Anita Sari Silaban

Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Unduh sebagai doc, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 34

PROPOSAL PENELITIAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN


DALAM TRANSAKSI ONLINE ( E-COMMERCE )

Disusun Oleh:

Anita Sari Silaban


2102100027

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LABUHAN BATU
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Perubahan teknologi yang amatlah pesat di era sekarang sudah memboyong
banyak perubahan pada gaya hidup hampir seluruh masyarakat bangsa ini, yang
berlangsung di hampir semua bidang sosial, budaya, bisnis serta sebagainya.Pada
sektor komersial, internet mulai banyak digunakan selaku media kegiatan bisnis,
khususnya sebab partisipasinya dalam kedayagunaan.Teknologi informasi (TI)
sudah merubah publik, melahirkan ragam serta peluang bisnis baru, dan
melahirkan bentuk karier baru bagi para pekerja. Satu diantara bidang teknologi
informasi yang amat cepat berubah adalah Internet, yang awalnya dibuat selaku
saluran pribadi guna keperluan penelitian beserta kegiatan akademik, namun kini
semakin banyak digunakan oleh bisnis untuk berbagai layanan bisnis.Salah satu
perkembangan dari Internet adalah perdagangan elektronik (e-commerce).E-
commerce terdiri dari 2 bidang utama, yakni perdagangan antar pedagang serta
perdagangan antara pedagang juga konsumen. Penggunaan Internet dalam
kegiatan ekonomi semakin meningkat, seperti peningkatan jumlah orang yang
menggunakan platform belanja online (e-commerce) sebagai metode untuk
melakukan transaksi.
Budi Raharjo, pakar internet Indonesia, mengatakan bahwasanya bangsa ini
mempunyai peluang serta prospek yang cukup menggiurkan guna pertumbuhan
e-commerce. Akan tetapi, pengembangan e-commerce telah menghadapi
beberapa tantangan, seperti infrastruktur yang terbatas, keamanan transaksi, dan
yang paling penting, sumber daya yang diperlukan untuk membangun organisasi
e-commerce. Di Indonesia,ada 44,6 juta user Facebook serta 19,5 juta user
Twitter. Di bawah Inggris dan negara-negara besar lainnya, Indonesia menempati
peringkat kelim terbesar pengguna Twitter. Dari 245 juta orang Indonesia, 55
juta orang menggunakan internet, atau 22,4 persen lebih banyak daripada Jepang.
Menurut data Asosiasi E-commerce Indonesia (IDEA), keseluruhan transaksi
bisnis online dalam negara ini di 2013 meraih 80 triliun rupiah, bersama setengah
oleh transaksi itu berlangsung di Jakarta, yang meraih 30 triliun rupiah. Sebagai
Country Manager PT Multiply Indonesia, Daniel Tumiwa, memperkirakan
peningkatan 10 kali lipat pada tahun 2015. Sebagai hasil dari data dan temuan
yang dikumpulkan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini
cenderung melakukan berbagai aktivitas, terutama promosi dan bertransaksi
(menawarkan atau membeli barang) melalui internet.
Terdapat Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE) yang mengatur kemajuan e-commerce. UU ITE
menyuguhkan 2 aspek esensial. Yang pertama, UU ini mengakui legalitas
transaksi elektronik dan data keuangan elektronik, sehingga memberikan
kepastian hukum kepada transaksi elektronik. Kedua, UU ITE juga mengatur
hukuman bagi pelanggaran yang berhubungan terhadap penyelewangan
komputer atau teknologi informasi. Bersama terdapatnya pengakuan kepada
transaksi serta dokumen elektronik, e-commerce memiliki dasar hukum yang
kuat. Apakah ada peraturan hukum yang mengatur e-commerce dalam konteks
bisnis? Akan tetapi, pelanggan kadang-kadang tetap tidak puas. Konsumen
seringkali tidak memahami hukum dan tidak tahu hak-haknya, yang
dimanfaatkan oleh perusahaan 1
untuk memperoleh keuntungan dengan menghilangkan kewajiban komersial.
entitas harus memiliki hak yang sama.Meskipun demikian, banyak konsumen
yang kurang menyadari adanya undang-undang yang melindungi hak-hak mereka
dalam konteks belanja online melalui Internet atau e-commerce. Dalam
perkembangan terkini, telah terjadi peningkatan jumlah toko online, bahkan
1
Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (UU ITE)
memungkinkan pembelian dilakukan melalui jejaring sosial (social network).
Banyak orang memanfaatkan orang lain dengan cara curang. Banyak toko online
palsu muncul di awal tahun 2012-2013 melalui situs web dan jaringan layanan
sosial. Toko-toko tersebut memikat dengan tarif yang lebih terjangkau daripada
tarif biasa. Mereka 2bahkan sering meminta deposit sebesar €50 dan mengatakan
bahwa pengiriman akan dilakukan segera. Namun, mereka meminta pembayaran
keesokan harinya dengan alasan ada masalah dengan manajemen. Namun,
setelah pembeli membayar, penjual langsung menonaktifkan nomor ponsel bekas
untuk menyelesaikan masalah dengan pembeli dengan lebih cepat. Jika barang
yang dibeli oleh konsumen tak sesuai terhadap pesanan atau mengalami cacat,
hal tersebut dapat menimbulkan masalah bagi konsumen.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masing-masing pihak bertanggung jawab dalam transaksi e-
commerce?
2. Bagaimana langkah yang bisa diambil oleh pelanggan yang melalui
kemalangan saat bertransaksi perniagaan e-commerce untuk mengambil
tindakan hukum?
3. Bagaimana model yang bisa dimanfaatkan guna memberikan perlindungan
terhadap pelanggan pada transaksi e-commerce?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum Terhadap konsumen
dalam transaksi e- commerce.

2
2. Untuk mengetahui Bagaimana langkah yang bisa diambil oleh pelanggan
yang melalui kemalangan saat bertransaksi perniagaan e-commerce untuk
mengambil tindakan hukum.
3. Untuk mengetahui Bagaimana model yang bisa dimanfaatkan guna
memberikan perlindungan terhadap pelanggan pada transaksi e-commerce.
D. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini dapat memberikan pengalaman bagi penulis dalam


bidang penelitian dan untuk memperluas pengetahuan penulis dalam bidang
hukum khususnya bidang yang berkaitan dengan perlindungan hukum
terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce (online)
2. Bagi dunia akademik, akan menjadi masukan berarti di dalam
merancang suatu kajian yang berhubungan dengan belanja online dengan
lebih hati hati.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang E- commerce


1. Pengertian E- commerce
E-Commerce secara umum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli secara
elektronik melalui media internet. Selain itu, E-commerce juga dapat diartikan
sebagai suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang
menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk
transaksi elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi
secara elektronik. Dalam melakukan E-Commerce penggunaan internet menjadi
pilihan favorit oleh kebanyakan orang karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki
oleh jaringan internet tersebut, yaitu:
a. Internet sebagai jaringan public yang sangat besar, cepat dan kemudahan dalam
mengaksesnya.
b. Internet menggunakan electronic data sebagai media penyampaian pesan/data
sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan
ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.
Sehingga kehadiran E-Commerce sebagai media transaksi yang baru, cepat dan
mudah ini tentunya menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun
pihak produsen dan penjual (retailer). Dengan menggunakan internet, proses jual beli
dapat dilakukan dengan menghemat biaya dan waktu.3

2. Faktor Pendukung E-Commerce


1. Cakupan yang luas

2. Proses transaksi yang cepat

3
https://www.unpas.ac.id/apa-itu-e-commerce/di akses pada tanggal 28 Oktober 2023
3. E-Commerce dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara cepat dan
tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan berlangsung secara periodik.

4. E-Commerce dapat menciptakan efesiensi yang tinggi, murah serta informatif.

5. E-Commerce dapat meningkatkan kepuasan pelanggan, dengan pelayanan yang


cepat, mudah, aman dan akurat.

3. Jenis-jenis Transaksi E-commerce


1) Busines to Busines (B2B)

2) Bussines to Cunsumer (B2C)

3) Consumer to Consumer (C2C)

4) Consumer to Bussines (C2B)

5) Non-Bussines Electronic Commerce

6) Intrabussines (Organizational) Electronic Commerce.

4. Keuntungan E-Commerce
1. Keuntungan E-Commerce bagi konsumen:
a. a. Keuntungan yang diperoleh konsumen adalah melakukan pencarian barang, dan
pembelian secara online dengan mudah, belanja cukup pada suatu tempat.

Contoh : Seorang pembeli diinternet dapat menggunakan computer pribadinya


pagi atau malam selama 7 hari per minggu untuk membeli hamper semua barang,
dan tidak perlu mengantri ditoko atau bahkan meninggalkan rumahnya.

b. Keuntungan yang diperoleh pelaku bisnis toko online adalah melakukan proses
penjualan lebih mudah, efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu.

Contoh : pelaku bisnis atau toko online cukup mengupdate barang apa saja yang
akan di jual, dan dalam pembayarannya pelanggan cukup mendaftar dan
memberikan data yang dibutuhkan, dan toko online tersebut akan menyimpan
informasi kartu kredit pembelinya diserver mereka, sehingga informasi yang
dibutuhkan hanya dimasukkan sekalisaja.

c. Keuntungan yang diperoleh Manajemen atau perusahaan E-Commerce adalah


mendapatkan peningkatan pendapatan, dan loyalitas pelanggan.

Contoh : Perusahaan-perusahaan dapat menjangkau pelanggan diseluruh dunia.


Oleh karena itu dengan memperluas bisnis mereka, sama saja dengan
meningkatkan keuntungan

5. Keamanan (Security)
Keamanan merupakan salah satu komponen atau servis yang dibutuhkan untuk
menjalankan E-Commerce. Untuk menjamin keamanan, perlu adanya kemampuan
dalam bidang yang dapat diperoleh melalui penelitian dan pemahaman.
Beberapa topic yang harus dikuasai antara lain :
a. Teknologi KriptografiKumpulan teknik yang digunakan untuk mengubah
informasi/pesan (plaintext) kedalam sebuah teks rahasia (ciphertext) yang
kemudian bisa diubah kembali ke format semula.4

b. One Time Password Penggunaan password yang hanya dapat dipakai sebanyak satu
kali. Biasanya password angka digital yang merandom angka setiap kali transaksi.

c. Konsultan keamanan.Konsultan, organisasi, dan institusi yang bergerak di bidang


keamanan dapat membantu meningkatkan dan menjaga keamanan. Contoh
organisasi yang bergerak di bidang ini adalah IDCERT.

Secara prinsip, semua pihak yang terlibat dalam e-commerce memiliki hak dan
kewajiban masing-masing. Sebagai penjual, mereka bertanggungjawab guna
menyuguhkan informasi yang jujur serta akurat tentang barang yang mereka

4 https://www.gramedia.com/literasi/e-commerce/di akses tanggal 28 Oktober


tawarkan terhadap pelanggan. Pihak penjual juga mempunyai hak guna melindungi
diri dari pelanggan yang tidak bertanggung jawab dalam pembelian elektronik.

Bank bertindak selaku penghubung pada transaksi elektronik serta bertindak


sebagai mesin slot bagi pembeli untuk membayar barang terhadap penjual, sebab
ada kemungkinan pembeli/konsumen ingin membeli barang dari penjual melalui
karena lokasi terpencil, pembeli perlu pergi ke bank untuk membayar harga.Suatu
produk telah dibeli dari seorang penjual, seperti melalui cara mengirimkan dari
rekening pembeli menuju rekening penjual atau yang biasa kita sebut dari satu
rekening ke rekening lainnya, meskipun para pihak tak berjumpa secara tatap muka
tetapi mereka saling terkoneksi antar satu dengan yang lain dari jaringan internet.

Transaksi e-commerce dilaksanakan melalui pihak-pihak yang tak saling


berjumpa tatap muka, tetapi terhubung dari Internet. Prinsipnya, semua pihak yang
terlibat dalam e-commerce mempunyai hak serta kewajiban. Penjual ialah pihak
yang menyuguhkan barang di Internet, sehingga menjadi tanggung jawab mereka
guna menyuguhkan informasi yang akurat serta benar mengenai barang yang
disuguhkan terhadap pelanggan.

Satu diantara hal yang harus disiapkan pada saat menyiapkan sistem e-
commerce ialah cara pembayaran di Internet. Prosedur pembayaran online pun
wajib melibatkan beberapa ataupun semua langkah pemrosesan pembayaran yang
digunakan. Perkembangan interaksi tersebut juga memerlukan perhatian khusus
untuk mengembangkan keamanan sarana pembayaran pada e-commerce, sehingga
semakin aman juga terjaga.

Dalam transaksi e-commerce, peran banyak pihak diperlukan di luar pembeli


dan penjual, terutama dalam hal perintah pembayaran (payment instruction).
Transaksi online sering melibatkan penggunaan kartu kredit layaknya BCA ataupun
Mastercard, kartu debit, cek pribadi, ataupun transfer antar bank. Pembayaran
umumnya dilakukan setelah pembeli mendapatkan barang atau jasa.
Kartu kredit menjadi salah satu komponen penting dalam transaksi online
sebab hampir seluruh teknologi membutuhkan penggunaan kartu kredit. Transaksi
antara penjual serta pembeli terhubung oleh pihak ketiga, seperti bank ataupun
lembaga keuangan. Apabila pelanggan memakai kartu kredit guna membeli dari
pedagang khusus, seperti www.ebay.com, maka transaksi tersebut

akan ditangani oleh bank yang mengelola rekening bank konsumen


tersebut.Terdapat serangkaian konteks yang wajib diamati pada pembayaran
dengan internet, yakni:¹

1) Keamanan (Security): Data atau informasi sensitif seperti nomor kartu


kredit serta kata sandi perlu dilindungi agar tak jatuh ke tangan yang tak
berwenang yang dapat menyalahgunakannya di masa depan.5

2) Kerahasiaan (Confidentiality): Perusahaan harus memastikan bahwa


transaksi tersebut hanya diketahui oleh pihak yang berwenang secara hukum
(misalnya bank) juga tak terdapat orang lain yang bisa tau akan hal tersebut.

3) Integritas (Integrity): Sistem harus memastikan bahwa proses jual-beli


dilakukan secara sah, terutama terkait tarif yang ditampilkan serta dibayarkan
sekedar bagi bara yang ditampilkan dan dibayarkan hanya untuk barang ataupun
jasa yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak.

4) Autentikasi (Authentication): Proses pengecekan kebenaran untuk


memastikan bahwa baik pembeli maupun penjual adalah pihak yang memiliki hak
melangsungkan transaksi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh tiap-tiap pihak.

5) Otorisasi (Authorization): Prosedur guna memverifikasi keabsahan serta


kelayakan konsumen dalam membeli barang atau jasa.

5
Indrajid, Op. Cit., hlm. 8.
6) Jaminan (Assurance): Konsumen perlu meyakini bahwa pedagang atau
merchant yang mereka lakukan transaksi melalui internet memenuhi syarat-syarat
yang diperlukan (seperti takmelanggar hukum, mempunyai mekanisme yang aman,
dll).

Dilansir dari Pasal 9 UU ITE, “badan usaha atau individu yang menyediakan
produk melalui sistem elektronik diwajibkan untuk memberikan informasi yang
lengkap dan akurat tentang syaratsyarat kontrak, produksi barang, dan produk yang
ditawarkan”. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwasanya,
“setiap badan ekonomi yang melakukan transaksi melalui perangkat elektronik harus
mendapatkan sertifikasi keandalan dari lembaga sertifikasi”. Selain itu, pada
implementasi e-commerce, pembuat e-agent perlu meninjau prinsip-prinsip berikut:
1) kehati-hatian;

2) pengamanan dan terintegrasinya sistem Teknologi Informasi;

3) pengendalian pengamanan atas aktivitas Transaksi Elektronik

4) efektivitas dan efisiensi biaya; dan

5) perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan

6) perundang-undangan.

Artinya, ketika melakukan transaksi e-commerce, penting bagi semua pihak


untuk menerapkan prinsip-prinsip itu secara baik serta konsisten. Melalui penijauan
serta pengalaman, kepercayaan (trust) menjadi faktor fundamental dalam transaksi
online di Indonesia, baik bagi penjual ataupun konsumen. Infrastruktur yang ada
harus memastikan prinsip-prinsip transaksi online seperti verifikasi identitas penjual
dan pembeli, keamanan gateway pembayaran, serta keamanan dan keandalan
pengaturan situs web e-commerce tanpa izin. Hal ini terutama penting untuk
transaksi dengan skala menengah dan nilai transaksi yang tinggi, serta untuk
transaksi dengan nominal yang lebih kecil seperti pembelian melalui media sosial,
komunitas online, toko online, atau blog.
Lalu pada penyelenggaraan Transaksi Elektronik yang dilangsungkan oleh pihak-
pihak harus meninjau dari aspek :
1. itikad baik; 2. prinsip keberhatian;
3. Transparansi; 3. akuntabilitas; serta 4. kewajaran
6

Jika prinsip-prinsip di atas dicoren ataupun diabaikan, pihak yang tak nyaman
bisa menyalahkan dan meminta pertanggung jawaban pihak yang bersalah.Tidak
jarang agen komersial menawarkan produk fiktif dengan harga murah untuk
memikat konsumen. Sebaiknya konsumen melakukan konfirmasi sebelum
melakukan pemesanan untuk memastikan bahwa merchant/penjual memberikan
nomor telepon dan alamat yang lengkap.

B. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen Jika Dirugikan Dalam


Transaksi ECommerce
Perlindungan pelanggan pada transaksi e-commerce juga dimungkinkan
melalui pengadilan. Upaya hukum ini digunakan jika terjadi pertengkaran antara
pihak penjual serta konsumen. Dilansir dari Undang-Undang Perlindungan
Konsumen (UUPK), satu diantara hak konsumen ialah memperoleh perlindungan,
pembelaan, serta pemecahan pertikaian yang adil. Di sisi lain, pihak penjual
memiliki kewajiban untuk menyajikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
terhadap kemalangan yang timbul dari pemakaian, serta pemanfaatan barang
dan/ataupun jasa yang dijual.³
Pada Pasal 23 UUPK disebutkan bahwasanya jika pelaku usaha pabrikan
dan/ataupun distributor menolak ataupun tak memberikan balasan ataupun tak

6
Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protocol Pembayaran Visa/Mastercard Secure
Elektronik Transaction (SET), 2008,hlm 54
memenuhi tuntutan ganti rugi dari pelanggan, pelanggan memiliki hak guna
mengajukan gugatan terhadap pemilik usaha serta merampungkan pertikaian oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen juga memiliki opsi
untuk mengajukan gugatan di pengadilan di tempat tinggal mereka jika mereka
menginginkannya.⁴
7
Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen dilansir UUPK ada dua opsi,: Dalam
usaha penyelesaian sengketa konsumen, UUPK menyediakan dua opsi yang dapat
diambil, yakni: ⁵
1) Menggunakan lembaga yang ditunjuk guna merampungkan permasalahan antara
pelanggan dan pemilik usaha, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK).
2) Melayangkan gugatan ke pengadilan umum.Pada konteks penyelesaian sengketa
transaksi e-commerce sesuai dengan UU ITE, ada serangkaian aspek krusial, yakni:
1) Setiap individu mempunyai hak untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau memakai Teknologi Informasi yang
mengakibatkan kerugian.

2) Publik juga bisa melayangkan gugatan melalui perwakilan kepada pihak yang
mengadakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
memberikan kerugian terhadap publik, selaras terhadap ketetapan aturan UU yang
ada.

Maka dari itu, khalayak juga bisa melayangkan gugatan dengan mewakili
pengelola sistem elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengakibatkan kerusakan bagi khalayak sesuai dengan undang-undang, bahwa salah
satu atau lebih anggota dari pihak tersebut mengajukan gugatan atau digugat atas
nama kelas tanpa partisipasi anggota kelas individu.
7
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 178

Jimmy joses Sembiring, Cara Menyaksikan Sangketa di Luar Pengadilan,Visi Media, Jakarta 211, hlm 178
8
Pihak-pihak yang terlibat dapat menggunakan arbitrase atau mekanisme alternatif
lainnya seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa
mereka. Proses penyelesaian sengketa itu bisa dilaksanakan secara online tanpa perlu
perjumpaan tatap antara pihak-pihak yang bersengketa.
Lalu, terdapat serangkaian hal yang harus diamati oleh konsumen ketika mereka
mengambil tindakan hukum dalam sengketa konsumen. Salah satunya adalah bahwa
konsumen memiliki hak untuk mengajukan klaim kerugian ke pengadilan, tanpa
memandang seberapa besar kerugian yang mereka alami. Dalam mengambil
tindakan hukum dalam sengketa konsumen, hal tersebut diperbolehkan melalui
memperhatikan beberapa hal dibawah ini:
1) Kepentingan pihak penggugat (konsumen) tak hanya bisa dinilai berdasarkan nilai
kerugian finansial semata,

2) Pintu keadilan harus terbuka untuk semua pihak, khususnya konsumen yang kecil
serta kurang mampu secara finansial.

3) Badan peradilan harus menjaga integritasnya dengan membebani pelaku usaha


untuk membuktikan adanya kesalahan dalam hal ini, sesuai dengan asas
pertanggungan jawab produk yang ditetapkan pada Pasal 19 juncto

Pasal 28 UUPK. Hal tersebut berlainan terhadap teori beban pembuktian dalam
proses peradilan umum, di mana biasanya beban pembuktian ada di pihak penggugat
(konsumen) guna memberikan pembuktian adanya ketidaksesuaian. Melalui
munculnya asas tanggung jawab barang ini, maka pelanggan cukup mengambil
tindakan hukum terhadap penjual (pelaku usaha) untuk membuktikan bahwa produk
yang diterima dari penjual rusak pada saat diserahkan serta kebobrokan itu
memunculkan gangguan terhadap pembeli.
9

8Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar Maju, Bandung, 2000, hlm. 63.
9
Janus Sidubalok, Op .Cit , hlm.148.
Berlandaskan penjabaran di atas, tampaknya pemecahan sengketa pelanggan
bersama pengadilan tidaklah sesusah yang ada di angan-angan pelanggan. Sebab
pada proses pemecahan perselisihan pembeli oleh meja hijau, tanggung jawab dan
kewajiban hakim adalah membuktikan ada tidaknya faktor-faktor tersebut.Langkah
selanjutnya adalah membuktikannya di pengadilan.Mengingat alat ini merupakan
alat bukti elektronik selaku alat bukti yang sah di meja hijau, sebagaimana
dijabarkan pada Pasal 5 ayat 1, 2, serta 3 UU ITE, sehingga bisa dibuktikan bahwa
pelanggan yang menggunakannya di meja hijau ialah :
1) Bukti transfer ataupun bukti pembayaran.
2) SMS ataupun email yang menunjukkan perjanjian pembelian.
3) Nama, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening pelaku usaha.
Berdasarkan peneliti, keamanan merupakan salah satu hal krusial dalam
melakukan transaksi elektronik. Ada 3 metode yang digunakan untuk memastikan
keamanan di internet: pendekatan teknologi, = sosial budaya dan etika, serta hukum.
Hal tersebut mutlak diperlukan karena tanpa pendekatan teknis jaringan akan sangat
rentan terhadap penyusup dan akses ilegal.
Dengan diterapkannya asas hukum bahwa barangsiapa yang merugikan orang
lain bertanggung jawab atas perbuatannya, sehingga pada konteks ini pelanggan bisa
melayangkan gugatan yakni kompensasi/ganti rugi terhadap penjual. Pemberian
kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 UUPK mencakup berbagai
bentuk, seperti pengembalian uang, penggantian barang ataupun jasa yang
sejenis/setara, perawatan kesehatan, serta santunan selaras terhadap aturanyang ada.
10

Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa pemecahan perselisihan alternatif tak
mengabaikan tanggung jawab pidana berdasarkan undang-undang. Sanksi pidana
yang diatur pada Undang-Undang ITE diterapkan secara kumulatif, di mana pidana
penjara dan denda dapat diberlakukan secara bersamaan. Khusus bagi pelanggaran
10
N.H.T Siahaan, Op .Cit , hlm. 17.
dalam transaksi e-commerce sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2), seseorang
yang secara sengaja serta tanpa hak membagikan informasi palsu nan menyesatkan
yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap pelanggan pada transaksi elektronik
dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal
Rp1.000.000.000,00.
Seseorang yang secara sengaja, tanpa hak, atau melanggar hukum, melaksanakan
tindakan manipulasi, pembuatan, perubahan, penghapusan, atau penghancuran
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk membuat
kabar itu tampak asli, akan terjerat dalam tindak pidana manipulasi data. Pelanggaran
terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dengan hukuman maksimal
12 tahun dan/atau denda sebesar Rp12.000.000.000,00 (Dua Belas Miliar Rupiah).

C. Model Perlindungan Konsumen dalam Transaksi E-commerce


Untuk bisnis e-commerce yang sukses, tidak cukup hanya memiliki produk yang
kuat, tetapi juga membutuhkan manajemen pengiriman yang dapat diandalkan dan
tepat waktu, pelayanan yang baik, struktur organisasi bisnis yang efektif,
infrastruktur jaringan yang handal, dan desain situs web yang menarik. Beberapa
faktor yang disertakan adalah harus dipertimbangkan termasuk menawarkan harga
yang kompetitif, menyediakan pengalaman belanja yang responsif, cepat, dan
mudah, memberikan informasi produk dan layanan yang lengkap dan jelas,
menawarkan promosi dan diskon,memberikan perhatian khusus seperti rekomendasi
pembelian, menciptakan rasa komunitas melalui diskusi dan umpan balik pelanggan,
serta memfasilitasi kegiatan perdagangan dengan sistem pembayaran domestik dan
internasional, layanan perbankan online, dan lain sebagainya.
Selain itu, jika pembahasannya mengenai transaksi e-commerce, segi
perlindungan konsumen pada pemakaian tanda tangan elektronik harus diperhatikan
karena tujuan penandatanganan dokumen ialah untuk memberikan kepastian keaslian
dokumen.Tanda tangan elektronik berbeda dengan tanda tangan yang diketahui
umumnya. Tanda tangan elektronik memakai metode lain guna memberikan tanda
pada dokumen jadi dokumen ataupun data tak sekedar memberikan identifikasi
terhadappengirim, tetapi juga memberikan kepastian terhadap integritas dokumen tak
terdapat perubahan saattransmisi.Tanda tangan elektronik dilandasi pada isi pesan
tersebut.Ada dua pihak pada pemakaian tanda tangan digital (elektronik), yaitu:
a) Certificate Authority (CA)
b) Subscriber
Korelasi antara Certification Authority (CA) selaku penyedia jasa serta
subscriber selaku pelanggan didasarkan pada perlindungan hak-hak subscriber.
Sebagai penyelenggara jasa, CA memiliki tanggung jawab untuk memastikan
kebutuhan dan perlindungan konsumen saat melaksanakan transaksi perniagaan e-
commerce. Pada konteks melindungi diri ketika bertransaksi pada perniagaan e-
commerce, terdapat serangkaian pola perlindungan yang dapat dipertimbangkan oleh
konsumen, yakni:

1) Garansi hak-hak pelanggan yang ditetapkan pada aturan yang berlaku akan
dikukuhkan.
2) Terdapat pengakuan bisnis, pada konteks tanda tangan elektronik, termasuk :
a) Privacy
b) Accuracy
c) Property
d) Accessibility
e) Integrity
f) Non-Repudiation (Tak bisa disangkal eksistensinya)
g) Confidentiality
3) Perlunya perniagaan dari Internet diasuransikan.
E-commerce adalah bagian dari aktivitas ekonomi serta pelaku ekonomi tentu tak
maumengambil risiko kemalangan pada masa depan.Dia harus mengirimkannya
kepada orang lain jika dia tidak ingin mengambil risiko.Lembaga yang paling sesuai
pada konteks tersebut ialah asuransi selaku pengalihan risiko.Jika pelaku tidak mau
menanggung kerugian, mereka menyerahkan risikonya kepada perusahaan asuransi.
Hal yang sama harus berlaku untuk ecommerce.
4) Lembaga Penjaminan
Misalnya penjamin yang diperjanjikan antara pihak penjual yang terpercaya dan
konsumen dengan bank garansi. Hal ini memastikan bahwa konsumen menerima
barang ataupun jasa yang dipesan selepas pembayaran terhadap penjamin dalam hal
apapun (bank garansi).Uang konsumen sudah diasuransikan oleh bank atau
penjamin, sehingga produk yang dipesan sampai ke tangan konsumen.
5) Pengawasan
Pengawasan e-commerce harus berfungsi optimal untuk memantau dan
mengantisipasi

pedagang fiktif serta tak bertanggung jawab, terutama toko online, yang perlu
memiliki otoritas untuk menyuguhkan barang dan jasa melalui internet. Syaratnya
tersebut wajib dilaksanakan. Maka dari itu, target bisnis antar pelanggan bisa diraih.
6) Standarisasi global
Pada e-commerce, bisnis global harus mampu menangani standar komunikasi
nirkabel di seluruh dunia.Pemerintah atau organisasi internasional harus memperjelas
bahwa standar global wajib dipenuhi atau dipatuhi.Mengingat terdapatnya
standarisasi global, hal ini bisamengatasi tantangan kebijakan penting yang dilalui
pemerintah. Tantangan lainnya terkait perlindungan konsumen, tantangan promosi
selain untuk negara berkembang, juga bisa diterapkan untuk usaha kecil dan kelas
menengah bisa memasuki profesi ini.

BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian ilmu hukum yang beraspek
normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum
kepustakaan yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.
Penelitian ini dikenal pula dengan doktrinal¹⁰ Dalam penelitian ini penelitian
hukum ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu
dengan mengadakan penelitian terhadap permasalahan hukum yang
ada.Sehubungan dengan penelitian ini pula yang ingin diungkapkan adalah
perlindungan hukum Terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce.”

2.Jenis pendekatan

Pembahasan dalam penelitian ini untuk membedah permasalahan yang


terjadi adalah melalui pendekatan peraturan perundang undangan yang
berlaku khususnya terkait dengan permasalahan yang diangkat,tentang
Bagaimana langkah yang bisa diambil oleh pelanggan yang melalui
kemalangan saat bertransaksi perniagaan e-commerce untuk mengambil
tindakan hukum, Adapun peraturan perundang undangan yang menjadi pokok
kajian ,khusus yang mengatur transaksi e-commerce undang- undang ITE
nomor 11 tahun 2008 informasi dan transaksi elektronik.
3.Sumber bahan hukum.
Sumber bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber
bahan hukum primer dan sumber bahan hukum sekunder. Bahan hukum
primer merupakan bahan hukum yang mengikat seperti perturan perundang-
undangan. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa
UU No 22 Tahun 2009, UU No 11 tahun 2008. sedangkan bahan hukum
sekunder merupakan bahan hukum berasal dari doktrin-doktrin yang ada dari
buku-buku, jurnal hukum, dan internet yang tidak mengikat tetapi
menjelaskan bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat
atau pikiran para pakar hukum yang khusus memberikan petunjuk arah
penelitian. Adapun yang dimaksud dengan bahan hukum sekunder yaitu hasil
karya ilmiah para sarjana, hasil-hasil penelitian yang tersangkut dengan
permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

4.Teknik analisis bahan hukum


Dengan telah terkumpulnya bahan hukum baik yang berasal dari
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder kemudian diolah dan dianalisa
secara kualitatif.Pada tahap pengolahan bahan hukum yang telah terkumpul,
dikatagorikan dan dikualifikasikan berdasarkan permasalahan penelitian,
kemudian disusun secara sistimatis sesuai dengan kerangka yang telah
disiapkan. Pada tahapan analisis bahan hukum yang telah dikatagorikan dan
dikualifikasikan dianalisis dengan mengkaitkan bahan hukum yang satu
dengan bahan hukum yang lainnya.Kemudian dilaksakan penafsiran dari
bahan hukum tersebut untuk dapat ditarik simpulan tentang permasalahan
yang dibahas atau diangkat. Keseluruhan hasil analisis disajikan secara
diskriptif yaitu dengan memaparkan secara lengkap segala permasalahan
terkait dengan yang diteliti disertai ulasan-ulasan secara kritis.

BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Transaksi Jual-Beli E-Commerce
Secara prinsip, semua pihak yang terlibat dalam e-commerce memiliki hak dan
kewajiban masing-masing. Sebagai penjual, mereka bertanggungjawab guna
menyuguhkan informasi yang jujur serta akurat tentang barang yang mereka
tawarkan terhadap pelanggan. Pihak penjual juga mempunyai hak guna melindungi
diri dari pelanggan yang tidak bertanggung jawab dalam pembelian elektronik.
Bank bertindak selaku penghubung pada transaksi elektronik serta bertindak
sebagai mesin slot bagi pembeli untuk membayar barang terhadap penjual, sebab ada
kemungkinan pembeli/konsumen ingin membeli barang dari penjual melalui karena
lokasi terpencil, pembeli perlu pergi ke bank untuk membayar harga.Suatu produk
telah dibeli dari seorang penjual, seperti melalui cara mengirimkan dari rekening
pembeli menuju rekening penjual atau yang biasa kita sebut dari satu rekening ke
rekening lainnya, meskipun para pihak tak berjumpa secara tatap muka tetapi mereka
saling terkoneksi antar satu dengan yang lain dari jaringan internet.
Transaksi e-commerce dilaksanakan melalui pihak-pihak yang tak saling berjumpa
tatap muka, tetapi terhubung dari Internet. Prinsipnya, semua pihak yang terlibat
dalam e-commerce mempunyai hak serta kewajiban. Penjual ialah pihak yang
menyuguhkan barang di Internet, sehingga menjadi tanggung jawab mereka guna
menyuguhkan informasi yang akurat serta benar mengenai barang yang disuguhkan
terhadap pelanggan.
Satu diantara hal yang harus disiapkan pada saat menyiapkan sistem e-commerce
ialah cara pembayaran di Internet. Prosedur pembayaran online pun wajib
melibatkan beberapa ataupun semua langkah pemrosesan pembayaran yang
digunakan. Perkembangan interaksi tersebut juga memerlukan perhatian khusus
untuk mengembangkan keamanan sarana pembayaran pada e-commerce, sehingga
semakin aman juga terjaga.
Dalam transaksi e-commerce, peran banyak pihak diperlukan di luar pembeli dan
penjual, terutama dalam hal perintah pembayaran (payment instruction). Transaksi
online sering melibatkan penggunaan kartu kredit layaknya BCA ataupun
Mastercard, kartu debit, cek pribadi, ataupun transfer antar bank. Pembayaran
umumnya dilakukan setelah pembeli mendapatkan barang atau jasa.
Kartu kredit menjadi salah satu komponen penting dalam transaksi online sebab
hampir seluruh teknologi membutuhkan penggunaan kartu kredit. Transaksi antara
penjual serta pembeli terhubung oleh pihak ketiga, seperti bank ataupun lembaga
keuangan. Apabila pelanggan memakai kartu kredit guna membeli dari pedagang
khusus, seperti www.ebay.com, maka transaksi tersebut akan ditangani oleh bank
yang mengelola rekening bank konsumen tersebut.
Terdapat serangkaian konteks yang wajib diamati pada pembayaran dengan
internet, yakni:11
1) Keamanan (Security): Data atau informasi sensitif seperti nomor kartu kredit serta
kata sandi perlu dilindungi agar tak jatuh ke tangan yang tak berwenang yang dapat
menyalahgunakannya di masa depan.
2) Kerahasiaan (Confidentiality): Perusahaan harus memastikan bahwa transaksi
tersebut hanya diketahui oleh pihak yang berwenang secara hukum (misalnya bank)
juga tak terdapat orang lain yang bisa tau akan hal tersebut.
3) Integritas (Integrity): Sistem harus memastikan bahwa proses jual-beli dilakukan
secara sah, terutama terkait tarif yang ditampilkan serta dibayarkan sekedar bagi bara
yang ditampilkan dan dibayarkan hanya untuk barang ataupun jasa yang sudah
disepakati oleh kedua belah pihak.
4) Autentikasi (Authentication): Proses pengecekan kebenaran untuk memastikan
bahwa baik pembeli maupun penjual adalah pihak yang memiliki hak
melangsungkan transaksi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh tiap-tiap pihak.

11
Indrajid, OP.Cit., hlm. 8.
5) Otorisasi (Authorization): Prosedur guna memverifikasi keabsahan serta
kelayakan konsumen dalam membeli barang atau jasa.
6) Jaminan (Assurance): Konsumen perlu meyakini bahwa pedagang atau merchant
yang mereka lakukan transaksi melalui internet memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan (seperti tak melanggar hukum, mempunyai mekanisme yang aman, dll).
Dilansir dari Pasal 9 UU ITE, “badan usaha atau individu yang menyediakan
produk melalui sistem elektronik diwajibkan untuk memberikan informasi yang
lengkap dan akurat tentang syarat- syarat kontrak, produksi barang, dan produk yang
ditawarkan”. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwasanya,
“setiap badan ekonomi yang melakukan transaksi melalui perangkat elektronik harus
mendapatkan sertifikasi keandalan dari lembaga sertifikasi”. Selain itu, pada
implementasi e-commerce, pembuat e-agent perlu meninjau prinsip-prinsip berikut: 12
1) kehati-hatian;
2) pengamanan dan terintegrasinya sistem Teknologi Informasi;
3) pengendalian pengamanan atas aktivitas Transaksi Elektronik;
4) efektivitas dan efisiensi biaya; dan
5) perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan
6) perundang-undangan.
Artinya, ketika melakukan transaksi e-commerce, penting bagi semua pihak untuk
menerapkan prinsip-prinsip itu secara baik serta konsisten. Melalui penijauan serta
pengalaman, kepercayaan (trust) menjadi faktor fundamental dalam transaksi online
di Indonesia, baik bagi penjual ataupun konsumen. Infrastruktur yang ada harus
memastikan prinsip-prinsip transaksi online seperti verifikasi identitas penjual dan
pembeli, keamanan gateway pembayaran, serta keamanan dan keandalan pengaturan
situs web e-commerce tanpa izin. Hal ini terutama penting untuk transaksi dengan
skala menengah dan nilai transaksi yang tinggi, serta untuk transaksi dengan nominal

12
Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protocol Pembayaran Visa/Mastercard Secure Elektronik
Transaction (SET), 2008, hlm. 54
yang lebih kecil seperti pembelian melalui media sosial, komunitas online, toko
online, atau blog.
Lalu pada penyelenggaraan Transaksi Elektronik yang dilangsungkan oleh pihak-
pihak harus meninjau dari aspek :
1) itikad baik;
2) prinsip keberhatian;
3) transparansi;
4) akuntabilitas; serta
5) kewajaran.
Jika prinsip-prinsip di atas dicoren ataupun diabaikan, pihak yang tak nyaman bisa
menyalahkan dan meminta pertanggung jawaban pihak yang bersalah.Tidak jarang
agen komersial menawarkan produk fiktif dengan harga murah untuk memikat
konsumen. Sebaiknya konsumen melakukan konfirmasi sebelum melakukan
pemesanan untuk memastikan bahwa merchant/penjual memberikan nomor telepon
dan alamat yang lengkap.

B. Upaya Hukum yang Dapat Dilakukan Konsumen Jika Dirugikan Dalam


Transaksi E- Commerce
Perlindungan pelanggan pada transaksi e-commerce juga dimungkinkan melalui
pengadilan. Upaya hukum ini digunakan jika terjadi pertengkaran antara pihak
penjual serta konsumen. Dilansir dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen
(UUPK), satu diantara hak konsumen ialah memperoleh perlindungan, pembelaan,
serta pemecahan pertikaian yang adil. Di sisi lain, pihak penjual memiliki kewajiban
untuk menyajikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian terhadap
kemalangan yang timbul dari pemakaian, serta pemanfaatan barang dan/ataupun jasa
yang dijual.13

13
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 178.
Pada Pasal 23 UUPK disebutkan bahwasanya jika pelaku usaha pabrikan
dan/ataupun distributor menolak ataupun tak memberikan balasan ataupun tak
memenuhi tuntutan ganti rugi dari pelanggan, pelanggan memiliki hak guna
mengajukan gugatan terhadap pemilik usaha serta merampungkan pertikaian oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen juga memiliki opsi
untuk mengajukan gugatan di pengadilan di tempat tinggal mereka jika mereka
menginginkannya.14Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen dilansir UUPK
ada dua opsi,:
Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen, UUPK menyediakan dua opsi
yang dapat diambil, yakni: 15
1) Menggunakan lembaga yang ditunjuk guna merampungkan permasalahan antara
pelanggan dan pemilik usaha, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK).
2) Melayangkan gugatan ke pengadilan umum.
Pada konteks penyelesaian sengketa transaksi e-commerce sesuai dengan UU ITE,
ada
serangkaian aspek krusial, yakni:
1) Setiap individu mempunyai hak untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang
menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau memakai Teknologi Informasi yang mengakibatkan
kerugian.
2) Publik juga bisa melayangkan gugatan melalui perwakilan kepada pihak yang
mengadakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
memberikan kerugian terhadap publik,
selaras terhadap ketetapan aturan UU yang ada.

14
JimmyJoses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta,
2011, hlm.
15
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar Maju, Bandung,
2000, hlm. 63.
Maka dari itu, khalayak juga bisa melayangkan gugatan dengan mewakili
pengelola sistem elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengakibatkan kerusakan bagi khalayak sesuai dengan undang-undang, bahwa salah
satu atau lebih anggota dari pihak tersebut mengajukan gugatan atau digugat atas
nama kelas tanpa partisipasi anggota kelas individu.
Pihak-pihak yang terlibat dapat menggunakan arbitrase atau mekanisme alternatif
lainnya seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa
mereka. Proses penyelesaian sengketa itu bisa dilaksanakan secara online tanpa perlu
perjumpaan tatap antara pihak-pihak yang bersengketa.
Lalu, terdapat serangkaian hal yang harus diamati oleh konsumen ketika mereka
mengambil tindakan hukum dalam sengketa konsumen. Salah satunya adalah bahwa
konsumen memiliki hak untuk mengajukan klaim kerugian ke pengadilan, tanpa
memandang seberapa besar kerugian yang mereka alami. Dalam mengambil
tindakan hukum dalam sengketa konsumen, hal tersebut diperbolehkan melalui
memperhatikan beberapa hal dibawah ini:16
1) Kepentingan pihak penggugat (konsumen) tak hanya bisa dinilai berdasarkan
nilai kerugian finansial semata,
2) Pintu keadilan harus terbuka untuk semua pihak, khususnya konsumen yang
kecil serta kurang mampu secara finansial.
3) Badan peradilan harus menjaga integritasnya dengan membebani pelaku usaha
untuk membuktikan adanya kesalahan dalam hal ini, sesuai dengan asas
pertanggungan jawab produk yang ditetapkan pada Pasal 19 juncto Pasal 28 UUPK.
Hal tersebut berlainan terhadap teori beban pembuktian dalam proses
peradilan umum, di mana biasanya beban pembuktian ada di pihak penggugat
(konsumen) guna memberikan pembuktian adanya ketidaksesuaian. Melalui
munculnya asas tanggung jawab barang ini, maka pelanggan cukup mengambil
tindakan hukum terhadap penjual (pelaku usaha) untuk membuktikan bahwa produk

16
Janus Sidubalok, OP. hlm. 148
yang diterima dari penjual rusak pada saat diserahkan serta kebobrokan itu
memunculkan gangguan terhadap pembeli.17
Berlandaskan penjabaran di atas, tampaknya pemecahan sengketa pelanggan
bersama pengadilan tidaklah sesusah yang ada di angan-angan pelanggan. Sebab
pada proses pemecahan perselisihan pembeli oleh meja hijau, tanggung jawab dan
kewajiban hakim adalah membuktikan ada tidaknya faktor-faktor tersebut.Langkah
selanjutnya adalah membuktikannya di pengadilan.Mengingat alat ini merupakan
alat bukti elektronik selaku alat bukti yang sah di meja hijau, sebagaimana
dijabarkan pada Pasal 5 ayat 1, 2, serta 3 UU ITE, sehingga bisa dibuktikan bahwa
pelanggan yang menggunakannya di meja hijau ialah :
1) Bukti transfer ataupun bukti pembayaran.
2) SMS ataupun email yang menunjukkan perjanjian pembelian.
3) Nama, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening pelaku usaha.
Berdasarkan peneliti, keamanan merupakan salah satu hal krusial dalam
melakukan transaksi
elektronik. Ada 3 metode yang digunakan untuk memastikan keamanan di
internet: pendekatan teknologi, = sosial budaya dan etika, serta hukum. Hal tersebut
mutlak diperlukan karena tanpa pendekatan teknis jaringan akan sangat rentan
terhadap penyusup dan akses ilegal.
Dengan diterapkannya asas hukum bahwa barangsiapa yang merugikan orang lain
bertanggung jawab atas perbuatannya, sehingga pada konteks ini pelanggan bisa
melayangkan gugatan yakni kompensasi/ganti rugi terhadap penjual. Pemberian
kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 UUPK mencakup berbagai
bentuk, seperti pengembalian uang, penggantian barang ataupun jasa yang
sejenis/setara, perawatan kesehatan, serta santunan selaras terhadap aturan yang ada.
Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa pemecahan perselisihan alternatif tak
mengabaikan tanggung jawab pidana berdasarkan undang-undang. Sanksi pidana

17
N.H.T Siahaan,Op, Cit, hlm. 17
yang diatur pada Undang-Undang ITE diterapkan secara kumulatif, di mana pidana
penjara dan denda dapat diberlakukan secara bersamaan. Khusus bagi pelanggaran
dalam transaksi e-commerce sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2), seseorang
yang secara sengaja serta tanpa hak membagikan informasi palsu nan menyesatkan
yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap pelanggan pada transaksi elektronik
dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal
Rp1.000.000.000,00.
Seseorang yang secara sengaja, tanpa hak, atau melanggar hukum, melaksanakan
tindakan manipulasi, pembuatan, perubahan, penghapusan, atau penghancuran
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk membuat
kabar itu tampak asli, akan terjerat dalam tindak pidana manipulasi data. Pelanggaran
terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dengan hukuman maksimal
12 tahun dan/atau denda sebesar Rp12.000.000.000,00 (Dua Belas Miliar Rupiah).
C. Model Perlindungan Konsumen dalam Transaksi E-commerce
Untuk bisnis e-commerce yang sukses, tidak cukup hanya memiliki produk yang
kuat, tetapi juga membutuhkan manajemen pengiriman yang dapat diandalkan dan
tepat waktu, pelayanan yang baik, struktur organisasi bisnis yang efektif,
infrastruktur jaringan yang handal, dan desain situs web yang menarik. Beberapa
faktor yang disertakan adalah harus dipertimbangkan termasuk menawarkan harga
yang kompetitif, menyediakan pengalaman belanja yang responsif, cepat, dan
mudah, memberikan informasi produk dan layanan yang lengkap dan jelas,
menawarkan promosi dan diskon, memberikan perhatian khusus seperti rekomendasi
pembelian, menciptakan rasa komunitas melalui diskusi dan umpan balik pelanggan,
serta memfasilitasi kegiatan perdagangan dengan sistem pembayaran domestik dan
internasional, layanan perbankan online, dan lain sebagainya.
Selain itu, jika pembahasannya mengenai transaksi e-commerce, segi
perlindungan konsumen pada pemakaian tanda tangan elektronik harus diperhatikan
karena tujuan penandatanganan dokumen ialah untuk memberikan kepastian keaslian
dokumen.Tanda tangan elektronik berbeda dengan tanda tangan yang diketahui
umumnya. Tanda tangan elektronik memakai metode lain guna memberikan tanda
pada dokumen jadi dokumen ataupun data tak sekedar memberikan identifikasi
terhadap pengirim, tetapi juga memberikan kepastian terhadap integritas dokumen
tak terdapat perubahan saat transmisi.Tanda tangan elektronik dilandasi pada isi
pesan tersebut.Ada dua pihak pada pemakaian tanda tangan digital (elektronik),
yaitu:
a) Certificate Authority (CA) b) Subscriber
Korelasi antara Certification Authority (CA) selaku penyedia jasa serta subscriber
selaku pelanggan didasarkan pada perlindungan hak-hak subscriber. Sebagai
penyelenggara jasa, CA memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebutuhan dan
perlindungan konsumen saat melaksanakan transaksi perniagaan e-commerce. Pada
konteks melindungi diri ketika bertransaksi pada perniagaan e-commerce, terdapat
serangkaian pola perlindungan yang dapat dipertimbangkan oleh konsumen, yakni:
1) 2)
Garansi hak-hak pelanggan yang ditetapkan pada aturan yang berlaku akan
dikukuhkan. Terdapat pengakuan bisnis, pada konteks tanda tangan elektronik,
termasuk :
a) Privacy
b) Accuracy
c) Property
d) Accessibility
e) Integrity
f) Non-Repudiation (Tak bisa disangkal eksistensinya)
g) Confidentialit
3) Perlunya perniagaan dari Internet diasuransikan.
E-commerce adalah bagian dari aktivitas ekonomi serta pelaku ekonomi tentu tak
mau mengambil risiko kemalangan pada masa depan.Dia harus mengirimkannya
kepada orang lain jika dia tidak ingin mengambil risiko.Lembaga yang paling sesuai
pada konteks tersebut ialah asuransi selaku pengalihan risiko.Jika pelaku tidak mau
menanggung kerugian, mereka menyerahkan risikonya kepada perusahaan asuransi.
Hal yang sama harus berlaku untuk e- commerce.
4) Lembaga Penjaminan
Misalnya penjamin yang diperjanjikan antara pihak penjual yang terpercaya dan
konsumen dengan bank garansi. Hal ini memastikan bahwa konsumen menerima
barang ataupun jasa yang dipesan selepas pembayaran terhadap penjamin dalam hal
apapun (bank garansi).Uang konsumen sudah diasuransikan oleh bank atau
penjamin, sehingga produk yang dipesan sampai ke tangan konsumen.
5) Pengawasan
Pengawasan e-commerce harus berfungsi optimal untuk memantau dan
mengantisipasi pedagang fiktif serta tak bertanggung jawab, terutama toko online,
yang perlu memiliki otoritas untuk menyuguhkan barang dan jasa melalui internet.
Syaratnya tersebut wajib dilaksanakan. Maka dari itu, target bisnis antar pelanggan
bisa diraih.
6) Standarisasi global
Pada e-commerce, bisnis global harus mampu menangani standar komunikasi
nirkabel di seluruh dunia.Pemerintah atau organisasi internasional harus memperjelas
bahwa standar global wajib dipenuhi atau dipatuhi.Mengingat terdapatnya
standarisasi global, hal ini bisa mengatasi tantangan kebijakan penting yang dilalui
pemerintah. Tantangan lainnya terkait perlindungan konsumen, tantangan promosi
selain untuk negara berkembang, juga bisa diterapkan untuk usaha kecil dan kelas
menengah bisa memasuki profesi ini.
BAB V
PENUTUP

KESIMPULAN
Kebijakan e-commerce yang diatur di UU ITE memastikan perlindungan dan
keamanan bagi penjual, penyelenggara, serta pelanggan saat melaksanakan ktivitas
usaha dari sistem elektronik.Untuk melindungi pihak-pihak pada kontrak jual beli
dari Internet, merchant memberikan perlindungan hukum melalui aturan yang
disepakati bersama dan dipertahankan undang-undang, seperti yang tercantum dalam
pasal 25 UU ITE, yang menetapkan keamanan data pribadi antara merchant serta
pelanggan.
Di Indonesia, ada dua cara untuk menyelesaikan transaksi e-commerce. Yang
pertama adalah melalui proses non-litigasi yang difasilitasi oleh organisasi non-
pemerintah (LSM) seperti YLKI, Departemen Umum Perlindungan Konsumen
Disperindag, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), serta pengusaha.
Kemudian, melalui proses litigasi bersama lembaga prosedural ataupun melaporkan
ke pihak berwajib.

DAFTAR PUSTAKA
Referensi/Buku:

Indrajid, Op. Cit., hlm. 8.

Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protocol Pembayaran Visa/Mastercard


Secure Elektronik Transaction (SET), 2008, hlm. 54
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm.
178

Jimmy joses Sembiring, Cara Menyaksikan Sangketa di Luar Pengadilan,Visi Media,


Jakarta 211, hlm 178

Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar
Maju, Bandung, 2000, hlm. 63.

Janus Sidubalok, Op .Cit , hlm.148.

N.H.T Siahaan, Op .Cit , hlm. 17.

Sembiring, J. J. (2011). Cara Menyelesaikan Sengketa Di Luar Pengadilan. Visi


Media. Makarim, E. (2008). Kompilasi Hukum Telematika. Gravindo Persada.

Syawali, H., & Neni SrinImaniyati. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen. Madar
Maju. Nasution, A. (1995). Konsumen Dan Hukum. Pustaka Sinar Harapan.

INTERNET
Ahkam. (2020, Maret). Polres Barru Ungkap Kasus Penipuan Transaksi Jual Beli
Online. https://newsmetropol.com/polres-barru-ungkap-kasus-penipuan-
transaksi-jual-beli-online/#

https://www.unpas.ac.id/apa-itu-e-commerce/di akses pada tanggal 28 Oktober 2023.

https://www.gramedia.com/literasi/e-commerce/di akses tanggal 28 Oktober

Peraturan:

Undang-Undang Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan


Transaksi Elektronik (UU ITE)

Anda mungkin juga menyukai