Resume Materi Hukum Pidana Semester 4

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 10

Resume Materi Hukum Pidana semester 4 (2024)

Oleh: Dewi Mutmainnah


Resume Materi Hukum Pidana semester 4 (2024)

Oleh: Dewi Mutmainnah

A. Pengertian Hukum Pidana.

Hukum pidana adalah cabang hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang
dilarang oleh negara karena dapat merugikan atau membahayakan kepentingan umum atau
individu. Hukum pidana juga menetapkan sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan-
peraturan tersebut.

Singkatnnya Hukum Pidana adalah sekumpulan hukum yang dibuat pemerintah yang
didalamnya memuat larangan maupun keharusan.

Secara umum uang lingkup hukum pidana yaitu sebagai berikut:


1. Ius Poenale
Ius Poenale adalah ruang lingkup hukum pidana yang memuat sejumlah peraturan yang
mengandung perumusan peristiwa pidana dan ancaman hukum.
Di sini, hukum pidana diartikan secara objektif atau dikenal dengan hukum pidana materiil
(substantive), yakni aturan hukum mengenai apa, siapa, dan bagaimana suatu hukuman dapat
dijatuhkan. Baik yang dimuat dalam KUHP dan peraturan-peraturan pidana lainnya di luar KUHP.
2. Ius Puniendi
Ius puniendi yaitu aturan hukum mengenai hak negara untuk menghukum pihak yang
melakukan peristiwa pidana. Ketentuan menyangkut cara atau proses pelaksanaan penguasa
dalam menindak seseorang yang didakwa serta pertanggungjawaban atas suatu delik yang
dilakukan.

Adapun Ruang Lingkup Hukum Pidana Khusus yakni:

• kejahatan ekonomi,

• kejahatan narkoba,

• kejahatan korupsi,

• kejahatan pajak,

• pelanggaran pabean,

• kejahatan pencucian uang,

• Kejahatan Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),

• Kejahatan Pornografi dan Kejahatan Teroris.

Secara umum, fungsi dari hukum pidana yaitu untuk menyelenggarakan dan mengatur
kehidupan umum agar tercipta dan terpeliharanya ketertiban dalam bermasyarakat. Sementara,
secara khusus hukum pidana berfungsi sebagai perlindungan kepentingan individu, masyarakat,
dan negara.
B. Pembagian Hukum Pidana
Hukum pidana dibagi menjadi beberapa bagian berdasarkan berbagai kriteria, seperti
sumber hukum, jenis perbuatan, dan penerapannya.
Pembagian hukum pidana berdasarkan bentuk hukumnya: terdapat hukum pidana
tertulis dan tidak tertulis
1. Hukum Pidana Tertulis (Statutory Law)
- Definisi: Hukum pidana yang diatur secara jelas dan tertulis dalam peraturan perundang-
undangan.
- Contoh:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Kumpulan peraturan hukum pidana yang
berlaku umum di Indonesia.
Undang-Undang Khusus: Peraturan yang mengatur tindak pidana tertentu, seperti Undang-
Undang Narkotika, Undang-Undang Terorisme, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
2. Hukum Pidana Tidak Tertulis (Common Law)
- Definisi: Hukum pidana yang berasal dari kebiasaan, adat istiadat, dan keputusan-keputusan
pengadilan (yurisprudensi).
- Contoh:
Hukum Adat: Ketentuan-ketentuan hukum pidana yang berlaku dalam masyarakat adat
tertentu.
Yurisprudensi: Keputusan-keputusan pengadilan yang menjadi preseden dan diakui sebagai
sumber hukum.
Pembagian hukum pidana berdasarkan jenis perbuatannya: secara garis besar
dibedakan menjadi dua yakni kesengajaan dan ketidaksengajaan. Biasnaya dalam istilah
hukum pidana disebut Dolus (kesengajaan) dan Culpa (kealpaan) yang masing-masing
memiliki akibat hukum tersendiri.

Penggolongan hukum berdasarkan isinya dapat dibagi menjadi dua kelompok besar,
yakni hukum publik dan hukum privat. Secara sederhana, hukum publik mengatur interaksi
antara warga dan negara serta kepentingan umum. Hukum yang termasuk dalam hukum publik,
antara lain hukum tata negara, hukum administrasi negara, dan pidana.

Pembagian hukum pidana berdasarkan pelakunya dapat dibedakan menjadi dua pula
yakni: umum dan khusus. Hukum pidana yang berlaku umum berarti berlaku bagi semua
kalangan tanpa terkecuali, dalam artian masih dalam ruang lingkup wilayah yang membuat
hukum tersebut. Sedangkan hukum pidana khusus hanya berlaku bagi orang-orang atau
kelompok tertentu seperti hukum pidana militer, hukum pidana pajak, hukum pidana perbankan
dan lain sebagainya.

C. Sumber Dan Fungsi Hukum Pidana


Sumber-Sumber Hukum Pidana:
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Kumpulan peraturan yang menjadi dasar
utama hukum pidana di Indonesia.
- Undang-Undang Khusus: Peraturan yang mengatur tindak pidana tertentu di luar KUHP,
seperti undang-undang tentang narkotika atau terorisme.
Adapun fungsi dari hukum pidana sendiri adalah menjaga ketertiban sosial, melindungi
hak-hak individu, dan menegakkan keadilan di masyarakat melalui penegakan hukum yang adil
dan proporsional.
D. Jenis-Jenis Hukuman Dalam Hukum Pidana
Jenis-Jenis Sanksi Pidana adalah sebagai berikut:
Pidana Penjara: Hukuman berupa kehilangan kebebasan dengan ditempatkan di lembaga
pemasyarakatan.
Pidana Denda: Hukuman berupa pembayaran sejumlah uang kepada negara.
Pidana Tambahan: Hukuman tambahan seperti pencabutan hak-hak tertentu atau perampasan
barang.
E. Asas Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan Waktu
Asas-asas hukum pidana adalah prinsip-prinsip dasar yang menjadi landasan atau
pijakan dalam pembentukan, penerapan, dan penegakan hukum pidana di suatu negara.
Berdasarkan waktunya ada beberapa asas-asas hukum pidana yang lazim kita dengar seperti
asas legalitas dan asas hukum pidana tidak berlaku surut, artinya tidak ada sanksi bagi kejahatan
yang hukumannya belum diatur dalam undang-undang serta seseorang tidak dapat dihukum
berdasarkan undang-undang yang baru diberlakukan setelah perbuatan dilakukan.
Selain dua asas tersebut ada beberapa asas yang juga menjadi prinsip fundamental
dalam sistem hukum pidana, seperti asas kesamaan perlakuan didepan hukum, Asas
Perlindungan Masyarakat, Asas Kedaulatan Hukum Asas Keselamatan Hukum danmungkin
masih ada lagi mnurut sumber lain.
F. Asas-Asas Berlakunya Hukum Pidana Menurut Tempat
a. Asas Legalitas
Asas legalitas atau yang biasa disebut sebagai nullum delictum nulla poena sine praevia
lege poenali memiliki arti tiada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada suatu peraturan yang
mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Asas legalitas ini tertuang dalam pasal 1 ayat (1)
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
b. Asas Teritorial
Asas teritorial atau wilayah merupakan asas yang menegaskan bahwa hukum pidana itu
berlaku didasarkan pada tempat atau teritori perbuatan tersebut dilakukan. Hal ini memiliki
makna bahwa setiap pelaku tindak pidana-warga negara sendiri atau asing-itu dapat dituntut. Ini
karena dalam asas tersebut, kedaulatan negara setiap negara itu diakui, dan setiap negara
berdaulat itu wajib menjamin ketertiban dalam wilayahnya. Asas ini tercantum dalam pasal 2
dan pasal 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
c. Asas nasionalitas aktif atau personalitas
Asas nasionalitas aktif memungkinkan untuk memberlakukan hukum pidana
berdasarkan pada kewarganegaraan atau nasionalitas seseorang yang melakukan suatu
tindakan. Hal ini memiliki makna bahwa yang terpenting berdasarkan asas ini adalah hukum
pidana hanya dapat diberlakukan pada warga negara saja, sementara tempat tidak menjadi
masalah. Hal ini tercantum dalam pasal 5, pasal 6, dan pasal 7 Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana.
d. Asas nasionalitas pasif atau asas perlindungan
Asas ini didasarkan kepada kepentingan hukum negara yang dilanggar. Hal ini memiliki
makna bila hukum negara dilanggar oleh warganegara atau bukan, baik di dalam ataupun di luar
negara yang menganut asas tersebut, maka undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan
terhadap si pelanggar.
Yang menjadi dasar hukum dalam pemberlakukan asas ini adalah bahwa tiap negara yang
berdaulat pada umumnya berhak melindungi kepentingan hukum negaranya. Asas ini terdapat
dalam ketentuan yang ada dalam Pasal 4 dan Pasal 8 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
e. Asas Universalitas
Asas ini menyatakan bahwa undang-undang hukum pidana dapat diberlakukan terhadap
siapapun yang melanggar kepentingan hukum dari seluruh dunia. Yang menjadi dasar hukum
bagi pemberlakuan asas ini adalah kepentingan hukum seluruh dunia. Asas ini tercantum dalam
Pasal 4 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
G. Penafsiran-Penafsiran Dalam Hukum Pidana.
Dalam hukum pidana, penafsiran adalah proses memahami makna dan ruang lingkup
aturan hukum. Penafsiran ini penting untuk memastikan bahwa penerapan hukum pidana
berjalan dengan adil dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Berikut ini adalah
beberapa metode penafsiran dalam hukum pidana:
1. Penafsiran Gramatikal (Linguistik): Penafsiran berdasarkan pada arti kata-kata yang terdapat
dalam undang-undang sesuai dengan tata bahasa dan kamus. Metode ini menekankan pada
makna harfiah dari teks hukum tanpa mempertimbangkan faktor eksternal.
2. Penafsiran Historis: Penafsiran ini melihat pada latar belakang sejarah pembentukan undang-
undang untuk memahami maksud dan tujuan pembuat undang-undang pada saat perumusan
hukum tersebut. Informasi dari dokumen sejarah, seperti risalah rapat pembentukan undang-
undang, sering digunakan.
3. Penafsiran Sistematis: Penafsiran ini mempertimbangkan posisi dan hubungan suatu aturan
hukum dengan aturan hukum lainnya dalam sistem hukum. Tujuannya adalah untuk
memastikan keselarasan dan konsistensi antara berbagai ketentuan hukum.
4. Penafsiran Sosiologis: Metode ini menekankan pada kondisi sosial dan kebutuhan masyarakat
saat ini. Penafsiran sosiologis bertujuan untuk memastikan bahwa hukum tetap relevan dan
efektif dalam konteks sosial yang sedang berlangsung.
5. Penafsiran Teleologis atau Fungsional: Penafsiran ini fokus pada tujuan dan fungsi dari suatu
aturan hukum. Dengan memahami tujuan yang ingin dicapai oleh undang-undang, hakim dapat
menerapkan hukum secara lebih tepat sesuai dengan maksud dari pembuat undang-undang.
6. Penafsiran Restriktif: Penafsiran yang membatasi atau mempersempit makna suatu ketentuan
hukum agar tidak melampaui batas-batas yang dimaksudkan oleh pembuat undang-undang. Ini
sering diterapkan untuk mencegah penyalahgunaan atau interpretasi yang terlalu luas.
7. Penafsiran Ekstensif: Penafsiran yang memperluas makna suatu ketentuan hukum untuk
mencakup situasi yang mungkin tidak secara eksplisit disebutkan dalam teks hukum, tetapi
dianggap relevan dengan tujuan hukum tersebut.
8. Penafsiran Analogis: Digunakan ketika tidak ada aturan hukum yang mengatur secara spesifik
suatu situasi tertentu. Dalam hal ini, hakim dapat menerapkan aturan yang paling mirip atau
serupa dengan situasi yang dihadapi untuk mencapai keadilan yang sesuai.
Prinsip-Prinsip Penafsiran dalam Hukum Pidana:
1. Prinsip Legalitas: Tidak ada seorang pun yang dapat dihukum kecuali berdasarkan hukum yang
telah ada sebelumnya (nullum crimen sine lege).
2. Prinsip Kepastian Hukum: Hukum harus jelas, pasti, dan tidak boleh menimbulkan kebingungan
atau interpretasi yang bertentangan.
3. Prinsip Keadilan: Penafsiran hukum harus selalu bertujuan untuk mencapai keadilan bagi semua
pihak yang terlibat.
Dalam praktek, hakim sering mengkombinasikan berbagai metode penafsiran untuk mencapai
keputusan yang paling adil dan sesuai dengan maksud dari pembuat undang-undang serta
kebutuhan masyarakat saat ini.

H. Perumusan Delik Dalam Hukum Pidana


Delik atau tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh hukum dan diancam
dengan pidana. Perumusan delik dalam hukum pidana merupakan proses penting yang
menentukan jenis-jenis perbuatan yang dianggap sebagai tindak pidana dan sanksi yang
dikenakan. Berikut ini adalah ringkasan tentang perumusan delik dalam hukum pidana:
1. Pengertian Delik
Delik adalah tindakan atau kelalaian yang diancam dengan hukuman pidana oleh
undang-undang. Perbuatan ini bisa berupa tindakan aktif (melakukan sesuatu) atau tindakan
pasif (tidak melakukan sesuatu yang seharusnya dilakukan).
2. Unsur-Unsur Delik
Untuk suatu perbuatan dianggap sebagai delik, harus memenuhi unsur-unsur tertentu,
yaitu:
• Unsur Objektif:
Perbuatan: Tindakan yang dilarang atau diwajibkan oleh undang-undang.
Akibat: Dampak atau hasil dari perbuatan tersebut yang diatur dalam undang-
undang.
Keadaan: Kondisi atau situasi tertentu yang mengiringi perbuatan.
• Unsur Subjektif:
Kesalahan: Niat atau kelalaian pelaku dalam melakukan perbuatan tersebut.
Kemampuan Bertanggung Jawab: Kemampuan pelaku untuk memahami dan
bertanggung jawab atas perbuatannya.
3. Klasifikasi Delik
Delik dapat diklasifikasikan berdasarkan berbagai kriteria, antara lain:
• Berdasarkan Sifatnya:
Delik Formil: Fokus pada perbuatan itu sendiri, tanpa memerlukan akibat tertentu.
Delik Materiil: Memerlukan adanya akibat tertentu sebagai unsur delik.
• Berdasarkan Bentuk Kesalahan:
Delik Dolus (Sengaja): Perbuatan yang dilakukan dengan niat atau kesengajaan.
Delik Culpa (Kealpaan): Perbuatan yang dilakukan karena kelalaian atau kealpaan.
• Berdasarkan Berat Ringannya:
Delik Kejahatan: Tindak pidana berat yang biasanya diancam dengan hukuman berat.
Delik Pelanggaran: Tindak pidana ringan yang biasanya diancam dengan hukuman
ringan.
4. Perumusan Delik dalam Undang-Undang
Delik dirumuskan dalam undang-undang pidana yang mencakup:
• Perbuatan yang Dilarang atau Diwajibkan: Penjelasan tentang perbuatan yang termasuk
tindak pidana.
• Ancaman Pidana: Jenis dan berat hukuman yang dapat dijatuhkan kepada pelaku delik.
• Pengecualian dan Pembelaan: Keadaan atau alasan yang dapat membebaskan atau
mengurangi tanggung jawab pidana.
5. Tujuan Perumusan Delik
• Memberikan Kepastian Hukum: Menyediakan aturan yang jelas tentang perbuatan yang
dilarang dan sanksi yang dikenakan.
• Melindungi Kepentingan Umum dan Individu: Menjaga ketertiban dan keamanan
masyarakat serta melindungi hak-hak individu.
• Menjamin Keadilan: Menyediakan dasar hukum untuk penjatuhan hukuman yang adil dan
proporsional terhadap pelaku delik.
6. Perkembangan Perumusan Delik
Seiring dengan perkembangan masyarakat, perumusan delik juga mengalami perubahan
untuk mengakomodasi:
• Perubahan Sosial dan Teknologi: Delik baru seperti kejahatan siber dan pelanggaran hak
kekayaan intelektual.
• Standar Internasional: Penyesuaian dengan konvensi dan perjanjian internasional terkait
hukum pidana.
Dengan demikian, perumusan delik dalam hukum pidana adalah proses dinamis yang terus
berkembang untuk menjawab tantangan baru dan menjaga keadilan serta ketertiban dalam
masyarakat.

I. Kesengajaan (Dolus, Intent, Opzet Dan Vorsatz) Dalam Hukum Pidana


Kesengajaan adalah elemen penting dalam hukum pidana yang menunjukkan niat atau
maksud pelaku dalam melakukan suatu perbuatan. Kesengajaan dapat dibedakan menjadi
beberapa istilah berdasarkan sistem hukum yang berbeda, yaitu Dolus, Intent, Opzet, dan
Vorsatz.
Dolus
• Pengertian: Istilah dalam hukum pidana yang mengacu pada niat jahat atau maksud untuk
melakukan kejahatan.
• Ciri: Pelaku menyadari dan menginginkan akibat dari perbuatannya.
Intent
• Pengertian: Istilah dalam hukum pidana Anglo-Saxon yang berarti maksud atau niat.
• Ciri: Fokus pada keinginan pelaku untuk mencapai hasil tertentu melalui tindakannya.
Opzet
• Pengertian: Istilah dalam hukum pidana Belanda yang juga berarti kesengajaan.
• Ciri: Mencakup kesadaran dan keinginan untuk melakukan perbuatan serta menerima
konsekuensinya.
Vorsatz
• Pengertian: Istilah dalam hukum pidana Jerman yang berarti niat atau maksud.
• Ciri: Meliputi kesadaran pelaku mengenai perbuatan dan akibatnya, serta adanya keinginan
untuk mencapai akibat tersebut.
Kesamaan dan Perbedaan:
• Kesamaan: Semua istilah ini mengacu pada adanya niat atau maksud dalam melakukan
suatu perbuatan pidana.
• Perbedaan: Meskipun konsepnya serupa, istilah-istilah ini digunakan dalam konteks sistem
hukum yang berbeda dan mungkin memiliki nuansa atau interpretasi yang sedikit berbeda.
Jenis Kesengajaan:
1. Dolus Directus: Kesengajaan langsung di mana pelaku benar-benar menginginkan akibat
dari perbuatannya.
2. Dolus Indirectus: Kesengajaan tidak langsung di mana pelaku menyadari bahwa akibat
tertentu akan terjadi sebagai hasil dari perbuatannya, meskipun bukan tujuan utamanya.
3. Dolus Eventualis: Kesengajaan dengan kemungkinan di mana pelaku menyadari adanya
kemungkinan akibat tertentu dan tetap melakukan perbuatan tersebut dengan menerima
kemungkinan terjadinya akibat itu.
NB: Kesengajaan adalah elemen krusial dalam menentukan tingkat kesalahan dan tanggung
jawab pidana seseorang dalam banyak sistem hukum di seluruh dunia.
J. Kealpaan (Culpa) Dalam Hukum Pidana
Kealpaan atau culpa adalah bentuk kesalahan dalam hukum pidana di mana pelaku
melakukan perbuatan yang dilarang atau tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan karena
kelalaian atau kurang hati-hati. Kealpaan berbeda dengan kesengajaan (dolus) karena tidak ada
niat atau maksud untuk melakukan perbuatan pidana, namun tetap dapat menimbulkan akibat
yang merugikan.
Pengertian Kealpaan
• Definisi: Kealpaan adalah bentuk kesalahan di mana seseorang gagal untuk bertindak sesuai
dengan standar perilaku yang diharapkan, sehingga mengakibatkan kerugian atau bahaya
bagi orang lain.
• Ciri Utama: Tidak adanya niat jahat atau maksud untuk melakukan tindak pidana, namun
ada kelalaian atau kurang hati-hati.
Jenis-Jenis Kealpaan
1. Culpa Lata (Kealpaan Berat):
o Kelalaian yang sangat besar atau ketidakpedulian yang mencolok terhadap
kewajiban hukum.
o Contoh: Seorang sopir yang mengemudi dengan sangat ceroboh hingga
menyebabkan kecelakaan fatal.
2. Culpa Levis (Kealpaan Ringan):
o Kelalaian yang tidak begitu besar, namun masih berada di bawah standar
kewaspadaan yang diharapkan.
o Contoh: Seorang pekerja yang tidak memeriksa peralatan kerja dengan cermat,
sehingga terjadi kecelakaan kecil.
3. Culpa Levissima (Kealpaan Sangat Ringan):
o Kelalaian yang sangat kecil, hampir tidak dapat dihindari oleh orang biasa.
o Contoh: Kesalahan kecil dalam menilai situasi yang tidak menyebabkan kerugian
signifikan.
Unsur-Unsur Kealpaan
1. Perbuatan: Adanya tindakan atau kelalaian yang tidak sesuai dengan standar perilaku yang
diharapkan.
2. Kewajiban Hukum: Adanya kewajiban untuk bertindak hati-hati yang dilanggar oleh pelaku.
3. Akibat: Terjadinya kerugian atau bahaya sebagai akibat dari kelalaian tersebut.
4. Hubungan Kausalitas: Adanya hubungan sebab akibat antara kelalaian dan kerugian atau
bahaya yang terjadi.

Contoh Kasus Kealpaan

• Kelalaian Medis: Dokter yang gagal mengikuti prosedur standar sehingga menyebabkan
pasien terluka.

• Kelalaian dalam Lalu Lintas: Pengemudi yang tidak mematuhi rambu-rambu lalu lintas dan
menyebabkan kecelakaan.

Perbedaan Kealpaan dengan Kesengajaan

• Niat: Kealpaan tidak melibatkan niat jahat, sedangkan kesengajaan melibatkan niat atau
maksud untuk melakukan perbuatan pidana.

• Kesadaran: Pada kealpaan, pelaku mungkin tidak menyadari sepenuhnya risiko tindakannya,
sementara pada kesengajaan, pelaku sadar dan menginginkan akibat dari perbuatannya.

K. Penyertaan Dalam Hukum Pidana


Penyertaan dalam hukum pidana mengacu pada konsep atau peran seseorang dalam
suatu tindak pidana, baik sebagai pelaku utama (aktor intelektual atau material), atau sebagai
pihak yang turut serta atau ikut membantu dalam melakukan tindak pidana tersebut. Berikut
adalah beberapa konsep yang terkait dengan penyertaan dalam hukum pidana:
Berikut Jenis-jenis Penyertaan dalam Hukum Pidana:
Pelaku Aktif: Orang yang secara langsung melakukan tindak pidana dengan melakukan unsur-
unsur perbuatan yang diatur dalam undang-undang pidana.
Pelaku Pasif: Orang yang secara langsung melakukan tindak pidana dengan tidak melaksanakan
tindak pidana yang diatur dalam undang-undang pidana.

L. Identifikasi Kasus
- Contoh kasus
Andi adalah seorang pencuri yang merencanakan dan melakukan perampokan terhadap
sebuah toko emas. Andi melakukan perampokan dengan menggunakan senjata dan secara
langsung mengambil barang-barang berharga dari toko emas tersebut. Sedangkan yanto
adalah teman Andi yang membantu merencanakan dan melakukan perampokan. Meskipun
Yanto tidak langsung melakukan pencurian barang, ia terlibat dalam perencanaan dan
mendukung Andi dalam melaksanakan kejahatan tersebut. Sesaat setelah kejadian tersebut
usut-punya usut ternyata andi dan n yanto terhasut oleh Cecep yang merupakan seorang
penjual senjata ilegal yang menghasut Andi dan Yanto untuk melakukan perampokan dengan
menawarkan senjata dan memberikan informasi tentang kelemahan keamanan toko emas.

- Identifikasi kasus
Sebelum mengidentifikasi kasus diatas untuk menetukan pleger, doenplager, medeoleger,
uitloking , alangkah baiknya kita mengenal arti dari masing-masing istilah tersebut
Pleger: Orang yang melakukan tindak pidana (pelaku utama atau penjahat).
Doenpleger: Pelaku langsung dari suatu tindak pidana.
Medepleger: Pelaku bersama, yaitu orang lain yang turut serta melakukan tindak pidana
bersama dengan pelaku utama.
Uitlokking: Penyulutan atau penghasutan, yaitu perbuatan menghasut orang lain untuk
melakukan tindak pidana tertentu.
Dari sini tentunya kamu sudah dapat menentukan pleger, doenplager, medeoleger dan
uitloking berdasarkan contoh kasus diatas bukan?
Andi merupakan pleger sekaligus doenplager, sedangkan Yanto berperan sebagai medeoleger,
kemudian cecep sebagai uitloking atau penghasut.

(Diambil dari berbagai sumber) --

Anda mungkin juga menyukai