Ni Luh Putu Rina Indrayani - Proposal Penelitian

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 22

PROPOSAL PENELITIAN

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI


TERKAIT ANEMIA DENGAN PERILAKU KONSUMSI
TABLET TAMBAH DARAH DI POSYANDU REMAJA
DESA DARMASABA

NI LUH PUTU RINA INDRAYANI

FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2024
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masa remaja merupakan suatu tahap dari masa anak-anak ke masa
dewasa, dimana terjadi perkembangan, adanya tanda seks sekunder dan
perimer, tercapai produktivitas dan terjadi emosional, fisiologi dan psikologi.
Perubahan fisiologi yaitu ditandai dengan berfungsinya organ reproduksi
seperti menstruasi pada wanita (Mufidah A, 2020). Remaja putri rentan
kekurangan zat besi karena mengalami menstruasi, pertumbuhan yang cepat,
dan peningkatan kebutuhan zat besi jaringan. Selain itu faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya anemia pada remaja putri yaitu ketidakpatuhan
remaja mengonsumsi tablet tambah darah (Amir & Djokosujono,2019).
Anemia adalah suatu kondisi dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam
darah lebih rendah dari normal, seseorang dikatakan mengalami anemia bila
kadar hemoglobin darah menunjukkan nilai kurang dari 12 g/dL (Runiari &
Hartati, 2020). Berbagai dampak yang dapat ditimbulkan pada remaja putri
yang mengalami anemia seperti; gangguan pertumbuhan, penurunan fungsi
kognitif maupun sistem imun (Norris et al., 2022). Ketika remaja putri
beranjak dewasa dan mengalami anemia selama kehamilan, akan beresiko
melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah, kelahiran prematur, serta
terjadinya komplikasi perinatal (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2021).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2018, di Indonesia
anemia pada usia 5 -14 tahun menunjukan angka sebesar 26,4 % dan 15 -24
tahun 32%. Berdasarkan data dan informasi berdasarkan prevalensi data
Kemenkes RI tahun 2021, prevalensi anemia gizi besi pada remaja putri di
Indonesia sebesar 22,7%. (Kemenkes RI, 2021). Bali merupakan salah satu
daerah dengan prevalensi anemia tinggi, angka kejadien anemia di provinsi
Bali pada tahun 2019 adalah 5,07% meningkat menjadi 5,78% pada tahun
2020. Berdasarkan hasil penelitian Nasriyah pada tahun 2019, menunjukkan
bahwa kejadian anemia mencapai 47,37% dari total responden. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa dari 209 responden 52,63% normal dan
47,37% anemia yang terdiri dari 25,36% anemia ringan, 18,18% anemia
sedang dan 3,83% anemia berat (Nasriyah, 2019).
Dampak dari anemia yang dialami remaja putri yaitu terjadinya
keterlambatan pertumbuhan fisik, gangguan perilaku serta emosional. Hal ini
dapat mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan sel otak
sehingga dapat menimbulkan daya tahan tubuh lemah, mudah lemas dan
lapar, konsentrasi belajar terganggu, prestasi belajar menurun serta dapat
mengakibatkan produktifitas kerja yang rendah (Ratnawati, 2022). Selain itu,
remaja putri merupakan kelompok usia produktif yang dipersiapkan menjadi
calon ibu yang nantinya akan menentukan kualitas generasi berikutnya, jika
remaja putri menderita anemia akan beresiko nanti melahirkan anak yang
mengalami tumbuh pendek atau stunting (Putra et al., 2020).
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah Indonesia
memberikan program suplemen zat besi yang menargetkan remaja putri.
Pemberian Tablet Tambah Darah yang berisi unsur besi 60 mg dalam bentuk
Ferro Sulfat atau Ferro Fumarat dan 0,400 mg asam folat. Program pemberian
Tablet Tambah Darah (TTD) remaja putri di Provinsi Bali sudah
dilaksanakan mulai tahun 2016 (Kemenkes RI, 2019).
Faktor yang mendukung tercapainya progam pemerintah terkait
keberhasilan cakupan TTD salah satunya dapat dilihat dari kepatuhan remaja
putri dalam mengonsumsi TTD secara rutin. Terdapat penelitian yang
menyebutkan bahwa ketidakpatuhan dalam mengonsumsi TTD dapat
menyebabkan terjadinya anemia pada remaja putri. Remaja putri yang tidak
patuh memiliki peluang yang tinggi mengalami anemia dibandingkan dengan
remaja putri yang patuh dalam mengonsumsi TTD (Putri dkk, 2017).
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Desa Darmasaba
pada saat pelaksanaan rutin Posyandu Remaja pada tanggal 3 Mei 2024 di
salah satu Banjar yang ada yakni Banjar Taman, pada saat dilakukan
anamnese dan pemeriksaan banyak remaja putri mengeluh pusing dan lemas
saat menstruasi, pada saat diberikan pertanyaan terkait anemia dan
dampaknya dari 15 remaja putri hanya 5 orang yang tahu apa itu anemia dan
bagaimana dampaknya. Pengetahuan remaja yang kurang tentang anemia
mengakibatkan kurangnya pemahaman mereka tentang anemia (Nuniek,
2016).
Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap
hubungan tingkat pengetahuan remaja putri terkait anemia dan perilaku
minum tablet tambah darah di posyandu remaja desa Darmasaba

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja
Putri Terkait Anemia dan Perilaku Minum Tablet Tambah Darah di Posyandu
Remaja Desa Darmasaba?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana hubungan tingkat pengetahuan remaja putri
dengan perilaku konsumsi tablet tambah darah di posyandu remaja Desa
Darmasaba.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengidentifikasi karakteristik umum remaja putri di Desa
Darmasaba.
b. Untuk mengidentifikasi tingkat pengetahuan remaja putri terkait
anemia di posyandu remaja Desa Darmasaba.
c. Untuk mengidentifikasi perilaku remaja putri konsumsi tablet tambah
darah di posyandu remaja Desa Darmasaba.
d. Untuk menganalisis hubungan pengetahuan remaja putri dengan
perilaku konsumsi tablet tambah darah di posyandu remaja Desa
Darmasaba.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah wawasan
bagi pengembangan teori terkait pengetahuan remaja putri terhadap
anemia dan dampaknya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi tempat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
perencanaan program selanjutnya untuk meningkatkan pengetahuan
dan pencegahan anemia terhadap remaja putri.
b. Bagi peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dasar
penelitian selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan
pengetahuan remaja putri terhadap anemia dan dampaknya.
c. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
informasi masyarakat terkait anemia dan dampaknya agar dapat
memberi dukungan kepada remaja putri mencegah anemia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Remaja
1. Pengertian remaja
Remaja adalah masa peralihan dari masa pubertas menuju masa
dewasa. Secara umum anak remaja banyak yang mengalami perubahan
baik secara fisik, psikologis, ataupun sosial. Remaja putri merupakan
kelompok yang sangat rawan menderita anemia yang bersamaan dengan
menstruasi karena akan mengeluarkan zat besi yang diperlukan untuk
pembentukan hemoglobin (Ahyani, 2018).
Menurut WHO puncak remaja di mulai dari usia 10-19 tahun
dimana masa usia remaja tersebut masih termasuk remaja awal, pada usia
10-14 tahun atau 13-15 tahun termasuk remaja menengah, pada usia 17
tahun termasuk masa remaja akhir. Pada masa remaja pertumbuhan
terjadi pada usia 12-18 bulan sebelum mengalami menstruasi pertama
atau terjadi sekitar usia 10-14 tahun. Pertumbuhan tinggi badan terus
terjadi hingga 7 tahun setelah terjadi menstruasi. Remaja yang status gizi
nya baik mempengaruhi kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga cepat
mengalami menstruasi. Sedangkan pada remaja yang status gizi nya
buruk maka akan mengalami pertumbuhan yang pelan dan lama serta
mengalami menstruasi yang lambat. Keterlambatan menstruasi ini
disebabkan karena simpanan zat besi yang kurang (Permatasari et al.,
2018).
2. Karakteristik remaja
Menurut (Ahyani, 2018) pada pertumbuhan dan perkembangan masa
remaja memiliki karakteristik berdasarkan rentang usia, yaitu:
a. Masa remaja awal (usia 10 – 12 tahun)
1) Tampak lebih dekat dengan teman sebaya.
2) Tampak merasa ingin bebas.
3) Tampak lebih banyak memperhatikan keadaan tubuhnya dan
mulai berpikir yang abstrak.
4) Mulai menunjukan cara berpikir logis.
5) Mulai menggunakan istilah sendiri.
6) Memilih kelompok bergaul.
7) Mengenal cara untuk berpenampilan menarik.
b. Masa remaja tengah (usia 13 – 15 tahun)
1) Tampak dan merasa ingin mencari identitas diri.
2) Mulai tertarik pada lawan jenis.
3) Kemampuan berpikir abstrak (berkhayal) semakin berkembang.
4) Berkhayal mengenai hal hal yang berkaitan dengan seksual.
5) Peningkatan interaksi dengan kelompok.
6) Mulai mempertimbangkan masa depan.
c. Masa remaja akhir (usia 16-19 tahun).
1) Menampakkan pengungkapan kebebasan sendiri.
2) Mencari teman sebaya lebih selektif.
3) Memiliki citra terhadap dirinya.
4) Dapat mewujudkan perasaan cinta.
5) Memiliki kemampuan berpikir khayal atau abstrak.
6) Lebih berkonsentrasi pada rencana yang akan datang dan
meningkatkan pergaulan.

B. Anemia
1. Pengertian anemia
Anemia adalah suatu kondisi medis dimana kadar hemoglobin
kurang dari normal. Kadar Hemoglobin (Hb) normal pada remaja putri
adalah >12 g/dl. Remaja putri dikatakan anemia jika kadar Hb <12 g/dl.
Pada dasarnya, hemoglobin adalah salah satu komponen dalam sel darah
merah atau eritrosit yang berfungsi untuk mengikat oksigen dan
menghantarkannya ke seluruh sel jaringan tubuh. Oksigen diperlukan oleh
jaringan tubuh untuk melakukan fungsinya. Kekurangan oksigen dalam
jaringan otak dan otot akan menyebabkan gejala antara lain kurangnya
konsentrasi dan kurang bugar dalam melakukan aktivitas. Hemoglobin
dibentuk dari gabungan protein dan zat besi dan membentuk sel darah
merah atau eritrosit (Kemenkes, 2016).
2. Tanda dan gejala anemia
Gejala anemia secara umum dapat menimbulkan beberapa tanda-
tanda anemia seperti cepat lelah, lemah, letih, lesu, dan lunglai (5L), pucat
pada kuku, bibir, gusi, mata, kulit kuku, dan telapak tangan, jantung
berdenyut kencang saat melakukan aktivitas ringan, napas tersengal atau
pendek saat melakukan aktivitas ringan, nyeri dada, pusing, mata
berkunang-kunang, cepat marah, dan tangan serta kaki dingin atau mati
rasa (Briawan, 2014).
3. Penyebab anemia
a. Defisiensi zat gizi
Rendahnya asupan zat gizi baik hewani dan nabati yang
merupakan pangan sumber zat besi yang berperan penting untuk
pembuatan hemoglobin sebagai komponen dari sel darah
merah/eritrosit. Zat gizi lain yang berperan penting dalam pembuatan
hemoglobin antara lain asam folat dan vitamin B12 (Kemenkes RI,
2016).
b. Menstruasi
Menstruasi yang dialami oleh remaja putri setiap bulannya
merupakan salah satu penyebab dari anemia. Keluarnya darah dari
tubuh remaja pada saat menstruasi mengakibatkan hemoglobin yang
terkandung dalam sel darah merah juga ikut terbuang, sehingga
cadangan zat besi dalam tubuh juga akan berkurang dan itu akan
menyebabkan terjadinya anemia (Briawan, 2014).
c. Jumlah makanan atau penyerapan diet yang buruk
Kekurangan zat besi adalah penyebab utama anemia. Apabila
remaja mendapatkan makanan bergizi yang cukup, sangat kecil
kemungkinannya mengalami kekurangan zat besi, namun banyak
remaja dari kalangan tidak mampu yang kurang mendapatkan
makanan bergizi sehingga mengalami anemia dan gejala kurang gizi
lainnya. Remaja dari kalangan mampu juga dapat terkena anemia bila
memiliki gangguan pola makan atau berpola makan tidak seimbang
(Kaimudin,dkk 2017).
d. Adanya penyakit infeksi
Penyakit infeksi mempengaruhi metabolisme dan utilisasi zat
besi yang diperlukan dalam pembentukan hemoglobin dalam darah.
Selain itu, Penyakit infeksi tertentu dapat mengganggu pencernaan
dan mengganggu produksi sel darah merah (Kaimudin,dkk 2017).
4. Dampak anemia
Menurut Kemenkes RI (2016) anemia dapat menyebabkan berbagai
dampak buruk pada remaja antara lain:
a. Pada remaja putri dan wanita usia subur.
b. Menurunkan daya tahan tubuh sehingga penderita anemia mudah
terkena penyakit infeksi.
c. Menurunnya kebugaran dan konsentrasi karena kurangnya oksigen ke
sel otot dan sel otak.
d. Menurunnya prestasi belajar dan produktivitas kerja/kinerja.

C. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah pengaruh dari pemahaman. Ketika orang
merepleksikn objek dan mengamatinya melalui panca indera penglihatan,
telinga, penciuman, dan sentuhan, mereka akan menghasilkan
pemahaman semacam ini. Waktu untuk memahami generasi pengetahuan
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian perseptual subjek. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melaui mata dan telinga
(Notoatmodjo dalam Wawan & Dewi, 2017).
2. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan setiap orang tergantung dari kepekaan inderanya masing-
masing terhadap objek. Secara garis besar ada 6 tingkatan pengetahuan
(Notoatmodjo, 2014), yaitu:
a. Mengetahui
Pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas mengingat apa yang
telah dipelajari sebelumnya, sehingga tingkat pengetahuan semester
ini paling rendah. Kemampuan pengetahuan pada tingkat ini
mencakup beberapa deskripsi tentang hal-hal tersebut, seperti definisi,
dan status.
b. Mengerti
Pengetahuan yang dimiliki oleh istilah tersebut dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menyampaikan suatu objek atau hal
dengan benar. Seseorang yang telah memahami pelajaran atau materi
yang diberikan dapat berbicara, meringkas dan menjelaskan objek
atau apa yang telah dipelajarinya sebelumnya.
c. Mengaplikasikan
Pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini adalah materi yang
dapat diterapkan atau diterapkan dalam kondisi tertentu atau praktis.
d. Menganalisis
Kemampuan untuk menggambarkan bahan atau objek sebagai
komponen yang saling berhubungan. Memiliki keterampilan analitis
seperti deskripsi (menghasilkan grafik), pemisahan dan
pengelompokan, diversifikasi atau perbandingan.
e. Mensintesis
Pengetahuan yang dimiliki merupakan kemampuan seseorang
untuk mengasosiasikan berbagai elemen atau elemen pengetahuan
yang ada ke dalam model baru yang lebih komprehensif. Kemampuan
manual ini, seperti kompilasi, perencanaan, klasifikasi, desain, dan
pembuatan.
f. Mengevaluasi
Bentuk pengetahuan yang dimiliki pada tahap ini adalah
kemampuan untuk membuktikan atau mengevaluasi bahan atau benda.
Evaluasi dapat digambarkan sebagai proses perencanaan,
memperoleh, dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk
membentuk keputusan lain.
3. Faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan
Faktor-faktor yang dapat memengaruhi pengetahuan menurut
Retnaningsih (2016) sebagai berikut:
a. Pendidikan
Pendidikan artinya faktor yang erat hubungannya dengan
pemahaman atau pengetahuan seseorang. Orang yang mempunyai
pendidikan yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang luas pula,
namun tidak menutup kemungkinan seorang yang mempunyai latar
pendidikan yang rendah akan absolut mempunyai pengetahuan yang
rendah pula.
b. Media massa
Pusat informasi merupakan cara untuk mengumpulkan,
mengadakan, melingkupi, menganalisis sebuah penjelasan dengan
maksud tujuan tertentu. Pada era sekarang ini, media massa sangat
berkembang pesat dan dapat memudahkan masyarakat untuk
mengeksplorasi berbagai informasi.
c. Lingkungan
Lingkungan menjadi salah satu faktor yang dapat memengaruhi
pengetahuan karena merupakan suatu keadaan, kondisi, wilayah yang
berpengaruh atas proses dimana seseorang itu berada. Adanya
hubungan timbal balik antar manusia, interaksi serta respon dari
keduannya.
d. Pengalaman
Pengalaman merupakan suatu kejadian yang telah dialami oleh
manusia, baik itu tiba-tiba maupun direncanakan. Hal ini membuat
seseorang menjadi lebih hati-hati atau lebih profesional lagi sebelum
melangkah ke selanjutnya. Seseorang yang memiliki pengalaman
yang banyak akan memiliki pengetahuan yang lebih dan dapat
dimanfaatkan untuk kedepannya.

e. Usia
Bertambahnya usia seseorang berhubungan dengan tingkat daya
tangkap dan pola pikirnya. Maka dari itu, pengetahuan yang diperoleh
seseorang berdasarkan umurnya akan memiliki beberapa perbedaan.
4. Kriteria tingkat pengetahuan
Menurut Nursalam (2016), mengatakan bahwa pengetahuan pada
seseorang dapat diinterpretasikan dengan suatu skala. Kriteria dibagi
menjadi tiga kategori yaitu:
a. Pengetahuan kategori baik (76-100 %).
b. Pengetahuan kategori sedang atau cukup (56-75 %).
c. Pengetahuan kategori kurang (<55 %).

D. Perilaku
1. Pengertian perilaku
Perilaku dari aspek biologis diartikan sebagai suatu kegiatan atau
aktivitas organisme atau makhluk hidup yang dapat diamati secara
langsung dan tidak langsung. Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku
diartikan sebagai suatu aksi atau reaksi organisme terhadap
lingkungannya. Robert Kwick (1974) menyatakan bahwa perilaku adalah
tindakan atau perbuatan suatu organisme yang data diamati dan bahkan
dapat dipelajari (Kholid, 2014).
Perilaku adalah tindakan atau aktivitas individu yang mempunyai
aktivitas dan kegiatan seperti berjalan, berbicara, menangis, tertawa,
bekerja, kuliah, membaca, dan sebagainya. Aktivitas ini bisa dilihat dan
diamati langsung maupun dari pihak luar (Notoatmodjo, 2014). Perilaku
Kesehatan merupakan suatu respons seseorang terhadap stimulus yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit yang dialami, system pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan.

2. Jenis perilaku
Menurut Notoatmodjo (2014), dilihat dari bentuk terhadap respon
terhadap stimulus, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu:
a. Perilaku tertutup (covert behavior)
Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut
masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas. Respons
seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,
pengetahuan dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk
“unobservable behavior” atau “covert behavior” yang dapat diukur
dari pengetahuan dan sikap.
b. Perilaku terbuka (overt behavior)
Perilaku terbuka ini terjadi apabila respons terhadap stimulus
tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang
lain dari luar atau “observable behavior”.
3. Tingkatan perilaku
Menurut Notoatmodjo (2014) perilaku atau tindakan dibedakan
menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yakni:
a. Perilaku terpimpin (guided response), subjek atau seseorang telah
melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntutan atau
menggunakan panduan.
b. Perilaku secara mekanisme (mechanism), subjek atau seseorang telah
melakukan atau mempraktekan sesuatu hal secara otomatis.
c. Adopsi (adoption), tindakan atau praktek yang sudah berkembang,
artinya apa yang dilakukan tindakan yang berkualitas.
4. Faktor-faktor perilaku
Menurut WHO dalam Notoatmodjo (2014), yang menyebabkan
seseorang berperilaku tertentu karena empat faktor alasan pokok, yaitu:

a. Pemahaman dan pertimbangan (thoughts and feeling)


Pemahaman dan pertimbangan (thoughts and feeling), yakni
dalam bentuk pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan, dan
penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek
kesehatan).
b. Pengetahuan
Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau
pengalaman orang lain.
c. Kepercayaan
Kepercayaan sering diperoleh dari orang tua, kakek atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan itu berdasarkan keyakinan dan
tanpa adanya pembuktian terlebih dahulu.
d. Sikap
Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktek). Sikap
belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya
tindakan perlu faktor lain diantaranya, fasilitas, sarana, dan prasarana.

E. Tablet Tambah Darah Untuk Remaja


1. Kebutuhan zat besi remaja
Setiap manusia kehilangan zat besi 0,6 mg yang diekskresi,
khususnya melalui feses (tinja). Berbeda halnya dengan laki laki,
perempuan mengalami kehilangan zat Besi ± 1,3 mg per harinya karena
menstruasi sehingga membuat kebutuhan akan zat besi pada perempuan
lebih besar di bandingkan laki-laki.
Pada remaja putri yang sedang menstruasi volume darah yang
hilang antara selama menstruasi berkisar antara 25-30 cc per bulan. Bila
ditambah dengan kehilangan basal, kehilangan zat besi total remaja putri
sekitar 1,25 mg per hari dan bila di hitung berdasarkan frekuensinya
distribusi kehilangan darah saat menstruasi dapat diketahui hanya 2,5%
remaja putri yang membutuhkan zat besi lebih dari 2,4 mg per hari Tablet
tambah darah mengandung 200 mg ferrosulfat, setara dengan 60 mg besi
elemental dan 0,25 mg asam folat.
Tablet Tambah Darah dengan dosis pemberian sehari sebanyak 1
tablet (60 mg zat besi dan 0,25 mg asam folat). (Sulistyawati &
Nurjanah, 2018)
2. Manfaat tablet tambah darah
Beberapa manfaat dari konsumsi tablet tambah darah sebagai
berikut (Kemenkes RI, 2019):
a. Pengganti zat besi yang hilang bersama darah pada wanita dan remaja
putri saat haid.
b. Wanita hamil, menyusui, sehingga kebutuhan zat besinya sangat
tinggi yang perlu disediakan sedini mungkin semenjak remaja.
c. Mengobati wanita dan remaja putri yang menderita anemia.
d. Meningkatkan kemampuan belajar, kemampuan kerja dan kualitas
sumber daya manusia seta generasi penerus.
e. Meningkatkan status gizi dan kesehatan remaja putri.
3. Aturan konsumsi tablet tambah darah
Tablet Tambah Darah merupakan salah satu suplementasi sebagai
intervensi dalam perbaikan gizi, apabila diminum sesuai aturan pakai.
Aturan pemakain tablet tambah darah pada remaja putri sebagai berikut
(Kemenkes RI, 2020):
a. Minum satu tablet tambah darah seminggu sekali dan dianjurkan
minum satu tablet per hari setiap hari selama haid.
b. Minum tablet tambah darah dengan air putih, jangan minum dengan
teh, susu, atau kopi karena dapat menurunkan penyerapan zat besi
dalam tubuh sehingga manfaatnya jadi berkurang.
c. Minum tablet tambah darah setelah makan malam menjelang tidur,
akan tetapi bila setelah minum tablet tambah darah di sertai makan
buah buahan.
d. Simpan tablet tambah darah di tempat yang kering, terhindar dari
sinar matahari langsung, jauh dari jangkauan anak dan setelah di
buka harus di tutup kembali dengan rapat tablet Tambah darah yang
sudah berubah warna sebaiknya tidak di minum (warna asli: merah
darah).
4. Program pemerintah dalam pemberian tablet tambah darah
Rekomendasi WHO pada World Health Assembly (WHA) ke-65 yang
menyepakati rencana aksi dan target global untuk gizi ibu, bayi, dan anak,
dengan komitmen mengurangi separuh (50%) prevalensi anemia pada WUS
pada tahun 2025. Menindaklanjuti rekomendasi tersebut maka pemerintah
Indonesia melakukan intensifikasi pencegahan dan penanggulangan anemia
pada remaja putri dan WUS dengan memprioritaskan pemberian TTD melalui
institusi sekolah (Kemenkes RI, 2019).
Dalam surat edaran nomor HK 03.03/V/0595/2016 tentang Pemberian
Tablet Tambah Darah pada Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Dengan
sasaran anak usia 12-18 tahun yang diberikan melalui institusi pendidikan.
Pemberian TTD dengan komposisi terdiri dari 60 mg zat besi elemental
(dalam bentuk sediaan Ferro Sulfat, Ferro Fumarat atau Ferro Glukonat) dan
0.4 mg asam folat. Pelaksanaan pemberian TTD menurut (Kemenkes RI.,
2021) adalah:
a. Cara pemberian dengan dosis 1 (satu) tablet per minggu dan 1 tablet
setiap hari pada saat menstruasi.
b. Pemberian TTD dilakukan untuk remaja putri usia 12-18 tahun.
c. Pemberian TTD pada remaja putri melalui UKS/M di institusi pendidikan
(SMP dan SMA atau yang sederajat) dengan menentukan hari minum
TTD bersama setiap minggunya sesuai kesepakatan di wilayah masing-
masing.
F. Hasil Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh Shofiana (2018) menyatakan bahwa
pengetahuan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan; semakin banyak
pengetahuan yang dimiliki seseorang, semakin mereka akan mematuhi
standar yang relevan. Pengetahuan merupakan langkah awal dalam
membentuk perilaku kepatuhan. Wanita yang berpengetahuan buruk
mempunyai kemungkinan 2,72 kali lebih besar untuk tidak rutin
mengonsumsi tablet suplemen darah dibandingkan mereka yang
berpengetahuan baik.
Hal tersebut juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
Andani dkk (2020) yang menyatakan terdapat hubungan signifikan antara
pengetahuan dan perilaku remaja dalam konsumsi TTD. Pengetahuan bukan
hanya dipengaruhi baik tidaknya pengetahuan seseorang tentang anemia
remaja tetapi juga dipengaruhi oleh banyaknya penginderaan seseorang
terhadap anemia remaja. Meskipun responden pernah mendapat informasi
terkait materi tersebut, bila intensitas dan persepsi responden rendah maka
tingkat pengetahuan tentang anemia remaja juga akan berkurang. Sejumlah
besar responden yang memiliki pengetahuan kurang dan tidak
mengonsumsi TTD kemungkinan karena intensitas dan persepsi yang rendah
sehingga mempengaruhi perilaku siswi dalam mengonsumsi TTD.
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Aliyah & Krianto (2023)
menyatakan bahwa seluruh responden remaja putri yang ada di Kecamatan
Cimanggis Depok pernah mendengar tentang anemia dan TTD, tahu
bagaimana cara konsumsi TTD yang tepat, akan tetapi hanya sebagian remaja
putri yang memiliki cukup pengetahuan terkait anemia dan TTD. Hal ini
diperkuat dengan seluruh remaja putri tidak mengetahui gejala, dampak dan
bahaya anemia. Hal tersebut juga didukung dari hasil wawancara dengan guru
dimana memang kurang adanya edukasi sehingga mayoritas remaja putri
kurang memiliki pengetahuan terkait anemia. Perilaku konsumsi TTD pada
remaja putri masih kurang. Remaja putri belum menerapkan perilaku
konsumsi TTD secara rutin sesuai dengan anjuran. Faktor penyebabnya yaitu
pengetahuan remaja putri dalam mengonsumsi TTD masih kurang karena
hanya sebagian kecil remaja putri yang memiliki cukup pengetahuan terkait
anemia dan TTD.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmawaty dkk (2023) juga
menunjukkan bahwa pengetahuan anemia dan TTD berhubungan signifikan
dengan kepatuhan konsumsi TTD pada remaja perempuan di SMPN 21
Banjarmasin. Tingkat pengetahuan tentang anemia dan TTD berhubungan
dengan kepatuhan konsumsi TTD. Pengetahuan memengaruhi kepatuhan
konsumsi TTD karena pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Perilaku Remaja Putri


Pengetahuan Remaja Konsumsi Tablet
Putri Terkait Tambah Darah di
Anemia Posyandu Remaja di
Desa Darmasaba

Faktor-faktor yang
Faktor-faktor yang
mempengaruhi
mempengaruhi
perilaku:
pengetahuan:
- Pemahaman dan
- Pendidikan
pertimbangan
- Usia
- Pengetahuan
-Media massa
-Kepercayaan
-Lingkungan
-Sikap
-Pengalaman

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Tingkat Pengetahuan Remaja Putri


Terkait Anemia dengan Perilaku Konsumsi Tablet Tambah
Darah di Posyandu Remaja Desa Darmasaba

Ket :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti

Penjelasan:
Konsumsi tablet tambah darah pada remaja putri merupakan salah satu
upaya utama dalam pencegahan anemia, sehingga sangat diperlukan
kepatuhan remaja putri dalam mengkonsumsi tablet tambah darah. Terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perilaku yakni pemahaman dan
pertimbangan, pengetahuan, kepercayaan dan sikap.

B. Hipotesis
Hipotesis didalam penelitian merupakan jawaban sementara penelitian
yang kebenarannya akan dibuktikan dalam penelitian tersebut (Nursalam,
2020). Hipotesis yang digunakan pada penelitian ini adalah hipotesis
alternatif yaitu ada hubungan tingkat pengetahuan remaja putri terkait anemia
dengan perilaku konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) di Posyandu Remaja
Desa Darmasaba.

C. Variabel Penelitian
1. Variabel penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yakni:
a. Variabel Bebas (Independen Variable)
Variabel independen adalah variabel yang menyebabkan
adanya suatu perubahan terhadap variabel yang lain (Swarjana, 2015).
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah tingkat pengetahuan remaja
putri terkait anemia.
b. Variabel Terikat (Dependen Variable)
Variabel dependen adalah variabel yang mengalami perubahan
sebagai akibat dari perubahan variabel independen (Swarjana, 2015).
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perilaku konsumsi tablet
tambah darah (TTD).
2. Definisi operasional
Definisi oprasional adalah definisi terhadap variabel berdasakan
konsep teori namun bersifat oprasional, agar variabel tersebut dapat
diukur atau bahkan dapat diuji dengan baik oleh peneliti lain (Swarjana,
2015).

Tabel 3. 1 Definisi Operasional Penelitian Hubungan Tingkat Pengetahuan


Remaja Putri Terkait Anemia dengan Perilaku Konsumsi Tablet
Tambah Darah di Posyandu Remaja Desa Darmasaba.
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Pengukuran Skala Ukur
Operasional
Pengetahuan Segala sesuatu Kuesioner Pengetahuan remaja Interval
yang diketahui dengan 20 tentang anemia
oleh responden pertanyaan diberikan rentang
tentang terkait skor 0-100. Semakin
anemia seperti pengetahuan tinggi skor maka
definisi, penyebab, tentang semakin tinggi
dampak dan cara anemia pengetahuan remaja
pencegahan anemia tentang anemia.
Pengetahuan juga
dikategorikan:
a. Pengetahuan
kategori baik
(76-100).
b. Pengetahuan
kategori sedang
atau cukup (56-
75).
c. Pengetahuan
kategori kurang
(<55).

Perilaku Tindakan dalam Kuesioner Perilaku remaja Interval


bentuk nyata yang dengan 10 tentang anemia
di berikan oleh pertanyaan diberikan rentang
responden dalam terkait skor 0-100. Semakin
konsumsi tablet perilaku tinggi skor maka
tambah darah tentang semakin baik
seperti kooperatif, anemia perilaku remaja
antusias dan taat tentang anemia.
dalam konsumsi Perilaku juga
tablet tambah darah dikategorikan:
a. Perilaku kategori
baik (76-100).
b. Perilaku
kategori sedang
atau cukup (56-
75).
c. Perilaku
kategori kurang
(<55).

Anda mungkin juga menyukai