Bab I - 3

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola) dapat tumbuh pada

dataran tinggi (Dendy Prayugo, 2021). Bagian dari tanaman kentang yang

dimanfaatkan oleh masyarakat yaitu bagian umbinya yang mengandung pati

cukup tinggi sebagai sumber karbohidrat, vitamin C, B1 dan mineral lainnya,

selain itu kentang juga bermanfaat bagi kesehatan seperti mampu mengontrol

kadar gula darah, melawan radikal bebas, menjaga kesehatan jantung dan lain

sebagainya, sehingga kentang ini banyak digemari oleh masyarakat diberbagai

kalangan. Tanaman kentang juga termasuk salah satu tanaman pangan alternatif

yang memiliki potensi untuk dipasarkan baik di pasar nasional maupun ekspor.

Selain itu tanaman kentang menjadi bagian dari beragam jenis tanaman penunjang

diversifikasi pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat (Sondakh et al.,

2020).

Nilai ekonomi kentang cukup tinggi karena harganya relatif stabil, umbi

kentang juga memiliki waktu simpan yang relatif cukup lama jika dibandingkan

dengan sayuran lainnya (Zevita dan Sulistyowati, 2013). Permintaan pasar akan

kentang terus meningkat sedangkan produktivitas kentang saat ini sedang

mengalami fluktuasi seperti tertera pada data statistik produktivitas kentang Jawa

Barat pada 3 tahun terakhir ini yakni pada tahun 2019 mencapai angka 245.218

ton, tahun 2020 menurun menjadi 196.856 ton, sedangkan pada tahun 2021

produktivitas kentang di Jawa Barat kembali meningkat mencapai angka 240.482

1
2

ton (BPS, 2021). Kendala utama yang dihadapi pada budidaya kentang salah

satunya yaitu masalah kesuburan tanah sebagai dampak dari penggunaan pupuk

sintetik secara berlebihan dan berkelanjutan.

Kesuburan tanah menjadi salah satu kunci utama dalam budidaya tanaman

kentang. Unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kentang diantaranya unsur N,

P dan K yang dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Para

petani memanfaatkan pupuk kimia guna memenuhi kebutuhan unsur hara tersebut,

namun pupuk kimia yang digunakan secara terus-menerus dalam jumlah besar

akan membengkakan biaya produksi, dilihat dari segi kenaikan harga pupuk kimia

yang semakin melambung tinggi bahkan bisa mencapai 12 % dari seluruh biaya

produksi. Dampak negatif yang dapat ditimbulkan diantaranya mampu

menurunkan kesuburan tanah, menjadi residu pada tanah dan tanaman serta

tercemarnya lingkungan sekitar (Alhrout et al., 2016).

Menjaga lingkungan sekitar merupakan kewajiban setiap manusia, dimana

perintah tersebut sudah tertera dalam sebuah ayat Al-Qur’an. Sebagaimana firman

Allah SWT dalam Qur’an surat Al-Araf ayat 56 :

‫َو اَل ُتْفِس ُد ْو ا ِفى اَاْلْر ِض َبْع َد ِاْص اَل ِحَها َو اْدُع ْو ُه َخ ْو ًفا َّو َطَم ًع ۗا ِاَّن َر ْح َم َت ِهّٰللا َقِرْيٌب ِّم َن اْلُم ْح ِسِنْيَن‬

Artinya :”Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi, setelah

(diciptakan) dengan baik. Berdo’alah kepada-Nya dengan rasa takut dan penuh

harap. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat dengan orang yang berbuat

kebaikan”. (QS. Al-Araf ayat 56).

Tanggung jawab untuk menjaga lingkungan sekitar adalah tugas semua

manusia. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk mengurangi dampak dari
3

penggunaan pupuk sintetik terhadap tanaman serta lingkungan sekitar yaitu

dengan memanfaatkan bahan organik yaitu limbah media tanam jamur

champignon (jamur kancing).

Limbah jamur champignon merupakan media tanam jamur champignon

(jamur kancing) yang sudah tidak dipakai lagi dengan bahan dasar jerami kering,

dedak, bungkil atau perasan kecap, zeolit dan urea. Limbah jamur champignon ini

belum banyak dimanfaatkan oleh para petani padahal unsur hara yang terdapat

pada limbah tersebut meliputi N, P dan K dan mikroba sehingga memiliki potensi

sebagai mikroba antagonis seperti Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides,

Bacillus cereus, dan Chromobacterium spp sehingga dapat meningkatkan

pertumbuhan dan hasil tanaman (Rima, 2013). Pemberian dosis limbah jamur ini

diharapkan mampu meningkatkan produksi tanaman kentang yang lebih unggul

dibandingkan dengan yang lain, seperti umbinya yang besar dan mulus. Melihat

uraian latar belakang tersebut maka peneliti terdorong untuk melakukan penelitian

“Pengaruh Dosis Kompos Limbah Media Tanam Jamur Champignon Terhadap

Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L. Var

Granola)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka muncul

permasalahan-permasalahan sehingga dapat dirumuskan:


4

1. Apakah kompos limbah media tanam jamur champignon efektif terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kentang (Solanum tuberosum L. Var

Granola)?

2. Berapakah dosis yang efektif dari pupuk limbah media tanam jamur

champignon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola)?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini

sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui keefektifan kompos limbah media tanam jamur

champignon terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang (Solanum

tuberosum L. Var Granola).

2. Untuk mengetahui dosis yang efektif dari pupuk limbah media tanam

jamur champignon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil

tanaman kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola).

1.4. Kegunaan Penelitian

1. Secara ilmiah penelitian ini bisa menjadi sumber pengetahuan dalam

pemanfaatan kompos limbah media tanam jamur champignon terhadap

pertumbuhan dan hasil tanaman kentang.

2. Secara praktisi pertanian penelitian ini diharapkan mampu memberikan

alternatif solusi sebagai upaya untuk mengurangi penggunaan dosis


5

pupuk kimia pada tanaman kentang dengan memamfaatkan salah satu

bahan organik yaitu limbah media tanam jamur champignon.

1.5. Kerangka Pemikiran

Pangalengan merupakan salah satu daerah penghasil kentang di Jawa Barat

yang berada pada ketinggian 1200 mdpl. Namun pada beberapa tahun kebelakang

kendala yang dihadapi oleh para petani kentang yaitu masalah kesuburan tanah

yang diakibatkan dari penggunaan pupuk sintetik dalam jumlah besar secara

berkala. Memperbaiki pemupukan dengan lebih banyak input bahan organik

adalah salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi

tanaman kentang. Pada dasarnya pemupukan tanaman dalam budidaya merupakan

hal utama yang harus diperhatikan, pemupukan harus dilakukan sesuai dengan

takaran dan dosis yang dianjurkan. Namun pada faktanya di lapangan aturan

tersebut diabaikan guna memenuhi kebutuhan produksi, sehingga beresiko

terjadinya degredasi lahan, menurunnya kesuburan tanah dan lain sebagainya.

Maka dari itu, untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia dibutuhkan adanya

inovasi untuk mencari alternatif pupuk yang efektif dan bersifat ramah

lingkungan, salah satunya adalah pemanfaatan limbah media tanam jamur

champignon.

Limbah merupakan bahan sisa yang tidak terpakai lagi pada kegiatan

produksi dan jika dibiarkan akan memberikan pengaruh yang kurang baik

terhadap lingkungan sekitarnya. Limbah dapat dikelompokan menjadi dua yaitu

limbah organik dan anorganik. Limbah anorganik merupakan limbah yang sukar
6

membusuk dan sulit terurai. Sedangkan limbah organik adalah limbah yang dapat

diuraikan secara sempurna dengan proses biologis dan memiliki sifat mudah

membusuk (Faizah et al., 2021). Salah satu contohnya adalah bahan-bahan

organik seperti limbah media tanam jamur.

Limbah media tanam jamur champignon adalah salah satu bahan organik

yang telah banyak diteliti dan memiliki potensi untuk dijadikan sebagai

biofertilizer karena mengandung nutrisi yang cukup bagi tanaman serta mampu

memperbaiki struktur tanah (Ahlawat, 2020). Limbah media tanam jamur ini

mengandung berbagai unsur hara meliputi unsur hara makro diantaranya N, P dan

K yang dibutuhkan tanaman untuk tumbuh dan berkembang. Kandungan K yang

terdapat dalam limbah media tanam jamur champignon dapat dijadikan sebagai

biokontrol karena mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap penyakit

melalui peningkatan senyawa fenol yang mampu menurunkan kandungan N

anorganik dalam jaringan tanaman dan bersifat fungisida (Subandi, 2013).

Limbah media tanam jamur champignon ini juga terdapat berbagai mikroba

antagonis yang bisa dijadikan sebagai agen hayati pengendali penyakit pada

tanaman seperti Pseudomonas stutzeri, Bacillus mycoides, Bacillus cereus, dan

Chromobacterium spp. Pernyataan tersebut selaras dengan penelitian yang

dilakukan oleh Goonani et al. (2011) yang menyatakan bahwa limbah media

tanam jamur kancing mampu menekan penyakit rebah semai pada tanaman seledri

yang disebabkan oleh Phytophthora drechslere. Selain itu juga air rendaman

limbah media tanam jamur yang diaplikasikan pada tanaman bawang merah

mampu menekan penyakit busuk pangkal yang disebabkan oleh jamur Fusarium
7

oxysporum f.sp cepae dengan presentase mencapai 44-76,8 (Yusidah and

Istifadah 2018).

Sebagaimana penelitian Fikri. et al., (2015) Pengaruh pemberian kompos

limbah media tanam jamur terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kangkung

darat, yang menjelaskan bahwa limbah jamur yang diaplikasikan kisaran dosis 20

t ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan seperti tinggi tanaman dan jumlah daun

sehingga mempengaruhi hasil dan kualitas dari kangkung darat. Selain itu juga

menurut Purnawanto & Nugroho (2015) menyebutkan bahwa kompos limbah

jamur merang yang diaplikasikan dengan dosis 20 t ha -1 sangat berpengaruh pada

panjang daun, jumlah daun serta bobot umbi bawang merah. Sedangkan menurut

Hadi (2017) menjelaskan bahwasannya kompos limbah jamur yang diaplikasikan

akan mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kacang tanah.

Berdasarkan penjelasan di atas bahwa kerangka berpikir untuk pemanfaatan

limbah jamur champignon sebagai berikut:


8

Gambar 1 Skema Kerangka Pemikiran

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas maka dapat diambil hipotesis


sebagai berikut :
1 Kompos limbah media tanam jamur champignon memberikan pengaruh
yang efektif terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman kentang (Solanum
tuberosum L. Var Granola).
2 Terdapat dosis yang efektif dari kompos limbah media tanam jamur
champignon yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola)

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola) berasal dari

negara Eropa khususnya di negara yang beriklim dingin seperti Belanda dan

Jerman. Kentang mulai dibudidayakan di Indonesia pada masa penjajahan

Belanda. Salah satu daerah yang membudidayakan kentang secara besar-

besaran pada masa itu adalah daerah Gayo, yang membudidayakan kentang

lokal atau kentang kuning. Namun ketika kolonial Belanda sudah

meninggalkan daerah tersebut budidaya kentang lokal ini tidak berjalan

lama karena harganya yang murah dan ada pengembangan bibit kentang

baru yaitu bibit kentang granola. Pengembangan kentang granola ini cukup

berkembang karena bisa bertahan lama, struktur kulitnya tebal dan rasanya

enak serta harganya lebih mahal sehingga kentang ini diminati oleh para

petani karena bisa memberikan keuntungan yang lebih tinggi (Aisyah &

Mawardi, 2016). Dilihat dari warna kulit umbinya kentang dapat

digolongkan ke dalam 3 varietas besar seperti kentang kuning, kentang putih

dan kentang merah (Setiadi, 2009).

Menurut Setiadi, (2009), yang menerangkan bahwa, kentang adalah

salah satu sumber pangan dengan kandungan karbohidrat, protein, vitamin C

dan kalium yang cukup besar. Kandungan gizi yang terdapat dalam umbi

kentang per 100 gram, seperti tertera pada tabel 1.

9
10

Tabel 1 Kandungan gizi umbi kentan per 100 gram.

Sumber : (Setiadi, 2009)

Berdasarkan pemaparan Pitojo, (2008) dalam taksonomi tumbuh-tumbuhan

kentang dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Solanum
11

Spesies : Solanum tuberosum L.

Morfologi tanaman kentang menurut Samadi, (2007) sebagai berikut :

Akar yang dimiliki oleh tanaman kentang adalah akar serabut dan tunggang.

Akarnya berukuran cukup kecil dan berwarna keputih-putihan. Akar kentang

pada tanah yang subur selain berperan untuk memperkokoh tanaman juga akan

mempercepat penyerapan unsur-unsur hara sehingga umbi akan terbentuk dengan

optimal dari stolon-stolon pada akar.

Gambar 2 Akar kentang

Batang tanaman kentang tidak berkayu dengan permukaan halus, umumnya

lemah sehingga jika terkena angin kencang mudah roboh, oleh karena sebab itu

diperlukan pengajiran untuk menopangnya. Tinggi tanaman kentang akan optimal

jika unsur haranya terpenuhi terutama pada masa vegetatif. Fungsi dari batang

pada tanaman kentang ini sebagai jalur pengangkutan unsur hara dari dalam tanah

menuju daun dan mendistribusikan hasil proses fotosintesis dari daun ke seluruh

organ tanaman.

Gambar 3 Batang kentang


12

Daun pertama yang tumbuh merupakan daun tunggal sedangkan daun yang

berikutnya merupakan daun majemuk imparipinnate (menyirip gasal) dengan

anak daun primer dan skunder. Warna dan jumlah daun akan dipengaruhi oleh

unsur N yang tersedia di dalam tanah. Daun pada tanaman berperan sebagai

tempat penyusunan senyawa kompleks seperti karbohidrat, protein, vitamin,

lemak, dan mineral. Pada fase vegetatif, generatif, respirasi dan persediaan

cadangan makanan tanaman akan memanfaatkan hasil dari proses asimilasi atau

fotosintesis.

Gambar 4 Daun kentang

Tanaman kentang memiliki bunga sempurna dengan ukuran yang cukup

kecil yakni kurang lebih 3 cm, berwarna putih kekuningan, tumbuh di ketiak daun

teratas. Komponen bunganya meliputi daun mahkota (carrola) yang berbentuk

mirip terompet yang ujungnya seperti bintang, kelopak (calyx), dan benang sari

(stamen) yang terdiri dari lima buah dan satu buah putik (pistilus) yang memiliki

satu bakal buah.

Gambar 5 Bunga kentang


13

Buah pada tanaman kentang akan terbentuk setelah satu minggu terjadi

penyerbukan. Buah berebentuk bulat, berwarna hijau tua hingga keunguan,

dengan ukuran sekitar 2,5 cm dan berongga yang nantinya akan menjadi 10-300

biji dari 500 bakal (Setiadi, 2009).

Gambar 6 Buah kentang

Umbi pada tanaman kentang adalah bagian yang biasa dikonsumsi.Umbi

terletak di dalam tanah yang terbentuk dari pembesaran stolon fungsinya menjadi

tempat tersimpannya cadangan makanan. Ukuran umbi dapat dipengaruhi oleh

ketersediaan unsur hara, semakin subur dan gembur tanah yang digunakan untuk

budidaya maka akan berpengaruh terhadap ukuran umbi. Bentuk umbi umumnya

menandakan varietas yang ditanam begitupula pada warna umbi, warna kulit dan

kedalaman mata tunas.

Gambar 7 Umbi kentang


14

Daerah subtropis pada umumnya menjadi daerah yang opimum untuk

tanaman kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola). Namun tanaman kentang

juga bisa tumbuh pada daerah tropis dengan suhu udara yang cukup dingin dan

lembab. Curah hujan rata-rata untuk pertumbuhan optimun tanamna kentang yaitu

1500 mm/tahun. Sedangkan waktu penyinaran penuh yang dibutuhkan berkisar

anatar 9-10 jam/ hari dengan intensitas cahaya tidak terlalu tinggi, dengan suhu
o o
optimum pada yaitu 18 C - 20 C ,dan kelembaban anatar 80-90 dengan

ketinggian 1000-3000 mdpl (Hasni Ulfia et al., 2014).

Tanah yang sesuai untuk budidaya kentang adalah tanah yang mengandung

humus cukup tinggi, sedikit berpasir dan gembur dengan tujuan agar air dapat

meresap dengan mudah. Dengan demikian kondisi tanah tersebut bisa menjaga

kelembaban tanah. Tanaman kentang akan rentan terserang penyakit busuk batang

dan umbi apabila kondisi tanah terlalu lembab. pH tanah untuk tanaman kentang

bervariasi tergantung dengan varietas kentang yang ditanam. Misalnya pada

kentang lokal pH tanah berkisar antara 5,0 – 5,5, berbeda dengan kentang industri

yang membutuhkan pH lebih tinggi yaitu 7,0 (Setiadi, 2009).

Budidaya kentang memerlukan tanah yang secara fisiknya gembur, banyak

kandungan bahan organiknya, struktur tanahnya remah, tanah yang akan dipakai

diolah cukup dalam dan memiliki drainase yang baik (Suryana, 2013). Tanah

andosol merupakan jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman kentang,

dengan karakteristik solumnya tebal berkisar antara 1-2 m, bertekstur debu atau

lempung dan berwarna hitam kecoklatan. Kandungan unsur hara pada tanah

andosol ini berkisar dari sedang hingga tinggi begitu pula pada produktivtasnya,
15

untuk tingkat keasaman tanah bersifat masam hingga netral. Pada daerah dengan

cuaca ektrim pengonrolan tanah harus dilakukan secara berkala karena bisa

mempengaruhi pertumbuhan tanaman secara langsung maupun tidak langsung

serta akan memicu terjadinya penyebaran penyakit ke tanaman dari lahan

budidaya lain (Setiadi, 2009).

2.2 Kesuburan Tanah

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah guna memberikan hasil

produksi pertanian yang optimal sesuai dengan keinginan pada lingkungan

tersebut. Produktivitas tanaman akan optimal ketika didukung dengan tanah yang

subur (Liyanda et al., 2013). Foth & Ellis (1997) pada buku Munawar (2011) yang

menyatakan kesuburan tanah adalah sesuatu yang menunjukan kapasistas tanah

untuk mensuplai unsur hara esensial guna memenuhi kebutuhan tanaman untuk

tumbuh dan berkembang tanpa disertai konsentrasi unsur yang bersifat racun yang

akan mempengaruhi tanaman. Berdasarkan pengertian tersebut menunjukan

bahwa tanah ang subur mempunyai kemampuan untuk memasok unsur hara dalam

jumlah yang cukup dan seimbang yang berperan untuk pertumbuhan tanaman,

sehingga tanaman akan tumbuh dan berkembang dengan baik dan berproduksi

sesuai dengan potensinya.

Kriteria tanah yang subur diantaranya memiliki lapisan humus yang tebal.

Semakin tebal humus maka unsur hara dan bahan organiknya semakin banyak

sehingga kebutuhan hara tanaman akan terpenuhi dengan maksimal dan proses

fisiologis pada tanaman akan berjalan sebagaimana mestinya. Ciri berikutnya


16

yaitu memiliki pH tanah yang netral yakni berkisar antara 5,5 sampai 7,5. Tanah

dengan keadaan pH yang netral berpotensi tersedianya unsur hara kimiawi tanah

yang seimbang sehingga tanaman akan lebih mudah menyerap ion-ion unsur hara

serta menjaga perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Tanah yang subur

akan memiliki tekstur tanah lempung yang berperan untuk terjadinya drainase

yang baik selain itu juga tanah yang subur kaya akan biota tanah, adanya biota di

dalam tanah menjadikan suatu tanda bahwa di dalam tanah tersebut banyak

tersedia bahan organik yang nnatinta menjadi salah satu indikator kesuburan tanah

(Zuhaida, 2018). Namun tanah yang subur itu tidak bersifat permanen sewaktu-

waktu kesuburan tanah tersubut bisa mengalami penurunan.

Penurunan kesuburan tanah salah satunya diakibatkan oleh perlakuan

manusia terhadap tanah itu sendiri. Penurunan kesuburan tanah dapat berupa

menurunnya kandungan bahan organik, kandungan unsur hara, kapastitas tukar

kation dan pH yang tidak konstan. Menurut (Hartermink, 2003) Penyebab

terjadinya penurunan kesuburan tanah diantaranya, terjadinya pemiskinan hara

dimana hara yang diangkut lebih banyak daripada yang ditambahkan,

pengasaman, yaitu terjadinya penurunan pH, kehilangan bahan organik dan

peningkatan kadar unsur-unsur beracun seprti Al dan Mn.

2.3 Jamur Champignon dan Limbah Media Tanamnya

Jamur kancing atau lebih dikenal dengan jamur champignon yang

merupakan tanaman tingkat rendah dari keluarga Thaloppytae yang bersifat

heterotropik, tidak brklorofil dan saprofit. Jamur champignon dikatakan saprofit

karena tumbuh dan berkembang pada media tanam sisa-sisa pertanian. Selain itu
17

jamur champignon bersifat heterotrofik karena umur hidupnya yang tergantung

pada mikroorganisme lain yang membantu menguraikan makannannya sehingga

mudah diserap oleh akar semu (misellium). Jamur champignon adalah jamur yang

tidak beracun dan bisa dikonsumsi. Jamur ini mudah rusak karena 92

kandungannya adalah air sehingga jika tidak langsung ditangani dengan baik

maka jamur akan mengalami penguapan yang menyebabkan jamur mudah layu

dan membusuk (Juwantara, 2001).

Menurut Juwantara (2001), klasifikasi jamur champignon adalah sebagai

berikut :

Kingdom : Fungi

Divisi : Basidiomycota

Kelas : Homobasidiomycetes

Ordo : Agaricales

Famili : Agariceae

Genus : Agaricus

Spesies : Agaricus bisporus.

Limbah media tanam jamur champignon adalah limbah industri berupa

bahan organik bekas media tanam jamur setelah dipanen. Kandungan bahan

organik yang terdapat dalam limbah media tanam jamur champignon bisa

perpengaruh terhadap produktivitas tanaman, bahan organik tersebut meliputi

unsur hara esensial maupun nonesensial. Menurut Choiri (2005); Rima (2013),

kandungan yang terdapat pada limbah media tanam jamur champignon seperti

tercantum dalam tabel 2.


18

Tabel 2 Kandungan limbah jamur champignon

(Sumber :Chori 2005; (Rima, 2013))

Unsur hara esensial yang terdapat pada limbah media tanam jamur

champignon meliputi unsur N yang mampu membantu merangsang pertumbuhan

dan memberi warna hijau pada tanaman. Sedangkan unsur K dapat membantu

pembentukan pati pada proses sintesa protein dan karbohidrat untuk

memperlancar translokasi karbohidrat, selain itu kalium juga berperan penting

dalam proses fotosintesis terutama dalam proses pembukaan stomata sehingga

kebutuhan senyawa organik bagi tanaman akan terpenuhi secara optimal (Zelelew

et al., 2016). Glaser & Lehr (2019) menerangkan unsur posfor merupakan salah

satu unsur yang penting bagi tanaman karena akan membantu pertumbuhan,

pembentukan bungan dan pembentukan buah.

Komponen media tanam jamur champignon terdiri dari jerami kering,

dedak, bungkil atau perasan kecap dan zeolit. Kandungan yang terdapat dalam
19

jerami diantaranya protein kasar 8,26 , serat kasar 31,99 , selulosa 23,06 ,

hemiselulosa 19,09 , lignin 22,93 . Sedangkan untuk kandungan hara jerami padi

yaitu N 0,4 , P 0,02 , K sebanyak 1,4 dan kandungan Si sebanyak 5,6

(Suningsih et al., 2019). Sedangkan kandungan dari dedak yaitu serat kasar 12,59

, protein kasar 12,39 , fosfor 1,07 dan kalsium 0,09 (Setiawan, 2017).

Komponen media tanam selanjutnya bungkil atau perasan kecap mengandung

serat kasar sebanyak 6 , protein 42,7 , serta energi 2240 kkal. Sedangkan

komponen terakhir yaitu zeolit yang memiliki sifat-sifat kimia sebagai katalis,

penukar ion, pemisah atau penyaring dan berperan untuk menahan unsur hara agar

mengoptimalkan serapan hara oleh tanaman (Juarsah, 2016).

Potensi limbah media tanam jamur cukup baik jika dimanfaatkan sebagai

pupuk yang bisa dimanfaatkan untuk pertumbuhan tanaman (Umor et al., 2021).

Selain itu juga bisa digunakan untuk meningkatkan dan mengaktifkan

mikroorganisme tanah, memperbaiki struktur, tekstur, porositas dan sifat fisik

tanah (Jumbriah, 2006). Bahan organik yang terdapat pada limbah tersebut jika

diaplikasikan pada tanah mampu meningkatkan ketersediaan nutrsi yang

dibutuhkan oleh tanaman serta mampu memperbaiki karakteristik tanah (Oustani

et al., 2015). Manfaat lain dari limbah media tanam jamur juga bisa untuk

bioremediasi tanah yang sudah tercemar oleh logam-logam berat. Bahan-bahan

organik yang terdapat dalam limbah media tanam jamur champignon ini akan

dimanfaatkan sebagai energi dan sumber karbon oleh mikroorganisme tanah. Hal

tersebut mampu meningkatkan populasi serta aktivitas mikroorganisme tanah

sehingga mampu meningkatkan kemampuan dari mikroorganisme tanah untuk


20

mendegredasi senyawa-senyawa berbahaya yang ada di dalam tanah (Jumbriah,

2006). Beberapa mikroba yang dapat diisolasi dari limbah media tanam jamur

diantanya Bacillus mycoides, Pseudomonas stutzeri, dan Chromobacterium spp

(Jumbriah, 2006). Mikroba-mikroba tersebut dapat berpotensi sebagai mikroba

antagonis yang berperan sebagai biokontrol terhadap serangan penyakit.

Gambar 8 Limbah media tanam jamur champignon


Limbah media tanam jamur champignon yang bisa dimanfaatkan sebagai

kompos atau bahan organik yaitu media tanam yang sudah tidak digunakan lagi

dan didiamkan selama beberapa minggu hingga media tanam tersebut melapuk

dan siap digunakan.


21

BAB III
METODOLOGI

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan April sampai Juli 2023, yang

bertempat di Kp. Los Cimaung RT 04/ RW 18 Desa Margamukti Kecamatan

Pangalengan Kabupaten Bandung Jawa Barat dengan titik koordinat L -7.195155 o LS

107.606362o, ketinggian 1200 mdpl, curah hujan 1.550 mm/tahun, jenis tanah litosol

dan andosol, dan suhu rata-rata berkisar dari 17oC sampai 26oC.

3.2 Alat dan Bahan

Penelitian ini membutuhkan alat-alat seperti, cangkul, timbangan,

thermohygrometer, pH meter. Adapun alat penunjang lain yang akan digunakan seperti

alat dokumentasi, alat tulis, tugal dan meteran.

Bahan-bahan yang dipakai pada saat penelitian diantaranya, benih kentang varietas

granola G2, kompos limbah media tanam jamur champignon, tali rapia dan tanah.

Selain itu bahan lain yang dipakai diantaranya label, mulsa, semat mulsa dan ajir.

3.3 Metode Penelitian

3.3.1 Rancangan Percobaan

Metode peneltian yang digunakan adalah metode eksperimental, dengan

menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) Non Faktorial yaitu satu faktor yang

diteliti, yakni Pengaruh Aplikasi Kompos Limbah Media Tanam Jamur Champignon

Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L. Var

Granola).

3.3.2 Rancangan Penelitian


22

Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok

(RAK) Non Faktorial dengan 5 perlakuan yang diulang sebanyak 5 kali terhadap 3 unit,

sehingga dapat diperoleh 75 unit percobaan, dengan perlakuan sebagai berikut :

K0 : kontrol (tanpa diberikan limbah jamur champignon)

K1 : 10 t ha-1 (0,5 kg/ bedeng)

K2 : 20 t ha-1 (1 kg/ bedeng)

K3 : 30 t ha-1 (1,5 kg/ bedeng)

K4 : 40 t ha-1 (2 kg/ bedeng)

Dosis tersebut ditentukan merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan

oleh Purwanto & Nugroho (2015), dimana pada penelitian tersebut, dosis limbah jamur

merang yang paling berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman bawang merah

adalah dosis 20 t ha-1.

3.3.3 Rancangan Respons

a. Pengamatan Penunjang

1. Analisis media tanam

Analisis media tanam dilakukan uji laboratorium di Balai Penelitian Tanaman

Sayuran pengujian dilakukan dengan mengambil sampel tanah 1 kg dengan

membersihkan rumput yang ada di atasnya, kemudian gali kurang lebih 20 cm

dari permukaan tanah, metode pengambilan sampel tanah secara terganggu

dengan menggunakan pola acak. Sampel pupuk kompos diambil 1 kg untuk

dilakukan uji unsur hara yang terkandung di dalam nya seperti unsur N,P, K dan

C- organik. Kedua sampel tersebut kemudian dibawa ke laboratorium selama 1

bulan setengah untuk dilakukan pengujian.


23

2. pH tanah

Pengamatan pH tanah dilakukan sebelum penelitian dengan menggunakan pH

meter. Pengukuran pH bertujuan untuk mengkur kadar keasaman tanah.

3. Suhu dan kelembaban

Suhu dan kelembaban diukur menggunakan bantuan alat thermohygrometer.

Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali dalam satu hari yaitu pagi pukul 08.00

WIB dan sore pukul 16.00 WIB.

4. Organisme pengganggu tanaman

Pengamatan organisme pengganggu tanaman diamati untuk mengetahui OPT

apa saja yang mengganggu. Pengamatan dilakukan sejak muncul gejala serangan

sampai panen.

b. Pengamatan Utama

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan mengukur tanaman sampel

menggunakan meteran dari permukaan atas media sampai titik tumbuh.

Pengukuran dilakukan 1 minggu sekali sampai panen.

2. Jumlah daun (helai)

Penghitungan jumlah helai daun dihitung secara langsung secara manual pada

tanaman sampel. Dilakukan 1 minggu sekali sampai panen.

3. Intensitas serangan OPT (% )

Organisme pengganggu tanaman yang biasa menyerang diantaranya penyakit

hawar daun, ulat dan OPT lainnya. Intensitas serangan diamati sejak munculnya

gejala serangan. Pengamatan dilakukan setiap 1 minggu sekali sampai panen.

Perhitungan intensitas serangan dengan menggunakan rumus Yos F. Da lope dan

Abdul Kadir Djaelani sebagai berikut :


24

IK = ∑(n x v) / z x N x 100

Keterangan :

IK : Intensitas kerusakan ( % )

n : Jumlah daun yang terserang

v : Nilai skala yang terserang

z : Skala tertinggi kategori skala serangan

N : Jumlah seluruh unit sampel yang diamati

Tabel 3 Kategori Skala Serangan Penyakit

4. Jumlah umbi

Jumlah umbi dihitung pada saat pemanenan. Pengamtan dilakukan dengan

cara menggali bedengan dan dihitung secara manual.

5. Bobot Umbi (g)

Bobot Umbi diamati dengan menimbang bagian umbinya saja yang sudah

dipisahkan dari bagian tanaman lainnya dan sudah dibersihkan dari kotoran-

kotoran yang menempel. Pengamatan dilakukan pada saat panen.

6. Grading

Grading dilakukan dengan tujuan untuk mengelompokan umbi berdasarkan

ukurannya. Pengamatan ini dilakukan pasca pemanenan.


25

3.4 Rancangan Analisis

Rancangan analisis yang akan digunakan untuk mengitung hasil penelitian

yaitu menggunakan analisis sidik ragam dengan model linier dari Rancangan Acak

Kelompok (RAK), dengan rumus sebagai berikut :

Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan :

Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j

µ : Nilai tengah populasi (mean)

τi : Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i

βj : Pengaruh aditif dari kelompok ke-j

εij : Pengaruh galat percobaandari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

Hasil percobaan kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan Analisis ragam

anova taraf 5 .

Tabel 4 Analisis Sidik Ragam Rancangan Acak Kelompok

Sumber : (Gaspersz, 1994)

Hipotesis:
1. Jika F hitung < F 0,05 maka perlakuan tidak berpengaruh nyata.
2. Jika F 0,05 < F hitung < F 0,01 maka perlakuan berpengaruh nyata.
3. Jika F> F 0,01 maka perlakuan sangat berpengaruh nyata.
26

Jika terdapat keragaman yang nyata maka dilanjutkan dengan uji DMRT5 menggunakan

Software DSAASTAT untuk perbedaan diantara perlakuan, dengan rumus sebagai berikut:

LSR (α, p, dbG) = SSR (α, p, dbG). Sx

Untuk mencari Sx dapat dihitung dengan rumus berikut:

Sx = √ KTG/r

Keterangan:

LSR : Least significant ranges

SSR : Studentized significant ranges

dbG : Derajat bebas galat

Sx : Galat baku rata-rata

r : Ulangan

t : Perlakuan

KTG : Kuadrat tengah galat

α : Taraf 5

p : Banyaknya perlakuan yang dibandingkan.

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Persiapan Bibit

Pembibitan kentang dengan menyortir kentang yang akan dijadikan benih

kemudian dilakukan seed treatment kemudian benih disimpan sekitar 3-4 bulan dalam

ruang gelap. Benih kentang yang digunakan adalah benih kentang yang berukuran sedang

yaitu grade M dengan ukuran 50 – 100 gram.


27

Gambar 9 Benih kentang


3.5.2 Budidaya Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L. Var Granola)

1. Persiapan lahan

Lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman kentang dilakukan pengolahan

terlebih dahulu dengan menggemburkan tanah dan pembuatan bedengan. Setelah

pembuatan bedengan kemudian dilakukan pemupukan dasar dengan menggunakan

pupuk kandang ayam dengan dosis 20 ton ha-1.

2. Pengaplikasian kompos limbah media tanam jamur champignon

Kompos limbah media tanam jamur champignon diaplikasikan sesuai dengan

dosis perlakuan. Pengaplikasian kompos dilakukan sebelum penanaman kemudian

didiamkan dulu selama kurang lebih 3-5 hari.

3. Pemasangan mulsa dan pembuatan lubang tanam

Mulsa dipasang pada bedengan yang sudah diberi pupuk dasar dan sudah

diaplikasikan kompos limbah media tanam jamur. Mulsa yang sudah dipasang diberi

lubang tanam dengan kedalaman 15-20 cm dan jarak tanam 30 cm x 30 cm.

4. Penanaman

Penaman benih kentang dilakukan dengan memasukan benih kentang 1 butir per

lubang tanam dan diusahakan agar benih berada di atas. Tujuannya untuk

mempermudah pertumbuhan dan tumbuh tepat pada lubang mulsa yang sudah ada.

5. Pemeliharaan

Pemelihaaran meliputi pemasangan ajir dilakukan ketika kentang sudah berusia 21

hari. Pengajiran dilakukan untuk memperkokoh tanaman, dengan menggunakan ajir

yang terbuat dari bambu kemudian di ikat menggunakan tali rapia. Pemeliharaan
28

selanjutnya adalah penyiraman jika pada saat budidaya tidak terjadi hujan.

Penyiraman disesuaikan dengan kebutuhan.

6. Panen

Pemanenan dilakukan ketika kentang sudah berusia 97 hari. Ciri-ciri tanaman

kentang yang sudah siap panen ditandai dengan daun yang sudah mulai menguning.

Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar bedengan.

Anda mungkin juga menyukai