Materi 3

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 18

PPN dan SPT PPN

PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak
(PKP) atas transaksi jual-beli BKP dan/atau JKP.

Karena PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung,
maka pihak yang membayar pajak ini tidak diwajibkan menyetorkan langsung ke kas
negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN.

Subjek PPN yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP.

Bedanya, jika sebagai PKP wajib memungut PPN. Sedangkan Non PKP tidak bisa
memungut Pajak Pertambahan Nilai.

Tapi bagi Non PKP, ketika melakukan transaksi barang/jasa kena PPN tidak bisa
mengkreditkan Pajak Masukan.

A. Undang-Undang yang Mengatur Pajak Pertambahan Nilai

Terdapat beberapa kali perubahan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai di


Indonesia.

Adapun perubahan yang terjadi disebabkan karena adanya pergantian model


pemungutan pajak dan peraturan perundang-undangan agar bisa lebih sederhana
dan adil untuk masyarakat termasuk dalam pembuatan Faktur Pajaknya.

Berikut adalah perubahan UU terkait Paja Pertambahan Nilai di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983

UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak
Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2000

Setelah UU No. 8 Tahun 1983, muncul perubahan kedua yaitu Undang-Undang


Nomor 18 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang PPN Barang dan Jasa dan PPnBM.

Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang
tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009

Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan PPnBM.

Untuk melengkapi kekurangan pada UU Pajak Pertambahan Nilai sebelumnya,


undang-undang ini bertujuan memberikan keadilan hukum dan keamanan bagi
negara dan masyarakat dengan sistem perpajakan yang jauh lebih sederhana.

4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020

Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam
UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan, namun UU 42
Tahun 2009 sebagian masih berlaku.

Ada beberapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang
mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya.

5. Terbaru dalam UU HPP No. 7 Tahun 2021

Peraturan perundang-undangan perpajakan tentang PPN tertuang dalam UU HPP


No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

B. Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai di Indonesia

Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia sebagai berikut:

1. PKP yang melakukan penyerahan BKP/JKP wajib memungut Pajak Pertambahan


Nilai dari pembeli/penerima BKP/JKP, dan membuat Faktur Pajak sebagai bukti
pemungutannya.
2. Pajak Pertambahan Nilai yang tercantum dalam Faktur Pajak tersebut merupakan
Pajak Keluaran bagi PKP Penjual BKP/JKP, yang sifatnya sebagai pajak yang
harus dibayar (utang pajak).
3. Pada waktu PKP melakukan pembelian/perolehan BKP/JKP yang dikenakan PPN
yang merupakan Pajak Masukan yang sifatnya sebagai pajak yang dibayar di
muka, sepanjang BKP/JKP yang dibeli tersebut berhubungan langsung dengan
kegiatan usahanya.
4. Untuk setiap Masa Pajak (setiap bulan), apabila jumlah Pajak Keluaran lebih
besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya harus disetor ke Kas Negara
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Dan
sebaliknya, apabila jumlah Pajak Masukan lebih besar daripada Pajak Keluaran,
maka selisih tersebut dapat dikompensasi ke masa pajak berikutnya.
Restitusi hanya dapat diajukan pada akhir tahun buku. Hanya PKP yang
disebutkan dalam Pasal 9 ayat (4b) UU Nomor 42 Tahun 2009 saja yang dapat
mengajukan restitusi untuk setiap Masa Pajak.
5. PKP di atas wajib menyampaikan SPT Masa PPN setiap bulan ke KPP terkait
paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

C. Fungsi PPN

Fungsi PPN adalah:

1. Fungsi PPN untuk perhitungan kekurangan pajak atau kelebihan pajak

Fungsi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk
mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau
justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.

Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat
mengajukan kelebihan bayar PPN pada perhitungan masa pajak berikutnya atau
mengkreditkan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya.

Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP
wajib menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.

2. Fungsi PPN sebagai fungsi anggaran

Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak
yang disetorkan ke negara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang
dananya digunakan untuk membiayai negara.

3. Fungsi PPN sebagai fungsi regulasi pemerintah

Fungsi PPN berikutnya adalah untuk mengatur dan melaksanakan kebijakan


pemerintah terutama dalam bidang sosial ekonomi, seperti untuk menekan
importasi guna meningkatkan daya saing produk buatan Indonesia di pasar dalam
negeri.

4. Fungsi PPN sebagai fungsi stabilitas penerimaan negara

Fungsi PPN selanjutnya sebagai penerimaan negara yang berfungsi menjaga


stabilitas ekonomi seperti menekan inflasi dan lainnya.

5. Fungsi PPN sebagai fungsi pembiayaan negara

Fungsi PPN juga sebagai pembiayaan pengeluaran umum dan pembangunan


nasional, salah satunya menciptakan lapangan pekerjaan dan lainnya.

D. Objek PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya, juga akan ada objek yang
dibebaskan dari pengenaan pajak.
Berikut adalah objek dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar
negative list PPN:

1. Barang/Jasa yang Dikenakan Pajak Pertambahan Nilai

 Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
 Impor Barang Kena Pajak.
 Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
 Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
 Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
 Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang
dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang
Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
 Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut
boleh dikreditkan.

2. Daftar Negatif List atau Bebas PPN

Tidak semua barang atau jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, ada sejumlah
BKP/JKP yang masuk dalam daftar negative list atau tidak dikenakan PPN.

Pengecualian Pajak Pertambahan Nilai ini dikenakan terhadap barang/jasa tertentu


yang diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai.

a. Barang Tidak Kena Pajak

 Barang hasil pertambangan atau pengeboran (minyak mentah, asbes, batu


bara, gas bumi, dan lain-lain).
 Barang Kebutuhan Pokok (beras, jagung, susu, daging, kedelai, sayuran, dan
lainnya).
 Makanan dan minuman yang disajikan di rumah makan atau restoran.
 Uang dan emas batangan.

b. Jasa Tidak Kena Pajak

 Jasa pelayanan medis


 Jasa pelayanan sosial
 Jasa keuangan
 Jasa asuransi
 Jasa keagamaan
 Jasa pendidikan
 Jasa kesenian dan hiburan
 Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan
 Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara
 Jasa perhotelan
 Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan
pemerintahan secara umum
 Jasa penyediaan tempat parkir
 Jasa boga atau catering

3. Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negative List PPN dalam UU HPP

Seperti yang sudah disinggung di atas, dalam UU HPP ini memang dilakukan
perluasan objek PPN.

Artinya, barang/jasa kena pajak dalam daftar negative list dikeluarkan dari
pembebasan PPN, seperti:

 Kebutuhan pokok
 Jasa kesehatan
 Jasa pendidikan
 Jasa pelayanan sosial
 Beberapa jenis jasa lainnya

Namun, UU HPP juga menegaskan bagi masyarakat berpenghasilan menengah dan


kecil, tetap tidak perlu membayar atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan,
jasa kesehatan, dan layanan sosial tersebut.

E. Dasar Pengenaan Tarif Pajak PPN

Untuk menghitung Pajak Pertambahan Nilai atau Pajak Pertambahan Nilai


digunakan nilai yang menjadi Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).

Dasar Pengenaan Pajak (DPP) sendiri terdiri dari:

1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.

3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang
Kena Pajak.

4. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.

5. Nilai Lain

Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.

DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai) yang diatur dalam Pasal 9
ayat 1 sebagai berikut:

 Untuk penyerahan BKP atau pemanfaatan BKP tidak berwujud, DPP-nya


adalah jumlah harga jual.
 Untuk pengimporan BKP, DPP-nya adalah nilai impor (definisi nilai impor lihat
Pasal 1 angka 20 UU PPN).
 Untuk pengeksporan BKP, DPP-nya adalah nilai ekspor.
 Untuk kasus penyerahan BKP/JKP tertentu, DPP-nya adalah nilai lain. Nilai
lain adalah suatu jumlah yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai Dasar
Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas jenis penyerahan BKP/JKP
tertentu.

F. Tarif PPN Terbaru 11% dan Kapan Tarif 12% Berlaku?

Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.

Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai
berikut:

1. Tarif umum 10% untuk penyerahan dalam negeri


2. Tarif khusus PPN Ekspor 0% diterapkan atas ekspor BKP berwujud maupun
tidak berwujud, dan ekspor JKP.
3. Tarif Pajak sebesar 10% dapat berubah menjadi lebih rendah, yaitu 5% dan
paling tinggi 15% sebagaimana diatur oleh Peraturan Pemerintah.

Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan


Perpajakan ( UU HPP ), pemerintah menaikkan tarif PPN secara bertahap, yakni:

1. Tarif Umum

 Tarif PPN 11% berlaku mulai 1 April 2022


 Tarif PPN 12% paling lambat diberlakukan 1 Januari 2025
2. Tarif Khusus

Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis
barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya
1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.

Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa
dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:

1. PPN Tidak Dipungut dan Dibebaskan

Pembebasan PPN diberikan pada Pengusaha Kena Pajak:

 PKP yang menyerahkan barang/jasa kena pajak tertentu


 Penyerahan pada perwakilan negara asing
 Penyerahan pada badan internasional
 Penyerahan dengan asas timbal balik/resiprokal

Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan
ekonomi tertentu.

Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal
16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.

PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut
memiliki kode transaksi 07.

2. Fasilitas PPN Ditanggung Pemerintah (DTP)

Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK
No.103/PMK.03/2021.

Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah
tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.

 Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit
dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
 Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga
di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.

3. PPN Tarif 0%

Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.

Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP),
yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.
G. Rumus Dan Cara Menghitung Tarif PPN

Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).

Proses perhitungan tersebut dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Pajak Pertambahan Nilai = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak ( DPP )

Dasar pengenaan pajak terdiri dari:

1. Harga jual & penggantian

Harga jual dan penggantian adalah biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP.

2. Nilai ekspor & impor

Nilai ekspor dan impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.

3. Nilai lain

Sedangkan nilai lain ini diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk
menjamin rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.

Contoh kasus 1:

Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN,
perhitungannya sebagai berikut:

Pada tanggal 3 Juli 2022 terjadi transaksi: PKP PT AAA di Semarang menjual 1
buah kulkas seharga Rp6.000.000 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada
Bapak Kelik di Magelang.

Transaksi menjual di Semarang adalah penyerahan di dalam daerah pabean. Kulkas


adalah barang kena pajak, yang menyerahkan kulkas adalah pengusaha kena pajak.
Jadi transaksi atau peristiwa ini dikenai PPN.

Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.

Besarnya PPN terutang atas penyerahan kulkas pada tanggal 3 Juli 2022 di
Semarang dihitung oleh PKP PT AAA di Semarang untuk dipungut dengan Faktur
Pajak sebagai berikut:

Harga Jual/DPP PPN x Tarif PPN = Rp6.000.000 x 11%

PPN terutang = Rp 660.000


Bapak Kelik harus membayar ke PKP PT AAA sebesar Rp6.660.000, yang terdiri
atas harga kulkas Rp6.000.000 dan Pajak Pertambahan Nilai Rp660.000.

Contoh kasus 2:

Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain sudah termasuk PPN,
perhitungannya sebagai berikut:

Pada tanggal 13 April 2022 PKP PT BBB di Surabaya menerima tagihan jasa
akuntansi termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp132.000.000 dari PKP PT
CCC di Bandung yang memberikan jasa akuntansi.

Transaksi menagih jasa akuntansi di Bandung adalah penyerahan di dalam daerah


pabean, jasa akuntansi adalah jasa kena pajak, yang memberikan jasa akuntansi
adalah pengusaha kena pajak. Jadi transaksi itu dikenai Pajak Pertambahan Nilai.

Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan, sehingga
besarnya PPN terutang atas penyerahan jasa akuntansi pada tanggal 13 April 2022
di Bandung dihitung oleh PKP PT CCC di Bandung untuk dipungut dengan Faktur
Pajak sebagai berikut:

Harga jual termasuk Pajak Pertambahan Nilai = Rp132.000.000

DPP = 100 x harga jual termasuk PPN


100 + % tarif PPN
= 100 x Rp132.000.000
110
= Rp120.000.000
PPN terutang = DPP PPN x Tarif PPN
= Rp120.000.000 x 11%
= Rp13.200.000
Jadi, PPN dipungut oleh PKP PT CCC Bandung sebesar Rp13.200.000

Contoh Kasus 3:

Pada Oktober 2022, PT AAA menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000 pada PT BBB.

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang = 11% x Rp25.000.000 = Rp2.750.000

Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp2.750.000 tersebut merupakan Pajak


Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak PT AAA dari PT BBB.
Ketentuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Jasa Luar Negeri

Pada Pajak Pertambahan Nilai terdapat beberapa objek yang termuat di dalamnya
seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor Barang Kena Pajak (BKP).

Selain itu juga pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) baik dari dalam maupun luar
Daerah Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean maupun PPN Jasa Luar Negeri.

a. Ketentuan Aturan PPN Jasa Luar Negeri

Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari
luar negeri yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak
Pertambahan Nilai akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan
sebagai berikut:

1. Penyerahan dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal
di luar Daerah Pabean.
2. Pengenaan Jasa Luar Negeri dapat dilakukan di dalam maupun di luar Daerah
Pabean, selama kegiatan pemanfaatan jasa tidak menyebabkan Orang Pribadi
atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean menjadi subjek
pajak dalam negeri.
3. Aktivitas pemanfaatan Jasa Luar Negeri dilakukan di dalam Daerah Pabean.
4. Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri dimanfaatkan oleh siapapun dalam
Daerah Pabean.
5. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri tidak melihat status
penggunanya, baik Orang Pribadi maupun Badan, atau telah menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun belum.
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri bisa terutang, sebab terjadi ketika
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sedang dalam proses
pembayaran atau baru saja dimulai.

Dengan catatan pembayaran tersebut diterima sebelum penyerahan Jasa Luar


Negeri.

b. Ketentuan Waktu Pemanfaatan Jasa Luar Negeri

1. Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut
digunakan secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
2. Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya.
3. Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
4. Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pengguna. Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penggunaan Jasa Luar Negeri
harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya
pajak.
c. Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri

Contoh Kasus

Perusahaan BBB memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Singapura
yang telah memberikan pelatihan pengembangan personality pada
perusahaannya.

Harta tenaga ahli tersebut adalah sebesar Rp600.000.000.

Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus
jumlah bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai.

Tarif PPN yang digunakan sesuai UU HPP yang sebesar 11%.

Sehingga dalam hal ini, Sobat Klikpajak dapat menerapkan rumus kedua yaitu
11/100 x Rp600.000.000, untuk menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang
menjadi beban dan harus dibayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.

Dari perhitungan tersebut, maka PPN atas pembayaran jasa tenaga ahli dari
Singapura itu sebesar Rp66.000.000.
SPT PPN

SPT Masa PPN adalah formulir yang digunakan wajib pajak badan berstatus PKP
untuk melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.

A. Apa itu SPT Masa PPN DM

SPT Masa PPN DM adalah formulir pelaporan PPN untuk PKP tertentu.

PKP tertentu dalam hal ini perhitungan pajaknya menggunakan pedoman


perhitungan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan peredaran usaha dan
kegiatan usaha yang dalam satu tahun pajak tidak melebihi jumlah tertentu.

Pajak Masukan tersebut diperoleh PKP bukan dari hasil pembelian barang/jasa
kena pajak, melainkan diperoleh dari perhitungan rumus tersendiri dengan dasar
pengenaannya diperoleh dari Pajak Keluaran.

Singkatnya, Surat Pemberitahuan PPN DM ini merupakan surat pemberitahuan


pajak pertambahan nilai sederhana yang diperuntukkan bagi PKP tertentu,
terutama PKP Pedagang Eceran (PKP PE).

B. Kewajiban Melaporkan SPT Masa PPN

Setiap wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan berstatus PKP yang
melakukan transaksi barang/jasa kena pajak harus mengelola Faktur Pajak.

Faktur Pajak tersebut wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa pajak
pertambahan nilai setiap masa pajak/ bulan atau biasa disebut laporan bulanan.

Merujuk Pasal 15A Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 disebutkan, Surat


Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir
bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.

Contoh:

PT AAA membuat Faktur Pajak elektronik (eFaktur) pada tanggal 20 Agustus 2022
atas transaksi barang kena pajak dengan PT BBB.

Maka, PT AAA harus melaporkan pemungutan PPN dari transaksi tersebut dengan
SPT Masa PPN paling lambat 30 September 2022.
Dalam Pasal 3A ayat (3), ayat (4) dan (5) Peraturan Menteri Keuangan No.
9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas PMK No.243/PMK.03/2014 tentang Surat
Pemberitahuan, disebutkan bahwa:

 SPT Masa PPN wajib disampaikan setiap PKP dalam bentuk dokumen
elektronik
 SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib disampaikan oleh setiap pemungut
PPN selain bendahara pemerintah, dalam bentuk dokumen elektronik
 Kewajiban penyampaian SPT Masa PPN bagi pemungut PPN oleh bendahara
pemerintah dalam bentuk elektrpnik tersebut diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen-Pajak)
Sekadar untuk diketahui, PMK No. 9/2018 ini sudah diubah dengan PMK No.
18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), PPN dan PPnBM, serta Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP).

Terbaru, ketentuan PPN juga duatur kembali dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

C. SPT Masa PPN Bisa Dilaporkan Melalui Apa?

Seperti diketahui, DJP telah mewajibkan pelaporan SPT Masa PPN melalui
aplikasi e-Faktur, sebelumnya melalui aplikasi e-Filing atau e-SPT.

Namun, resmi berlaku mulai 1 Oktober 2020, pelaporan SPT PPN wajib melalui e-
Faktur, seiring berlakunya sistem eFaktur 3.0 pada 2022.

Ketentuan tersebut disampaikan DJP melalui Pengumuman Nomor PENG-


11/PJ.09/2020 tentang Implementasi Nasional Aplikasi e-Faktur Desktop versi 3.0.

DJP terus memperharui sistem eFaktur dengan versi terbaru yakni eFaktur 3.1 dan
versi e-Faktur 3.2 guna mengakomodir kebutuhan pelayanan administrasi
perpajakan PKP pengelola eFaktur, salah satunya kenaikan tarif PPN 11%.

Bentuk SPT Masa PPN 1111 dan 1111 DM

Jenis pelaporan Surat Pemberitahuan PPN ada dua, yakni:

 SPT PPN 1111 –> untuk PKP secara umum


 SPT PPN 1111 DM –> untuk PKP tertentu
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 ini wajib digunakan oleh
setiap PKP, selain PKP yang menggunakan pedoman penghitungan pengkreditan
Pajak Masukan untuk pelaporan pajaknya mulai Masa Pajak Januari 2011.

Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian surat
pemberitahauan masa pajak pertambahan nilaia sudah diatur dalam PER-
29/PJ/2015.

A. Bentuk SPT Masa PPN 1111

Surat pemberitahuan Masa PPN sekarang disebut pula dengan Surat


Pemberitahuan Masa PPN 1111, yang terdiri dari:

 1 form induk
Form induk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai seperti berikut:

Formulir 1111: Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN)

 6 form lampiran
Lampiran SPT Masa PPN 1111 beserta nomor dan kode formulir tersebut terdiri
dari:

1. Formulir 1111 AB (D.1.2.32.07)

Formulir Rekapitulasi Penyerahan dan Perolehan Lampiran AB SPT PPN ini


sebagai subinduk SPT PPN yang memuat keterangan rekapitulasi penyerahan,
perolehan dan penghitungan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan.

2. Formulir 1111 A1 (D.1.2.32.08)

Formulir Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP.

Lampiran A1 SPT PPN ini untuk melaporkan pemberitahuan ekspor barang,


pemberitahuan ekspor JKP/BKP tidak berwujud.

3. Formulir 1111 A2 (D.1.2.32.09)

Formulir Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur
Pajak.
Lampiran A2 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak selain yang menurut
ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual, yang diterbitkan dan/atau nota retur/nota pembatalan
yang diterima.

4. Formulir 1111 B1 (D.1.2.32.10)

Formulir Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean.

Lampiran B1 SPT PPN ini untuk melaporkan pemberitahuan impor barang atas
impor BKP dan/atau Surat Setoran Pajak (SSP) atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud/JKP dari luar daerah pabean.

5. Formulir 1111 B2 (D.1.2.32.11)

Formulir Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP
Dalam Negeri.

Lampiran B2 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak yang dapat dikreditkan,
yang diterima, dan/atau nota retur/nota pembatalan atas pengembalian
BKP/pembatalan JKP yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan, yang diterbitkan.

6. Formulir 1111 B3 (D.1.2.32.12)

Formulir Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat
Fasilitas.

Lampiran B3 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak yang tidak dikreditkan
atau mendapat fasilitas, yang diterima; dan/atau nota retur/nota pembatalan atas
pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) / pembatalan Jasa Kena Pajak (JKP)
yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterbitkan.

B. Bentuk SPT Masa PPN 1111 DM

Merujuk Perdirjen Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata
Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi PKP
yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, SPT
Masa PPN 1111 DM terdiri dari:

1. Induk SPT Masa PPN 1111 DM: Formulir 1111 DM (F.1.2.32.05)


2. Lampiran SPT Masa PPN 1111 DM:

 Formulir 1111 A DM (D.1.2.32.13): Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan


Dalam Negeri dengan Faktur Pajak
 Formulir 1111 R DM (D.1.2.32.13): Daftar Pengembalian BKP dan Pembatalan
JKP oleh PKP yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan
Pajak Masukan
a. PKP dengan peredaran usaha tertentu

Penggunaan SPT Masa PPN 1111 DM dengan pedoman perhitungan pengkreditan


Pajak Masukan bagi PKP yang punya peredaran usaha tidak melebihi
Rp1.800.000.000 untuk setiap 1 tahun buku dalam 2 tahun buku sebelumnya dan
baru dikukuhkan sebagai PKP.

b. PKP dengan kegiatana usaha tertentu

SPT Masa PPN 1111 DM dengan pedoman perhitungan pengkreditan Pajak


Masukan bagi PKP yang melakukan kegiatan usaha tertentu yaitu penyerahan
kendaraan bermotor bekas dan penyerahan emas perhiasan secara eceran.

Seiring dengan diterbitkannya PMK No. 197/PMK.03/2013, wajib pajak yang


menggunakan Surat Pemberitauan Masa PPN 1111 DM hanya PKP yang
melakukan penyerahana kendaraan bekas secara eceran.

Tata Cara Pengisian dan Contohnya

Ketentuan umum pengisian SPT Masa PPN berdasarkan UU No. 6 Tahun


1983 tentang KUP sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan UU No. 16
Tahun 2009 dan terakhir dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang:

Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), disebutkan bahwa SPT Masa PPN
ditandatangani oleh orang yang diberi kuasa harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus.

Isi SPT Masa PPN berdasarkan PMK No. 243 Tahun 2014 harus memuat
informasi sebagai berikut:

 Jenis Pajak
 Nama wajib pajak serta NPWP-nya
 Tanda tangan WP atau kuasa dari WP
 Jumlah penyerahan
 Jumlah DPP (Dasar Pengenaan Pajak)
 Jumlah pajak keluaran (penjualan)
 Jumlah pajak masukan (pembelian) yang bisa dikreditkan
 Jumlah kekurangan/kelebihan pajak
 Tanggal penyetoran
 Data lainnya terkait kegiatan usaha wajib pajak/PKP
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 digunakan oleh individu
(pribadi) dan badan (perusahaan) yang berstatus PKP.

Sedangkan pengisian SPT Masa PPN 1111 DM sebagaimana diatur dalam


lampiran II PER-45/PJ/2010, Formulir 1111 DM penyerahan barang diisi dengan
jumlah seluruh penyerahan barang, baik barang berwujud maupun barang tidak
berwujud, yang meliputi:

 Ekspor
 Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
 Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN
 Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
 Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
 Penyerahan yang tidak terutang PPN,
Dari semua penyerahan itu dikurangi dengan retur barang yang diterima.
Berikutnya Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 A DM, yakni berisi daftar Pajak
Keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak dan dokumen
tertentu yang kedudukannya disamakan dengan Faktur Pajak dan nota retur
penjualan.

Kolom kode dan nomor seri pada SPT PPN 1111 A DM diisi dengan kode dan
nomor seri yang tercantum dalam Faktur Pajak sesuai ketentuan yang mengatur
mengenai kode dan NSFP atau diisi dengan kode dan nomor seri yang tercantum
dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.

Sebagaimana ketentuan dalam PER-17/PJ/2016, ketika PKP pedagang eceran


kendaraan bermotor bekas yang menerbitkan Faktur Pajak sesuai PER-
24/PJ/2012, saat melaporkan Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 DM, jumlah
kolom DPP dan PPN yang tercantum dalam formulir 1111 A DM merupakan jumlah
seluruh penyerahan yang terjadi dalam masa pajak tersebut.

Jumlah tersebut saat dipindahkan dalam formulir induk bagian DPP penyerahan
barang, maka akan menghasilkan angka yang sama antara DPP penyerahan
barang yang tercantum pada formulir 1111 DM dan formulir 1111 A DM.

Ketentuan Pelaporan SPT Masa PPN

Tata cara lapor SPT Masa PPN harus dilaporkan setiap bulannya, kendati tidak
ada perubahan neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0).

Batas jatuh tempo bayar pajak setiap kapan?


Jatuh tempo lapor SPT masa Pajak Pertambahan Nilai adalah pada hari terakhir
(tanggal 30 atau 31) bulan berikutnya setelah akhir masa pajak yang
bersangkutan.

Kecuali dalam kondisi tertentu seperti yang tertuang pada PMK Nomor
80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikutnya
setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.

Anda mungkin juga menyukai