Tugas Paper - Rekayasa Jembatan

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 19

TUGAS PAPER

PEMBARUAN STANDAR PEMBEBANAN


PADA JEMBATAN RANGKA TIPE WARREN
BERDASARKAN SNI 1725:2016
MATA KULIAH REKAYASA JEMBATAN

Dosen Pengampu :

Ir. MARYANTO, M.T.


NIP. 19660308 199303 1 003

Disusun Oleh :

FAZRIAL RIDHA GHIFARI


NIM. 213030501161

KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS PALANGKA RAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN TEKNIK SIPIL
2024
ABSTRAK

Infrastruktur merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan pembangunan


suatu daerah, salah satunya adalah infrastruktur transportasi. Infrastruktur transportasi bisa
menunjang berjalannya perdagangan dan industri, dimana dua hal tersebut menjadi inti dalam
pembangunan dibidang ekonomi. Banyak daerah-daerah di Indonesia yang wilayahnya
dipisahkan oleh sungai, seperti pada Provinsi Kalimantan Tengah yang memiliki 11 (sebelas)
sungai besar dan tidak kurang dari 33 (tiga puluh tiga) sungai kecil/anak sungai. Sehingga,
banyak infrastruktur jembatan yang dibangun untuk menghubungkan jalan-jalan yang ada di
daerah tersebut. Dengan terhubungnya jalan-jalan yang ada di daerah tersebut maka
kelangsungan perekonomian yang ada di wilayah itu dapat berjalan dengan baik (Imansyah
dkk, 2013).
Jembatan rangka baja tipe warren merupakan salah satu tipe jembatan rangka baja
yang sederhana dalam strukturnya dan penerapannya di lapangan. Struktur utama rangkanya
dibuat trapesium dan rangka batangnya dibuat dalam bentuk segitiga sehingga struktur seperti
ini akan stabil dalam menahan gaya aksial dan lateralnya. Batang-batang diagonal pada
rangka utama dan ikatan angin berfungsi mengikat joint-joint pada batang utamanya sehingga
menjadi batang yang stabil (Purwanto & Hariadi, 2018). Dalam perencanaan infrastruktur
jembatan penting mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan
estetika-arsitektur yang meliputi aspek lalu lintas, teknis, estetik (Bakhtiar dkk, 2021).
Beberapa jembatan di Kalimantan Tengah, masih dihitung elemen – elemen
strukturnya menggunakan standar peraturan pembebanan lama jembatan yaitu RSNI T-02-
2005. Dimana, standar pembebanan jembatan tersebut pastinya memiliki koefisien yang
diperbarui dan tipikal beban yang kurang lengkap. Kemudian, hadir standar peraturan
pembebanan jembatan terbaru yaitu SNI 1725:2016. Peraturan tersebut hadir dengan
beberapa perbedaan yang signifikan dalam berat dari beberapa faktor beban Tentunya, SNI
1725:2016 memiliki beban yang lebih berat, dibandingkan dengan RSNI T-02-2005. Lalu,
pada simbol – simbol dan judul dalam kedua peraturan tersebut sangatlah berbeda. Maka dari
itu, hal ini menjadi masukan bagi jembatan – jembatan yang belum didesain menggunakan
standar peraturan pembebanan jembatan terbaru yaitu SNI 1725:2016.

1
1. Jembatan
Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang berfungsi sebagai penghubung
antara dua bagian jalan yang terpotong oleh hambatan seperti rel kereta api, saluran irigasi,
sungai, danau, lembah, dan lain sebagainya. Sedangkan menurut Struyk dan Veen (1984),
jembatan adalah suatu bangunan yang berfungsi untuk menyambung jalan melewati
hambatan yang tidak sebidang dan lebih rendah. Hambatan ini umumnya berupa jalan air
(sungai) atau jalan raya (lalu lintas biasa).
Biasanya jembatan terbagi menjadi dua bagian, yaitu bangunan atas (super struktur)
dan bangunan bawah (sub struktur). Struktur baangunan atas jembatan terdiri dari komponen
lantai trotoar dan kendaraan, pipa sandaran, gelagar induk, gelagar melintang, gelagar
memanjang, plat simpul, pipa sandaran, peletakan/sandaran. Dan ktur bangunan bawah
meliputi abutmen, pilar dan pondasi.
Seiring perkembangan waktu, jembatan berevolusi menjadi berbagai macam jenis,
sesuai dengan material penyusun, fungsi, lokasi, dan model struktur terus mengalami
perubahan yang relevan berdasarkan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang
semakin cepat. Berikut ini beberapa klasifikasi jembatan, antara lain:
1. Berdasarkan Jenis Material Penyusun
a. Jembatan Kayu (Log Bridge)
b. Jembatan Baja (Steel Bridge)
c. Jembatan Beton Bertulang (Concrete Bridge)
d. Jembatan Beton Pratekan (Presstressed Concret Bridge)
e. Jembatan Beton Komposit (Composite Bridge)
2. Berdasarkan Bentang
a. Bentang Pendek (Smal Span Bridge)
b. Bentang Sedang (Medium Span Bridge)
c. Bentang Menengah (Large San Bridge)
d. Bentang Panjang (Etra Large Span Bridge)
3. Berdasarkan Fungsi
a. Jembatan Pejalan Kaki dan Penyeberangan (Pedesrian Bridge)
b. Jembatan Kereta Api (Railway Bridge)
c. Jembatan Jalan Raya (Highway Bridge)
4. Berdasarkan Model Struktur
a. Jembatan Pelat (Slab Bridge)
b. Jembatan Pelat Berongga (Voiided Slab bridge)

2
c. Jembatan Gelagar (Girder Bridge)
d. Jembatan Rangka (Truss Bridge)
e. Jembatan Busur (Arch Bridge)
f. Jembatan Gantung (Suspension Bridge)
g. Jembatan Kabel (Cable Stayed)
h. Jembatan Kantilever (Cantilever Bridge)
5. Berdasarkan Lokasi
a. Jembatan di atas Sungai, Danau atau Laut
b. Jembatan di atas Lembah
c. Jembatan di atas Jalan Yang Ada (Flyover)
d. Jembatan di atas Saluran Irigasi/Drainase (Culvert)
e. Jembatan Dermaga (Jetty)

2. Jembatan Rangka
2.1. Umum
Jembatan rangka adalah sebuah jembatan yang terdiri dari komponen batang-batang
yang terhubung dengan sambungan sendi hingga akhirnya membentuk rangka segitiga dan
akan mengalami tegangan kibat dari gaya tarik, gaya tekan, atau kombinasi keduanya jika
terkena beban-beban dinamis.
Struktur rangka batang tersusun atas tiga batang lurus yang saling terhubung dan
ujung- ujungnya membentuk suatu pola segitiga. Susunan segitiga ini menghasilkan struktur
yang stabil sehingga tidak akan mengalami perubahan bentuk apabila menerima beban tetap.
Deformasi yang terjadi pada struktur yang stabil ini adalah minor dan diasosiasikan dengan
perubahan panjang batang akibat gaya dalam batang tersebut yang diakibatkan oleh beban
luar. Selain itu juga struktur ini tidak mengalami perubahan sudut diantara dua batang.
Rangka batang tidak mengalami momen lentur, namun akan menghasilkan gaya dalam
batang berupa gaya normal yang terdiri atas gaya tarik dan gaya tekan akibat beban yang
diterima.

2.2. Klasifikasi Jembatan Rangka


Jembatan rangka sendiri tergolong lagi dalam beberapa jenis, tergantung dari jenis
pengolahan gaya di bagian truss jembatan tersebut, dan pastinya menyesuaikan kondisi
lapangan dan kebutuhan dalam perencanaan jembatan. Berikut macam – macam jenis dari
jembatang Rangka :

3
a. Pratt Truss
b. Howe Truss
c. Warren Truss
d. Parker Truss
e. Baltimor Truss
f. Warren-Modified Truss
g. K Truss

Gambar 2.1 Jenis – Jenis Jembatan Rangka


Sumber : Hibbeller, 2002
Akan tetapi, bukan hal yang mudah untuk menentukan konfigurasi rangka yang cocok
untuk suatu bangunan struktur rangka seperti jembatan rangka. Ada berbagai macam bentuk
konfigurasi rangka batang yang bisa digunakan untuk bangunan struktur rangka batang
jembatan seperti yang ditunjukkan pada gambar di atas.

2.3. Jembatan Rangka Tipe Warren Truss


Jembatan tipe warren sangat umum digunakan pada desain dari jembatan – jembatan
rangka, untuk bentang ≤ 200 ft. Jembatan ini bebentuk segitiga pada setiap batang/truss
bajanya. Dengan menggunakan salah satu batang diagonal dan batang bawah horizontal
sebagai penahan gaya tarik, dan menggunakan salah satu batang diagonal lainnya dan batang
atas horizontal sebagai penahan gaya tekan. Umumnya, batang – batang horizontal atas dan
bawah memiliki ketebalan dan luas penampang yang lebih besar dibandingkan dengan batang
diagonal. Berikut gambar pengaplikasian gaya pada batang jembatan tipe warren :

4
Gambar 2.2 Gaya Aksial dan Lateral Pada Jembatan Rangka Tipe Warren
Sumber : Mata Kuliah Rekayasa Jembatan

Jembatan rangka tipe warren terdiri dari beberapa komponen struktural yang terbuat
dari Baja. Dimana, setiap komponen tersebut memiliki keterikatan antara satu sama lain
untuk menahan beban – beban yang berpengaruh pada jembatan. Berikut gambar komponen
– komponen dari jembatan rangka tipe warren :

Gambar 2.3 Komponen – Komponen Jembatan Rangka Tipe Waren


Sumber : Mata Kuliah Rekayasa Jembatan

3. Standarisasi Pembebanan Jembatan


1.1. Peraturan Pembebanan Jembatan
Peraturan pembebanan jembatan merupakan sebuah bagian penting pada saat
merencanakan sebuah jembatan. Standarisasi Nasional Indonesia (SNI) merupakan sebuah
peraturan nasional yang menjadi acuan untuk perencanaan bangunan – bangunan di
Indonesia. Banyak SNI atau kode telah beredar untuk menggantikan peraturan standarisasi
sebelumnya, salah satunya yaitu SNI Pembebanan untuk Jembatan (SNI 1725:2016). SNI
tersebut ditetapkan pada bulan Juni tahun 2016 untuk menggantikan atau merevisi
pendahulunya yaitu SNI 03 1725-1989 dengan judul “Pembebanan Jembatan Jalan Raya”,

5
serta RSNI T-02-2005 berjudul “Standar Pembebanan untuk Jembatan”. Sejak
dikeluarkannya Surat Edaran dari Direktorat Jenderal Bina Marga dengan No.05/SE/Db/2017
pada bulan Juli 2017 yang lalu, maka seluruh kegiatan perencanaan jembatan wajib
menggunakan standar pembebanan sesuai SNI 1725:2016. Maka dari itu, mengingat kegiatan
utama dalam merencanakan sebuah bangunan yaitu menganalisis beban – beban yang bekerja
pada jembatan, membuat peraturan SNI 1725:2016 sebagai evaluasi bagi jembatan yang
sudah dibangun, namun belum direncanakan menggunakan peraturan tersebut.

1.2. Perkembangan Peraturan Pembebanan Jembatan


Direktorat Jenderal Bina Marga telah menetapkan Peraturan Muatan untuk Jembatan
Jalan Raya No.12/1970 pada tahun 1970. Kemudian peraturan ini diangkat menjadi “Tata
Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya” SNI 03-1725-1989. Selanjutnya
peraturan ini dibahas kembali oleh Tim Bridge Management System (BMS) yang
menghasilkan modifikasi dalam kaidah-kaidah perencanaan Keadaan Batas Layan (KBL) dan
Keadaan Batas Ultimit (KBU). Acuan ini bersumber pada Austroads dan menghasilkan
Peraturan Beban Jembatan, Peraturan Perencanaan Jembatan, Bagian 2, serta BMS-1992.
Standar Pembebanan untuk Jembatan 1989 dikaji ulang untuk mengakomodasi pertumbuhan
dan perilaku lalu lintas kendaraan berat sehingga muncul RSNI T-02-2005, yaitu Standar
Pembebanan untuk Jembatan. Beberapa penyesuaian yang terjadi saat itu adalah :
1. Faktor beban ultimit dari BMS 1992 direduksi dari nilai 2 menjadi 1,8 untuk beban
hidup.
2. Kapasitas beban hidup Keadaan Batas Ultimit (KBU) dipertahankan sama dengan
standar sebelumnya sehingga faktor beban 1,8 menimbulkan kenaikan kapasitas beban
hidup keadaan batas layan (KBL) sebesar 2/1,8 = 11,1%.
3. Beban Mati Ultimit (KBU) diambil pada tingkat nominal (faktor beban = 1) dalam
pengecekan stabilitas geser dan guling dari pondasi langsung.
4. Kenaikan Beban Hidup Layan atau Nominal (KBL), meliputi :
a. Beban truk “T” dari 45 ton menjadi 50 ton.
b. Beban roda dari 10 ton menjadi 11,25 ton.
c. Beban lajur “D” terbagi rata (BTR) dari 8 kPa menjadi 9 kPa.
d. Beban lajur “D” garis terpusat (BGT) dari p = 44 kN/m menjadi 49 kN/m.
Seiring dengan waktu, standar tersebut perlu diperbaharui sesuai dengan kondisi
terkini. Penyesuaian ketentuan teknis tersebut dapat diikuti dalam peraturan SNI 1725:2016.
Adapun beberapa ketentuan teknis yang disesuaikan antara lain.

6
1. Distribusi beban D dalam arah melintang,
2. Faktor distribusi beban truk “T”
3. Kombinasi Beban
4. Beban Gempa
5. Beban Angin
6. Beban Fatik

1.3. Pembaharuan Peraturan Pembebanan Jembatan SNI 1725:2016


Secara garis besar, SNI 1725:2016 mengelompokkan beban menjadi 2 kelompok
besar, yaitu Beban Permanen dan Beban Transien.
1. Beban Permanen dan Beban Transien
Beban permanen merupakan beban yang bersifat tetap meliputi: beban mati
komponen struktural dan non struktural jembatan, beban mati perkerasan dan utilitas,
gaya horisontal akibat tekanan tanah, gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan
yang disebabkan oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat
konstruksi segmental, dan gaya prategang. Beban transien merupakan beban yang
bersifat tidak tetap, terdiri atas: gaya susut/rangkak, gaya rem, gaya sentrifugal, gaya
tumbukan kendaraan atau kapal, gaya gempa, gaya friksi, beban lajur “D”, beban truk
“T”, beban pejalan kaki, beban akibat penurunan, gaya akibat temperatur, gaya apung,
beban angin, dan beban arus. Secara ringkas beban-beban yang harus diperhitungkan
dalam perencanaan jembatan dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel tersebut juga
menunjukkan perbedaan jenis beban yang ada pada standar pembebanan yang lama.

Tabel 2.1 Perbedaan Jenis Standar Pembebanan Jembatan

7
Sumber : SNI 1725:2016

2. Distribusi Beban “D” dalam Arah Melintang


Beban “D” merupakan salah satu beban lalu lintas yang besarnya ditentukan oleh
lebar lajur lalu lintas rencana pada jembatan, sehingga sering pula disebut beban lajur
“D”. Ketentuan jumlah lajur lalu lintas rencana berdasarkan SNI 1725:2016 dapat
dilihat pada Tabel 3.3. Ketentuan tersebut sedikit berbeda dengan RSNI-T-02-2005.

8
Tabel 2.2 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana

Sumber : SNI 1725:2016

3.1. Pembebanan Jembatan Baja Berdasarkan SNI 1725:2016


Pembebanan ini berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Badan Standardisasi
Nasional, yaitu SNI 1725-2016 tentang Pembebanan Jembatan. Standar ini menetapkan
persyaratan minimum untuk pembebanan beserta batasan penggunaan setiap beban, faktor
beban dan kombinasi pembebanan yang digunakan untuk perencanaan jembatan jalan raya,
termasuk pejalan kaki serta bangunan sekunder yang terkait dengan jembatan tersebut
(Tumingan dkk, 2022).

1.1.1. Faktor Beban dan Kombinasi Pembebanan


Gaya total faktorisasi yang digunakan dalam perencanaan dihitung menggunakan
persamaan sebagai berikut:
Q=∑ ηi γiQi (3.1)
Keterangan :
ηi = Faktor pengubah respons
γi = Faktor beban
Qi = Gaya atau beban yang bekerja pada jembatan

9
Setiap bagian parsial dari kombinasi pembebanan yang terjadi harus diselidiki oleh
perencana dimana setiap beban yang diselidiki diindikasikan untuk diperhitungkan dalam
kombinasi pembebanan harus dikalikan dengan faktor beban yang sesuai. Berikut adalah
tabel kombinasi beban dan faktor beban beserta penjelasannya.

Tabel 2.3 Kombinasi Beban dan Faktor Beban

Sumber : SNI 1725:2016

Catatan = γp dapat berupa γMS, γMA, γTA, γPR, γPL, γSH tergantung beban
yang ditinjau
γEQ adalah faktor beban hidup kondisi gempa

1. Kuat I
Kombinasi pembebanan yang memperhitungkan gaya–gaya yang timbul pada
jembatan dalam keadaan normal tanpa memperhitungkan beban angin. Pada keadaan
batas ini, semua gaya nominal yang terjadi dikalikan dengan faktor beban yang sesuai.
2. Kuat II
23 Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan penggunaan jembatan untuk
memikul beban kendaraan khusus yang ditentukan pemilik tanpa memperhitungkan
beban angin.

10
3. Kuat III
Kombinasi pembebanan dengan jembatan dikenai beban angin berkecepatan 90
km/jam hingga 126 km/jam.
4. Kuat IV
Kombinasi pembebanan untuk memperhitungkan kemungkinan adanya rasio beban
mati dengan beban hidup yang besar.
5. Kuat V
Kombinasi pembebanan berkaitan dengan operasional normal jembatan dengan
memperhitungkan beban angin berkecepatan 90 km/jam hingga 126 km/jam.
6. Ekstrem I
Kombinasi pembebanan gempa. Faktor beban hidup γEQ yang mempertimbangkan
bekerjanya beban hidup pada saat gempa berlangsung harus ditentukan berdasarkan
kepentingan jembatan.
7. Ekstrem II
Kombinasi pembebanan yang eninjau kombinasi antara beban hidup terkurangi
dengan beban yang timbul akibat tumbukan kapal, tumbukan kendaraan, banjir atau
beban hidraulika lainnya, kecuali untuk kasus pembebanan akibat tumbukan
kendaraan (TC). Kasus pembebanan akibat banjir tidak boleh dikombinasikan dengan
beban akibat tumbukan kendaraan dan tumbukan kapal.
8. Daya Tahan I
Kombinasi pembebanan yang berkaitan dengan operasional jembatan dengan semua
beban mempunyai nilai nominal serta memperhitungkan adanya beban angin
berkecapatan 90 km/jam hingga 126 km/jam. Kombinasi ini juga digunakan untuk
mengontrol lendutan pada gorong – gorong baja, pelat pelapis terowongan, pipa
termoplastis serta untuk mengontrol lebar retak struktur beton bertulang dan juga
untuk analisis tegangan tarik pada penampang melintang jembatan beton segmental.
Kombinasi pembebanan ini juga harus digunakan untuk investigasi stabilitas lereng.
9. Daya Tahan II
24 Kombinasi pembebanan yang ditunjukan untuk mencegah terjadinya pelelehan
pada struktur baja dan selip pada sambungan akibat beban kendaraan.
10. Daya Tahan III
Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada arah memanjang
jembatan beton pratekan dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak dan
tegangan utama tarik pada bagian badan dari jembatan beton segmental.

11
11. Daya Tahan IV
Kombinasi pembebanan untuk menghitung tegangan tarik pada kolom beton pratekan
dengan tujuan untuk mengontrol besarnya retak.
12. Fatik
Komibnasi beban fatik dan fraktur sehubungan dengan umur fatik akibat induksi
beban yang waktunya tak terbatas.

1.1.1. Berat Sendiri (MS)


Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang
dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan baik elemen
struktural, ditambah dengan elemen nonstruktural yang dianggap tetap.

Tabel 2.4 Faktor Beban untuk Berat Sendiri

Sumber : SNI 1725:2016

1.1.2. Beban Mati


Beban mati merupakan sebuah beban dari tiap komponen – komponen pada jembatan
tersebut sendiri, beban mati meliputi seperti pada tabel berikut:

12
Tabel 2.5 Berat Isi untuk Beban Mati

Sumber : SNI 1725:2016

1.1.3. Berat lalu Lintas “D”


Beban lalu lintas untuk perencanaan jembatan terdiri atas beban lajur “D” dan beban
truk “T”. Secara umum, beban “D” akan menjadi beban penentu dalam perhitungan jembatan
yang mempunyai bentang sedang sampai panjang, sedangkan beban “T’ digunakan untuk
bentang pendek dan lantai kendaraan.
Beban lajur “D” terdiri atas beban terbagi rata (BTR) yang digabung dengan beban
garis (BGT). Beban lajur “D” bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan menimbulkan
pengaruh pada jembatan yang ekuivalen dengan suatu iring-iringan kendaraan yang
sebenarnya.

13
Tabel 2.6 Faktor Beban untuk Beban Lajur “D”

Sumber : SNI 1725:2016

Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu
sendiri. Beban terbagi rata (BTR) mempunyai intensitas q kPa dengan besaran q tergantung
pada panjang total yang dibebani L yaitu sebagai berikut :
Jika L ≤30 m :q=9 , 0 kPa (3.2)
Jika L>30 m: q=(9+15 / L)kPa (3.3)

Keterangan :
q = Intensitas beban terbagi rata (BTR) dalam arah memanjang jembatan
(kPa)
L = Panjang total jembatan yang dibebani (meter).

Gambar 2.4 Beban Lajur “D”


Sumber : SNI 1725:2016

14
Beban garis terpusat (BGT) dengan intensitas p kN/m harus ditempatkan tegak lurus
terhadap arah lalu lintas pada jembatan. Besarnya intensitas p ialah 49,0 kN/m.

1.1.4. Beban Truk "T" (TT)


Beban truk “T” adalah satu kendaraan berat dengan 3 gandar yang ditempatkan pada
beberapa posisi dalam lajur lalu lintas rencana. Beban truk dapat digunakan untuk
perhitungan struktur lantai.

Tabel 2.7 Faktor Beban Untuk Beban “T”

Sumber : SNI 1725:2016

Pembebanan truk “T” terdiri atas kendaraan truk semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat. Berat dari tiap gandar disebabkan menjadi 2 beban merata sama besar
yang merupakan bidang kontang antara roda dengan permukaan lantai.

Gambar 2.5 Pembebanan Truk “T” (500 kN)


Sumber : SNI 1725:2016

15
1.1.5. Faktor Beban Dinamis
Faktor Beban Dinamis (FBD) merupakan suatu faktor yang berkesinambungan antara
beban “T” dan beban “D”, dimana terdapat hasil interaksi kedua beban tersebut yang
bergerak seiring dengan jembatan.

Gambar 2.6 Faktor Beban Dinamis untuk Beban “T” pada Pembebanan Lajur “D”
Sumber : SNI 1725:2016

1.1.6. Beban Pejalan Kaki “TP”


Aksi beban ini dipertimbangkan bahwa beban terpusat 2000 kgf (20 kN) untuk
kendaraan ringan/ternak dan beban merata 5 kPa dan dianggap bekerja secara bersamaan
dengan beban kendaraan masing-masing lajur kendaraan memberikan batas cukup untuk
keselamatan semua pengguna biasa.

Gambar 2.7 Lebar Standar Pada Jembatan Untuk Pejalan Kaki


Sumber : SNI 1725:2016

16
1.1.7. Gaya Rem (TB)
Gaya rem harus diambil yang terbesar dari 25% dari berat gandar truk desain atau 5%
dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR.
Gaya rem ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800 mm
diatas permukaan jalan pada masing-masing arah longitudinal dan dipilih yang paling
menentukan. Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati dan
berisi lalu lintas dengan arah yang sama.

1.1.8. Beban Angin


Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan yang
terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari semua komponen,
termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus terhadap arah angin.
Untuk jembatan atau bagian jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10000 mm
diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana, Vdz, harus dihitung
dengan persamaan sebagai berikut :

V DZ =2 ,5 V 0
( )( )
V 10
VB
ln
Z
Z0
(3.4)

Keterangan :
V DZ = Kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V0 = Kecepatan gesekan angin, untuk berbagai macam tipe permukaan
di hulu jembatan (km/jam)
V 10 = Kecepatan angin pada elevasi 10000 mm diatas permukaan tanah
atau di atas permukaan air rencana menyerupai VB
VB = Kecepatan angin rencana 90 – 126 km/jam pada elevasi 10000
mm
Z = Elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau dari
permukaan
air lebih dari 10000 mm
Z0 = Panjang gesekan di hulu jembatan

Tabel 2.8 Nilai V 0 dan Z 0 untuk Berbagai Variasi Kondisi Permukaan Hulu

17
Sumber : SNI 1725:2016
1.1.9. Beban Angin pada Struktur (EWs)
Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada bidang tekan
dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung, serta tidak kurang
dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar. Dapat dihitung dengan persamaan berikut :

( )
2
VDZ
PD=PB (3.5)
VB
Keterangan :
PB = Tekanan angin dasar (Mpa)

Tabel 2.9 Tekanan Angin Dasar

Sumber : SNI:1725:2016

18

Anda mungkin juga menyukai