UTS Menjelang Ajal
UTS Menjelang Ajal
UTS Menjelang Ajal
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
2
penyakit yang dapat menyebabkan kematian terbanyak nomor tiga ialah PPOK
setelah penyakit jantung koroner dan stroke (Ratna, Sarmaida Siregar, Rostinah
Manurung, 2022). Pada tahun 2012 angka kematian yang disebabkan PPOK
mencapai 3 juta jiwa atau secara proporsi sekitar 6% dari angka seluruh kematian
dunia (Lindayani, Tedjamartono, and Dharma, 2017). Pada negara-negara Asia
Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam
(6,7%) dan China (6,5) dan diperkirakan PPOK akan menjadi penyebab kematian
ketiga secara global pada tahun 2020 (Hasaini et al. 2022). Prevalensi PPOK di
Indonesia berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2019 sebesar 3,7% per satu juta
penduduk di Indonesia dengan prevalensi tertinggi pada umur lebih dari 30 tahun.
(Lutfian, 2021). Melalui sumber data dari peningkatan mutu dan keselamatan
pasien (PMKP) di sistem manajemen informasi rumah sakit (SIMRS) RSPAL Dr.
Ramelan tahun 2022, masih ditemukan kasus penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK) sebanyak 53 orang atau 45%.
Pencemaran udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor, dan
meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagia faktor risiko terhadap
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) maka diduga jumlah penyakit tersebut
juga akan meningkat (PDPI, 2017). PPOK yang merupakan penyakit kronis
gangguan aliran udara merupakan penyakit yang tidak sepenuhnya dapat
disembuhkan. Gangguan aliran udara ini umumnya bersifat progresif dan
persisten serta berkaitan dengan respon radang yang tidak normal dari paru akibat
gas atau partikel yang bersifat merusak. (Lindayani, Tedjamartono, and Dharma,
2017). Tanda dan gelaja yang sering dialami pasien dengan PPOK adalah batuk
berdahak dan sesak nafas,
3
dimana fungsi paru pada pasien PPOK akan semakin memburuk apabila tidak
dilakukan terapi dan rehabilitasi secara baik. Pasien PPOK akan mengalami
keadaaan eksaserbasi dan mengakibatkan terjadinya gagal napas, sehingga terjadi
penurunan kualitas hidup bahkan sampai kematian.
Sebagai perawat pertolongan kesehatan yang dapat diberikan pada pasien
PPOK dengan memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
pendekatan preventive, curative, rehabilitative dan kolaborative (Aji and Susanti,
2022). Upaya pencegahan dan mengurangi gejala yang timbul pada penderita
PPOK dapat dilakukan dengan cara pengobatan farmakologis, dimana pengobatan
tersebut bersifat jangka panjang. Selain pengobatan farmakologis, terdapat
pengobatan non- farmakologi yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan dan
juga oleh penderita itu sendiri, dimana perawatan tersebut diperoleh dari edukasi
dan latihan yang telah diajarkan oleh profesional kesehatan salah satunya adalah
perawata (Asyrofy, Arisdiani, and Aspihan, 2021). Untuk memperbaiki ventilasi
saluran pernafasan dan meningkatkan kemampuan kerja otot-otot pernafasan
maka dilakukan latihan pursed lip breathing exercise. Terapi ini akan mengurangi
spasme otot pernafasan, membersihkan jalan nafas, melegakan saluran pernafasan
(Hilmi et al. 2022). Tindakan mandiri lain yaitu nebulizer merupakan alat yang
bisa mengganti obat yang berupa larutan jadi airosol (uap) secara terus menerus
dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan lewat gelombang
ultrasonik. Tujuan dari nebulasi ialah peregangan dari spasme bronchial,
mengencerkan sekret melancarkan jalur napas, melembabkan saluran pernafasan
(Hasaini et al. 2022). Berdasarkan latar belakang yang ada, diharapkan tulisan ini
dapat digunakan untuk
4
mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan PPOK pada pasien, baik dalam
faktor pengendalian serangan akut PPOK, hingga penanganan PPOK berulang.
Diharapkan pengetahuan tentang penyakit PPOK dapat membantu menekan angka
kematian dan kekambuhan penderita PPOK pada masyarakat luas (Lukito and
Permana, 2018).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan tujuan umum maupun tujuan khusus maka karya tulis ilmiah
ini diharapkan bisa memberikan manfaat baik bagi kepentingan pengembangan
program maupun bagi kepentingan ilmu pengetahuan, adapun manfaat-manfaat
dari karya tulis ilmiah secara teoritis maupun praktis seperti tersebut dibawah ini:
1.4.1 Secara Teoritis
1. Metode
Studi kasus yaitu metoda yang memusatkan perhatian pada satu obyek tertentu untuk
dikaji secara mendalam. Membahas data dengan studi pendekatan proses
keperawatan meliputi 5 langkah, yaitu pengkajian, penentuan diagnosa keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi.
2. Teknik pengumpulan data
a. Wawancara
Data diambil atau diperoleh melalui percakapan baik dengan pasien,
keluarga maupun tim perawat lain.
7
b. Observasi
3. Sumber data
a. Data primer
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari keluarga, sistem informasi manajemen rumah sakit
(SIMRS), hasil-hasil pemeriksaan.
c. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan adalah proses mempelajari buku-buku sebagai referensi
yang berhubungan dengan judul karya tulis dan masalah yang dibahas.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas mengenai konsep, landasan teori dan berbagai aspek
yang terkait dengan topik penelitian, meliputi: 1) Konsep Penyakit Paru Obstruktif
Kronis, 2) Konsep Pursed Lips Breathing, 3) Konsep Asuhan keperawatan
Penyakit Paru Obstruktif Kronis yang terdiri dari pengkajian, diagnosis,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1 Konsep Penyakit Paru Obstruktif Kronis
9
10
1. Anatomi paru-paru
Paru-paru adalah organ pada sistem pernapasan (respirasi) dan
berhubungan dengan sistem peredaran darah (sirkulasi). Fungsinya adalah
menukar oksigen dari udara dengan karbon dioksida dari darah. Paru-paru terdiri
dari organ-organ yang sangat kompleks. Bernapas terutama digerakkan oleh otot
diafragma (otot yang terletak antara dada dan perut). Saat menghirup udara, otot
diafragma akan mendatar, ruang yang menampung paru-paru akan meluas. Begitu
pula sebaliknya, saat menghembuskan udara, diafragma akan mengerut dan paru-
paru akan mengempis mengeluarkan udara (Zakaria, 2018).
Selama hidup paru kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan
sangat elastic. Jika rongga thorax dibuka volume paru akan segera mengecil
sampai 1/3 atau kurang. Paru-paru terletak di samping kanan dan kiri
mediastinum. Paru satu dengan yang lain dipisahkan oleh jantung dan pembuluh-
pembuluh besar serta struktur lain di dalam mediastinum. Masing-masing paru
berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, dan terdapat bebas di dalam
cavitas pleuralis masing- masing, hanya dilekatkan pada mediastinum oleh radix
pulmonalis (Zakaria, 2018).
2. Bronchus
Bronchus terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan
dilapisi oleh jenis sel yang sama.
13
a. Bronkus Principalis
b. Bronkus Lobaris
c. Bronkus Segmentalis
Bronckus kanan lebih pendek, lebih lebar dan lebih vertikal daripadayang
kiri, sedikit lebih tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang
utama lewat di bawah arteri, disebut bronkuslobus bawah. Bronkus kiri lebih
panjang dan lebih langsing dari yang kanan, danberjalan di bawah arteri
pulmonalis sebelum di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas
dan bawah (Zakaria, 2018).
3. Alveolus
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus
respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada
dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris
terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau kadang disebut lobolus primer.
Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.
Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori Kohn (Zakaria, 2018).
manifestasi klinis yang memberat. Secara umum resiko terjadinya PPOK terkait
dengan jumlah partikel gas yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya
serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri (Lukito and Permana, 2018).
a. Asap Rokok
Dari berbagai partikel gas yang noxius atau berbahaya, asap rokok merupakan salah satu penyebab
utama, kebiasaan merokok merupakan faktor resiko utama dalam terjadinya PPOK. Asap rokok yang dihirup
serta merokok saat kehamilan juga berpengaruh pada kejadian PPOK karena mempengaruhi tumbuh kembang
paru janin dalam uterus. Sejak lama telah disimpulkan bahwa asap rokok merupakan faktor risiko utama dari
bronkitis kronis dan emfisema. Serangkaian penelitian telah menunjukkan terjadinya percepatan penurunan
volume udara yang dihembuskan dalam detik pertama dari manuver ekspirasi paksa (FEV1) dalam hubungan
reaksi dan dosis terhadap intensitas merokok, yang ditunjukkan secara spesifik dalam bungkus-tahun (rata-
rata jumlah bungkus rokok yang dihisap per hari dikalikan dengan jumlah total tahun merokok). Walaupun
hubungan sebab akibat antara merokok dan perkembangan PPOK telah benar-benar terbukti, namun reaksi
dari merokok ini masih sangat bervariasi. Merokok merupakan prediktor signifikan yang paling besar pada
FEV1, hanya 15% dari variasi FEV1 yang dapat dijelaskan dalam hubungan bungkus-tahun. Temuan ini
mendukung bahwa terdapat faktor tambahan dan atau faktor genetik sebagai kontributor terhadap dampak
merokok pada perkembangan obstruksi jalan nafas.
15
1) Riwayat merokok
a) Perokok pasif
b) Perokok akrif
c) Bekas perokok
b. Paparan Pekerjaan
adalah salah satu ciri-ciri dari asma. Bagaimanapun juga, banyak pasien
PPOK juga memiliki ciri-ciri jalan nafas yang hiperesponsif. Pertimbangan
akan tumpang tindihnya seseorang dengan asma dan PPOK dalam
kepekaan jalan nafas, obstruksi aliran udara, dan gejala pulmonal
mengarahkan kepada perumusan hipotesis Dutch yang menegaskan bahwa
asma, bronkitisbronkitis kronis, dan emfisema merupakan variasi dari
dasar penyakit yang sama, yang dimodulasi oleh faktor lingkungan dan
genetik untuk menghasilkan gambaran patologis yang nyata.
f. Defisiensi α1 Antitrypsin (α1AT)
kondisi dan jumlah ini maka akan menyebabkan kerusakan di paru. Radikal bebas
mempunyai peranan besar menimbulkan kerusakan sel dan menjadi dasar dari
berbagai macam penyakit paru.
Pajanan terhadap faktor pencetus PPOK yaitu partikel noxius yang
terhirup bersama dengan udara akan memasuki saluran pernapasan dan
mengendap hingga terakumulasi. Partikel tersebut mengendap pada lapisan mukus
yang melapisi mukosa bronkus sehingga menghambat aktivitas silia. Akibatnya
pergerakan cairan yang melapisi mukosa berkurang dan menimbulkan iritasi pada
sel mukosa sehingga merangsang kelenjar mukosa, kelenjar mukosa akan melebar
dan terjadi hiperplasia sel goblet sampai produksi mukus berlebih. Produksi
mukus yang berlebihan menimbulkan infeksi serta menghambat proses
penyembuhan, keadaan ini merupakan suatu siklus yang menyebabkan terjadinya
hipersekresi mukus. Manifestasi klinis yang terjadi adalah batuk kronis yang
produktif. Dampak lain yang ditimbulkan partikel tersebut dapat berupa rusaknya
dinding alveolus. Kerusakan yang terjadi berupa perforasi alveolus yang
kemudian mengakibatkan bersatunya alveoulus satu dan yang lain membentuk
abnormal large-airspace. Selain itu terjadinya modifikasi fungsi anti-protease pada
saluran pernafasan yang berfungsi untuk menghambat neutrofil, menyebabkan
timbulnya kerusakan jaringan interstitial alveolus. Seiring terus berlangsungnya
iritasi di saluran pernafasan maka akan terjadi erosi epitel serta pembentukan
jaringan parut. Akan timbul juga metaplasia skuamosa dan penebalan lapisan
skuamosa yang menimbulkan stenosis dan obstruksi ireversibel dari saluran nafas.
Walaupun tidak menonjol seperti pada asma, pada PPOK juga dapat terjadi
hipertrofi otot polos dan
19
Destruksi dinding 21
Produksi mucus ↑ alveoli
pd bronkus
Reaksi radang
Nafsu
makan ↓ Difusi O2/CO2 MK: Gangguan
O2 darah ↓
terganggu Pertukaran Gas
MK: Risiko Gangguan Nutrisi
Kurang dari Kebutuhan Tubuh Kelemahan MK:
Intoleransi Aktivtas
a. Pemeriksaan fisik:
2) Perkusi
a) Hipersonor
3) Auskultasi
a) Fremitus melemah,
c) Ekspirasi memanjang
24
e) Ronki
b. Pemeriksaan penunjang:
2) Spirometri
2) Diafragma mendatar
4) Bulla
5) Jantung pendulum
25
Rasio FEV1/FVC < 70% dengan perkiraan nilai FEV1 diantara 50-80%
dari nilai prediksi.
3) Stage III: Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, dan nilai menunjukkan FEV1 diantara 30-
50% dari nilai prediksi.
4) Stage IV: Sangat Berat
Rasio FEV1/FVC < 70%, nilai FEV1 diperkirakan kurang dari 30%
ataupun kurang dari 50% dengan kegagalan respirasi kronik.
2.1.7 Penatalaksanaan Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
1) Bronkodilator
3) Antibiotik
b. Pengobatan penunjang
1) Rehabilitasi
a) Edukasi
b) Berhenti merokok
d) Nutrisi
2) Terapi oksigen
c. Ventilasi mekanik
2.2.1 Pengkajian
pernah merokok aktif dan berapa bungkus perhari. Selain itu juga
perlu dikaji penggunaan obat-obatan. Apakah obat yang
dikonsumsi berdasarkan resep dokter atau tidak.
3) Riwayat Penyakit Keluarga: Orang tua dan saudara dari
klien apakah ada yang menderita penyakit seperti yang diderita
klien saat ini.
4) Riwayat Psikososial-Spiritual:
1) Inspeksi
3) Perkusi
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
system perkemihan. Namun perawat perlu memonitori adanya oliguria yang
merupakan salah satu tanda awal dari syok.
e. Pencernaan (B5: Bowel)
Klien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan klien tidak nafsu
makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
f. Tulang Otot dan Integumen (B6: Bone)
Karena penggunaan otot bantu nafas yang lama klien terlihat kelelahan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL (Ativity
Day Living).
g. Psikososial
2. Dispnea menurun
5. Takikardi membaik
6. Sianosis membaik
Observasi
4. Dispnea menurun
2. Dispnea menurun
4. Gelisah menurun
37
6. Takikardi membaik
6. Sianosis menurun
Rasional
6. Sianosis menurun
42
43
Kedua orang tua dan kedua mertua dari Tn. S sudah meninggal. Tn. S
merupakan anak pertama dari 6 bersaudara, Tn. S menikah dan mempunyai 5
orang anak, Tn. S tinggal bersama istri, ke 5 anaknya sudah berkeluarga, sejak
sakit di rumah Tn. S dirawat oleh istri, kemudian di jemput oleh anak untuk
berobat ke RSPAL Dr. Ramelan, keluarga tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit yang sama.
44
Keterangan:
: Laki-laki
: Perempuan
: Pasien
: Tinggal Serumah
Gambar 3 1 Genogram
1. B1 (Breath)/Pernapasan
3. B3 (Brain)/Persarafan
4. B4 (Bladder)/Perkemihan
5. B5 (Bowel)/Pencernaan
minum ± 6 gelas/hari jumlah 1000-1500 cc/24 jam air mineral. Pada pemeriksaan
mulut tampak karang gigi, membran mukosa kering, gigi palsu tidak ada, fharing
tidak ada kelainan. Pada abdomen didapatkan bentuk perut supel, tidak ada nyeri
tekan, suara bising usus 18 x/menit, tidak ada lesi atau benjolan dan tidak
terpasang kolostomi. Pemeriksaan eliminasi alvi SMRS Tn. S mengatakan 1 kali
sehari dengan konsistensi lembek berwana kuning kecoklatan, sedangkan saat
pengkajian tgl 28 November 2022, Tn. S mengatakan BAB 1 kali dari awal masuk
rumah sakit tgl 22 November 2022.
Masalah keperawatan: Konstipasi
6. Bone (Bone)/Muskuloskeletal
7. Pemeriksaan Endokrin
Pada pemeriksaan pola istirahat dan tidur selama di rumah sakit untuk
rawat inap didapatkan kualitas tidur kurang, pasien mengatakan sulit tidur, tidur
tidak nyenyak, dengan jumlah jam tidur saat siang hari Tn.S hanya dapat tidur 1
jam dan untuk malam hari Tn. S biasanya tidur mulai pukul 23.00-05.00 WIB
dengan kebiasaan sebelum tidur membaca doa.
Masalah keperawatan: Gangguan pola tidur
49
DARAH LENGKAP
Leukosit H 10.95 10^3/µL 4.00 - 10.00
Hemoglobin L 11.10 g/dL 13 – 17
Hematokrit L 34.00 % 40.0 - 54.0
Eritrosit 4.48 10^6/µL 4.00 - 5.50
Trombosit L 34.00 10^3/µL 150 – 450
DIABETES
Glukosa Darah Sewaktu 174 mg/dL < 200
FUNGSI GINJAL
Kreatinin 1.15 mg/dL 0.6 - 1.5
BUN H 27 mg/dL 10 – 24
DIAGNOSIS
NO TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Gangguan pertukaran Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Pemantaun respirasi
gas berhubungan pertukaran gas meningkat dengan, kriteria hasil: Observasi
dengan perubahan 1) Dispnea menurun (12-24 x/menit) 1) Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan
ketidakseimbangan 2) Bunyi napas tambahan menurun (wheezing negatif) upaya napas
ventilasi-perfusi 3) PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0- 2) Monitor pola napas (bradipnea, hiperventilasi)
(SDKI D.0003 Hal 22) 100.0 mmHg (membaik) 3) Monitor kemampuan batuk efektif
kemerahan) (SLKI L.01003 Hal 94) 7) Monitor adanya sumbatan jalan napas
Terapeutik
1) Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2) Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1) Jelaskan tujuan dan prosedur
59
2. Gangguan ventilasi Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Dukungan ventilasi
spontan berhubungan ventilasi spontan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
dengan kelemahan otot 1) Dispnea menurun (12-24 x/menit) 1) Identifikasi adanya kelelahan otot bantu napas
pernapasan (SDKI 2) Penggunaan otot bantu napas menurun (tidak 2) Identifikasi efek perubahan posisi terhadap
D.0004 Hal 24) tampak retraksi otot bantu napas) status pernapasan
3) Gelisah menurun (tidak gelisah) Terapeutik
4) PCO2 nilai normal 35-45 mmHg dan PO2 80.0- 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
100.0 mmHg (membaik) 2) Berikan posisi semi fowler atau fowler
3 Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Terapi oksigen
berhubungan dengan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
ketidakseimbangan 1) Saturasi oksigen meningkat (95-100%) 1) Monitor kecepatan aliran oksigen
antara suplai dan 2) Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari 2) Monitor tanda-tanda hipoventilasi
kebutuhan oksigen meningkat (pasien bisa melakukan aktivitas makan Terapeutik
(SDKI D.0056 Hal 128) minum sendiri) 1) Pertahankan kepatenan jalan napas
3) Keluhan lelah menurun (pasien tidak mengeluh 2) Tetap berikan oksigen saat pasien
lelah) ditransportasi
4) Perasaan lemah menurun (kekuatan bertambah) 3) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai
5) Warna kulit membaik (warna kemerahan) dengan tingkat mobilitas pasien
6) Tekanan darah membaik (120/80 mmHg – 130/90 Edukasi
mmHg) 2. Ajarkan pasien dan keluarga cara
7) Frekuensi napas membaik (12-24 x/menit) menggunakan oksigen dirumah.
(SLKI L.05047 Hal 148). (SIKI 1.01026 Hal 430)
62
4 Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) pola Dukungan tidur
berhubungan dengan tidur membaik dengan kriteria hasil: Observasi
hambatan lingkungan: 1) Keluhan sulit tidur menurun (pasien tidak mengeluh 1) Identifikasi pola aktivitas da tidur
jadwal pemantauan, sulit tidur dan bisa tidur 6-8 jam/hari) 2) Identifikasi faktor pengganggu tidur
pemeriksaan dan 2) Keluhan pola tidur berubah menurun (pasien bisa Terapeutik
tindakan (SDKI D.0055 tidur pada malam hari dengan tidur 6-8 jam/hari) 1) Lakukan prosedur untuk meningkatkan
Hal 126) 3) Kemampuan beraktivitas meningkat (pasien bisa kenyamanan: pengaturan posisi
minum sendiri, makan sendiri tanpa sesak) 2) Sesuaikan jadwal pemberian obat dan atau
(SLKI L.05045 Hal 96). tindakan untuk menunjang siklus tidur-terjaga
Edukasi
1) Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2) Anjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur (SIKI 1.05174 Hal 48)
63
5 Manajemen kesehatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3x24 jam) Edukasi program pengobatan
keluarga tidak efektif manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi
berhubungan dengan 1) Melakukan tindakan untuk mengurangi faktor 1) Identifikasi pengobatan tentang pengobatan
kompleksitas program risiko meningkat (keluarga mampu mempertahankan yang direkomendasikan
perawatan/pengobatan posisi semifowler saat tertidur dan posisi kanul oksigen Terapeutik
(SDKI D.0115 Hal 254) jika terlepas) 1) Berikan dukungan untuk menjalani program
2) Menerapkan program perawatan meningkat pengobatan dengan baik dan benar
(keluarga menerapkan program obat dari RS baik oral, 2) Libatkan keluarga untuk memberikan
nebulizer dan ijeksi IV yang diberikan pasien) dukungan pada pasien selama pengobatan
3) Aktivitas hidup sehari-hari efektif memenuhi tujuan Edukasi
kesehatan meningkat (keluarga melatih pasien untuk 1) Jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan
makan minum sendiri) 2) Jelaskan strategi mengelola efek samping obat
4) Verbalisasi kesulitan dalam menjalani program 3) Anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi
perawatan/pengobatan menurun (keluarga mendukung (SIKI 1.12441 Hal 104)
program perawatan/pengobatan)
(SLKI L.12104 Hal 62)
64
Tabel 3. 5 Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan Tn. S Dengan Diagnosa Medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan susah memulai tidur
- Pasien mengatakan kekuatan fisik
menurun sejak sakit
72
O:
- Tampak pasien tidak bisa tidur dan
selalu terjaga
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 8, 9, 10 di lanjutkan
Harun
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sesak belum berkurang
- Keluarga mengatakan untuk pasien tetap
mengikuti program pengobatan.
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi 1, 2, 3 di lanjutkan
73
oksigen 3 lpm
- TD: 178/95 mmHg, N: 94 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 3 di pertahankan
Harun
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur walaupun sering
terbangun
O:
- Tampak pasien tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 4 di lanjutkan Harun
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sesak berkurang
O:
- Tampak keluarga bertanya tentang penyebab
sesak yang tidak sembuh
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 11 di lanjutkan
80
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur
O:
- Tampak pasien tidur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi 4 di lanjutkan
83
sesak
- Pasien mengatakan tidak sesak
O:
- Pasien tampak melakukan aktvitas
ringan seperti makan, minum sendiri
- Tampak warna conjungtiva berwarna
kemerahan
- TD: 177/75 mmHg, N: 98 x/menit, RR 20
x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
Harun
Diagnosa Keperawatan 4
S:
- Pasien mengatakan bisa tidur
walaupun sering terbangun
- Pasien mengatakan kekuatan fisik
belum kuat
O:
- Tampak pasien melakukan aktivitas
ringan seperti mengatur posisi bantal di
kepala
- Tampak pasien menyempatkan tidur sebelum
87
keluar RS
A : Masalah teratasi sebagian
Harun
P : Intervensi dihentikan (pasien rencana KRS)
Diagnosa Keperawatan 5
S:
- Keluarga mengatakan sudah menyediakan
tabung oksigen kecil
88
76
77
hidupnya serta berbagai faktor dalam individu itu sendiri (Lukito and Permana,
2018).
Terbukti dari data yang kami dapatkan bahwa seseorang laki-laki dengan
perokok aktif dalam waktu yang lama pada usia diatas 40 tahun berisiko terserang
penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). Untuk itu disarankan untuk keluarga
pasien untuk tidak merokok dan berperilaku hibup bersih dan sehat.
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
3. Pemeriksaan Fisik
a. B1 System pernapasan
d. B4 (Bladder)/Perkemihan
Hal ini berkaitan dengan kualitas hidup yang buruk serta ikut meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan.
Keluarga mengatakan sesak tidak hilang-hilang atau tidak sembuh,
keluarga mengatakan tidak tahu penyebab sesak yang di alami pasien, tampak
keluarga bertanya tentang penyebab sesak yang tidak sembuh.
Terapi oksigen dapat dilaksanakan dirumah maupun di rumah sakit. Terapi
oksigen di rurnah diberikan kepada pasien PPOK stabil derajat berat dengan gagal
napas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan pada PPOK
eksaserbasi akut di unit gawat darurat, ruang rawat ataupun ICU. Terapi oksigen
jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur
atau sedang aktivitas, lama pemberian l5 jam setiap hari, pernberian oksigen
dengan nasal kanul l-2 lpm (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2019).
Pentingnya dukungan keluarga sangat membantu proses pemulihan pada
pasien. Kepada anggota keluarga yang lain supaya senantiasa mendukung pasien
dalam mencapai kesembuhan dan mencegah kekambuhan penyakitnya, serta
melakukan tindakan nyata yang dapat mencegah kekambuhan tersebut seperti
menjaga kebersihan rumah, memperbaiki ventilasi, tidak merokok di dalam rumah
dan sekitar pasien, menghentikan kebiasaan membakar sampah di pekarangan
rumah dan menghentikan penggunaan dapur arang di rumah untuk memasak.
Peran keluarga sangat membantu proses penyembuhan pasien.
85
hasil pola tidur membaik dengan kriteria hasil: keluhan sulit tidur menurun
(pasien tidak mengeluh sulit tidur dan bisa tidur 6-8 jam/hari), keluhan pola tidur
berubah menurun (pasien bisa tidur pada malam hari dengan tidur 6-8 jam/hari),
kemampuan beraktivitas meningkat.
Pengaturan posisi fowler memungkinkan rongga thorax dapat berkembang
secara maksimal sehingga asupan oksigen tercukupi dalam tubuh, saturasi oksigen
dan ventilasi paru meningkat, serta menurunkan upaya pernafasan (Agustina dan
Nurhaeni 2020).
Hal ini mengatakan gangguan pola tidur pada pasien PPOK akan bisa
teratasi dengan pemberian oksigen dan memposisikan posisi senyaman mungkin
yaitu posisi semi fowler atau fowler.
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254).
Intervensi yang akan dilalukan edukasi program pengobatan yaitu: 1)
identifikasi pengobatan tentang pengobatan yang direkomendasikan, 2) berikan
dukungan untuk menjalani program pengobatan dengan baik dan benar, 3)
libatkan keluarga untuk memberikan dukungan pada pasien selama pengobatan,
4) jelaskan manfaat dan efek samping pengobatan, 5) jelaskan strategi mengelola
efek samping obat, 5) anjurkan mengkonsumsi obat sesuai indikasi, dengan
kriteria hasil manajemen kesehatan meningkat dengan kriteria hasil: melakukan
tindakan untuk mengurangi faktor risiko meningkat (keluarga mampu
mempertahankan posisi semifowler saat tertidur dan posisi kanul oksigen jika
terlepas), menerapkan program perawatan meningkat (keluarga menerapkan
program obat dari RS baik oral, nebulizer dan ijeksi IV yang diberikan pasien),
aktivitas hidup sehari-hari
89
pasien teknik relaksasi napas dalam yaitu Pursed Lip Breathing. Pada soap malam
hari pasien lebih relaks sehingga pada soap tidak tampak retraksi otot bantu napas.
Pada soap hari ketiga tanggal 30 November 2022 pasien tidak sesak, pasien tidak
menggunakan nasal kanul oksigen lagi.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen (SDKI D.0056 Hal 128).
Pada hari pertama tanggal 28 November 2022 sampai dengan hari ke tiga
tanggal 30 November 2022, melakukan tindakan mengajarkan mengubah posisi
secara mandiri. Sesak napas juga biasanya menjadi keluhan utama pada pasien
PPOK karena terganggunya aktivitas fisik akibat gejala ini. Sesak napas biasanya
menjadi komplain ketika FEV1<60% prediksi (Soeroto and Suryadinata 2014).
Hal ini dipengaruhi oleh hambatan aliran udara sehingga timbul keluhan
sesak, pada tgl 28, 29 November 2022 soap dinas sore dan soap dinas malam
pasien mengatakan sesak, Hemoglobin L 11.10, tampak bibir dan kulit pucat.
Pada tanggal 30 soap pagi pasien mengatakan tidak sesak dan tidak ada retraksi
otot bantu napas.
4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan:
jadwal pemantauan, pemeriksaan dan tindakan (SDKI D.0055 Hal 126).
Pada hari pertama melakukan tindakan mengidentifikasi pola aktivitas dan
tidur, mengidentifikasi faktor pengganggu tidur, pasien mengatakan sulit tidur dan
sering terbangun.
Salah satu upaya rehabilitasi pada paru yaitu dengan latihan (exercise).
Latihan pernafasan dapat melatih otot-otot diafragma yang digunakan untuk
mengkompensasi kekurangan oksigen dan meningkatkan efisiensi pernafasan
sehingga dapat mengurangi sesak nafas. Penelitian tentang senam yoga dalam
92
mengurangi sesak nafas pada pasein PPOK dimana responden diberikan senam
yoga selama 30 menit dapat mengatasi sesak nafas dan gangguan tidur. Hal ini
disebabkan oleh pengaturan posisi 450 memungkinkan ekspansi dada lebih besar
dan dapat membantu mengurangi kesulitan nafas serta meningkatkan saturasi
oksigen (Yunica Astriani, Pratama, and Sandy 2021).
5. Manajemen kesehatan keluarga tidak efektif berhubungan dengan
kompleksitas program perawatan/pengobatan (SDKI D.0115 Hal 254).
Pada hari pertama melakukan tindakan melibatkan keluarga untuk
memberikan dukungan pada pasien selama pengobatan, menjelaskan pada
keluarga untuk mensupport pasien selama pengobatan baik selama dirawat dan
saat dirumah. Pada soap tgl 28, 29 November 2022 keluarga bertanya-tanya sesak
yang tidak kunjung sembuh.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK stabil.
Beberapa hal harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun keluarganya. Penatalaksanaan di rumah ditujukan juga bagi pasien PPOK
berat yang harus menggunakan oksigen atau ventilasi mekanis (Perhimpuan
Dokter Paru Indonesia 2019)
Perlunya dukungan keluarga untuk menerapkan program pengobatan baik
saat dirawat di rumah sakit maupun saat dirumah sangat membantu pasien untuk
mencegah terjadi sesak. Menghindari faktor risiko dan membudayakan pola hidup
bersih dan sehat bagi pasien dan keluarga. Pada soap tgl 30 November 2022
keluarga menerapkan program pengobatan dan mengerti edukasi yang telah
diberikan tentang penyakit, dimana keluarga telah menyiapkan tabung untuk
mencegah terjadinya sesak pada pasien saat keluar rumah sakit.
BAB 5
PENUTUP
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan
diagnosa medis Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Di Ruang Sirsak Lantai
5 RSUD Cengkareng. Maka penulis bisa menarik beberapa kesimpulan sekaligus
saran yang bermanfaat dalam meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
5.1 Simpulan
93
94
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I Gusti Ngurah Nugraha, and Luh Made Indah Sri Handari Adiputra.
2016. “Gambaran Fungsi Paru Dan Keluhan Muskuloskeletal Pada Pekerja
Pengisian Lpg (.” Jurnal Ergonomi Indonesia 2(1): 24–31.
Agustiyah, Refina. 2019. “Asuhan Keperawatan Pada Klien Gastritis Dengan
Nyeri Akut Di Ruang Agate Atas RSUD Dr. Slamet Garut.” Stikes Bhakti
Kencana Bandung.
Aji, Jalu satria, and Indri Heri Susanti. 2022. “Analisis Asuhan Keperawatan
Gangguan Oksigenasi Pada Tn.S Dengan Diagnosa Medis Ppok Di Ruang
Edelwis Atas Rsud Kardinah.” 3(4): 5883–92.
Asyrofy, Ahmad, Triana Arisdiani, and Moch Aspihan. 2021. “Karakteristik Dan
Kualitas Hidup Pasien Penyakit Paru Obstruksi Konik (PPOK).”
NURSCOPE: Jurnal Penelitian dan Pemikiran Ilmiah Keperawatan 7(1):
13.
Belakang, Latar. 2022. “Efektifitas Pursed Lip Breathing Exercise Dan Posisi
Fowler Pada Pasien Asthma : Studi Kasus.”
Hasaini, Asni, Muhlisoh, Diana Pefbrianti, and Raziansyah. 2022. “Nebulizer
Therapy With Breath Control Of Respiration Rate And Oxygen Saturation
Patients COPD.” Caring Nursing Journal 6(1): 1–9.
Lindayani, Luh Putu, Tedjamartono, and Theodore Dharma. 2017. “Praktik
Belajar Lapangan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK).” Pedoman
Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia
(1302006137): 32.
http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/18781/1/ea91ca43e8db520c8a1e16ebf600
f7e5.pdf.
Lukito, David Budi, and Padma Permana. 2018. Universitas Udayana Penyakit
Paru Obstruksi Kronis Ekserbasi Akut.
Lutfian, Lutfian. 2021. “Yoga Pranayama Sebagai Upaya Rehabilitatif Paru
Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok): Literature Review.”
Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal 12(2):
124– 34.
Ningsih, Arum Dwi. 2018. “Pengaruh Kombinasi Home Based Walking Exercise
Dan Pursed Lips Breathing Terhadap Forced Expiratory Volume In One
Second (Fev1) Dan Dyspnea Pasien PPOK.” : 1–167.
97
PDPI. 2017. “Pedoman Pengendalian Penyakit Paru Obstruktif Kronik.”
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia: 4–39.
Pelaksanaan, Pengaruh et al. 2022. “Jurnal Ilmiah Kohesi Vol. 6 No. 3, Juli
2022.” 6(3): 33–42.
Perhimpuan Dokter Paru Indonesia. 2019. “Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) Diagnosa Dan Penatalaksanan.” : 1–35.
Ratna, Sarmaida Siregar, Rostinah Manurung, Christina Magdalena T.Bolon.
2022. “Latihan Jalan Kaki Penderita Penyakit Paru.” 1(2): 30–35.
Soeroto, Arto Yuwono, and Hendarsyah Suryadinata. 2014. “Penyakit Paru
Obstruktif Kronik.” Ina J chest Crit and Emerg Med \ vol. 1, No. 2 \ June -
August 2014 1(2): 83–84.
Sugiyanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Praktik Klinik
Keperawatan Keluarga Dan Komunitas. Jakarta Selatan: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
98
Suwindri, Yulius Tiranda, and Windy Astuti Cahya Ningrum. 2021. “Faktor
Penyebab Kejadian Gastritis Di Indonesia : Literature Review.” Jurnal
Keperawatan Merdeka (JKM) 1(November): 209–23.
Yunica Astriani, Ni Made Dwi, Aditha Angga Pratama, and Putu Wahyu Sri
Juniantari Sandy. 2021. “Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Peningkatan Saturasi Oksigen Pada Pasien PPOK.” Jurnal Keperawatan
Silampari 5(1): 59–66.
Zakaria, Abdurrahman. 2018. “Asuhan Keperawatan Dengan Diagnosa Medis
Tumor Paru Pada Tn. a Di Ruang Paru Rsud Ulin Banjarmasin.” Journal
of Chemical Information and Modeling 2: 8–
30. http://eprints.umbjm.ac.id/688/.