Materi 3
Materi 3
Materi 3
PPN
Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dipungut oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi, Badan, dan Pemerintah yang berstatus Pengusaha Kena Pajak
(PKP) atas transaksi jual-beli BKP dan/atau JKP.
Karena PPN bersifat objektif, tidak kumulatif, dan merupakan pajak tidak langsung,
maka pihak yang membayar pajak ini tidak diwajibkan menyetorkan langsung ke kas
negara, melainkan lewat pihak yang memotong/memungut PPN.
Subjek PPN yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP) dan non PKP.
Bedanya, jika sebagai PKP wajib memungut PPN. Sedangkan Non PKP tidak bisa
memungut Pajak Pertambahan Nilai.
Tapi bagi Non PKP, ketika melakukan transaksi barang/jasa kena PPN tidak bisa
mengkreditkan Pajak Masukan.
UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah diciptakan untuk mengatur tentang PPN dan PPnBM (Pajak
Penjualan atas Barang Mewah) yang disahkan pada 1 April 1985.
Perubahan ini dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan sistem perpajakan yang
tepat untuk masyarakat juga untuk meningkatkan penerimaan negara.
3. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Perubahan ketiga adalah UU No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai
Barang dan Jasa dan PPnBM.
Meski ketentuan baru tentang Pajak Pertambahan Nilai ini juga diatur kembali dalam
UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada klaster perpajakan, namun UU 42
Tahun 2009 sebagian masih berlaku.
Ada beberapa bagian pasal dalam UU Cipta Kerja klaster perpajakan ini yang
mengubah atau menambahkan beberapa pasal dari undang-undang pendahulunya.
Secara teknis, mekanisme yang berlaku terhadap PPN di Indonesia sebagai berikut:
C. Fungsi PPN
Fungsi utama PPN Masukan dan Keluaran adalah sebagai perhitungan untuk
mengetahui seberapa besar jumlah pajak yang harus dibayarkan ke negara atau
justru dapat diajukan sebagai kompensasi kelebihan pembayaran PPN.
Jika Pajak Masukan lebih besar dari Pajak Keluaran, maka PKP dapat
mengajukan kelebihan bayar PPN pada perhitungan masa pajak berikutnya atau
mengkreditkan PPN lebih bayar ke masa pajak berikutnya.
Sebaliknya, jika Pajak Keluaran lebih besar dibanding Pajak Masukan, maka PKP
wajib menyetorkan PPN Terutang tersebut ke kas negara.
Fungsi Pajak Pertambahan Nilai juga sebagai fungsi anggaran mengingat pajak
yang disetorkan ke negara jadi salah satu sumber penerimaan negara yang
dananya digunakan untuk membiayai negara.
Jika ada objek yang dikenakan pajak, maka kebalikannya, juga akan ada objek yang
dibebaskan dari pengenaan pajak.
Berikut adalah objek dan yang dikecualikan dari PPN alias yang masuk dalam daftar
negative list PPN:
Penyerahan Barang Kena Pajak (BPK) dan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam
daerah Pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
Impor Barang Kena Pajak.
Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di
dalam daerah pabean.
Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean.
Ekspor Barang Kena Pajak berwujud atau tidak berwujud dan ekspor Jasa
Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Kegiatan Membangun Sendiri bangunan dengan luas lebih dari 200m2 yang
dilakukan di luar lingkungan perusahaan dan/atau pekerjaan oleh Orang
Pribadi atau Badan yang hasilnya digunakan sendiri atau pihak lain.
Penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan,
sepanjang Pajak Masukan yang dibayar pada saat perolehan aktiva tersebut
boleh dikreditkan.
Tidak semua barang atau jasa dikenakan Pajak Pertambahan Nilai, ada sejumlah
BKP/JKP yang masuk dalam daftar negative list atau tidak dikenakan PPN.
3. Barang/Jasa yang Dikeluarkan dari Daftar Negative List PPN dalam UU HPP
Seperti yang sudah disinggung di atas, dalam UU HPP ini memang dilakukan
perluasan objek PPN.
Artinya, barang/jasa kena pajak dalam daftar negative list dikeluarkan dari
pembebasan PPN, seperti:
Kebutuhan pokok
Jasa kesehatan
Jasa pendidikan
Jasa pelayanan sosial
Beberapa jenis jasa lainnya
1. Harga Jual
Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak.
2. Penggantian
Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau
seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor
Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud.
3. Nilai Impor
Nilai Impor adalah uang yang digunakan sebagai dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-
undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang
Kena Pajak.
4. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor adalah uang atau biaya yang diminta oleh eksportir.
5. Nilai Lain
Nilai Lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan
Pajak yang diatur oleh Menteri Keuangan.
DPP PPN (Dasar Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai) yang diatur dalam Pasal 9
ayat 1 sebagai berikut:
Tarif Pajak Pertambahan Nilai terbagi menjadi dua yaitu tarif umum dan tarif khusus.
Sesuai Pasal 7 UU PPN No. 42 Tahun 2009 disebutkan besar tarif PPN sebagai
berikut:
1. Tarif Umum
Sedangkan tarif khusus untuk kemudahan dalam pemungutan PPN, atas jenis
barang/jasa tertentu aau sektor usaha tertentu diterapkan tarif PPN final, misalnya
1%, 2% atau 3% dari peredaran usaha, yang diatur dengan PMK.
Setidaknya ada beberapa fasilitas atau insentif Pajak Pertambahan Nilai yang bisa
dimanfaatkan oleh PKP, di antaranya:
Sedangkan PPN tidak dipungut diberikan untuk penyerahan terkait dengan kawasan
ekonomi tertentu.
Fasilitas pembebasan tarif Pajak Pertambahan Nilai ini diatur dalam UU PPN Pasal
16B Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 jo. UU No. 42/2009.
PPN yang dibebaskan ini memiliki kode transaksi 08, sementara yang tidak dipungut
memiliki kode transaksi 07.
Insentif PPN DTP diberikan pada sektor properti yang diatur dalam PMK
No.103/PMK.03/2021.
Insentif Pajak Pertambahan Nilai DTP properti ini diberikan untuk penyerahan rumah
tapak baru dan unit hunian rumah susun baru.
Diskon DTP properti 100% untuk Pajak Pertambahan Nilai rumah atau unit
dengan harga jual paling tinggi Rp2 miliar.
Diskon PPN DTP properti sebesar 50% untuk rumah atau unit dengan harga
di atas Rp2 miliar – Rp5 miliar.
3. PPN Tarif 0%
Pengenaan PPN 0% diberikan pada ekspor barang/jasa kena pajak, yang diatur
dalam Pasal 4 ayat (1) UU Pajak Pertambahan Nilai.
Pemberian insentif PPN 0% dilakukan perluasan jenis ekspor jasa kena pajak (JKP),
yang mulai berlaku sejak 29 Maret 2021, diatur dalam PMK No. 32/PMK.03/2019.
G. Rumus Dan Cara Menghitung Tarif PPN
Perhitungan PPN yang terutang dilakukan dengan cara mengalikan tarif pajak
dengan Dasar Pengenaan Pajak ( DPP ).
Harga jual dan penggantian adalah biaya yang diminta atau seharusnya diminta
oleh penjual karena penyerahan BKP/JKP.
Nilai ekspor dan impor adalah nilai yang menjadi dasar penghitungan Bea Masuk
ditambah pungutan kepabeanan dan cukai untuk impor BKP atau semua biaya
yang diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir.
3. Nilai lain
Sedangkan nilai lain ini diatur dengan atau berdasarkan PMK hanya untuk
menjamin rasa keadilan yang dibutuhkan oleh masyarakat banyak.
Contoh kasus 1:
Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain belum termasuk PPN,
perhitungannya sebagai berikut:
Pada tanggal 3 Juli 2022 terjadi transaksi: PKP PT AAA di Semarang menjual 1
buah kulkas seharga Rp6.000.000 belum termasuk Pajak Pertambahan Nilai kepada
Bapak Kelik di Magelang.
Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan.
Besarnya PPN terutang atas penyerahan kulkas pada tanggal 3 Juli 2022 di
Semarang dihitung oleh PKP PT AAA di Semarang untuk dipungut dengan Faktur
Pajak sebagai berikut:
Contoh kasus 2:
Jika di dalam harga jual atau penggantian atau nilai lain sudah termasuk PPN,
perhitungannya sebagai berikut:
Pada tanggal 13 April 2022 PKP PT BBB di Surabaya menerima tagihan jasa
akuntansi termasuk Pajak Pertambahan Nilai sebesar Rp132.000.000 dari PKP PT
CCC di Bandung yang memberikan jasa akuntansi.
Transaksi ini tidak mendapat fasilitas PPN tidak dipungut atau dibebaskan, sehingga
besarnya PPN terutang atas penyerahan jasa akuntansi pada tanggal 13 April 2022
di Bandung dihitung oleh PKP PT CCC di Bandung untuk dipungut dengan Faktur
Pajak sebagai berikut:
Contoh Kasus 3:
Pada Oktober 2022, PT AAA menjual tunai Barang Kena Pajak dengan Harga Jual
Rp25.000.000 pada PT BBB.
Pada Pajak Pertambahan Nilai terdapat beberapa objek yang termuat di dalamnya
seperti PPN dalam sektor ekspor dan impor Barang Kena Pajak (BKP).
Selain itu juga pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) baik dari dalam maupun luar
Daerah Pabean atau Pajak Pertambahan Nilai atas Jasa Kena Pajak dari luar
Daerah Pabean maupun PPN Jasa Luar Negeri.
Selanjutnya, terdapat aturan tentang batasan untuk transaksi Jasa Kena Pajak dari
luar negeri yang diatur dalam pasal 4 Ayat 1 SE-147/PJ/2010, bahwa Pajak
Pertambahan Nilai akan dikenakan atas Jasa Luar Negeri dengan ketentuan
sebagai berikut:
1. Penyerahan dilakukan oleh Orang Pribadi atau Badan yang bertempat tinggal
di luar Daerah Pabean.
2. Pengenaan Jasa Luar Negeri dapat dilakukan di dalam maupun di luar Daerah
Pabean, selama kegiatan pemanfaatan jasa tidak menyebabkan Orang Pribadi
atau Badan yang bertempat tinggal di luar Daerah Pabean menjadi subjek
pajak dalam negeri.
3. Aktivitas pemanfaatan Jasa Luar Negeri dilakukan di dalam Daerah Pabean.
4. Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar negeri dimanfaatkan oleh siapapun dalam
Daerah Pabean.
5. Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri tidak melihat status
penggunanya, baik Orang Pribadi maupun Badan, atau telah menjadi
Pengusaha Kena Pajak (PKP) maupun belum.
Pajak Pertambahan Nilai Jasa Luar Negeri bisa terutang, sebab terjadi ketika
pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sedang dalam proses
pembayaran atau baru saja dimulai.
1. Waktu pemanfaatan jasa merupakan saat dimana Jasa Luar Negeri tersebut
digunakan secara nyata digunakan oleh pihak yang berkepentingan.
2. Jasa Luar Negeri dinyatakan sebagai utang oleh pihak yang
memanfaatkannya.
3. Terjadi penggantian Jasa Kena Pajak ditagih oleh pihak yang menyerahkan.
4. Harga perolehan Jasa Kena Pajak dibayar baik sebagian atau seluruhnya oleh
pengguna. Ditandatanganinya kontrak dan perjanjian yang telah ditetapkan
oleh Direktur Jenderal Pajak.
5. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang atas penggunaan Jasa Luar Negeri
harus disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah saat terutangnya
pajak.
c. Cara Menghitung PPN Jasa Luar Negeri
Contoh Kasus
Perusahaan BBB memiliki beban untuk membayar jasa tenaga ahli dari Singapura
yang telah memberikan pelatihan pengembangan personality pada
perusahaannya.
Sementara tenaga ahli yang disebutkan meminta jumlah gaji yang diterima harus
jumlah bersih termasuk potongan Pajak Pertambahan Nilai.
Sehingga dalam hal ini, Sobat Klikpajak dapat menerapkan rumus kedua yaitu
11/100 x Rp600.000.000, untuk menetapkan jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang
menjadi beban dan harus dibayarkan untuk jasa tenaga kerja ahli tersebut.
Dari perhitungan tersebut, maka PPN atas pembayaran jasa tenaga ahli dari
Singapura itu sebesar Rp66.000.000.
SPT PPN
SPT Masa PPN adalah formulir yang digunakan wajib pajak badan berstatus PKP
untuk melaporkan penghitungan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang terutang.
SPT Masa PPN DM adalah formulir pelaporan PPN untuk PKP tertentu.
Pajak Masukan tersebut diperoleh PKP bukan dari hasil pembelian barang/jasa
kena pajak, melainkan diperoleh dari perhitungan rumus tersendiri dengan dasar
pengenaannya diperoleh dari Pajak Keluaran.
Setiap wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan berstatus PKP yang
melakukan transaksi barang/jasa kena pajak harus mengelola Faktur Pajak.
Faktur Pajak tersebut wajib dilaporkan dalam surat pemberitahuan masa pajak
pertambahan nilai setiap masa pajak/ bulan atau biasa disebut laporan bulanan.
Contoh:
PT AAA membuat Faktur Pajak elektronik (eFaktur) pada tanggal 20 Agustus 2022
atas transaksi barang kena pajak dengan PT BBB.
Maka, PT AAA harus melaporkan pemungutan PPN dari transaksi tersebut dengan
SPT Masa PPN paling lambat 30 September 2022.
Dalam Pasal 3A ayat (3), ayat (4) dan (5) Peraturan Menteri Keuangan No.
9/PMK.03/2018 tentang Perubahan atas PMK No.243/PMK.03/2014 tentang Surat
Pemberitahuan, disebutkan bahwa:
SPT Masa PPN wajib disampaikan setiap PKP dalam bentuk dokumen
elektronik
SPT Masa PPN bagi Pemungut PPN wajib disampaikan oleh setiap pemungut
PPN selain bendahara pemerintah, dalam bentuk dokumen elektronik
Kewajiban penyampaian SPT Masa PPN bagi pemungut PPN oleh bendahara
pemerintah dalam bentuk elektrpnik tersebut diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak (Perdirjen-Pajak)
Sekadar untuk diketahui, PMK No. 9/2018 ini sudah diubah dengan PMK No.
18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
di Bidang Pajak Penghasilan (PPh), PPN dan PPnBM, serta Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan (KUP).
Terbaru, ketentuan PPN juga duatur kembali dalam UU No. 7 Tahun 2021 tentang
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Seperti diketahui, DJP telah mewajibkan pelaporan SPT Masa PPN melalui
aplikasi e-Faktur, sebelumnya melalui aplikasi e-Filing atau e-SPT.
Namun, resmi berlaku mulai 1 Oktober 2020, pelaporan SPT PPN wajib melalui e-
Faktur, seiring berlakunya sistem eFaktur 3.0 pada 2022.
DJP terus memperharui sistem eFaktur dengan versi terbaru yakni eFaktur 3.1 dan
versi e-Faktur 3.2 guna mengakomodir kebutuhan pelayanan administrasi
perpajakan PKP pengelola eFaktur, salah satunya kenaikan tarif PPN 11%.
Ketentuan mengenai bentuk, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian surat
pemberitahauan masa pajak pertambahan nilaia sudah diatur dalam PER-
29/PJ/2015.
1 form induk
Form induk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai seperti berikut:
Formulir 1111: Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT
Masa PPN)
6 form lampiran
Lampiran SPT Masa PPN 1111 beserta nomor dan kode formulir tersebut terdiri
dari:
Formulir Daftar Ekspor BKP Berwujud, BKP Tidak Berwujud dan/atau JKP.
Formulir Daftar Pajak Keluaran atas Penyerahan Dalam Negeri dengan Faktur
Pajak.
Lampiran A2 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak selain yang menurut
ketentuan diperkenankan untuk tidak mencantumkan identitas pembeli serta nama
dan tanda tangan penjual, yang diterbitkan dan/atau nota retur/nota pembatalan
yang diterima.
Formulir Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Impor BKP dan
Pemanfaatan BKP Tidak Berwujud/JKP dari Luar Daerah Pabean.
Lampiran B1 SPT PPN ini untuk melaporkan pemberitahuan impor barang atas
impor BKP dan/atau Surat Setoran Pajak (SSP) atas pemanfaatan BKP tidak
berwujud/JKP dari luar daerah pabean.
Formulir Daftar Pajak Masukan yang Dapat Dikreditkan atas Perolehan BKP/JKP
Dalam Negeri.
Lampiran B2 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak yang dapat dikreditkan,
yang diterima, dan/atau nota retur/nota pembatalan atas pengembalian
BKP/pembatalan JKP yang Pajak Masukannya dapat dikreditkan, yang diterbitkan.
Formulir Daftar Pajak Masukan yang Tidak Dikreditkan atau yang Mendapat
Fasilitas.
Lampiran B3 SPT PPN ini untuk melaporkan Faktur Pajak yang tidak dikreditkan
atau mendapat fasilitas, yang diterima; dan/atau nota retur/nota pembatalan atas
pengembalian Barang Kena Pajak (BKP) / pembatalan Jasa Kena Pajak (JKP)
yang Pajak Masukannya tidak dikreditkan atau mendapat fasilitas, yang diterbitkan.
Merujuk Perdirjen Pajak Nomor PER-45/PJ/2010 tentang Bentuk, Isi, dan Tata
Cara Pengisian serta Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPN bagi PKP
yang Menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, SPT
Masa PPN 1111 DM terdiri dari:
Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), disebutkan bahwa SPT Masa PPN
ditandatangani oleh orang yang diberi kuasa harus dilampiri dengan surat kuasa
khusus.
Isi SPT Masa PPN berdasarkan PMK No. 243 Tahun 2014 harus memuat
informasi sebagai berikut:
Jenis Pajak
Nama wajib pajak serta NPWP-nya
Tanda tangan WP atau kuasa dari WP
Jumlah penyerahan
Jumlah DPP (Dasar Pengenaan Pajak)
Jumlah pajak keluaran (penjualan)
Jumlah pajak masukan (pembelian) yang bisa dikreditkan
Jumlah kekurangan/kelebihan pajak
Tanggal penyetoran
Data lainnya terkait kegiatan usaha wajib pajak/PKP
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai 1111 digunakan oleh individu
(pribadi) dan badan (perusahaan) yang berstatus PKP.
Ekspor
Penyerahan yang PPN-nya harus dipungut sendiri
Penyerahan yang PPN-nya dipungut oleh pemungut PPN
Penyerahan yang PPN-nya tidak dipungut
Penyerahan yang dibebaskan dari pengenaan PPN
Penyerahan yang tidak terutang PPN,
Dari semua penyerahan itu dikurangi dengan retur barang yang diterima.
Berikutnya Surat Pemberitahuan Masa PPN 1111 A DM, yakni berisi daftar Pajak
Keluaran atas penyerahan dalam negeri dengan Faktur Pajak dan dokumen
tertentu yang kedudukannya disamakan dengan Faktur Pajak dan nota retur
penjualan.
Kolom kode dan nomor seri pada SPT PPN 1111 A DM diisi dengan kode dan
nomor seri yang tercantum dalam Faktur Pajak sesuai ketentuan yang mengatur
mengenai kode dan NSFP atau diisi dengan kode dan nomor seri yang tercantum
dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan Faktur Pajak.
Jumlah tersebut saat dipindahkan dalam formulir induk bagian DPP penyerahan
barang, maka akan menghasilkan angka yang sama antara DPP penyerahan
barang yang tercantum pada formulir 1111 DM dan formulir 1111 A DM.
Tata cara lapor SPT Masa PPN harus dilaporkan setiap bulannya, kendati tidak
ada perubahan neraca, atau nilai Rupiah pada masa pajak terkait nihil (0).
Kecuali dalam kondisi tertentu seperti yang tertuang pada PMK Nomor
80/PMK.03/2010, maka tanggal jatuh tempo bukanlah pada akhir bulan berikutnya
setelah akhir masa pajak yang bersangkutan.