ↑
Kolabs
bronkeolus
MK: Gangguan Pola
Nafas Tak Efektif Sesak Hiperkarbi Destruksi
dinding alveoli

Nafsu
makan ↓ Difusi O2/CO2 MK: Gangguan
O2 darah ↓
terganggu Pertukaran Gas
MK: Risiko Gangguan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh Kelemahan MK:
Intoleransi Aktivtas

Tabel 1. 1 WOC Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)


22

2.1.5 Tanda dan Gejala Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Gejala PPOK terutama berkaitan dengan respirasi. Keluhan respirasi


ini harus diperiksa dengan teliti karena seringkali dianggap sebagai gejala
yang biasa terjadi pada proses penuaan (PDPI, 2017).
a. Batuk kronik

Batuk kronik adalah batuk hilang timbul selama 3 bulan yang


tidak hilang dengan pengobatan yang diberikan.
b. Berdahak kronik

Kadang kadang pasien menyatakan hanya berdahak terus


menerus tanpa disertai batuk.
c. Sesak nafas, terutama pada saat melakukan aktivitas.

Seringkali pasien sudah mengalami adaptasi dengan sesak nafas


yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
Anamnesis harus dilakukan dengan teliti, gunakan ukuran sesak
napas sesuai skala sesak (Tabel 1.2).
Grade Keluhan sesak berdasarkan aktivitas
0 Sesak napas baru timbul jika melakukan kegiatan berat
Sesak napas timbul bila berjalan cepat pada lantai yang datar
1
atau jika berjalan di tempat yang sedikit landai
Jika berjalan bersama teman seusia dijalan yang datar, selalu
2 lebih lambat; atau jika berjalan sendirian dijalan yang datar
sering beristirahat untuk mengambil napas
Perlu istirahat untuk menarik napas setiap berjalan 100 meter
3
atau setelah berjalan beberapa menit
4 Timbul sesak napas ketika mandi atau berpakaian

Tabel 1. 2 Skala Sesak menurut Modified Medical Research Council (MMRC


Dyspnea Scale) (Lukito and Permana, 2018)
23

2.1.6 Pemeriksaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

a. Pemeriksaan fisik:

Pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ditemukan kelainan


yang jelas terutama auskultasi pada PPOK ringan, karena sudah mulai
terdapat hiperinflasi alveoli. Sedangkan pada PPOK derajat sedang dan
PPOK derajad berat seringkali terlihat perubahan cara bernapas atau
perubahan bentuk anatomi toraks (PDPI, 2017).
Secara umum pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Inspeksi

a) Bentuk dada: barrel chest (dada seperti tong )

b) Terdapat cara bernapas purse lips breathing (seperti


orang meniup )
c) Terlihat penggunaan dan hipertrofi (pembesaran) otot
bantu nafas
d) Pelebaran sela iga

2) Perkusi

a) Hipersonor

3) Auskultasi

a) Fremitus melemah,

b) Suara nafas vesikuler melemah atau normal

c) Ekspirasi memanjang
24

d) Mengi (biasanya timbul pada eksaserbasi)

e) Ronki

b. Pemeriksaan penunjang:

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada diagnosis PPOK


antara lain (PDPI, 2017)
1) Radiologi (foto toraks)

2) Spirometri

3) Laboratorium darah rutin (timbulnya polisitemia


menunjukkan telah terjadi hipoksia kronik)
4) Analisa gas darah

5) Mikrobiologi sputum (diperlukan untuk pemilihan


antibiotik bila terjadi eksaserbasi).
Meskipun kadang-kadang hasil pemeriksaan radiologis masih
normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini
berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru
lainnya atau menyingkirkan diagnosis banding dari keluhan pasien.
Hasil pemeriksaan radiologis dapat berupa kelainan:
1) Paru hiperinflasi atau hiperlusen

2) Diafragma mendatar

3) Corakan bronkovaskuler meningkat

4) Bulla

5) Jantung pendulum
25

Dinyatakan PPOK (secara klinis) apabila sekurang-kurangnya


pada anamnesis ditemukan adanya riwayat pajanan faktor risiko
disertai batuk kronik dan berdahak dengan sesak nafas terutama pada
saat melakukan aktivitas pada seseorang yang berusia pertengahan atau yang
lebih tua.
Catatan:

Untuk penegakkan diagnosis PPOK perlu disingkirkan


kemungkinan adanya asma bronkial bronkial, gagal jantung kongestif,
TB Paru, dan sindrome obtruktif pasca TB Paru. Penegakkan diagnosis
PPOK secara klinis dilakasanakan di puskesmas atau rumah sakit tanpa
fasilitas spirometri. Sedangkan penegakkan diagnosis dan
penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan
Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005,
dilaksanakan di rumah sakit/fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki
spirometri.
c. Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK

Penentuan klasifikasi (derajat) PPOK sesuai dengan ketentuan


Perkumpulan Dokter Paru Indonesia (PDPI)/Gold tahun 2005 sebagai
berikut (PDPI 2017):
1) Stage I: Ringan

Pemeriksaan spirometri post-bronchodilator menunjukan hasil


rasio FEV1/FVC < 70% dan nilai FEV1 ≥ 80% dari nilai prediksi.
26

2) Stage II: Sedang

Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
3) Stage III: Berat

Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-
50% dari nilai prediksi.
4) Stage IV: Sangat Berat

Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30%
ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
2.1.7 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Tata laksana PPOK dibedakan atas tatalaksana kronik dan


tatalaksana eksaserbasi, masing masing sesuai dengan klasifikasi (derajat)
beratnya. Secara umum tata laksana PPOK adalah sebagai berikut: (PDPI,
2017)
a. Pemberian obat obatan

1) Bronkodilator

Dianjurkan penggunaan dalam bentuk inhalasi kecuali pada


eksaserbasi digunakan oral atau sistemik
2) Anti inflamasi

Pilihan utama bentuk metilprednisolon atau prednison. Untuk


penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil hanya bila uji
steroid positif. Pada eksaserbasi dapat digunakan dalam bentuk oral
atau sistemik.
27

3) Antibiotik

Tidak dianjurkan penggunaan jangka panjang untuk pencegahan


eksaserbasi. Pilihan antibiotik pada eksaserbasi disesuaikan dengan
pola kuman setempat.
4) Mukolitik

Tidak diberikan secara rutin. Hanya digunakan sebagai


pengobatan simptomatik bila tedapat dahak yang lengket dan kental.
5) Antitusif

Diberikan hanya bila terdapat batuk yang sangat mengganggu.

Penggunaan secara rutin merupakan kontraindikasi.

b. Pengobatan penunjang

1) Rehabilitasi

a) Edukasi

b) Berhenti merokok

c) Latihan fisik dan respirasi

d) Nutrisi

2) Terapi oksigen

Harus berdasarkan analisa gas darah baik pada penggunaan


jangka panjang atau pada eksaserbasi. Pemberian yang tidak berhati
hati dapat menyebabkan hiperkapnia dan memperburuk keadaan.
Penggunaan jangka panjang pada PPOK stabil derajat berat dapat
memperbaiki kualiti hidup.
28

c. Ventilasi mekanik

Ventilasi mekanik invasif digunakan di ICU pada eksaserbasi berat.


Ventilasi mekanik noninvasif digunakan di ruang rawat atau di rumah
sebagai perawatan lanjutan setelah eksaserbasi pada PPOK berat.
d. Operasi paru

Dilakukan bulektomi bila terdapat bulla yang besar atau transplantasi


paru (masih dalam proses penelitian di negara maju)
e. Vaksinasi influensa

Untuk mengurangi timbulnya eksaserbasi pada PPOK stabil.

Vaksinasi influensa diberikan pada:

1) Usia diatas 60 tahun

2) PPOK sedang dan berat.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan PPOK

2.2.1 Pengkajian

Menurut Agustiyah (2019) Pengkajian keperawatan merupakan tahap


krusial dalam proses keperawatan. Hasil pengkajian merupakan dasar dari
penentuan masalah keperawatan dan penentuan intervensi keperawatan yang akan
diberikan. Pengkajian membutuhkan keterampilan dan pengalaman yang
mencukupi yang didasarkan pada penguasaan pengetahuan tentang sistem yang
akan dikaji.
a) Identitas Klien

Meliputi nama klien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan alamat.


Umur merupakan salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap
29

timbulnya keluhan gastritis. Menurut Suwindri et al., (2021).


Menunjukkan bahwa prevalensi tertinggi terpapar PPOK pada usia 30,
dengan frekuensi yang lebih tinggi pada laki-laki. Alamat atau tempat
tinggal sering dihubungkan yang tinggal di daerah padat perkotaan
dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah pedesaan, yang
berhubungan dengan meningkatnya polusi di daerah padat perkotaan.
Pekerjaan seseorang juga berpengaruh yang khas termasuk penambangan
batu bara, panambangan emas, dan debu kapas tekstil telah diketahui
sebagai faktor risiko obstruksi aliran udara kronis.
b) Keluhan Utama

Menanyakan keluhan utama pasien secara kronologis, yaitu waktu,


pencetus, durasi, manajemen keluarga dan penyebab dibawa kerumah
sakit. Menanyakan keluhan utama yang kini dirasakan klien. Gejala khas
pasien PPOK adalah keluhan sesak napas dengan berbagai
karakteristiknya (Ningsih, 2018).
c) Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Penyakit Sekarang: Tanyakan apakah keluhan


yang dirasakan saat masuk IGD sampai dengan dilakukan
pengkajian terutama keluhan sesak yang dirasakan.
2) Riwayat Penyakit Dahulu: Tanyakan apakah klien pernah
sampai dirawat dirumah sakit, berapa lama, dan pulang dengan
status apa (sembuh, pulang paksa, dirujuk dan sebagainya)
terutama pada penyakit Hipertensi, DM dan penyakit paru lainnya.
Apakah
30

pernah merokok aktif dan berapa bungkus perhari. Selain itu juga
perlu dikaji penggunaan obat-obatan. Apakah obat yang
dikonsumsi berdasarkan resep dokter atau tidak.
3) Riwayat Penyakit Keluarga: Orang tua dan saudara dari
klien apakah ada yang menderita penyakit seperti yang diderita
klien saat ini.
4) Riwayat Psikososial-Spiritual:

i. Psikologis: perasaan yang dirasakan oleh klien,


apakah cemas/sedih ?
ii. Sosial: bagaimana hubungan klien dengan orang
lain maupun orang terdekat klien dan lingkungannya ?
iii. Spiritual: apakah klien tetap menjalankan ibadah
selama perawatan di rumah sakit ?
d) Genogram

Bagan penyakit keturunan yang diturunkan oleh keluarga klien

2.2.2 Pemeriksaan Fisik

a. Pernafasan (B1: Breathing)

1) Inspeksi

Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan serta


penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat udara yang
terperangkap), penipisan massa otot, dan pernafasan dengan bibir
dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif dan penggunaan otot-otot
bantu nafas (sternokleidomastoideus). Pada tahap lanjut, dispnea terjadi
saat
31

aktivitas bahkan pada aktivitas kehidupan sehari-hari seprti makan dan


mandi. Pengkajian batuk produktif dengan sputum purulen diserti demam
mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2) Palpasi

Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil biasanya menurun.

3) Perkusi

Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor


sedangkan diafragma menurun.
4) Auskultasi

Sering didapatakan adanya bunyi nafas ronkhi dan wheezing sesuai


tingkat beratnya obstruksi pada bronkiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon
dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada
waktunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti seperti membungkuk
untuk mengikatkan tali sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan
(dispnea eksersonial). Paru yang mengalami emfisematosa tidak
berkontraksi saat ekspirasi dan bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif
dari sekresi yang dihasilkannya. Klien renta terhadap reaksi imflamasi dan
infeksi akibat pegumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, klien
mengalami mengi yang berkepanjangan saat ekspirasi.
b. Kardiovaskuler (B2: Blood)

Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi


takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak mengalami
32

pergeseran. Vena jungularis mungkin mengalami distensi selama ekspirasi. Kepala


dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
c. Persyarafan (B3: Brain)

Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi penyakit


yang serius.
d. Perkemihan (B4: Bladder)

Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
system perkemihan. Namun perawat perlu memonitori adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
e. Pencernaan (B5: Bowel)

Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
f. Tulang Otot dan Integumen (B6: Bone)

Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat kelelahan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Ativity
Day Living).
g. Psikososial

Klien biasanya cemas dengan keadaan sakitnya.

2.2.3 Diagnosa Keperawatan

a Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22)
b Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan
napas (SDKI D.0001 Hal 18)
33

c Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot


pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24)
d Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128)
e Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pernapasan
(SDKI D.0060 Hal 135)
f Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254)
2.2.4 Intervensi Keperawatan

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) pertukaran gas
meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.01003 Hal 94)
1. Tingkat kesadaran meningkat

2. Dispnea menurun

3. Bunyi napas tambahan menurun

4. PCO² dan PO² membaik

5. Takikardi membaik

6. Sianosis membaik

7. Pola napas membaik

8. Warna kulit membaik


Pemantaun respirasi (SIKI 1.01014 Hal
247)
34

Observasi

1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas

2. Monitor pola napas (bradipnea, hiperventilasi)

3. Monitor kemampuan batuk efektif

4. Monitor adanya produksi sputum

5. Monitor adanya sumbatan jalan napas


Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien

2. Dokumentasikan hasil pemantauan


Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

2. Informasikan hasil pemantauan


Rasional
1. Berguna dalam derajat distres pernapasan atau kronisnya proses
penyakit
2. Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, penghisapan dibutuhkan
bila batuk tidak efektif.
3. Bunyi napas mugkin redup karena penurunan aliran udara atau area
konsolidasi, adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya
sekret. Krekels basah menyebar menunjukan cairan pada intertisial/
dekompensasi jantung.
35

b. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan hipersekresi jalan


napas (SDKI D.0001 Hal 18)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) bersihan jalan napas
meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.01001 Hal 18)
1. Batuk efektif meningkat

2. Produksi sputum menurun

3. Mengi, wheezing menurun

4. Dispnea menurun

5. Sianosis, gelisah menurun

6. Frekuensi napas membaik

7. Pola napa membaik

Latihan batuk efektif (SIKI 1.01006 Hal 142)


Observasi
1. Identifikasi kemampuan batuk

2. Monitor adanya retensi sputum

3. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas

4. Monitor input dan output


cairan Terapeutik
1. Atur posisi semi-fowler atau fowler

2. Pasang perlak dan bengkok

3. Buang sekret pada tempat sputum


Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
36

2. Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan


selama 2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mecucu
selama 8 detik
3. Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali

4. Kolaborasi pemberian mukolitik atau


ekspektoran Rasional
1. Untuk mengetahui frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas

2. Untuk mengetahui pola napas seperti bradipnea

3. Untuk mengetahui adanya produksi sputum

4. Untuk mengetahui saturasi oksigen

5. Agar interval waktu pemantauan respirasi sesuai dengan kondisi


pasien
6. Untuk memantau hasil pemantauan

7. Membantu pasien mengetahui tujuan dan prosedur pemantauan

c. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot


pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) ventilasi spontan
meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.01007 Hal 150)
1. Volume tidal meningkat

2. Dispnea menurun

3. Penggunaan otot bantu napas menurun

4. Gelisah menurun
37

5. PCO2, PO2 membaik

6. Takikardi membaik

Dukungan ventilasi (SIKI 1.01002 Hal 49)


Observasi
1. Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas

2. Identifikasi efek perubahan posisi terhadap status


pernapasan Terapeutik
1. Pertahankan kepatenan jalan napas

2. Berikan posisi semi fowler atau fowler

3. Berikan oksigen sesuai kebutuhan


Edukasi
1. Ajarkan melalukan teknik relaksasi napas dalam

2. Ajarkan mengubah posisi secara mandiri

3. Ajarkan teknik batuk efektif


Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator
Rasional
1. Untuk mengetahui kekuatan otot dari otot bantu napas

2. Untuk mengetahui perkembangan status respirasi dan oksigen

3. Untuk memenuhi kebutuhan oksigen

4. Agar pasien dapat melakukan teknik relaksasi napas dalam

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128)
38

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) toleransi aktivitas


meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.05047 Hal 148)
1. Saturasi oksigen meningkat

2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

3. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat

4. Keluhan lelah menurun

5. Perasaan lemah menurun

6. Sianosis menurun

7. Warna kulit membaik

8. Tekanan darah membaik

9. Frekuensi napas membaik


Terapi oksigen (SIKI 1.01026 Hal 430)
Observasi

1. Monitor kecepatan aliran oksigen

2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi


Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakhea

2. Pertahankan kepatenan jalan napas

3. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

4. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas


pasien
Edukasi
39

1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah


40

Rasional

1. Untuk mengetahui aliran oksigen

2. Untuk mencegah terjadinya hipoventilasi

3. Untuk mempertahankan pemberian oksigen saat pasien transportasi

e. Risiko intoleransi aktivitas berhubungan dengan gangguan pernapasan


(SDKI D.0060 Hal 135)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) toleransi aktivitas
meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.05047 Hal 148)
1. Saturasi oksigen meningkat

2. Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

3. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah meningkat

4. Keluhan lelah menurun

5. Perasaan lemah menurun

6. Sianosis menurun

7. Warna kulit membaik

8. Tekanan darah membaik

9. Frekuensi napas membaik


Terapi oksigen (SIKI 1.01026 Hal 430)
Observasi

1. Monitor kecepatan aliran oksigen

2. Monitor tanda-tanda hipoventilasi


Terapeutik
41

1. Pertahankan kepatenan jalan napas


42

2. Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi

3. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas


pasien
Edukasi

1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah


Rasional
1. Untuk mengetahui aliran oksigen

2. Untuk mencegah terjadinya hipoventilasi

3. Untuk mempertahankan pemberian oksigen saat pasien transportasi

f. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan


kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254)
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) manajemen kesehatan
meningkat dengan kriteria hasil: (SLKI L.12104 Hal 62)
1. Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko meningkat

2. Menerapkan program perawatan meningkat

3. Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan kesehatan


meningkat
4. Verbalisasi kesulitan dalam menjalani program
perawatan/pengobatan menurun
Edukasi program pengobatan (SIKI 1.12441 Hal 104)
Observasi
1. Identifikasi pengobatan tentang pengobatan yang
direkomendasikan Terapeutik
43

2. Berikan dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan


baik dan benar
3. Libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien
selama pengobatan
Edukasi

1. Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan

2. Jelaskan strategi mengelola efek samping obat

3. Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi


Rasional
1. Untuk mengetahui pengobatan yang tepat untuk direkomendasikan

2. Untuk memberikan dukungan untuk menjalani program


pengobatan dengan baik dan benar.
3. Untuk mengetahui peran keluarga dalam memberikan dukungan
pada pasien selama pengobatan.
2.2.5 Implementasi Keperawatan

Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sesuai dengan recana


intervensi yang telah ditetapkan. Hasil implementsi yang efektif dan efisien akan
diperoleh secara sistematis dan berurutan berdasarkan rencana tindakan yang telah
disusun (Sugiyanto 2016).
2.2.6 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan antara hasil implementasi


dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya.
44

Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP secara operasional (Sugiyanto


2016).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
Bab ini menyajikan hasil pelaksanaan asuhan keperawatan medikal bedah,
yang dimulai dengan tahap pengkajian, analisa data, diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi yang dilaksanakan pada tanggal 28-30
November 2022 dengan data sebagai berikut:
3.1 Pengkajian

3.1.1 Data Dasar

Tn. S usia 75 tahun beragama islam, tempat tinggal pasien berdomisili di


lidah weta Surabaya dan bersuku jawa warga negara Indonesia, tingkat pendidikan
SMA, nomor registrasi medis 71 13 xx. Pasien dirawat dengan diagnosa medis
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pasien bekerja sebagai karyawan swasta,
berstatus menikah, pasien dirawat dengan jaminan BPJS Kesehatan, Tn. S diantar
keluarga datang ke IGD RSPAL dr Ramelan pada tanggal 22 November 2022.
Selama pengkajian, sumber informasi berasal dari pasien, keluarga, perawat dan
SIMRS (Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit).
Keluhan utama pasien mengatakan sesak dan bertambah sesak saat pasien
beraktivitas. Riwayat penyakit sekarang pasien masuk di IGD tgl 22 November
2022, pasien mengatakan sesak sejak 2 minggu yang lalu, batuk (+), sputum (-),
merasa lelah, sesak bertambah jika beraktivitas, pilek (-), demam (-), pasien duduk
posisi semi fowler, terpasang O2 4 lpm, terpasang infus NaCl 0,9% 14 tpm,
terpasang kateter produksi urin 100 cc, TD: 170/90 mmHg, N: 107 x/menit, S:
36,5 oC, RR: 28 x/menit, SpO2 80%, diberikan terapi nebulizer Combivent 2,5
ml/inhalasi, injeksi methylprednisolon 125 mg/IV, lansoprazole 30 mg/IV, serta

42
43

dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk antigen (hasil negatif), PCR (negatif)


dan pemeriksaan darah lengkap, GDA 174 mg/dl, kemudian pukul 16.00 WIB
pasien dipindahkan ke ruang 4 lantai 2. Saat pengkajian tgl 28 November 2022
pasien mengatakan sesak dan bertambah sesak saat pasien beraktivitas, bibir dan
kulit pucat, TD: 169/93 mmHg, N: 101 x/menit, S: 36,2 oC, SpO2 98%, RR: 28
x/menit pasien diberikan nasal kanul oksigen 3 lpm.
Riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan riwayat hipertensi
uncontrolled sejak 5 tahun lalu tidak rutin kontrol dan tidak rutin minum obat
amlodipine 10 mg, riwayat asma (+) sejak tahun 2017, pasien mengatakan pernah
merokok (+), merokok aktif sejak pasien masih bekerja umur 30 tahun, sehari
habis 1 bungkus, saat ini pasien sudah tidak merokok lagi, riwayat sakit jantung
(-).
Riwayat penyakit keluarga tidak ada keluarga yang memiliki riwayat
penyakit yang sama dan penyakit asma. Riwayat alergi Tn. S tidak ada riwayat
alergi obat-obatan, alergi debu (-), alergi cuaca (-), maupun alergi makanan.
3.1.2 Genogram

Kedua orang tua dan kedua mertua dari Tn. S sudah meninggal. Tn. S
merupakan anak pertama dari 6 bersaudara, Tn. S menikah dan mempunyai 5
orang anak, Tn. S tinggal bersama istri, ke 5 anaknya sudah berkeluarga, sejak
sakit di rumah Tn. S dirawat oleh istri, kemudian di jemput oleh anak untuk
berobat ke RSPAL Dr. Ramelan, keluarga tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama.
44

Keterangan:

: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal Serumah

Gambar 3 1 Genogram

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

1. B1 (Breath)/Pernapasan

Pada pemeriksaan B1 (Breath) atau pernapasan didapatkan bentuk dada


simetris, barrel chest, pergerakan terdapat retraksi otot pernafasan saat inspirasi
otot bantu nafas tambahan frekuensi pernapasan menggunakan otot bantu napas,
pasien tampak sesak dengan bantuan O2 nasal 3 lpm, suara nafas bunyi napas
wheezing, sputum tidak ada, sianosis tidak ada.
Masalah keperawatan: gangguan pertukaran gas, risiko gangguan sirkulasi
spontan, intoleransi aktivitas
2. B2 (Blood)/Sirkulasi

Pada pemeriksaan B2 (Blood) atau sirkulasi didapatkan data ictus cordis


normal IC4-IC5, irama jantung regular, tidak ada nyeri dada, bunyi jantung S1, S2
dalam batas normal, TD: 169/93 mmHg, N: 101 x/menit, S: 36,2 oC, RR: 28
x/menit, SpO2 98%, CRT < 2 detik, akral hangat, tidak ada pembesaran kelenjar
getah bening, bunyi jantung detak jantung I, II dalam batas normal.
Masalah keperawatan: risiko gangguan sirkulasi spontan
45

3. B3 (Brain)/Persarafan

Pada pemeriksaan B3 (Brain) atau persarafan didapatkan data Glasgow


Coma Scale (GCS) Eye: 4, Verbal: 5, Motorik: 6. Refleks fisiologis bisep (+/+),
trisep (+/+), patella (+/+), tendon achiles (+/+). Refleks patologis kaku kuduk (-),
brudziynki (-), babinzky (-), kerniks (-).
Tidak ada keluhan pusing dan nyeri kepala. Pemeriksaan nervus kranial I
(olfaktorius): penghidu normal. Nervus kranial II (optikus): ketajaman mata
berkurang (plus/rabun dekat), lapang pandang baik. Nervus kranial III
(okulomotor): tidak ada dilatasi pupil, diplopia, ptosis. Nervus kranial IV
(troklear) gerakan bola mata ke atas dan rotasi eksternal dan diplopia (saat
gerakan ke bawah) normal. Nervus kranial V (trigeminal) anestesia dan
penurunan atau hilangnya sensori wajah normal. Nervus kranial VI (abdusen):
tidak ada juling, diplopia. Nervus kranial VII (Fasialis): tidak ada paralisis seluruh
atau sebagian wajah, makanan terasa lebih hambar. Nervus kranial VIII
(Vestibulokoklearis): terjadi presbikusis yaitu tuli saraf pada usia lanjut akibat
proses degenerasi (penuaan) organ pendengaran, gangguan keseimbangan normal.
Nervus kranial IX (Glossofaringeus): pengecapan baik, tidak ada kelainan
perubahan sensasi palatum dan faring. Nervus kranial X (Vagus): tidak ada
disfonia, gangguan menelan. Nervus kranial XI (Aksesorius): dapat mengangkat
bahu kanan kiri dan kepala dapat menoleh kanan kiri tanpa ada batasan, tidak ada
kelemahan otot sternokleidomastoideus atau trapezius. Nervus kranial XII
(Hipoglosus): dapat menggerakkan lidah sesuai arahan, tidak ada deviasi lidah,
fasikulasi lidah. Pada pemeriksaan kepala bentuk simetris, nyeri kepala tidak
ada, kulit berketombe
46

rambut acak-acakan, pertumbuhan rambut rata, berwarna hitam bercampur putih


(uban), tidak ada benjolan atau lesi. Pada pemeriksaan hidung didapatkan data
hidung bersih, dapat membau dengan baik saat dites bau minyak kayu putih,
bentuk simetris. Pada pemeriksaan wajah dan penglihatan didapatkan data mata
simetris kanan kiri, reflex cahaya kanan kiri (+/+), pupil isokor, sklera pucat,
konjungtiva pucat, lapang pandang normal dan tidak ada kelainan. Pada
pemeriksaan lidah, kondisi lidah Tn. S bersih, tidak ada lesi, sariawan atau
benjolan, dapat mengecap dengan baik, berbicara jelas dan kemampuan menelan
baik. Pada pemeriksaan telinga, kondisi telinga Tn. S tampak bersih, bentuk
simetris kanan kiri, terjadi presbikusis yaitu tuli saraf pada usia lanjut akibat
proses degenerasi (penuaan) organ pendengaran, Tn. S tidak menggunakan alat
bantu pendengaran.
Masalah keperawatan: Tidak ada

4. B4 (Bladder)/Perkemihan

Pada pemeriksaan B4 (Bladder) atau perkemihan didapatkan data


eliminasi urin Tn.S sebelum MRS frekuensi BAK 4-8 x/hari, jumlah ±1500
cc/hari, warna jernih. Eliminasi urin MRS Tn. S menggunakan dower kateter
untuk eliminasi urine dengan jumlah keluaran urine ±1000 cc/hari berwarna
kuning keemasan.
Masalah keperawatan: Tidak ada

5. B5 (Bowel)/Pencernaan

Pada pemeriksaan B5 (Bowel) atau pencernaan didapatkan data saat di


rumah pola makan 3 kali sehari dan selalu habis 1 porsi. Saat di rumah sakit, nafsu
makan menurun, tidak mual ataupun muntah, makanan habis ½ porsi, tidak
terpasang NGT, jenis diit yaitu diit nasi biasa TKTP (tinggi kalori tinggi protein),
47

minum ± 6 gelas/hari jumlah 1000-1500 cc/24 jam air mineral. Pada pemeriksaan
mulut tampak karang gigi, membran mukosa kering, gigi palsu tidak ada, fharing
tidak ada kelainan. Pada abdomen didapatkan bentuk perut supel, tidak ada nyeri
tekan, suara bising usus 18 x/menit, tidak ada lesi atau benjolan dan tidak
terpasang kolostomi. Pemeriksaan eliminasi alvi SMRS Tn. S mengatakan 1 kali
sehari dengan konsistensi lembek berwana kuning kecoklatan, sedangkan saat
pengkajian tgl 28 November 2022, Tn. S mengatakan BAB 1 kali dari awal masuk
rumah sakit tgl 22 November 2022.
Masalah keperawatan: Konstipasi

6. Bone (Bone)/Muskuloskeletal

Pada pemeriksaan B6 (Bone) atau muskuloskeletal didapatkan rambut


berwarna hitam tampak acak-acakan, kulit kepala tampak ketombe, warna kulit
sawo matang, kuku tidak ada patikie, turgor kulit menurun karena faktor usia.
5555 5555
Kekuatan otot normal skala otot , pasien mengatakan sesak jika
5555 5555

beraktivitas, badan lemas, mobilisasi atau kebutuhan dasar pasien dibantu


keluarga pasien atau perawat.
Masalah keperawatan: Intoleransi aktivitas. Defisit perawatan diri

7. Pemeriksaan Endokrin

Pada pemeriksaan endokrin didapatkan data tidak ada pembesaran kelenjar


thyroid, hiperglikemia tidak ada, hipoglikemia tidak ada.
Masalah keperawatan: tidak ada
48

8. Pemeriksaan Seksual Reproduksi

Pada pemeriksaan seksual reproduksi pada testis tidak ada kelianan,


masalah seksual yang berhubungan dengan penyakit tidak ada.
Masalah keperawatan: tidak ada

9. Kemampuan perawatan diri

Pada pemeriksaan kemampuan perawatan diri atau personal hygiene


selama dirawat inap di rumah sakit, Tn. S membersihkan badan dengan diseka
oleh keluarganya (skor 3), berpakaian dibantu oleh keluarga (skor 3),
toileting/eliminasi menggunakan alat bantu yaitu dower kateter dan diapers untuk
BAB (skor 3), mobilitas di tempat tidur dibantu oleh keluarga (skor 3), dan untuk
berpindah serta berjalan dibantu keluarganya (skor 3). Tn. S diseka 1 kali sehari,
berganti pakaian 2 hari sekali, belum keramas dari awal masuk rumah sakit hingga
saat ini, menyikat gigi 1 kali sehari, belum pernah memotong kuku selama di
rumah sakit.
Masalah keperawatan: Defisit perawatan diri

10. Pola Istirahat dan Tidur

Pada pemeriksaan pola istirahat dan tidur selama di rumah sakit untuk
rawat inap didapatkan kualitas tidur kurang, pasien mengatakan sulit tidur, tidur
tidak nyenyak, dengan jumlah jam tidur saat siang hari Tn.S hanya dapat tidur 1
jam dan untuk malam hari Tn. S biasanya tidur mulai pukul 23.00-05.00 WIB
dengan kebiasaan sebelum tidur membaca doa.
Masalah keperawatan: Gangguan pola tidur
49

11. Konsep Diri

Pasien mampu berbicara baik dengan menggunakan bahasa Indonesia serta


bisa beradaptasi dengan situasi saat ini. Pada gambaran diri Tn. S menyukai
seluruh anggota tubuhnya karena masih berfungsi baik. Identitas diri mengatakan
jenis kelamin laki-laki berusia 75 tahun, lulus SMA dan saat ini dirawat di
RSPAL Dr. Ramelan. Peran bekerja sebagai ketua yayasan sosial, saat ini sudah
tua dan sering sakit tetapi tidak ada orang yang mau menjadi ketua yayasan sosial.
Pasien merasa bangga menjadi ketua yayasan sosial.
Masalah keperawatan: tidak ada
50

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Tabel 3. 1 Pemeriksaan Penunjang

Jenis Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Tgl 21 November 2022


o Thorax AP dengan hasil : Jantung: ukuran dan bentuk normal, tak tampak
kalsifikasi aortic knob Mediastinum tak tampak
melebar, trakhea baik Hilus baik Corakan
bronchovaskuler kedua paru meningkat Tak
tampak infiltrate di kedua lapang paru Sinus
phrenicocostalis kanan kiri tajam, kedua
hemidiafragma baik. Tulang intak
Kesan: Bronkhitis. Jantung tak tampak kelainan.

Tgl 22 November 2022


IMUNOLOGI
Antigen SARS-CoV-2 Negatif Negatif
RT-PCR SARS-CoV-2 Negatif Ct Negatif

DARAH LENGKAP
Leukosit H 10.95 10^3/µL 4.00 - 10.00
Hemoglobin L 11.10 g/dL 13 – 17
Hematokrit L 34.00 % 40.0 - 54.0
Eritrosit 4.48 10^6/µL 4.00 - 5.50
Trombosit L 34.00 10^3/µL 150 – 450
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 174 mg/dL < 200

FUNGSI GINJAL
Kreatinin 1.15 mg/dL 0.6 - 1.5
BUN H 27 mg/dL 10 – 24

ELEKTROLIT & GAS DARAH


Natrium (Na) 145.5 mEq/L 135 – 147
Kalium (K) L 2.85 mmol/L 3.0 - 5.0
Clorida (Cl) 100.8 mEq/L 95 – 105
51

ANALISA GAS DARAH ARTERI


pH H 7.514 7.350 - 7.450
PCO2 45.8 mmHg 35 – 45
PO2 L 58.7 mmHg
52

3.1.5 Terapi yang Didapatkan


Tabel 3. 2 Terapi yang di dapat
Terapi obat Dosis Rute Indikasi

1. Inf NaCl 0,9% drip 500 ml + 10 ml Intravena NaCl 0,9% Untuk


Aminophylline 1 amp 14 tpm mengembalikan keseimbangan
tiap 1 kolf cairan elektrolit.
Aminophylin untuk
meredakan sesak napas, napas
berat, mengi, asma, bronkitis
atau penyakit paru obstruktif
kronis.
2. Nebulizer Combivent 2,5 ml (IGD) Inhalasi Combivent meredakan sesak
3. Midatro + ventolin 0,25 mg + 2,5 mg Inhalasi napas.
3x1 Midatro untuk mengendalikan
dan mencegah gejala mengi
dan sesak napas yang
disebabkan oleh penyakit
paru.
Ventolin untuk PPOK
4. Fartison injeksi 3x100 mg Intravena Fartison untuk pengobatan TB
5. Cefobactam injeksi 3x1 gr Intravena Antibiotik kombinasi untuk
infeksi bakteri.
6. Demacolin 3x1 tab Oral Meringankan gejala flu.
7. Inpepsa 3x1C Oral Untuk mengobati luka atau
tukak lambung.

8. Lanzoprazole injeksi 2x30 mg Intravena Untuk mengatasi kondisi yang


berkaitan dengan peningkatan
asam lambung.

9. Puyer sesak 3x1 Oral Untuk mengatasi sesak


10. Berotec 3x100 mcg Oral Untuk meredakan gejala asma
dan penyakit lain yang
berhubungan penyempitan
saluran pernapasan.
53

11. Spiriva 3x18 mcg Oral Terapi PPOK


54

3.2 Analisa Data

Tabel 3. 3 Analisa Data

Data (Symptom) Penyebab (Etiologi) Masalah(Problem)


DS : Ketidak Gangguan
1. Pasien mengatakan sesak, lemas seimbangan pertukaran gas
DO : ventilasi-perfusi (SDKI D.0003
2. Tampak pasien sesak dan lemas Hal 22)
3. Warna bibir dan kulit pucat
4. RR: 28 x/menit diberikan nasal
kanul oksigen 3 lpm
5. Bunyi napas wheezing
6. N: 101 x/menit, SpO2: 98%
7. PO2 L 58.7 mmHg
8. PCO2 45.8 mmHg
9. pH H 7.514
DS : Kelemahan otot Gangguan
1. Pasien mengatakan sesak pernapasan ventilasi spontan
DO : (SDKI D.0004
2. Tampak pasien menggunakan otot Hal 24)
bantu napas
3. RR 28 x/menit, SpO2 98%, N
101 x/menit
4. PO2 L 58.7 mmHg
5. pH H 7.514
DS : Ketidakseimbangan Intoleransi
1. Pasien mengatakan lemas dan sesak antara suplai dan aktivitas
jika beraktivitas kebutuhan oksigen (SDKI D.0056
DO : Hal 128)
2. Tampak sesak dan mengurangi
aktivitas
3. Hemoglobin L 11.10, tampak bibir
dan kulit pucat
4. RR 28 x/menit pasien diberikan
55

nasal kanul oksigen 3 lpm


5. TD: 169/93 mmHg, N: 101
x/menit
DS : Hambatan lingkungan: Gangguan pola
1. Pasien mengatakan sulit tidur dan jadwal pemantauan, tidur
tidur tidak nyenyak pemeriksaan dan (SDKI D.0055
2. Pasien mengatakan kekuatan fisik tindakan Hal 126)
menurun sejak sakit
DO :
3. Tampak pasien tidak bisa tidur dan
selalu terjaga
56

DS : Kompleksitas program Manajemen


1. Keluarga mengatakan sesak tidak perawatan/pengobatan kesehatan
hilang-hilang/sembuh keluarga tidak
2. Keluarga mengatakan tidak tahu efektif
penyebab sesak yang di alami (SDKI D.0115
pasien Hal 254)
DO :
3. Tampak keluarga bertanya tentang
penyebab sesak yang tidak sembuh

3.3 Diagnosis Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22)
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128)
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan: jadwal
pemantauan, pemeriksaan dan tindakan (SDKI D.0055 Hal 126)
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254)
3.3.1 Prioritas Masalah

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22)
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24)
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128)
57

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan: jadwal


pemantauan, pemeriksaan dan tindakan (SDKI D.0055 Hal 126)
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254)
58

3.4 Intervensi Keperawatan

Tabel 3. 4 Intervensi Keperawatan

DIAGNOSIS
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Pemantaun respirasi
gas berhubungan pertukaran gas meningkat dengan, kriteria hasil: Observasi
dengan perubahan 1) Dispnea menurun (12-24 x/menit) 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
ketidakseimbangan 2) Bunyi napas tambahan menurun (wheezing negatif) upaya napas
ventilasi-perfusi 3) PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0- 2) Monitor pola napas (bradipnea, hiperventilasi)
(SDKI D.0003 Hal 22) 100.0 mmHg (membaik) 3) Monitor kemampuan batuk efektif

4) Takikardi membaik (60-100 x/menit) 4) Monitor adanya produksi sputum

5) Pola napas membaik (12-24 x/menit) 5) Monitor analisa gas darah

6) Warna kulit membaik (berwarna 6) Monitor saturasi oksigen

kemerahan) (SLKI L.01003 Hal 94) 7) Monitor adanya sumbatan jalan napas
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
59

pemantauan Informasikan hasil pemantauan


(SIKI 1.01014 Hal 247)
60

2. Gangguan ventilasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Dukungan ventilasi
spontan berhubungan ventilasi spontan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
dengan kelemahan otot 1) Dispnea menurun (12-24 x/menit) 1) Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
pernapasan (SDKI 2) Penggunaan otot bantu napas menurun (tidak 2) Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
D.0004 Hal 24) tampak retraksi otot bantu napas) status pernapasan
3) Gelisah menurun (tidak gelisah) Terapeutik
4) PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0- 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
100.0 mmHg (membaik) 2) Berikan posisi semi fowler atau fowler

5) Takikardi membaik (60-100 x/menit) 3) Berikan oksigen sesuai kebutuhan

(SLKI L.01007 Hal 150) Edukasi


1) Ajarkan melalukan teknik relaksasi napas
dalam: tehnik relaksasi untuk mengatur nafas
pasien Pursed Lip Breathing
2) Ajarkan mengubah posisi secara mandiri
3) Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian bronkodilator
(SIKI 1.01002 Hal 49)
61

3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Terapi oksigen
berhubungan dengan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
ketidakseimbangan 1) Saturasi oksigen meningkat (95-100%) 1) Monitor kecepatan aliran oksigen
antara suplai dan 2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari 2) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
kebutuhan oksigen meningkat (pasien bisa melakukan aktivitas makan Terapeutik
(SDKI D.0056 Hal 128) minum sendiri) 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
3) Keluhan lelah menurun (pasien tidak mengeluh 2) Tetap berikan oksigen saat pasien
lelah) ditransportasi
4) Perasaan lemah menurun (kekuatan bertambah) 3) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
5) Warna kulit membaik (warna kemerahan) dengan tingkat mobilitas pasien
6) Tekanan darah membaik (120/80 mmHg – 130/90 Edukasi
mmHg) 2. Ajarkan pasien dan keluarga cara
7) Frekuensi napas membaik (12-24 x/menit) menggunakan oksigen dirumah.
(SLKI L.05047 Hal 148). (SIKI 1.01026 Hal 430)
62

4 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) pola Dukungan tidur
berhubungan dengan tidur membaik dengan kriteria hasil: Observasi
hambatan lingkungan: 1) Keluhan sulit tidur menurun (pasien tidak mengeluh 1) Identifikasi pola aktivitas da tidur
jadwal pemantauan, sulit tidur dan bisa tidur 6-8 jam/hari) 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
pemeriksaan dan 2) Keluhan pola tidur berubah menurun (pasien bisa Terapeutik
tindakan (SDKI D.0055 tidur pada malam hari dengan tidur 6-8 jam/hari) 1) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
Hal 126) 3) Kemampuan beraktivitas meningkat (pasien bisa kenyamanan: pengaturan posisi
minum sendiri, makan sendiri tanpa sesak) 2) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau
(SLKI L.05045 Hal 96). tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur (SIKI 1.05174 Hal 48)
63

5 Manajemen kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Edukasi program pengobatan
keluarga tidak efektif manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
berhubungan dengan 1) Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor 1) Identifikasi pengobatan tentang pengobatan
kompleksitas program risiko meningkat (keluarga mampu mempertahankan yang direkomendasikan
perawatan/pengobatan posisi semifowler saat tertidur dan posisi kanul oksigen Terapeutik
(SDKI D.0115 Hal 254) jika terlepas) 1) Berikan dukungan untuk menjalani program
2) Menerapkan program perawatan meningkat pengobatan dengan baik dan benar
(keluarga menerapkan program obat dari RS baik oral, 2) Libatkan keluarga untuk memberikan
nebulizer dan ijeksi IV yang diberikan pasien) dukungan pada pasien selama pengobatan
3) Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan Edukasi
kesehatan meningkat (keluarga melatih pasien untuk 1) Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
makan minum sendiri) 2) Jelaskan strategi mengelola efek samping obat
4) Verbalisasi kesulitan dalam menjalani program 3) Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
perawatan/pengobatan menurun (keluarga mendukung (SIKI 1.12441 Hal 104)
program perawatan/pengobatan)
(SLKI L.12104 Hal 62)
64

3.5 Implementasi dan Evaluasi

Tabel 3. 5 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Diagnosa Medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

No Hari/Tgl Hari/Tgl Evaluasi formatif SOAPIE


Implementasi Paraf Paraf
Dx Jam Jam / Catatan perkembangan
28/11/2022 ( Dinas Sore) 28/11/2022 (SOAP Dinas Sore)
1, 2 Harun Harun
15.00 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman 20.30 Diagnosa Keperawatan 1
dan upaya napas S:
- Tampak retraksi otot pernafasan saat - Pasien mengatakan sesak, lemas
inspirasi O:
- RR 28 x/menit - Tampak pasien sesak dan lemas
- Pernapasan dispnea - RR: 28 x/menit pasien diberikan nasal kanul
- Bunyi napas wheezing Harun oksigen 3 lpm
15.05 2. Memonitor pola napas Harun - Bunyi napas wheezing
- Pasien mengatakan sesak Harun - N: 107 x/menit, SpO2: 98 %
- RR 28 x/menit Harun - PO2 L 58.7 mmHg
15.10 3. Memonitor adanya produksi sputum - pH H 7.514
- Pasien mengatakan tidak batuk A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1, 2, 4, 5 di lanjutkan Harun
15.18 4. Memberikan oksigen sesuai kebutuhan Diagnosa Keperawatan 2
- Memberikan O2 3 Lpm S:
65

15.20 - Pasien mengatakan sesak


5. Mengajarkan melakukan teknik relaksasi
O:
napas dalam
- Tampak pasien sesak dan terlihat retraksi
4) Tehnik relaksasi untuk mengatur nafas
otot bantu napas
pasien Pursed Lip Breathing
- RR 28 x/menit, SpO2 98, N 107 x/menit
66

https://drive.google.com/file/d/1LF_Ea - PO2 L 58.7 mmHg


63pTtKroWUI2SSrvCnq4AJWnDD6/v - pH H 7.514
iew?usp=share_link A : Masalah belum teratasi
3 15.30 Harun
6. Mengajarkan mengubah posisi secara P : Intervensi 1, 2, 4, 5 di lanjutkan
Harun
mandiri Diagnosa Keperawatan 3
5) Pasien tampak lebih nyaman dengan S:
posisi semi fowler Harun - Pasien mengatakan lemas dan sesak jika
18.00
7. Memberikan terapi, oral, intravena beraktivitas
dan nebulizer O:
6) Injeksi Lanzoprazole 1 amp/IV - Tampak sesak dan mengurangi aktivitas
7) Injeksi Cefobactam 1 gr/IV - Hemoglobin L 11.10, tampak bibir dan kulit
8) Inpepsa Syr 1C pucat
9) Nebulizer midatro + ventolin (inhalasi) - RR 28 x/menit pasien diberikan nasal kanul
https://drive.google.com/file/d/1ojk5XP_ oksigen 3 lpm
UP5VppHmPnGls5BN_oqoL4YLz/view Harun - TD: 169/93 mmHg, N: 107 x/menit
?usp=sharing A : Masalah belum teratasi Harun
Harun
4 20.00
8. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur P : Intervensi 3 di pertahankan
10) Pasien mengatakan sulit tidur Harun Diagnosa Keperawatan 4
S:
20.15
9. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur - Pasien mengatakan sulit tidur dan tidur tidak
11) Pasien mengatakan sulit tidur karena nyenyak
sesak dan terbangun saat program - Pasien mengatakan kekuatan fisik
67

pengobatan menurun sejak sakit


5 20.45 10. Melibatkan keluarga untuk memberikan O:
dukungan pada pasien selama - Tampak pasien tidak bisa tidur dan
pengobatan selalu terjaga
12) Menjelaskan pada keluarga untuk A : Masalah belum teratasi
mensupport pasien selama pengobatan P : Intervensi 8, 9 di lanjutkan
baik selama dirawat dan saat dirumah
68

Diagnosa Keperawatan 5 Harun


S:
- Keluarga mengatakan sesak tidak hilang-
hilang/sembuh
- Keluarga mengatakan tidak tahu
penyebab sesak yang di alami pasien
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 10 di lanjutkan
69

28/11/2022 (Dinas Malam) 29/11/2022 (SOAP Dinas Malam)


3,4 Harun Harun
23.00 1. Menganjurkan pasien untuk istirahat malam 06.00 Diagnosa Keperawatan 1
Memberikan posisi nyaman S:
24.00 2. Monitor pola tidur pasien - Pasien mengatakan masih sesak
Pasien tampak istirahat tidur O:
05.00 3. Melakukan observasi TTV - Tampak pasien sesak
TD 172/84 mmHg, Nadi 104 x/menit, suhu - RR: 26 x/menit pasien diberikan nasal kanul
oksigen 3 lpm
36,6 oC
1,2 Harun
05.30 - Bunyi napas wheezing
4. Memonitor frekuensi, irama,
Harun - TD 172/84 mmHg, N: 104 x/menit, SpO2: 98
kedalaman dan upaya napas
%
Pasien mengatakan sesak
05.45 A : Masalah belum teratasi
5. Memberikan terapi, oral, intravena dan
P : Intervensi 3, 4, 5 di lanjutkan
nebulizer
13) Injeksi Lanzoprazole 1 amp/IV
14) Injeksi Cefobactam 1 gr/IV
70

15) Inpepsa Syr 1C Diagnosa Keperawatan 2 Harun


16) Demacolin 1 tablet S:
17) Nebulizer midatro + ventolin (inhalasi) - Pasien mengatakan sesak
5 06.00 Harun
6. Melibatkan keluarga untuk memberikan O:
dukungan pada pasien selama pengobatan - Tampak pasien sesak dan terlihat retraksi
Menjelaskan pada keluarga untuk otot bantu napas
mensupport pasien selama pengobatan Harun - TD 172/84 mmHg, RR: 26 x/menit, N: 107
07.00
7. Melakukan timbang terima dengan dinas x/menit, SpO2: 98 %
pagi A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 3, 4, 5 di lanjutkan Harun
Diagnosa Keperawatan 3
S:
- Pasien mengatakan lemas dan sesak jika
beraktivitas
O:
- Tampak sesak dan mengurangi aktivitas
- RR: 26 x/menit pasien diberikan nasal kanul
oksigen 3 lpm
- TD 172/84 mmHg, N: 107 x/menit, SpO2: 98
%
A : Masalah belum teratasi
Harun
P : Intervensi 3, 4, 5 di pertahankan
71

Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan susah memulai tidur
- Pasien mengatakan kekuatan fisik
menurun sejak sakit
72

O:
- Tampak pasien tidak bisa tidur dan
selalu terjaga
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 8, 9, 10 di lanjutkan
Harun
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sesak belum berkurang
- Keluarga mengatakan untuk pasien tetap
mengikuti program pengobatan.
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan
73

No Hari/Tgl Implementasi Paraf Hari/Tgl Evaluasi formatif SOAPIE Paraf


Jam Jam / Catatan perkembangan
29/11/2022 (Dinas Pagi) 29/11/2022 (SOAP Dinas Pagi)
1,2 Harun Harun
08.00 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman 13.30 Diagnosa Keperawatan 1
dan upaya napas S:
- RR 26 x/menit - Pasien mengatakan sesak, lemas
- Pernapasan dispnea O:
- Tidak tampak retraksi otot pernafasan - Tampak pasien sesak dan lemas
saat inspirasi - RR: 26 x/menit pasien diberikan nasal kanul
09.00 2. Memonitor pola napas oksigen 3 lpm
- Pasien mengatakan sesak - N: 101 x/menit, SpO2: 98
11.05 3. Melaksanakan observasi TTV % A : Masalah teratasi sebagian
- TD: 173/84 mmHg, N: 101 x/menit, P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan Harun
Harun
RR 26 x/menit Diagnosa Keperawatan 2
12.10 4. Memberikan terapi S:
- Inpepsa 1C - Pasien mengatakan sesak dan lemas
- Demacolin 1 tab O:
- Nebulizer Midatro + Ventolin Harun - Tampak pasien sesak dan tidak
(inhalasi) terlihat retraksi otot bantu napas
3
13.00 5. Memberikan posisi pasien - RR 26 x/menit, SpO2 98%, N 101
18) Pasien tampak lebih nyaman dengan x/menit A : Masalah teratasi sebagian Harun
posisi semi fowler
P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan
4
74

13.15 6. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Diagnosa Keperawatan 3


5 19) Pasien mengatakan sulit tidur S:
13.20 7. Melibatkan keluarga untuk memberikan - Pasien mengatakan bisa melakukan
dukungan pada pasien selama pengobatan aktivitas ringan makan dan minum sendiri
Menjelaskan pada keluarga untuk - Pasien mengatakan sesak
mensupport pasien selama pengobatan baik
75

selama dirawat dan saat dirumah O:


- Pasien tampak melakukan aktvitas ringan
makan dan minum sendiri
- RR 26 x/menit pasien diberikan nasal kanul
oksigen 3 lpm
- TD: 169/93 mmHg, N: 101 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 3 di pertahankan
Harun
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur walaupun sering
terbangun
- Pasien mengatakan kekuatan fisik
menurun sejak sakit
O:
- Tampak pasien tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 4 di lanjutkan Harun
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sesak berkurang
O:
76

- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab


sesak yang tidak sembuh
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 11 di lanjutkan
77

(Dinas Sore) 20.30 (SOAP Dinas Sore)


3 15.18 Harun Harun
1. Mengajarkan mengubah posisi secara Diagnosa Keperawatan 1
mandiri S:
20) Pasien tampak lebih nyaman dengan - Pasien mengatakan sesak berkurang
posisi semi fowler Harun O:
1,2 15.10
1. Memonitor keluhan pasien - Tampak pasien sesak
21) Pasien mengatakan masih sesak - RR: 24 x/menit pasien diberikan nasal kanul 3
Memberikan oksigen nasal kanul 3 lpm lpm
17.00
1. Melaksanakan observasi TTV - N: 94 x/menit, SpO2: 99
TD: 178/95 mmHg, N: 94 x/menit, RR 24 % A : Masalah teratasi sebagian
x/menit P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan Harun
17.30
2. Memberikan terapi Diagnosa Keperawatan 2
22) Injeksi Lanzoprazole 1 amp/IV S:
23) Injeksi Cefobactam 1 gr/IV - Pasien mengatakan sesak berkurang
24) Inpepsa Syr 1C O:
25) Nebulizer midatro + ventolin (inhalasi) - Tampak tidak ada terlihat retraksi otot bantu
4 19.30 Harun
1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur napas
Harun
26) Pasien mengatakan sulit tidur - RR: 24 x/menit, N: 94 x/menit, SpO2: 99
% A : Masalah teratasi sebagian Harun
20.00 Harun
1. Mengidentifikasi faktor pengganggu tidur
P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan
27) Pasien mengatakan sulit tidur karena
Diagnosa Keperawatan 3
sesak dan terbangun saat program
S:
78

pengobatan - Pasien mengatakan bisa melakukan


5 20.20 1. Melibatkan keluarga untuk memberikan aktivitas ringan
dukungan pada pasien selama pengobatan - Pasien mengatakan sesak berkurang
Menjelaskan pada keluarga untuk O:
mensupport pasien selama pengobatan baik - Pasien tampak melakukan aktivitas ringan
selama dirawat dan saat dirumah - RR 24 x/menit pasien diberikan nasal kanul
79

oksigen 3 lpm
- TD: 178/95 mmHg, N: 94 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 3 di pertahankan
Harun
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur walaupun sering
terbangun
O:
- Tampak pasien tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 4 di lanjutkan Harun
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sesak berkurang
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 11 di lanjutkan
80

(Dinas Malam) 30/11/2022 (SOAP Dinas Malam)


3,4 22.30 Harun Harun
1. Menganjurkan pasien untuk istirahat malam 06.00 Diagnosa Keperawatan 1
Memberikan posisi yang nyaman S:
01.00
2. Monitor pola tidur pasien - Pasien mengatakan sesak berkurang
Pasien tampak istirahat tidur O:
1,2 05.00
3. Memonitor frekuensi, irama, - RR: 24 x/menit, N: 92 x/menit, SpO2: 99
kedalaman dan upaya napas % A : Masalah teratasi sebagian
Pasien mengatakan sesak berkurang P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan
81

05.10 4. Melakukan observasi TTV Harun Diagnosa Keperawatan 2 Harun


TD 175/84 mmHg, Nadi 92 x/menit, suhu S:
- Pasien mengatakan sesak berkurang
36,6 oC, RR 24 x/menit
05.45 O:
5. Memberikan terapi, oral, intravena
- Tampak tidak ada terlihat retraksi otot bantu
dan nebulizer
napas
28) Injeksi Lanzoprazole 1 amp/IV
- RR: 24 x/menit, N: 92 x/menit, SpO2: 99
29) Injeksi Cefobactam 1 gr/IV
% A : Masalah teratasi sebagian
30) Inpepsa Syr 1C
31) Demacolin 1 tablet P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan Harun
32) Nebulizer midatro + ventolin (inhalasi) Diagnosa Keperawatan 3
5 Harun
06.00 S:
6. Melibatkan keluarga untuk memberikan
dukungan pada pasien selama pengobatan - Pasien mengatakan bisa melakukan

Menjelaskan pada keluarga untuk aktivitas ringan minum sendiri


Harun - Pasien mengatakan sesak berkurang
mensupport pasien selama pengobatan
07.00 O:
7. Melakukan timbang terima dengan dinas
pagi - Pasien tampak melakukan aktvitas ringan
minum sendiri
- TD: 178/95 mmHg, N: 92 x/menit, RR 24
x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
Harun
P : Intervensi 3 di pertahankan
Diagnosa Keperawatan 4
82

S:
- Pasien mengatakan bisa tidur
O:
- Tampak pasien tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 4 di lanjutkan
83

Diagnosa Keperawatan 5 Harun


S:
- Keluarga mengatakan sesak berkurang
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 11 di lanjutkan
84

No Hari/Tgl Hari/Tgl Evaluasi formatif SOAPIE


Implementasi Paraf Paraf
Dx Jam Jam / Catatan perkembangan
30/11/2022 (Dinas Pagi) 30/11/2022 (SOAP Dinas Pagi)
1,2 Harun Harun
08.00 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan 13.15 Diagnosa Keperawatan 1
upaya napas S:
- RR 20 x/menit - Pasien mengatakan tidak sesak
- Tidak sesak O:
- Pasien tidak memakai oksigen Harun - Tampak pasien melakukan aktivitas
11.05 2. Melaksanakan observasi TTV Harun ringan makan dan minum sendiri tanpa
- TD: 177/75 mmHg, N: 98 x/menit, RR sesak
20 x/menit Harun - Tampak warna bibir dan kulit
12.10 3. Memberikan terapi berwarna kemerahan
- Inpepsa 1C - RR: 20 x/menit, N: 98 x/menit, SpO2: 98
- Demacolin 1 tab % A : Masalah teratasi sebagian Harun
Harun
- Nebulizer Midatro + Ventolin (inhalasi) Harun P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
3,4
12.20 4. Mengajarkan mengubah posisi secara Diagnosa Keperawatan 2
mandiri S:
33) Pasien tampak lebih nyaman dengan - Pasien mengatakan tidak sesak
posisi semi fowler O:
12.30 5. Memonitor keluhan pasien - Tampak pasien bernapas tanpa retraksi otot
34) Pasien mengatakan masih sesak bantu napas
Memberikan oksigen nasal kanul 3 lpm - RR 20 x/menit, SpO2 98%, N 98 Harun
85

5 12.45 6. Memberikan edukasi discharge planning x/menit A : Masalah teratasi sebagian


35) Menyediakaan tabung oksigen di rumah P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
untuk menangani ketika terjadi sesak Diagnosa Keperawatan 3
36) Memberikan edukasi tentang PHBS S:
37) Kontrol ke poli - Pasien mengatakan bisa melakukan
aktivitas ringan seperti makan, minum
sendiri tanpa
86

sesak
- Pasien mengatakan tidak sesak
O:
- Pasien tampak melakukan aktvitas
ringan seperti makan, minum sendiri
- Tampak warna conjungtiva berwarna
kemerahan
- TD: 177/75 mmHg, N: 98 x/menit, RR 20
x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
Harun
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur
walaupun sering terbangun
- Pasien mengatakan kekuatan fisik
belum kuat
O:
- Tampak pasien melakukan aktivitas
ringan seperti mengatur posisi bantal di
kepala
- Tampak pasien menyempatkan tidur sebelum
87

keluar RS
A : Masalah teratasi sebagian
Harun
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sudah menyediakan
tabung oksigen kecil
88

- Keluarga mengatakan menerapkan


program obat yang diberikan
O:
- Tampak keluarga membawa tabung
oksigen A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
89

No Diagnosa Evaluasi Sumatif


1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan S :
perubahan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi - Pasien mengatakan tidak sesak
O:
- Tampak pasien melakukan aktivitas ringan makan dan minum tanpa
sesak
- Tampak warna bibir dan kulit kemerahan
- RR: 20 x/menit, N: 98 x/menit, SpO2: 98
% A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
2 Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan S :
kelemahan otot pernapasan - Pasien mengatakan tidak sesak
O:
- Tampak pasien bernapas tanpa retraksi otot bantu napas
- RR 20 x/menit, SpO2 98%, N 98
x/menit A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan S :
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen - Pasien mengatakan bisa melakukan aktivitas ringan seperti makan,
minum sendiri tanpa sesak
- Pasien mengatakan tidak sesak
O:
- Pasien tampak melakukan aktvitas ringan seperti makan, minum sendiri
- Tampak warna bibir dan kulit berwarna kemerahan
90

- TD: 177/75 mmHg, N: 98 x/menit, RR 20 x/menit


A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
91

4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan S :


lingkungan: jadwal pemantauan, pemeriksaan dan - Pasien mengatakan bisa tidur walaupun sering terbangun
tindakan - Pasien mengatakan kekuatan fisik belum kuat
O:
- Tampak pasien melakukan aktivitas ringan seperti mengatur posisi
bantal di kepala
- Tampak pasien menyempatkan tidur sebelum keluar RS
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
5 Manajemen kesehatan keluarga tidak S:
efektif berhubungan dengan kompleksitas - Keluarga mengatakan sudah menyediakan tabung oksigen kecil
program perawatan/pengobatan - Keluarga mengatakan menerapkan program obat yang
diberikan O :
- Tampak keluarga membawa tabung oksigen
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
BAB 4
PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dilakukan pembahasan mengenai asuhan keperawatan
Tn.S dengan diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang
Sirsak Lantai 5 RSUD Cengkareng yang dilaksanakan mulai tanggal 28
November sampai dengan 30 November 2022. Melalui pendekatan study kasus
untuk mendapatkan kesenjangan antara teori dan praktek dilapangan. Pembahasan
untuk asuhan keperawatan ini dimulai dari pengkajian, rumusan masalah,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
4.1 Pengkajian Keperawatan

Penulis melakukan pengkajian pada Tn. S dengan melakukan anamnesis


pada pasien dan keluarga, melakukan pemeriksaan fisik dan mendapatkan data
dari pemeriksaaan penunjang medis. Pembahasan akan di mulai dari:
1. Identitas Pasien

Data yang didapatkan Tn. S berjenis kelamin laki-laki, berusia 75 tahun,


pasien mengatakan riwayat penyakit dahulu perokok aktif sejak usia 30 tahun.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang menunjukkan bahwa prevalensi
PPOK antara laki-laki lebih tinggi dari kalangan perempuan dengan tingkat
perbandingan sebesar 7.04 banding 5.79. PPOK terjadi terutama pada individu
yang lebih dari 40 tahun (Hasaini et al. 2022). Menurut PDPI (2017) gambaran
klinis pada PPOK yaitu riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (di dalam
ruangan, luar ruangan, dan tempat kerja). Secara umum resiko terjadinya PPOK
terkait dengan jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama

76
77

hidupnya serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri (Lukito and Permana,
2018).
Terbukti dari data yang kami dapatkan bahwa seseorang laki-laki dengan
perokok aktif dalam waktu yang lama pada usia diatas 40 tahun berisiko terserang
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Untuk itu disarankan untuk keluarga
pasien untuk tidak merokok dan berperilaku hibup bersih dan sehat.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan

Dari hasil pengkajian didapatkan Tn. S memiliki riwayat penyakit asma,


sedangkan keluarga tidak memiliki penyakit yang sama. Menurut Lindayani,
Tedjamartono, and Dharma (2017) tidak jarang penderita bronkitis kronik juga
memperlihatkan tanda-tanda emfisema, termasuk penderita asma persisten berat
dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, dan memenuhi kriteria
PPOK. Bagaimanapun juga, banyak pasien PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan
nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan akan tumpang tindihnya seseorang
dengan asma dan PPOK dalam kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan
gejala pulmonal mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch yang
menegaskan bahwa asma, bronkitisbronkitis kronis, dan emfisema merupakan
variasi dari dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan
dan genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata.
Terbukti dari data yang kami dapatkan bahwa pasien dengan riwayat asma
akan sangat berisiko terserang penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Disarankan untuk keluarga yang mempunyai riwayat penyakit paru termasuk
penyakit asma, untuk sedini mungkin berobat secara rutin dan mengikuti program
pengobatan dari dokter.
78

3. Pemeriksaan Fisik

a. B1 System pernapasan

Saat pengkajian Tn. S mengatakan sesak, dan bertambah sesak saat


pasien beraktivitas, tampak pasien sesak dan lemas, bunyi napas wheezing,
N: 101 x/menit, SpO2: 98%, PO2 L 58.7 mmHg, pH H 7.5, RR: 28
x/menit diberikan nasal kanul oksigen 3 lpm. Hambatan aliran udara ini
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru
terhadap partikel atau gas yang beracun atau berbahaya (PDPI, 2017).
Udara yang menyebabkan PPOK mengurangi kadar oksigen (O2) dan
meningkatnya kadar karbon dioksida (CO2) dalam tubuh. Akumulasi CO2
adalah yang paling berbahaya karena kadar CO2 yang tinggi menyebabkan
penurunan pernapasan, dan akhirnya gagal napas.
Pada kondisi pasien yang telah terdiagnosa penyakit paru obstrukrif
kronis (PPOK), gejala utama yang timbul adalah sesak, dimana terjadi
hambatan aliran udara bersifat progresif sehingga sangat menimbulkan
diagnosa keperawatan gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
perubahan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Pemberian terapi oksigen
jangka panjang, memiliki obstruksi jalan napas permanen akibat pasien
penyakit paru obstruktif kronik (PPOK). Terjadinya keracunan oksigen
dapat diidentifikasi dari beberapa gejala dan tanda seperti batuk, nyeri
retrosternal, sesak napas, ronki basah, hipoksemia arteri progresif, infiltrasi
paru bilateral. Gejala dan tanda terkadang sulit dikenali pada penyakit paru
progresif.
b. B2 Sistem sirkulasi

Saat pengkajian ditemukan masalah keperawatan risiko gangguan


sirkulasi spontan dimana pasien mengatakan sesak dan bertambah sesak
saat
79

pasien beraktivitas, TD: 169/93 mmHg, N: 101 x/menit, S: 36,2 oC.


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) mempunyai progresivitas yang
lambat, diselingi dengan fase eksaserbasi akut yang timbul secara periodik.
Pada fase eksaserbasi akut terjadi perburukan yang mendadak dari
perjalanan penyakitnya yang disebabkan oleh suatu faktor pencetus dan
ditandai dengan suatu manifestasi klinis yang memberat.
Secara umum resiko terjadinya PPOK terkait dengan jumlah
partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya serta
berbagai faktor dalam individu itu sendiri (Lukito and Permana, 2018).
Hal yang perlu dijaga oleh pasien dan keluarga yaitu fase
eksaserbasi akut terjadi perburukan yang mendadak, dimana terjadi
sirkulasi yang tidak lancar, pasien dan keluarga di edukasi untuk
mempunyai tabung oksigen dan diharapkan tetap tenang sehingga pasien
dapat menghirup oksigen untuk membantu mengatasi sesaknya.
c. B3 (Brain)/Persarafan

Didapatkan data Glasgow Coma Scale (GCS) Eye: 4, Verbal: 5,


Mototik: 6. Refleks fisiologis bisep (+/+), trisep (+/+), patella (+/+), tendon
achiles (+/+). Refleks patologis kaku kuduk (-), brudziynki (-), babinzky
(-), kerniks (-). Tidak ditemukan masalah. Kondisi pasien lemas, pada
pemeriksaan dalam batas normal.
Pada pemeriksaan persarafan tidak ditemukan hal-hal yang
memperberat penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
80

d. B4 (Bladder)/Perkemihan

Pada pemeriksaan B4 (Bladder) atau perkemihan didapatkan data


eliminasi urin Tn.S sebelum MRS frekuensi BAK 4-8 x/hari, jumlah
±1500 cc/hari, warna jernih. Eliminasi urin MRS Tn. S menggunakan
dower kateter untuk eliminasi urine dengan jumlah keluaran urine ±1000
cc/hari berwarna kuning keemasan. Pasien sedikit mengkonsumsi air
mineral sehingga produksi urin tampung sedikit. Pada pemeriksaan
perkemihan tidak ditemukan hal-hal yang memperberat penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK).
e. B5 (Bowel)/Pencernaan

Pada pemeriksaan B5 (Bowel) atau pencernaan didapatkan data


saat di rumah pola makan 3 kali sehari dan selalu habis 1 porsi. Saat di
rumah sakit, nafsu makan menurun, tidak mual ataupun muntah, makanan
habis ½ porsi, tidak terpasang NGT, jenis diit yaitu diit nasi biasa TKTP
(tinggi kalori tinggi protein), minum ± 6 gelas/hari jumlah 1000-1500
cc/24 jam air mineral. Didapatkan masalah keperawatan konstipasi,
dengan diberikannya terapi untuk mengatasi kondisi lambung sehingga
nafsu makan kembali normal. Pemeberian diit nasi biasa TKTP diharapkan
pasien akan membantu untuk proses pemulihan dan penambahan energi
untuk pasien.
f. Bone (Bone)/Muskuloskeletal
Pada pemeriksaan B6 (Bone) atau muskuloskeletal didapatkan
5555 5555
kekuatan otot normal skala otot , pasien mengatakan sesak jika
5555 5555

beraktivitas, badan lemas, mobilisasi atau kebutuhan dasar pasien dibantu


keluarga pasien atau perawat.
81

Selain gangguan terhadap fungsi pernapasan, pekerja industri


khususnya pekerja pengisian gas juga mempunyai risiko mendapat
gangguan pada sistem muskuloskeletal yaitu karena sikap kerja dan postur
yang tidak sesuai (Agung and Adiputra 2016).
Kondisi paru yang mengalami peradangan/spasme otot bronkus,
pasien akan berusaha memperoleh oksigen sebanyak2nya, sehingga semua
otot bantu napas digunakan untuk menarik napas, mengakibatkan lemas,
pasien akan merasa sesak jika melakukan aktivitas.
4.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Hasil pengkajian Tn. S mengatakan sesak, dan bertambah sesak saat
pasien beraktivitas, Tampak pasien sesak dan lemas, tampak pasien memakai
nasal kanul oksigen 3 lpm, bunyi napas wheezing, RR: 28 x/menit, N: 101
x/menit, SpO2: 98%, PO2 L 58.7 mmHg, pH H 7.514.
PPOK berpotensi menimbulkan ketidakcukupan oksigen pada
penderitanya. PPOK merupakan salah satu penyakit kronik yang ditandai dengan
terbatasnya aliran udara di saluran pernapasan (Asyrofy, Arisdiani, and Aspihan
2021). Batuk periodik, dispnea merupakan penyebab utama memburuknya fungsi
paru-paru, yang mengakibatkan penurunan kualitas hidup (Hasaini et al. 2022).
Didapatkan riwayat penyakit dahulu Tn.S mengatakan asma (+) sejak
tahun 2017, pasien mengatakan pernah merokok (+), merokok aktif sejak pasien
masih bekerja umur 30 tahun, sehari habis 1 bungkus.
82

2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot


pernapasan.
Pasien mengatakan sesak dan lemas, tampak pasien sesak dan terlihat
retraksi otot bantu napas, RR 28 x/menit, SpO 2 98%, N 101 x/menit, PO2 L 58.7
mmHg, pH H 7.514.
PPOK dapat mengakibatkan gangguan pada proses oksigenisasi
keseluruhan anggota tubuh karena adanya kerusakan pada alveolar serta
perubahan fisiologi pernapasan. Kerusakan dan perubahan tersebut dapat
menyebabkan inflamasi pada bronkus dan mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada dinding bronkiolus terminalis serta menimbulkan obstruksi atau penutupan
awal fase eksprirasi sehingga terjadi keterbatasan saluran nafas yang tidak
sepenuhnya reversible yang berhubungan dengan respon inflamasi (Asyrofy,
Arisdiani, and Aspihan 2021).
Proses terjadinya kelelahan otot bantu napas akan menyebabkan terjadinya
gangguan ventilasi spontan, jika ini terjadi pasien akan berusaha menarik napas
untuk memenuhi kebutuhan oksigen.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen.
Pasien mengatakan lemas dan sesak jika beraktivitas, tampak sesak dan
mengurangi aktivitas, tampak pasien memakai nasal kanul oksigen 3 lpm, TD:
169/93 mmHg, N: 101 x/menit, RR 28 x/menit.
Disfungsi otot perifer merupakan salah satu penyebab utama kelainan
sistemik pada PPOK yang menyebabkan intoleransi aktivitas, intoleransi aktivitas
ini dapat menyebabkan kesulitan dalam melaksanakan tugas dan kerja rutin.
83

Disfungsi otot perifer dapat disebabkan oleh gangguan elektrolit, hiperkapnea,


penggunaan kortikosteroid jangka panjang dan malnutrisi. Disfungsi otot
pernafasan dapat menyebabkan gangguan sesak nafas, hiperkapnea, penurunan
fungsi otot pernafasan dan otot perifer, penurunan toleransi latihan sehingga
terjadi kelemahan otot pernafasan yang merupakan salah satu penyebab utama
penurunan kualitas hidup pada pasien PPOK (Lindayani, Tedjamartono, and
Dharma 2017).
Kelemahan otot rangka merupakan komplikasi umum dari PPOK,
terjadinya disfungsi otot ini akan menyebabkan penurunan kapasitas latihan
fungsional, gangguan kualitas hidup, dan peningkatan mortalitas akan berdampak
pada pasien merasa lelah dan mengurangi aktivitas.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan: jadwal
pemantauan, pemeriksaan dan tindakan.
Pasien mengatakan sulit tidur dan tidur tidak nyenyak, pasien mengatakan
kekuatan fisik menurun sejak sakit, tampak pasien tidak bisa tidur dan selalu
terjaga.
Gangguan tidur pada pasien PPOK dapat disebabkan karena terjadinya
hipoksia dan hiperkapnia pada saat tidur. Beberapa keadaan tersebut dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu adanya obstruksi jalan nafas, hiperinflasi,
disfungsi otot pernafasan, dan respon tumpul ventilasi (Aswir and Misbah 2018).
Kondisi sesak napas saat tidur mengakibatkan sistem aktivasi reticular
meningkat dan melepaskan katekolamin seperti norepinefrin yang menyebabkan
individu terjaga dan mengakibatkan gangguan tidur. Gangguan napas terkait tidur
atau sleep related breathing disorder SRBD sering ditemukan pada pasien PPOK.
84

Hal ini berkaitan dengan kualitas hidup yang buruk serta ikut meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan.
Keluarga mengatakan sesak tidak hilang-hilang atau tidak sembuh,
keluarga mengatakan tidak tahu penyebab sesak yang di alami pasien, tampak
keluarga bertanya tentang penyebab sesak yang tidak sembuh.
Terapi oksigen dapat dilaksanakan dirumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rurnah diberikan kepada pasien PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Terapi oksigen
jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur
atau sedang aktivitas, lama pemberian l5 jam setiap hari, pernberian oksigen
dengan nasal kanul l-2 lpm (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2019).
Pentingnya dukungan keluarga sangat membantu proses pemulihan pada
pasien. Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien
dalam mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya, serta
melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan tersebut seperti
menjaga kebersihan rumah, memperbaiki ventilasi, tidak merokok di dalam rumah
dan sekitar pasien, menghentikan kebiasaan membakar sampah di pekarangan
rumah dan menghentikan penggunaan dapur arang di rumah untuk memasak.
Peran keluarga sangat membantu proses penyembuhan pasien.
85

4.3 Intervensi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22).
Intervensi yang dilakukan pada pemantaun respirasi yaitu: 1) monitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, 2) monitor pola napas (bradipnea,
hiperventilasi), 3) monitor kemampuan batuk efektif, 4) monitor adanya produksi
sputum, 5) monitor analisa gas darah, 6) monitor saturasi oksigen, 7) monitor
adanya sumbatan jalan napas, 8) atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien, 9) dokumentasikan hasil pemantauan, 10) jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan, 11) informasikan hasil pemantauan, dengan kriteria hasil dispnea
menurun (12-24 x/menit), bunyi napas tambahan menurun (wheezing negatif),
PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0-100.0 mmHg (membaik).
Peran perawat dalam upaya pencegahan dan mengurangi untuk
memperbaiki ventilasi saluran pernafasan dan meningkatkan kemampuan kerja
otot-otot pernafasan maka dilakukan latihan pursed lip breathing exercise. Terapi
ini akan mengurangi spasme otot pernafasan, membersihkan jalan nafas,
melegakan saluran pernafasan (Pelaksanaan et al. 2022). Tindakan mandiri lain
yaitu nebulizer merupakan alat yang bisa mengganti obat yang berupa larutan jadi
airosol (uap) secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang
dipadatkan lewat gelombang ultrasonik. Tujuan dari nebulasi ialah peregangan
dari spasme bronchial, mengencerkan sekret melancarkan jalur napas,
melembabkan saluran pernafasan (Hasaini et al. 2022).
Hal ini ditemukan berkaitan dengan keluhan utama yang dirasakan pasien,
dengan mengatasi keluhan utama dengan terapi non farmakologi yaitu pursed
lip
86

breathing exercise dan kolaborasi pemberian nebulizer untuk mengatasi masalah


sesak.
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24).
Intervensi yang dilakukan dukungan ventilasi yaitu: 1) identifikasi adanya
kelelahan otot bantu napas, 2) identifikasi efek perubahan posisi terhadap status
pernapasan, 3) pertahankan kepatenan jalan napass, 4) berikan posisi semi fowler
atau fowler, 5) berikan oksigen sesuai kebutuhan, 5) ajarkan melalukan teknik
relaksasi napas dalam: tehnik relaksasi untuk mengatur nafas pasien Pursed Lip
Breathing, 6) ajarkan mengubah posisi secara mandiri, 7) ajarkan teknik batuk
efektif, 8) kolaborasi pemberian bronkodilator. Dengan kriteria hasil ventilasi
spontan meningkat dengan kriteria hasil: dispnea menurun (12-24 x/menit),
penggunaan otot bantu napas menurun (tidak tampak retraksi otot bantu napas),
gelisah menurun (tidak gelisah), PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0-
100.0 mmHg (membaik), takikardi membaik.
Upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul pada penderita
PPOK dapat dilakukan dengan cara pengobatan farmakologis, dimana pengobatan
tersebut bersifat jangka panjang. Selain pengobatan farmakologis, terdapat
pengobatan non-farmakologi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
juga oleh penderita itu sendiri, dimana perawatan tersebut diperoleh dari edukasi
dan latihan yang telah diajarkan oleh profesional kesehatan salah satunya adalah
perawat (Asyrofy, Arisdiani, and Aspihan 2021).
Hal ini pasien tidak mengalami dispnea dan bisa melakukan aktivitas
ringan seperti mkan dan minum sendiri tanpa merasakan sesak.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128).
87

Intervensi yang dilakukan terapi oksigen yaitu: 1) monitor kecepatan


aliran oksigen, 2) monitor tanda-tanda hipoventilasi, 3) pertahankan kepatenan
jalan napas, 4) tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi, 5) gunakan
perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien, 6) ajarkan pasien
dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah, dengan kriteria hasil keluhan
lelah menurun dan saturasi meningkat.
Gejala khas pasien PPOK adalah keluhan sesak napas dengan berbagai
karakteristiknya. Orang dengan PPOK mulai menyadari adanya keluhan sesak
napas ketika sedang melakukan olahraga berat. Hal ini cenderung dibiarkan
selama bertahun-tahun sehingga menjadi semakin parah secara bertahap. Semakin
lama keluhan sesak napas dapat terjadi pada aktivitas yang lebih ringan, aktivitas
sehari- hari seperti pekerjaan rumah tangga (Ratna, Sarmaida Siregar, Rostinah
Manurung 2022).
Hal ini telah ditemukan keluhan pasien saat beraktivitas ringan, dimana
pasien merasakan sesak dan tidak nyaman setelah melakukan aktivitas ringan,
sehingga pasien enggan untuk melakukan atau mengurangi gerakan atau aktivitas
yang membuat pasien sesak.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan: jadwal
pemantauan, pemeriksaan dan tindakan (SDKI D.0055 Hal 126)
Intervensi yang dilakukan dukungan tidur yaitu: 1) identifikasi pola
aktivitas da tidur, 2) identifikasi faktor pengganggu tidur, 3) lakukan prosedur
untuk meningkatkan kenyamanan: pengaturan posisi, 4) sesuaikan jadwal
pemberian obat dan atau tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga, 5)
jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit, 6) anjurkan menepati kebiasaan
waktu tidur, dengan kriteria
88

hasil pola tidur membaik dengan kriteria hasil: keluhan sulit tidur menurun
(pasien tidak mengeluh sulit tidur dan bisa tidur 6-8 jam/hari), keluhan pola tidur
berubah menurun (pasien bisa tidur pada malam hari dengan tidur 6-8 jam/hari),
kemampuan beraktivitas meningkat.
Pengaturan posisi fowler memungkinkan rongga thorax dapat berkembang
secara maksimal sehingga asupan oksigen tercukupi dalam tubuh, saturasi oksigen
dan ventilasi paru meningkat, serta menurunkan upaya pernafasan (Agustina dan
Nurhaeni 2020).
Hal ini mengatakan gangguan pola tidur pada pasien PPOK akan bisa
teratasi dengan pemberian oksigen dan memposisikan posisi senyaman mungkin
yaitu posisi semi fowler atau fowler.
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254).
Intervensi yang akan dilalukan edukasi program pengobatan yaitu: 1)
identifikasi pengobatan tentang pengobatan yang direkomendasikan, 2) berikan
dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik dan benar, 3)
libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien selama pengobatan,
4) jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan, 5) jelaskan strategi mengelola
efek samping obat, 5) anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi, dengan
kriteria hasil manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil: melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor risiko meningkat (keluarga mampu
mempertahankan posisi semifowler saat tertidur dan posisi kanul oksigen jika
terlepas), menerapkan program perawatan meningkat (keluarga menerapkan
program obat dari RS baik oral, nebulizer dan ijeksi IV yang diberikan pasien),
aktivitas hidup sehari-hari
89

efektif memenuhi tujuan kesehatan meningkat (keluarga melatih pasien untuk


makan minum sendiri).
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil.
Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi pasien PPOK
berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanis (Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia 2019).
Hal ini peran keluarga sangat membantu, dalam proses penyembuhan dan
program pengobatan yang dijalani oleh pasien saat dirawat di rumah sakit.
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (SDKI D.0003 Hal 22).
Pada hari pertama sampai hari ketiga melakukan monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas, memonitor adanya produksi sputum, memberikan
oksigen sesuai kebutuhan, mengajarkan melakukan teknik relaksasi napas dalam,
tehnik relaksasi untuk mengatur nafas pasien Pursed Lip Breathing. Mengajarkan
mengubah posisi secara mandiri, memberikan terapi, oral, intravena dan nebulizer
sesuai jadwal yaitu injeksi lanzoprazole 1 amp/IV, injeksi cefobactam 1 gr/IV,
inpepsa syr 1C, nebulizer midatro + ventolin (inhalasi).
Latihan pernafasan Pursed Lip Breating sangat efektif dalam mengurangi
sesak nafas dan memberikan relakasi bagi pasien asma sehingga pasien dapat
mengurangi konsumsi obat-obatan selain itu latihan Pursed Lip Breathing tidak
membutuhkan biaya dalam melakukan latihan tersebut (Zulkifli, dkk 2022).
Menurut peneliti, penyembuhan PPOK secara farmakologis tidak dapat mengobati
90

secara keseluruhan, sehingga agar mukus encer diberikan inhalasi ataupun


nebulizer, sebaliknya penyembuhan berbentuk suportif serta paliatif cuma buat
mengganti mutu hidup dengan cara penuhi kebutuhan oksigen (O2) (Hasaini et al.
2022).
Dengan melakukan latihan pernapasan Pursed Lip Breating dan merubah
posisi dengan senyaman mungkin dapat mengurangi keluhan utama pasien, pada
hari pertama tanggal 28 November 2022 pada soap dinas sore dan dinas malam
ditemukan pasien mengatakan keluhan sesak dan implementasi dilanjutkan
sehingga hari kedua tanggal 29 pada soap pagi, soap sore dan soap malam pasien
mengatakan sesak berkurang, pada tgl 30 November 2022 soap dinas pagi pasien
mengatakan tidak sesak implementasi di hentikan rencana pasien keluar rumah
sakit (KRS).
2. Gangguan ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot
pernapasan (SDKI D.0004 Hal 24).
Pada hari pertama sampai hari ketiga memonitor adanya produksi sputum,
memberikan oksigen sesuai kebutuhan, mengajarkan melakukan teknik relaksasi
napas dalam, tehnik relaksasi untuk mengatur nafas pasien Pursed Lip Breathing.
Latihan pernafasan pursed lips breathing merupakan salah satu terapi non-
farmaklogi yang dapat diberikan kepada pasien. Pursed lips breathing dapat
dilakukan sebagai tindakan manajemen pernafasan berupa tindakan mandiri
keperawatan (Qamila et al., 2019).
Perubahan yang ditemukan pada hari pertama tanggal 28 November 2022
dan hari kedua tnggal 29 November 2022 pada soap pagi dan sore disimpulkan
dalam bahwa tampak adanya retraksi otot bantu napas, sehingga kami melatih
91

pasien teknik relaksasi napas dalam yaitu Pursed Lip Breathing. Pada soap malam
hari pasien lebih relaks sehingga pada soap tidak tampak retraksi otot bantu napas.
Pada soap hari ketiga tanggal 30 November 2022 pasien tidak sesak, pasien tidak
menggunakan nasal kanul oksigen lagi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128).
Pada hari pertama tanggal 28 November 2022 sampai dengan hari ke tiga
tanggal 30 November 2022, melakukan tindakan mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri. Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien
PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya
menjadi komplain ketika FEV1<60% prediksi (Soeroto and Suryadinata 2014).
Hal ini dipengaruhi oleh hambatan aliran udara sehingga timbul keluhan
sesak, pada tgl 28, 29 November 2022 soap dinas sore dan soap dinas malam
pasien mengatakan sesak, Hemoglobin L 11.10, tampak bibir dan kulit pucat.
Pada tanggal 30 soap pagi pasien mengatakan tidak sesak dan tidak ada retraksi
otot bantu napas.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan:
jadwal pemantauan, pemeriksaan dan tindakan (SDKI D.0055 Hal 126).
Pada hari pertama melakukan tindakan mengidentifikasi pola aktivitas dan
tidur, mengidentifikasi faktor pengganggu tidur, pasien mengatakan sulit tidur dan
sering terbangun.
Salah satu upaya rehabilitasi pada paru yaitu dengan latihan (exercise).
Latihan pernafasan dapat melatih otot-otot diafragma yang digunakan untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen dan meningkatkan efisiensi pernafasan
sehingga dapat mengurangi sesak nafas. Penelitian tentang senam yoga dalam
92

mengurangi sesak nafas pada pasein PPOK dimana responden diberikan senam
yoga selama 30 menit dapat mengatasi sesak nafas dan gangguan tidur. Hal ini
disebabkan oleh pengaturan posisi 450 memungkinkan ekspansi dada lebih besar
dan dapat membantu mengurangi kesulitan nafas serta meningkatkan saturasi
oksigen (Yunica Astriani, Pratama, and Sandy 2021).
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254).
Pada hari pertama melakukan tindakan melibatkan keluarga untuk
memberikan dukungan pada pasien selama pengobatan, menjelaskan pada
keluarga untuk mensupport pasien selama pengobatan baik selama dirawat dan
saat dirumah. Pada soap tgl 28, 29 November 2022 keluarga bertanya-tanya sesak
yang tidak kunjung sembuh.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil.
Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi pasien PPOK
berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanis (Perhimpuan
Dokter Paru Indonesia 2019)
Perlunya dukungan keluarga untuk menerapkan program pengobatan baik
saat dirawat di rumah sakit maupun saat dirumah sangat membantu pasien untuk
mencegah terjadi sesak. Menghindari faktor risiko dan membudayakan pola hidup
bersih dan sehat bagi pasien dan keluarga. Pada soap tgl 30 November 2022
keluarga menerapkan program pengobatan dan mengerti edukasi yang telah
diberikan tentang penyakit, dimana keluarga telah menyiapkan tabung untuk
mencegah terjadinya sesak pada pasien saat keluar rumah sakit.
BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai
5 RSUD Cengkareng. Maka penulis bisa menarik beberapa kesimpulan sekaligus
saran yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil temuan penulis dan hasil pada pembahasan yang


dilaksanakan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Pada pengkajian didapatkan data pasien dirawat dengan diagnosa medis
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), pasien mempunyai riwayat penyakit
dahulu riwayat asma (+) sejak tahun 2017, pasien mengatakan pernah merokok
aktif sejak pasien masih bekerja umur 30 tahun, sehari habis 1 bungkus. Pasien
berobat ke IGD RSPAL Dr. Ramelan dengan sesak sesak sejak 2 minggu yang
lalu, batuk (+), merasa lelah, sesak bertambah jika beraktivitas, terpasang O2 4
lpm, terpasang infus NaCl 0,9% 14 tpm, terpasang kateter produksi urin 100 cc,
TD: 170/90 mmHg, N: 107 x/menit, S: 36,5 oC, RR: 28 x/menit, SpO2 80 %,
diberikan terapi nebulizer Combivent 0,52 mg, injeksi methylprednisolon 125
mg/IV, lansoprazole 30 mg/IV.
2. Pada pasien ini muncul bebarapa diagnosa yaitu: gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan perubahan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, gangguan
ventilasi spontan berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan, Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen, Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan: jadwal

93
94

pemantauan, pemeriksaan dan tindakan, Manajemen kesehatan keluarga tidak


efektif berhubungan dengan kompleksitas program perawatan/pengobatan.
3. Perencanaan disesuaikan dengan diagnosa keperawatan dengan tujuan
utama pertukaran gas meningkat dengan dispnea menurun, bunyi napas tambahan
menurun, PCO² dan PO² membaik, takikardi membaik, pola napas membaik.
4. Pelaksanaan tindakan keperawatan dilakukan adalah pemantauan respirasi,
yaitu monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, monitor pola napas
bradipnea, hiperventilasi, monitor adanya sumbatan jalan napas, atur interval
pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien.
5. Hasil evaluasi pada tgl 30 November 2022, pasien mengatakan tidak
sesak, TD: 177/75 mmHg, N: 98 x/menit, RR 20 x/menit, pasien mengatakan
bisa melakukan aktivitas ringan tanpa sesak, pasien mengatakan bisa tidur
walaupun sering terbangun, keluarga mengatakan sudah menyediakan tabung
oksigen kecil.
5.2 Saran

Berdasarkan temuan hasil penulis, beberapa saran yang disampaikan pada


pihak terkait adalah sebagai berikut:
1. Bagi Rumah Sakit

Diharapkan rumah sakit mengadakan seminar atau workshop tentang


penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) kepada mahasiswa keperawatan
untuk mengembangkan program belajar mengajar dan menambah
keterampilan dalam menangani kasus penyakit paru.
2. Bagi Institusi Pendidikan

Menyediakan bahan bacaan dan mendukung mahasiswa untuk


mengadakan penyuluhan kepada warga disekitar area kampus Stikes Hang
Tuah tentang
95

pentingnya pengetahuan bahaya merokok dan penyakit Penyalit paru


obstruktif kronis (PPOK).
3. Bagi Penulis

Diharapkan hasil dari karya ilmiah ini menjadi upaya untuk


menjadikannya acuan dan dasar dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
sehingga dapat meningkatkan kemampuan dan mengaplikasikan ilmu
pengetahuan tentang bagaimana penanganan pasien dyspnea pada
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
4. Bagi Pasien

Pasien dapat memahami dan mengerti akan bahaya merokok, cara


menangani pasien ketika sesak saat pasien berada dirumah dan merubah
dengan perilaku hidup bersih dan sehat.
96

DAFTAR PUSTAKA

Agung, I Gusti Ngurah Nugraha, and Luh Made Indah Sri Handari Adiputra.
2016. “Gambaran Fungsi Paru Dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja
Pengisian Lpg (.” Jurnal Ergonomi Indonesia 2(1): 24–31.
Agustiyah, Refina. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastritis Dengan
Nyeri Akut Di Ruang Agate Atas RSUD Dr. Slamet Garut.” Stikes Bhakti
Kencana Bandung.
Aji, Jalu satria, and Indri Heri Susanti. 2022. “Analisis Asuhan Keperawatan
Gangguan Oksigenasi Pada Tn.S Dengan Diagnosa Medis Ppok Di Ruang
Edelwis Atas Rsud Kardinah.” 3(4): 5883–92.
Asyrofy, Ahmad, Triana Arisdiani, and Moch Aspihan. 2021. “Karakteristik Dan
Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK).”
NURSCOPE: Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan 7(1):
13.
Belakang, Latar. 2022. “Efektifitas Pursed Lip Breathing Exercise Dan Posisi
Fowler Pada Pasien Asthma : Studi Kasus.”
Hasaini, Asni, Muhlisoh, Diana Pefbrianti, and Raziansyah. 2022. “Nebulizer
Therapy With Breath Control Of Respiration Rate And Oxygen Saturation
Patients COPD.” Caring Nursing Journal 6(1): 1–9.
Lindayani, Luh Putu, Tedjamartono, and Theodore Dharma. 2017. “Praktik
Belajar Lapangan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).” Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
(1302006137): 32.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18781/1/ea91ca43e8db520c8a1e16ebf600
f7e5.pdf.
Lukito, David Budi, and Padma Permana. 2018. Universitas Udayana Penyakit
Paru Obstruksi Kronis Ekserbasi Akut.
Lutfian, Lutfian. 2021. “Yoga Pranayama Sebagai Upaya Rehabilitatif Paru
Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok): Literature Review.”
Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal 12(2):
124– 34.
Ningsih, Arum Dwi. 2018. “Pengaruh Kombinasi Home Based Walking Exercise
Dan Pursed Lips Breathing Terhadap Forced Expiratory Volume In One
Second (Fev1) Dan Dyspnea Pasien PPOK.” : 1–167.
97
PDPI. 2017. “Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik.”
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia: 4–39.
Pelaksanaan, Pengaruh et al. 2022. “Jurnal Ilmiah Kohesi Vol. 6 No. 3, Juli
2022.” 6(3): 33–42.
Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2019. “Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Diagnosa Dan Penatalaksanan.” : 1–35.
Ratna, Sarmaida Siregar, Rostinah Manurung, Christina Magdalena T.Bolon.
2022. “Latihan Jalan Kaki Penderita Penyakit Paru.” 1(2): 30–35.
Soeroto, Arto Yuwono, and Hendarsyah Suryadinata. 2014. “Penyakit Paru
Obstruktif Kronik.” Ina J chest Crit and Emerg Med \ vol. 1, No. 2 \ June -
August 2014 1(2): 83–84.
Sugiyanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Praktik Klinik
Keperawatan Keluarga Dan Komunitas. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
98

Suwindri, Yulius Tiranda, and Windy Astuti Cahya Ningrum. 2021. “Faktor
Penyebab Kejadian Gastritis Di Indonesia : Literature Review.” Jurnal
Keperawatan Merdeka (JKM) 1(November): 209–23.
Yunica Astriani, Ni Made Dwi, Aditha Angga Pratama, and Putu Wahyu Sri
Juniantari Sandy. 2021. “Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK.” Jurnal Keperawatan
Silampari 5(1): 59–66.
Zakaria, Abdurrahman. 2018. “Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis
Tumor Paru Pada Tn. a Di Ruang Paru Rsud Ulin Banjarmasin.” Journal
of Chemical Information and Modeling 2: 8–
30. http://eprints.umbjm.ac.id/688/.

Anda mungkin juga menyukai