Anita Sari Silaban
Anita Sari Silaban
Anita Sari Silaban
Disusun Oleh:
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LABUHAN BATU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana masing-masing pihak bertanggung jawab dalam transaksi e-
commerce?
2. Bagaimana langkah yang bisa diambil oleh pelanggan yang melalui
kemalangan saat bertransaksi perniagaan e-commerce untuk mengambil
tindakan hukum?
3. Bagaimana model yang bisa dimanfaatkan guna memberikan perlindungan
terhadap pelanggan pada transaksi e-commerce?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum Terhadap konsumen
dalam transaksi e- commerce.
2
2. Untuk mengetahui Bagaimana langkah yang bisa diambil oleh pelanggan
yang melalui kemalangan saat bertransaksi perniagaan e-commerce untuk
mengambil tindakan hukum.
3. Untuk mengetahui Bagaimana model yang bisa dimanfaatkan guna
memberikan perlindungan terhadap pelanggan pada transaksi e-commerce.
D. Manfaat Penelitian
3
https://www.unpas.ac.id/apa-itu-e-commerce/di akses pada tanggal 28 Oktober 2023
3. E-Commerce dapat mendorong kreatifitas dari pihak penjual secara cepat dan
tepat dan pendistribusian informasi yang disampaikan berlangsung secara periodik.
4. Keuntungan E-Commerce
1. Keuntungan E-Commerce bagi konsumen:
a. a. Keuntungan yang diperoleh konsumen adalah melakukan pencarian barang, dan
pembelian secara online dengan mudah, belanja cukup pada suatu tempat.
b. Keuntungan yang diperoleh pelaku bisnis toko online adalah melakukan proses
penjualan lebih mudah, efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu.
Contoh : pelaku bisnis atau toko online cukup mengupdate barang apa saja yang
akan di jual, dan dalam pembayarannya pelanggan cukup mendaftar dan
memberikan data yang dibutuhkan, dan toko online tersebut akan menyimpan
informasi kartu kredit pembelinya diserver mereka, sehingga informasi yang
dibutuhkan hanya dimasukkan sekalisaja.
5. Keamanan (Security)
Keamanan merupakan salah satu komponen atau servis yang dibutuhkan untuk
menjalankan E-Commerce. Untuk menjamin keamanan, perlu adanya kemampuan
dalam bidang yang dapat diperoleh melalui penelitian dan pemahaman.
Beberapa topic yang harus dikuasai antara lain :
a. Teknologi KriptografiKumpulan teknik yang digunakan untuk mengubah
informasi/pesan (plaintext) kedalam sebuah teks rahasia (ciphertext) yang
kemudian bisa diubah kembali ke format semula.4
b. One Time Password Penggunaan password yang hanya dapat dipakai sebanyak satu
kali. Biasanya password angka digital yang merandom angka setiap kali transaksi.
Secara prinsip, semua pihak yang terlibat dalam e-commerce memiliki hak dan
kewajiban masing-masing. Sebagai penjual, mereka bertanggungjawab guna
menyuguhkan informasi yang jujur serta akurat tentang barang yang mereka
Satu diantara hal yang harus disiapkan pada saat menyiapkan sistem e-
commerce ialah cara pembayaran di Internet. Prosedur pembayaran online pun
wajib melibatkan beberapa ataupun semua langkah pemrosesan pembayaran yang
digunakan. Perkembangan interaksi tersebut juga memerlukan perhatian khusus
untuk mengembangkan keamanan sarana pembayaran pada e-commerce, sehingga
semakin aman juga terjaga.
5
Indrajid, Op. Cit., hlm. 8.
6) Jaminan (Assurance): Konsumen perlu meyakini bahwa pedagang atau
merchant yang mereka lakukan transaksi melalui internet memenuhi syarat-syarat
yang diperlukan (seperti takmelanggar hukum, mempunyai mekanisme yang aman,
dll).
Dilansir dari Pasal 9 UU ITE, “badan usaha atau individu yang menyediakan
produk melalui sistem elektronik diwajibkan untuk memberikan informasi yang
lengkap dan akurat tentang syaratsyarat kontrak, produksi barang, dan produk yang
ditawarkan”. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwasanya,
“setiap badan ekonomi yang melakukan transaksi melalui perangkat elektronik harus
mendapatkan sertifikasi keandalan dari lembaga sertifikasi”. Selain itu, pada
implementasi e-commerce, pembuat e-agent perlu meninjau prinsip-prinsip berikut:
1) kehati-hatian;
6) perundang-undangan.
Jika prinsip-prinsip di atas dicoren ataupun diabaikan, pihak yang tak nyaman
bisa menyalahkan dan meminta pertanggung jawaban pihak yang bersalah.Tidak
jarang agen komersial menawarkan produk fiktif dengan harga murah untuk
memikat konsumen. Sebaiknya konsumen melakukan konfirmasi sebelum
melakukan pemesanan untuk memastikan bahwa merchant/penjual memberikan
nomor telepon dan alamat yang lengkap.
6
Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protocol Pembayaran Visa/Mastercard Secure
Elektronik Transaction (SET), 2008,hlm 54
memenuhi tuntutan ganti rugi dari pelanggan, pelanggan memiliki hak guna
mengajukan gugatan terhadap pemilik usaha serta merampungkan pertikaian oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen juga memiliki opsi
untuk mengajukan gugatan di pengadilan di tempat tinggal mereka jika mereka
menginginkannya.⁴
7
Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen dilansir UUPK ada dua opsi,: Dalam
usaha penyelesaian sengketa konsumen, UUPK menyediakan dua opsi yang dapat
diambil, yakni: ⁵
1) Menggunakan lembaga yang ditunjuk guna merampungkan permasalahan antara
pelanggan dan pemilik usaha, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK).
2) Melayangkan gugatan ke pengadilan umum.Pada konteks penyelesaian sengketa
transaksi e-commerce sesuai dengan UU ITE, ada serangkaian aspek krusial, yakni:
1) Setiap individu mempunyai hak untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang
menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau memakai Teknologi Informasi yang
mengakibatkan kerugian.
2) Publik juga bisa melayangkan gugatan melalui perwakilan kepada pihak yang
mengadakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
memberikan kerugian terhadap publik, selaras terhadap ketetapan aturan UU yang
ada.
Maka dari itu, khalayak juga bisa melayangkan gugatan dengan mewakili
pengelola sistem elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengakibatkan kerusakan bagi khalayak sesuai dengan undang-undang, bahwa salah
satu atau lebih anggota dari pihak tersebut mengajukan gugatan atau digugat atas
nama kelas tanpa partisipasi anggota kelas individu.
7
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 178
Jimmy joses Sembiring, Cara Menyaksikan Sangketa di Luar Pengadilan,Visi Media, Jakarta 211, hlm 178
8
Pihak-pihak yang terlibat dapat menggunakan arbitrase atau mekanisme alternatif
lainnya seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa
mereka. Proses penyelesaian sengketa itu bisa dilaksanakan secara online tanpa perlu
perjumpaan tatap antara pihak-pihak yang bersengketa.
Lalu, terdapat serangkaian hal yang harus diamati oleh konsumen ketika mereka
mengambil tindakan hukum dalam sengketa konsumen. Salah satunya adalah bahwa
konsumen memiliki hak untuk mengajukan klaim kerugian ke pengadilan, tanpa
memandang seberapa besar kerugian yang mereka alami. Dalam mengambil
tindakan hukum dalam sengketa konsumen, hal tersebut diperbolehkan melalui
memperhatikan beberapa hal dibawah ini:
1) Kepentingan pihak penggugat (konsumen) tak hanya bisa dinilai berdasarkan nilai
kerugian finansial semata,
2) Pintu keadilan harus terbuka untuk semua pihak, khususnya konsumen yang kecil
serta kurang mampu secara finansial.
Pasal 28 UUPK. Hal tersebut berlainan terhadap teori beban pembuktian dalam
proses peradilan umum, di mana biasanya beban pembuktian ada di pihak penggugat
(konsumen) guna memberikan pembuktian adanya ketidaksesuaian. Melalui
munculnya asas tanggung jawab barang ini, maka pelanggan cukup mengambil
tindakan hukum terhadap penjual (pelaku usaha) untuk membuktikan bahwa produk
yang diterima dari penjual rusak pada saat diserahkan serta kebobrokan itu
memunculkan gangguan terhadap pembeli.
9
8Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar Maju, Bandung, 2000, hlm. 63.
9
Janus Sidubalok, Op .Cit , hlm.148.
Berlandaskan penjabaran di atas, tampaknya pemecahan sengketa pelanggan
bersama pengadilan tidaklah sesusah yang ada di angan-angan pelanggan. Sebab
pada proses pemecahan perselisihan pembeli oleh meja hijau, tanggung jawab dan
kewajiban hakim adalah membuktikan ada tidaknya faktor-faktor tersebut.Langkah
selanjutnya adalah membuktikannya di pengadilan.Mengingat alat ini merupakan
alat bukti elektronik selaku alat bukti yang sah di meja hijau, sebagaimana
dijabarkan pada Pasal 5 ayat 1, 2, serta 3 UU ITE, sehingga bisa dibuktikan bahwa
pelanggan yang menggunakannya di meja hijau ialah :
1) Bukti transfer ataupun bukti pembayaran.
2) SMS ataupun email yang menunjukkan perjanjian pembelian.
3) Nama, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening pelaku usaha.
Berdasarkan peneliti, keamanan merupakan salah satu hal krusial dalam
melakukan transaksi elektronik. Ada 3 metode yang digunakan untuk memastikan
keamanan di internet: pendekatan teknologi, = sosial budaya dan etika, serta hukum.
Hal tersebut mutlak diperlukan karena tanpa pendekatan teknis jaringan akan sangat
rentan terhadap penyusup dan akses ilegal.
Dengan diterapkannya asas hukum bahwa barangsiapa yang merugikan orang
lain bertanggung jawab atas perbuatannya, sehingga pada konteks ini pelanggan bisa
melayangkan gugatan yakni kompensasi/ganti rugi terhadap penjual. Pemberian
kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 UUPK mencakup berbagai
bentuk, seperti pengembalian uang, penggantian barang ataupun jasa yang
sejenis/setara, perawatan kesehatan, serta santunan selaras terhadap aturanyang ada.
10
Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa pemecahan perselisihan alternatif tak
mengabaikan tanggung jawab pidana berdasarkan undang-undang. Sanksi pidana
yang diatur pada Undang-Undang ITE diterapkan secara kumulatif, di mana pidana
penjara dan denda dapat diberlakukan secara bersamaan. Khusus bagi pelanggaran
10
N.H.T Siahaan, Op .Cit , hlm. 17.
dalam transaksi e-commerce sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2), seseorang
yang secara sengaja serta tanpa hak membagikan informasi palsu nan menyesatkan
yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap pelanggan pada transaksi elektronik
dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal
Rp1.000.000.000,00.
Seseorang yang secara sengaja, tanpa hak, atau melanggar hukum, melaksanakan
tindakan manipulasi, pembuatan, perubahan, penghapusan, atau penghancuran
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk membuat
kabar itu tampak asli, akan terjerat dalam tindak pidana manipulasi data. Pelanggaran
terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dengan hukuman maksimal
12 tahun dan/atau denda sebesar Rp12.000.000.000,00 (Dua Belas Miliar Rupiah).
1) Garansi hak-hak pelanggan yang ditetapkan pada aturan yang berlaku akan
dikukuhkan.
2) Terdapat pengakuan bisnis, pada konteks tanda tangan elektronik, termasuk :
a) Privacy
b) Accuracy
c) Property
d) Accessibility
e) Integrity
f) Non-Repudiation (Tak bisa disangkal eksistensinya)
g) Confidentiality
3) Perlunya perniagaan dari Internet diasuransikan.
E-commerce adalah bagian dari aktivitas ekonomi serta pelaku ekonomi tentu tak
maumengambil risiko kemalangan pada masa depan.Dia harus mengirimkannya
kepada orang lain jika dia tidak ingin mengambil risiko.Lembaga yang paling sesuai
pada konteks tersebut ialah asuransi selaku pengalihan risiko.Jika pelaku tidak mau
menanggung kerugian, mereka menyerahkan risikonya kepada perusahaan asuransi.
Hal yang sama harus berlaku untuk ecommerce.
4) Lembaga Penjaminan
Misalnya penjamin yang diperjanjikan antara pihak penjual yang terpercaya dan
konsumen dengan bank garansi. Hal ini memastikan bahwa konsumen menerima
barang ataupun jasa yang dipesan selepas pembayaran terhadap penjamin dalam hal
apapun (bank garansi).Uang konsumen sudah diasuransikan oleh bank atau
penjamin, sehingga produk yang dipesan sampai ke tangan konsumen.
5) Pengawasan
Pengawasan e-commerce harus berfungsi optimal untuk memantau dan
mengantisipasi
pedagang fiktif serta tak bertanggung jawab, terutama toko online, yang perlu
memiliki otoritas untuk menyuguhkan barang dan jasa melalui internet. Syaratnya
tersebut wajib dilaksanakan. Maka dari itu, target bisnis antar pelanggan bisa diraih.
6) Standarisasi global
Pada e-commerce, bisnis global harus mampu menangani standar komunikasi
nirkabel di seluruh dunia.Pemerintah atau organisasi internasional harus memperjelas
bahwa standar global wajib dipenuhi atau dipatuhi.Mengingat terdapatnya
standarisasi global, hal ini bisamengatasi tantangan kebijakan penting yang dilalui
pemerintah. Tantangan lainnya terkait perlindungan konsumen, tantangan promosi
selain untuk negara berkembang, juga bisa diterapkan untuk usaha kecil dan kelas
menengah bisa memasuki profesi ini.
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan jenis penelitian ilmu hukum yang beraspek
normatif. Metode penelitian hukum normatif atau metode penelitian hukum
kepustakaan yaitu penelitian hukum yang mempergunakan data sekunder.
Penelitian ini dikenal pula dengan doktrinal¹⁰ Dalam penelitian ini penelitian
hukum ditujukan untuk mendapatkan hukum obyektif (norma hukum), yaitu
dengan mengadakan penelitian terhadap permasalahan hukum yang
ada.Sehubungan dengan penelitian ini pula yang ingin diungkapkan adalah
perlindungan hukum Terhadap konsumen dalam transaksi e-commerce.”
2.Jenis pendekatan
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Transaksi Jual-Beli E-Commerce
Secara prinsip, semua pihak yang terlibat dalam e-commerce memiliki hak dan
kewajiban masing-masing. Sebagai penjual, mereka bertanggungjawab guna
menyuguhkan informasi yang jujur serta akurat tentang barang yang mereka
tawarkan terhadap pelanggan. Pihak penjual juga mempunyai hak guna melindungi
diri dari pelanggan yang tidak bertanggung jawab dalam pembelian elektronik.
Bank bertindak selaku penghubung pada transaksi elektronik serta bertindak
sebagai mesin slot bagi pembeli untuk membayar barang terhadap penjual, sebab ada
kemungkinan pembeli/konsumen ingin membeli barang dari penjual melalui karena
lokasi terpencil, pembeli perlu pergi ke bank untuk membayar harga.Suatu produk
telah dibeli dari seorang penjual, seperti melalui cara mengirimkan dari rekening
pembeli menuju rekening penjual atau yang biasa kita sebut dari satu rekening ke
rekening lainnya, meskipun para pihak tak berjumpa secara tatap muka tetapi mereka
saling terkoneksi antar satu dengan yang lain dari jaringan internet.
Transaksi e-commerce dilaksanakan melalui pihak-pihak yang tak saling berjumpa
tatap muka, tetapi terhubung dari Internet. Prinsipnya, semua pihak yang terlibat
dalam e-commerce mempunyai hak serta kewajiban. Penjual ialah pihak yang
menyuguhkan barang di Internet, sehingga menjadi tanggung jawab mereka guna
menyuguhkan informasi yang akurat serta benar mengenai barang yang disuguhkan
terhadap pelanggan.
Satu diantara hal yang harus disiapkan pada saat menyiapkan sistem e-commerce
ialah cara pembayaran di Internet. Prosedur pembayaran online pun wajib
melibatkan beberapa ataupun semua langkah pemrosesan pembayaran yang
digunakan. Perkembangan interaksi tersebut juga memerlukan perhatian khusus
untuk mengembangkan keamanan sarana pembayaran pada e-commerce, sehingga
semakin aman juga terjaga.
Dalam transaksi e-commerce, peran banyak pihak diperlukan di luar pembeli dan
penjual, terutama dalam hal perintah pembayaran (payment instruction). Transaksi
online sering melibatkan penggunaan kartu kredit layaknya BCA ataupun
Mastercard, kartu debit, cek pribadi, ataupun transfer antar bank. Pembayaran
umumnya dilakukan setelah pembeli mendapatkan barang atau jasa.
Kartu kredit menjadi salah satu komponen penting dalam transaksi online sebab
hampir seluruh teknologi membutuhkan penggunaan kartu kredit. Transaksi antara
penjual serta pembeli terhubung oleh pihak ketiga, seperti bank ataupun lembaga
keuangan. Apabila pelanggan memakai kartu kredit guna membeli dari pedagang
khusus, seperti www.ebay.com, maka transaksi tersebut akan ditangani oleh bank
yang mengelola rekening bank konsumen tersebut.
Terdapat serangkaian konteks yang wajib diamati pada pembayaran dengan
internet, yakni:11
1) Keamanan (Security): Data atau informasi sensitif seperti nomor kartu kredit serta
kata sandi perlu dilindungi agar tak jatuh ke tangan yang tak berwenang yang dapat
menyalahgunakannya di masa depan.
2) Kerahasiaan (Confidentiality): Perusahaan harus memastikan bahwa transaksi
tersebut hanya diketahui oleh pihak yang berwenang secara hukum (misalnya bank)
juga tak terdapat orang lain yang bisa tau akan hal tersebut.
3) Integritas (Integrity): Sistem harus memastikan bahwa proses jual-beli dilakukan
secara sah, terutama terkait tarif yang ditampilkan serta dibayarkan sekedar bagi bara
yang ditampilkan dan dibayarkan hanya untuk barang ataupun jasa yang sudah
disepakati oleh kedua belah pihak.
4) Autentikasi (Authentication): Proses pengecekan kebenaran untuk memastikan
bahwa baik pembeli maupun penjual adalah pihak yang memiliki hak
melangsungkan transaksi, sesuai dengan yang dikemukakan oleh tiap-tiap pihak.
11
Indrajid, OP.Cit., hlm. 8.
5) Otorisasi (Authorization): Prosedur guna memverifikasi keabsahan serta
kelayakan konsumen dalam membeli barang atau jasa.
6) Jaminan (Assurance): Konsumen perlu meyakini bahwa pedagang atau merchant
yang mereka lakukan transaksi melalui internet memenuhi syarat-syarat yang
diperlukan (seperti tak melanggar hukum, mempunyai mekanisme yang aman, dll).
Dilansir dari Pasal 9 UU ITE, “badan usaha atau individu yang menyediakan
produk melalui sistem elektronik diwajibkan untuk memberikan informasi yang
lengkap dan akurat tentang syarat- syarat kontrak, produksi barang, dan produk yang
ditawarkan”. Selanjutnya, Pasal 10 ayat (1) UU ITE menyatakan bahwasanya,
“setiap badan ekonomi yang melakukan transaksi melalui perangkat elektronik harus
mendapatkan sertifikasi keandalan dari lembaga sertifikasi”. Selain itu, pada
implementasi e-commerce, pembuat e-agent perlu meninjau prinsip-prinsip berikut: 12
1) kehati-hatian;
2) pengamanan dan terintegrasinya sistem Teknologi Informasi;
3) pengendalian pengamanan atas aktivitas Transaksi Elektronik;
4) efektivitas dan efisiensi biaya; dan
5) perlindungan konsumen sesuai dengan ketentuan peraturan
6) perundang-undangan.
Artinya, ketika melakukan transaksi e-commerce, penting bagi semua pihak untuk
menerapkan prinsip-prinsip itu secara baik serta konsisten. Melalui penijauan serta
pengalaman, kepercayaan (trust) menjadi faktor fundamental dalam transaksi online
di Indonesia, baik bagi penjual ataupun konsumen. Infrastruktur yang ada harus
memastikan prinsip-prinsip transaksi online seperti verifikasi identitas penjual dan
pembeli, keamanan gateway pembayaran, serta keamanan dan keandalan pengaturan
situs web e-commerce tanpa izin. Hal ini terutama penting untuk transaksi dengan
skala menengah dan nilai transaksi yang tinggi, serta untuk transaksi dengan nominal
12
Muhammad Aulia Adnan, Aspek Hukum Protocol Pembayaran Visa/Mastercard Secure Elektronik
Transaction (SET), 2008, hlm. 54
yang lebih kecil seperti pembelian melalui media sosial, komunitas online, toko
online, atau blog.
Lalu pada penyelenggaraan Transaksi Elektronik yang dilangsungkan oleh pihak-
pihak harus meninjau dari aspek :
1) itikad baik;
2) prinsip keberhatian;
3) transparansi;
4) akuntabilitas; serta
5) kewajaran.
Jika prinsip-prinsip di atas dicoren ataupun diabaikan, pihak yang tak nyaman bisa
menyalahkan dan meminta pertanggung jawaban pihak yang bersalah.Tidak jarang
agen komersial menawarkan produk fiktif dengan harga murah untuk memikat
konsumen. Sebaiknya konsumen melakukan konfirmasi sebelum melakukan
pemesanan untuk memastikan bahwa merchant/penjual memberikan nomor telepon
dan alamat yang lengkap.
13
Az. Nasution, Konsumen dan Hukum, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1995, hlm. 178.
Pada Pasal 23 UUPK disebutkan bahwasanya jika pelaku usaha pabrikan
dan/ataupun distributor menolak ataupun tak memberikan balasan ataupun tak
memenuhi tuntutan ganti rugi dari pelanggan, pelanggan memiliki hak guna
mengajukan gugatan terhadap pemilik usaha serta merampungkan pertikaian oleh
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Konsumen juga memiliki opsi
untuk mengajukan gugatan di pengadilan di tempat tinggal mereka jika mereka
menginginkannya.14Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen dilansir UUPK
ada dua opsi,:
Dalam usaha penyelesaian sengketa konsumen, UUPK menyediakan dua opsi
yang dapat diambil, yakni: 15
1) Menggunakan lembaga yang ditunjuk guna merampungkan permasalahan antara
pelanggan dan pemilik usaha, seperti Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK).
2) Melayangkan gugatan ke pengadilan umum.
Pada konteks penyelesaian sengketa transaksi e-commerce sesuai dengan UU ITE,
ada
serangkaian aspek krusial, yakni:
1) Setiap individu mempunyai hak untuk melayangkan gugatan kepada pihak yang
menyelenggarakan
Sistem Elektronik dan/atau memakai Teknologi Informasi yang mengakibatkan
kerugian.
2) Publik juga bisa melayangkan gugatan melalui perwakilan kepada pihak yang
mengadakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang
memberikan kerugian terhadap publik,
selaras terhadap ketetapan aturan UU yang ada.
14
JimmyJoses Sembiring, Cara Menyelesaikan Sengketa di Luar Pengadilan, Visi Media, Jakarta,
2011, hlm.
15
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar Maju, Bandung,
2000, hlm. 63.
Maka dari itu, khalayak juga bisa melayangkan gugatan dengan mewakili
pengelola sistem elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk
mengakibatkan kerusakan bagi khalayak sesuai dengan undang-undang, bahwa salah
satu atau lebih anggota dari pihak tersebut mengajukan gugatan atau digugat atas
nama kelas tanpa partisipasi anggota kelas individu.
Pihak-pihak yang terlibat dapat menggunakan arbitrase atau mekanisme alternatif
lainnya seperti negosiasi, mediasi, dan konsiliasi untuk menyelesaikan sengketa
mereka. Proses penyelesaian sengketa itu bisa dilaksanakan secara online tanpa perlu
perjumpaan tatap antara pihak-pihak yang bersengketa.
Lalu, terdapat serangkaian hal yang harus diamati oleh konsumen ketika mereka
mengambil tindakan hukum dalam sengketa konsumen. Salah satunya adalah bahwa
konsumen memiliki hak untuk mengajukan klaim kerugian ke pengadilan, tanpa
memandang seberapa besar kerugian yang mereka alami. Dalam mengambil
tindakan hukum dalam sengketa konsumen, hal tersebut diperbolehkan melalui
memperhatikan beberapa hal dibawah ini:16
1) Kepentingan pihak penggugat (konsumen) tak hanya bisa dinilai berdasarkan
nilai kerugian finansial semata,
2) Pintu keadilan harus terbuka untuk semua pihak, khususnya konsumen yang
kecil serta kurang mampu secara finansial.
3) Badan peradilan harus menjaga integritasnya dengan membebani pelaku usaha
untuk membuktikan adanya kesalahan dalam hal ini, sesuai dengan asas
pertanggungan jawab produk yang ditetapkan pada Pasal 19 juncto Pasal 28 UUPK.
Hal tersebut berlainan terhadap teori beban pembuktian dalam proses
peradilan umum, di mana biasanya beban pembuktian ada di pihak penggugat
(konsumen) guna memberikan pembuktian adanya ketidaksesuaian. Melalui
munculnya asas tanggung jawab barang ini, maka pelanggan cukup mengambil
tindakan hukum terhadap penjual (pelaku usaha) untuk membuktikan bahwa produk
16
Janus Sidubalok, OP. hlm. 148
yang diterima dari penjual rusak pada saat diserahkan serta kebobrokan itu
memunculkan gangguan terhadap pembeli.17
Berlandaskan penjabaran di atas, tampaknya pemecahan sengketa pelanggan
bersama pengadilan tidaklah sesusah yang ada di angan-angan pelanggan. Sebab
pada proses pemecahan perselisihan pembeli oleh meja hijau, tanggung jawab dan
kewajiban hakim adalah membuktikan ada tidaknya faktor-faktor tersebut.Langkah
selanjutnya adalah membuktikannya di pengadilan.Mengingat alat ini merupakan
alat bukti elektronik selaku alat bukti yang sah di meja hijau, sebagaimana
dijabarkan pada Pasal 5 ayat 1, 2, serta 3 UU ITE, sehingga bisa dibuktikan bahwa
pelanggan yang menggunakannya di meja hijau ialah :
1) Bukti transfer ataupun bukti pembayaran.
2) SMS ataupun email yang menunjukkan perjanjian pembelian.
3) Nama, alamat, nomor telepon, serta nomor rekening pelaku usaha.
Berdasarkan peneliti, keamanan merupakan salah satu hal krusial dalam
melakukan transaksi
elektronik. Ada 3 metode yang digunakan untuk memastikan keamanan di
internet: pendekatan teknologi, = sosial budaya dan etika, serta hukum. Hal tersebut
mutlak diperlukan karena tanpa pendekatan teknis jaringan akan sangat rentan
terhadap penyusup dan akses ilegal.
Dengan diterapkannya asas hukum bahwa barangsiapa yang merugikan orang lain
bertanggung jawab atas perbuatannya, sehingga pada konteks ini pelanggan bisa
melayangkan gugatan yakni kompensasi/ganti rugi terhadap penjual. Pemberian
kompensasi atau ganti rugi sesuai dengan Pasal 19 ayat 2 UUPK mencakup berbagai
bentuk, seperti pengembalian uang, penggantian barang ataupun jasa yang
sejenis/setara, perawatan kesehatan, serta santunan selaras terhadap aturan yang ada.
Akan tetapi, penting untuk dicatat bahwa pemecahan perselisihan alternatif tak
mengabaikan tanggung jawab pidana berdasarkan undang-undang. Sanksi pidana
17
N.H.T Siahaan,Op, Cit, hlm. 17
yang diatur pada Undang-Undang ITE diterapkan secara kumulatif, di mana pidana
penjara dan denda dapat diberlakukan secara bersamaan. Khusus bagi pelanggaran
dalam transaksi e-commerce sebagaimana diatur dalam Pasal 45 ayat (2), seseorang
yang secara sengaja serta tanpa hak membagikan informasi palsu nan menyesatkan
yang dapat mengakibatkan kerugian terhadap pelanggan pada transaksi elektronik
dapat dihukum dengan pidana penjara maksimal 6 tahun dan/atau denda maksimal
Rp1.000.000.000,00.
Seseorang yang secara sengaja, tanpa hak, atau melanggar hukum, melaksanakan
tindakan manipulasi, pembuatan, perubahan, penghapusan, atau penghancuran
informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan maksud untuk membuat
kabar itu tampak asli, akan terjerat dalam tindak pidana manipulasi data. Pelanggaran
terhadap ketentuan ini dapat dikenakan pidana penjara dengan hukuman maksimal
12 tahun dan/atau denda sebesar Rp12.000.000.000,00 (Dua Belas Miliar Rupiah).
C. Model Perlindungan Konsumen dalam Transaksi E-commerce
Untuk bisnis e-commerce yang sukses, tidak cukup hanya memiliki produk yang
kuat, tetapi juga membutuhkan manajemen pengiriman yang dapat diandalkan dan
tepat waktu, pelayanan yang baik, struktur organisasi bisnis yang efektif,
infrastruktur jaringan yang handal, dan desain situs web yang menarik. Beberapa
faktor yang disertakan adalah harus dipertimbangkan termasuk menawarkan harga
yang kompetitif, menyediakan pengalaman belanja yang responsif, cepat, dan
mudah, memberikan informasi produk dan layanan yang lengkap dan jelas,
menawarkan promosi dan diskon, memberikan perhatian khusus seperti rekomendasi
pembelian, menciptakan rasa komunitas melalui diskusi dan umpan balik pelanggan,
serta memfasilitasi kegiatan perdagangan dengan sistem pembayaran domestik dan
internasional, layanan perbankan online, dan lain sebagainya.
Selain itu, jika pembahasannya mengenai transaksi e-commerce, segi
perlindungan konsumen pada pemakaian tanda tangan elektronik harus diperhatikan
karena tujuan penandatanganan dokumen ialah untuk memberikan kepastian keaslian
dokumen.Tanda tangan elektronik berbeda dengan tanda tangan yang diketahui
umumnya. Tanda tangan elektronik memakai metode lain guna memberikan tanda
pada dokumen jadi dokumen ataupun data tak sekedar memberikan identifikasi
terhadap pengirim, tetapi juga memberikan kepastian terhadap integritas dokumen
tak terdapat perubahan saat transmisi.Tanda tangan elektronik dilandasi pada isi
pesan tersebut.Ada dua pihak pada pemakaian tanda tangan digital (elektronik),
yaitu:
a) Certificate Authority (CA) b) Subscriber
Korelasi antara Certification Authority (CA) selaku penyedia jasa serta subscriber
selaku pelanggan didasarkan pada perlindungan hak-hak subscriber. Sebagai
penyelenggara jasa, CA memiliki tanggung jawab untuk memastikan kebutuhan dan
perlindungan konsumen saat melaksanakan transaksi perniagaan e-commerce. Pada
konteks melindungi diri ketika bertransaksi pada perniagaan e-commerce, terdapat
serangkaian pola perlindungan yang dapat dipertimbangkan oleh konsumen, yakni:
1) 2)
Garansi hak-hak pelanggan yang ditetapkan pada aturan yang berlaku akan
dikukuhkan. Terdapat pengakuan bisnis, pada konteks tanda tangan elektronik,
termasuk :
a) Privacy
b) Accuracy
c) Property
d) Accessibility
e) Integrity
f) Non-Repudiation (Tak bisa disangkal eksistensinya)
g) Confidentialit
3) Perlunya perniagaan dari Internet diasuransikan.
E-commerce adalah bagian dari aktivitas ekonomi serta pelaku ekonomi tentu tak
mau mengambil risiko kemalangan pada masa depan.Dia harus mengirimkannya
kepada orang lain jika dia tidak ingin mengambil risiko.Lembaga yang paling sesuai
pada konteks tersebut ialah asuransi selaku pengalihan risiko.Jika pelaku tidak mau
menanggung kerugian, mereka menyerahkan risikonya kepada perusahaan asuransi.
Hal yang sama harus berlaku untuk e- commerce.
4) Lembaga Penjaminan
Misalnya penjamin yang diperjanjikan antara pihak penjual yang terpercaya dan
konsumen dengan bank garansi. Hal ini memastikan bahwa konsumen menerima
barang ataupun jasa yang dipesan selepas pembayaran terhadap penjamin dalam hal
apapun (bank garansi).Uang konsumen sudah diasuransikan oleh bank atau
penjamin, sehingga produk yang dipesan sampai ke tangan konsumen.
5) Pengawasan
Pengawasan e-commerce harus berfungsi optimal untuk memantau dan
mengantisipasi pedagang fiktif serta tak bertanggung jawab, terutama toko online,
yang perlu memiliki otoritas untuk menyuguhkan barang dan jasa melalui internet.
Syaratnya tersebut wajib dilaksanakan. Maka dari itu, target bisnis antar pelanggan
bisa diraih.
6) Standarisasi global
Pada e-commerce, bisnis global harus mampu menangani standar komunikasi
nirkabel di seluruh dunia.Pemerintah atau organisasi internasional harus memperjelas
bahwa standar global wajib dipenuhi atau dipatuhi.Mengingat terdapatnya
standarisasi global, hal ini bisa mengatasi tantangan kebijakan penting yang dilalui
pemerintah. Tantangan lainnya terkait perlindungan konsumen, tantangan promosi
selain untuk negara berkembang, juga bisa diterapkan untuk usaha kecil dan kelas
menengah bisa memasuki profesi ini.
BAB V
PENUTUP
KESIMPULAN
Kebijakan e-commerce yang diatur di UU ITE memastikan perlindungan dan
keamanan bagi penjual, penyelenggara, serta pelanggan saat melaksanakan ktivitas
usaha dari sistem elektronik.Untuk melindungi pihak-pihak pada kontrak jual beli
dari Internet, merchant memberikan perlindungan hukum melalui aturan yang
disepakati bersama dan dipertahankan undang-undang, seperti yang tercantum dalam
pasal 25 UU ITE, yang menetapkan keamanan data pribadi antara merchant serta
pelanggan.
Di Indonesia, ada dua cara untuk menyelesaikan transaksi e-commerce. Yang
pertama adalah melalui proses non-litigasi yang difasilitasi oleh organisasi non-
pemerintah (LSM) seperti YLKI, Departemen Umum Perlindungan Konsumen
Disperindag, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), serta pengusaha.
Kemudian, melalui proses litigasi bersama lembaga prosedural ataupun melaporkan
ke pihak berwajib.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi/Buku:
Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, Hukum Perlindungan Konsumen, Madar
Maju, Bandung, 2000, hlm. 63.
Syawali, H., & Neni SrinImaniyati. (2000). Hukum Perlindungan Konsumen. Madar
Maju. Nasution, A. (1995). Konsumen Dan Hukum. Pustaka Sinar Harapan.
INTERNET
Ahkam. (2020, Maret). Polres Barru Ungkap Kasus Penipuan Transaksi Jual Beli
Online. https://newsmetropol.com/polres-barru-ungkap-kasus-penipuan-
transaksi-jual-beli-online/#
Peraturan: