Makalah Seminar LK - Miranda Sari

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

R DENGAN POST
LAPARATOMY APENDEKTOMI DIRUANGAN BEDAH PRIA RSUP.
Dr. M. JAMIL PADANG

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas mata kuliah


keperawatan dasar profesi

Oleh

MIRANDA SARI
22131253
KELOMPOK E

Dosen pembimbing
Ns. Fitri Wahyuni S, M.Kep,Sp. Kep. An

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKes MERCUBAKTIJAYA PADANG
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya beserta segala kemudahan, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.R dengan Post
laparatomi apendiktomi di Ruangan Bedah Pria RSUP Dr. M. Djamil
Padang” dengan sebaik mungkin dan insya Allah bermanfaat bagi semua
pembaca.
Dalam proses penyelesaian makalah ini, saya banyak mendapatkan
dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak, karenanya pada kesempatan ini
saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung ikut membantu
penyusunan tugas ini.
Dengan selesainya makalah sebagai salah satu tugas Keperawatan Dasar
Profesi ini, saya menyadari bahwa makalah penuh dengan kekurangan, tak ada
gading yang tak retak oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat
saya harapkan untuk makalah yang lebih baik kedepannya. Dan akhirnya dengan
penuh harapan semoga karya kecil ini bermanfaat juga menambah wawasan bagi
pembaca. Amin yaa rabbal ‘alamin.

Padang, 22 september 2022

Miranda sari

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................11
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang..................................................................................................4
Tujuan Penulisan .............................................................................................5
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar
1. Defenisi...........................................................................................6
2. Etiologi...........................................................................................6
3. Anatomi dan fisiologis....................................................................7
4. Patofisiologi....................................................................................8
5. Tanda dan Gejala............................................................................9
6. Manifestasi klinis............................................................................9
7. Pemeriksaan Diagnostik.................................................................10
8. Penatalaksanaan..............................................................................11
9. Komplikasi......................................................................................13
B. Konsep Dasar laparatomi14
1. Defenisi...........................................................................................14
2. Indikasi...........................................................................................14
3. Komplikasi......................................................................................15
4. Pemulihan.......................................................................................15
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian.......................................................................................15
2. Pengkajian psikososial....................................................................17
3. Pengkajian pola aktivitas................................................................17
4. Pemeriksaan fisik............................................................................18
5. Data sosial.......................................................................................20
6. Data spiritual...................................................................................20
7. Data penunjang...............................................................................21
2
D. Diagnosa Keperawatan.........................................................................21
E. Intervensi .............................................................................................21
F. Implementasi evaluasi..........................................................................22
BAB III LAPORAN KASUS
A. Pengkajian.............................................................................................23
B. Analisa data..........................................................................................33
C. Diagnosa keperawatan..........................................................................33
D. Intervensi keperawatan......................................................................... 33
E. Catatan perkembangan passien.............................................................34
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Operasi atau pembedahan adalah suatu penanganan medis secara

invasive yang dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit,

injuri, atau deformitas tubuh (Nainggolan, 2013). Kiik (2013)

menyatakan bahwa tindakan pembedahan akan mencederai jaringan yang

dapat menimbulkan perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ

tubuh lainnya. Berdasarkan data yang diperoleh dari World Healt

Organization (WHO) dalam Sartika (2013), jumlah pasien dengan

tindakan operasi mencapai angka peningkatan yang sangat signifikan dari

tahun ke tahun. Tercatat di tahun 2011 terdapat 140 juta pasien di

seluruh rumah sakit di dunia, sedangkan pada tahun 2012 data

mengalami peningkatan sebesar 148 juta jiwa.

Tindakan operasi di Indonesia pada tahun 2012 mencapai 1,2 juta

jiwa (WHO) dalam Sartika, 2013). Berdasarkan Data Tabulasi Nasional

Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009, tindakan bedah

menempati ururan ke-11 dari 50 pertama penanganan pola penyakit di

rumah sakit se Indonesia yang diperkirakan 32% diantaranya merupakan

tindakan bedah laparatomi (DEPKES RI, 2009).

Laparatomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor,


dengan melakukan penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen
untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah
4
(hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi) (Sjamsuhidajat & Jong, 2005,;
2 http://medicastore.m, 2012). Laparatomi juga dilakukan pada kasus-
kasus digestif dan kandungan seperti apendiksitis, perforasi, hernia
inguinalis, kanker lambung, kanker colon dan rectum, obstruksi usus,
inflamasi usus kronis, kolestisitis dan peritonitis.
B. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut diatas,
maka tujuan penulisan makalah ini adalah makalah ini bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai asuhan
keperawatan pada pasien dengan laparotomi apendiktomi.

5
BAB II
TINJAUN TEORITIS

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau
umbai cacing (apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan pernanahan.
Bila infeksi bertambah parah, usus buntu itu bisa pecah. Usus buntu
merupakan saluran usus yang ujungnya buntu dan menonjol dari
bagian awal usus besar (cecum) (Anonim, 2007). Apendisitis adalah
inflamasi akut pada apendiks yang bukan merupakan organ esensial
dalam proses pencernaan.
2. Etiologi
Menurut klasifikasi :

a. Apendisitis akut merupakan infeksi yang disebabkan bakteria.


Dan faktor pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen
apendiks. Selain itu hyperplasia jaringan limfe, fekalit
(tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks
karena parasit (E.histolytica).
b. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang di
perut kanan bawah yang mendorong dilakukannya
apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis akut
pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah
kembali pada ke bentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan
jaringan parut.
c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut
kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik apendiks
secara makroskopik mikroskopik (fibrosis menyeluruh
didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,
6
adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi
sel inflamasi kronik), dan keluhan menghilang setelah
apendiktomi.
3. Anatomi dan Fisiologi

Apendiks vermiformis merupakan saluran kecil berbentuk

seperti cacing dengan diameter kurang lebih sebesar pensil dengan

panjang 2 - 6 inci. Lokasi apendiks pada daerah illiaka kanan,

dibawah katup iliocaecal, tepatnya pada dinding abdomen dibawah

titik Mc Burney (Demawan & Rahayuningsih, 2010).

Ujung apendiks dapat terletak diberbagai lokasi, terutama di

belakang sekum. Secara fisiologis apendik menghasilkan lender 1 –

2 ml per hari. Secara normal lendir tersebut dicurahkan ke dalam

lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendik tampaknya berperan pada pathogenesis.

gambar apendiktomi
4. Patofisiologis
7
Apendik belum diketahui fungsinya, merupakan bagian dari

sekum. Penyebab utama apendisitis adalah obstruksi penyumbatan

yang dapat disebabkan oleh hyperplasia dari folikel limfoid

merupakan penyebab terbanyak, adanya fekalit dalam lumen

apendiks. Adanya benda asing seperti cacing, striktura karena akibat

peradangan sebelumnya, sebab lain misalnya keganasan (karsinoma

karsinoid).

Obstruksi apendiks itu menyebabkan mucus yang diproduksi

mukosa terbendung, makin lama mucus yang terbendung makin

banyak dan menekan dinding apendiks oedem serta merangsang

tunika serosa peritonium visceral. Oleh karena itu persyarafan

apendiks sama dengan usus yaitu torakal X maka rangsanganitu

dirasakan sebagai rasa sakit disekitar umbilicus.

Mucus yang terkumpul itu lalu terinfeksi oleh bakteri menjadi

nanah kemudian timbul gangguan aliran vena, sedangkan arteri

belum terganggu, peradangan yang timbul meluas dan mengenai

peritonium parietal setempat, sehingga menimbulkan rasa sakit

dikanan bawah abdomen, keadaan ini disebut dengan apendisitis

supuratif akut. Bila kemudian arteri terganggu maka timbul

allergen dan ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding apendik akut itu telah pecah, dinamakan apendisitis

perforasi. Bila omentum usus yang berdekatan dapat mengelilingi

apendik yang meradang atau perforasi akan timbul suatu masa

8
lokal, keadaan ini disebut sebagai apendisitis abses (Dermawan &

Rahayuningsih, 2010).

Jadi dapat disimpulkan, peradangan pada apendik dapat terjadi oleh

adanya ulserasi dinding mukosa atau obstruksi lumen (biasanya

oleh fecalit / feses yang keras). Penyumbatan pengeluaran secret

mucus mengakibatkan perlengketan, infeksi dan terhambatnya

aliran darah. Dari keadaan hipoksia menyebabkan gangren atau

dapat terjadi ruptur dan pecah dalam waktu 24 – 36 jam. Bila

proses ini berlangsung secara terus – menerus maka organ disekitar

dinding apendik terjadiperlengketan dan akan menjadi abses

(kronik). Apabila proses infeksi sangat cepat (akut) dapat

menyebabkan peritonitis. Peritonitis merupakan komplikasi yang

sangat serius. Infeksi kronis dapat terjadi pada apendik, tetapi hal

ini tidak selalu menimbulkan nyeri didaerah abdomen.

5. Tanda dan Gejala

a. Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah

b. Mual-muntah

c. Anoreksia

d. Nyeri di perut kanan bawah

e. Nyeri lepas

f. Demam diatas 37,5ºC

6. Manifestasi Klinis

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis


9
adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrum di sekitar

umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan

rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umunya nafsu makan

menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke

kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa

lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik

setempat. Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah

epigastrum, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa

memerlukan obat pencahar. Tindakan ini dianggap berbahaya karena

bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga

disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5-38,5º C.

7. pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan fisik (Huda & Kusuma, 2015) :

a) Inspeksi: tampak adanya pembengkakan (swelling)

rongga perut dimana dinding perut tampak mengencang

b) Palpasi: didaerah perut kanan bawah jika ditekan akan

terasa nyeri dan bila tekanan dilepas juga akan terasa

nyeri yang mana merupakan kunci dari apendik akut

c) Dengan tindakan tungkai kanan dan paha ditekuk kuat

atau tungkai diangkattinggi-tinggi, maka terasa nyeri prut

semakin parah

d) Pada apendisitis terletak pada retro sekal maka uji psoas

akan positif dan tanda perangsangan peritonium tidak

10
begitu jelas, sedangkan bila apendik terletak di rongga

pelvis maka obturator sign akan positif dan tanda

perangsangan peritonium akan lebih menonjol

b. Pemeriksaan laboratorium

Kenaikan dari sel darah putih (leukosit) hingga sekitar

10.000- 18.000/mm3. Jika terjadi peningkatan yang lebih dari itu,

maka kemungkinan apendiks sudah mengalami perforasi (pecah)

c. Pemeriksaan radiologi

1. Tampak distensi sekum pada apendisitis akut

2. USG: menunjukan densitas kuadran kanan bawah atau


kadar aliran udara terlokalisasi
Kasus kronik dapat dilakukan rontgen foto abdomen dan
apendikogram.

8. Penatalaksanaan

Keterlambatan dalam tatalaksana dapat meningkatkan kejadian

perforasi.

Tatalaksana yangdapat dilakukan antara lain :

a. Pembedahan : apendiktomi (dilakukan bila diagnosa apendisitis

ditegakan) menurunkan resiko perforasi (Dermawan & Rahayuningsih,

2010)

1. Sebelum operasi

Observasi dalam 8 – 12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan

gejala apendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini

11
observasi keadaan ketat perlu dilakukan. Klien diminta melakukan tirah

baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai

adanya apendisitisataupun peritonitis lainya. Pemeriksaan abdomen dan

rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis) diulang secara

periodik. Foto abdomen dan toraks tegak dilakukan untuk mencari

kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis

ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah abdomen

dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan. Lakukan intubasi bila perlu dan

berikan antibiotik.

2. Operasi Apendiktomi ataupun Operasi Laparatomi Eksplorasi jika terjadi

Apendisitis Perforasi.

3. Pascaoperasi, perlu dilakukan observasi tanda-tanda vital untuk

mengetahui terjadinya perdarahan didalam, syok, hipertermia, atau

gangguan pernapasan. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar,

sehingga aspirasi cairan lambung dapat dicegah. Baringkan klien dalam

posisi posisi fowler. Klien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak

terjadi gangguan Selama itu klien dipuasakan.

Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau

peritonitis umum, puasakan diteruskan sampai fungsi usus kembali

normal. Kemudian berikan minum mulai 15ml/jam selama 4– 5 jam lalu

naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan makanan saring,

dan hari berikutnya diberikan makanan lunak. Satu hari pasca operasi

klien dianjurkan untuk duduk tegak ditempat tidur selama 2 x30 menit.

12
Pada hari kedua klien dapat berdiri dan duduk diluar kamar. Hari ke tujuh

jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang.

b. Penatalaksanaan gawat darurat non-operasi, bila tidak ada fasilitas bedah,

berikan penatalaksaan seperti dalam peritonitis akut. Dengan demikian,

gejala apendisitis akut akan mereda, dan kemungkinan terjadinya komplikasi

akan berkurang

c. Pemasangan NGT

d. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil kultur

e. Transfusi untuk mengatasi anemia, dan penanganan syok septik secara

intensif.

9. Komplikasi

Komplikasi yang sering terjadi pada klien apendisitis adalah

sebagai berikut(Dermawan & Rahayuningsih, 2010) :

a. Perforasi Apendisitis

Perforasi jaringan terjadi dalam 8 jam pertama, observasi

aman untuk dilakukan dalam masa tersebut. Tanda-tanda

perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut

kuadran kanan bawah dengan tanda peritonitisumum atau abses

yang jelas. Bila perforasi dengan peritonitis umum atau

pembentukan abses telah terjadi sejak pasien pertama kali datang,

diagnosis dapat ditegakkan dengan pasti.

b. Peritonitis

Bila terjadi peritonitis umum terapi spesifik yang dilakukan

13
adalah operasi untuk menutup asal perforasi. Bila berbentuk abses

apendik akan teraba massa di kuadran kanan bawah yang

cenderung menggelembung kearah rectum atau vagina. Peritonitis

merupakan peradangan peritonium (lapisan membrane serosa

rongga abdomen) dan organ didalamnya. Tanda – tanda dari

peritonitis yaitu (Muttaqin & Sari, 2011):

a. Nyeri pada abdomen yang hebat


b. Dinding perut terasa tegang
c. Demam tinggi
d. Dehidrasi
e. Sepsis
f. Elektrolit darah tidak seimbang
B. Konsep Laparatomi

1. Definisi Laparatomi

Laparatomi adalah pembedahan perut sampai membuka selaput

perut. Ada 4cara (Jitowiyono & Kristiyanasari, 2012), yaitu:

a) Midline incision

b) Paramedian, yaitu ; sedikit ke tepi dari garis tengah ± 2,5 cm),

Panjang (12,5cm)

c) Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas,

misalnyapembedahan colesistotomy dan splenectomy.

d) Ransverse lower abdomen incision, yaitu : insisi melintang di

bagian bawah± 4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada

operasi apendiktomi.

2. Indikasi
14
Adapun indikasi dilakukannya laparatomi diantaranya yaitu:

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam) / rupture hepar

2. Peritonitis

3. Perdarahan saluran pencernaan (Internal Bleeding)

4. Sumbatan pada usus halus dan usus besar

5. Masa pada abdomen

3. Komplikasi

Berikut adalah beberapa komplikasi dari laparatomi, diantaranya

yaitu :

a) Ventilasi paru tidak adekuat

b) Gangguan kardiovaskuler : Hipertensi , aritmia jantung

c) Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

d) Gangguan rasa nyaman dan kecelakaan

4. Pemulihan

Pemulihan dapat dilakukan dengan latihan tarik nafas

dalam, latihan batuk, menggerakkan otot kaki, menggerakkan otot

– otot bokong, latihan berbaring dan turun dari tempat tidur,

semuanya dilakukan pada hari ke 2 post operasi.

C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Identitas Klien

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin,

agama,suku / bangsa, pendidikan, status menikah, pekerjaan, alamat,

no. medrec, tanggal masuk rumah sakit dan tanggal operasi.

15
Penyakit apendisitis dapat terjadi pada usia berapa pun, mengenai

baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang sama, namun

demikian prevalensi banyak terjadi pada pria usia antara pubertas

sampai 25 tahun.

a. Keluhan utama

Klien dengan post op laparatomi biasanya mempunyai keluhan

utama nyeri akibat adanya luka insisi. Keluhan utama yang didapat

kemudian dikembangkan dengan teknik PQRST yang meliputi :

P: Palliative merupakan faktor pencetus terjadinya penyakit, hal yang

meringankan atau memperberat gejala, biasanya pada klien post op

laparatomi akan mengeluh nyeri daerah operasi, bertambah nyeri

apabila bergerak dan berkurang bila beristirahat.

Q: Qualiative yaitu bagaimana keluhan nyeri dirasakan. Nyeri dirasakan

seperti disayat-sayat benda tajam atau teriris benda tajam.

R: Region sejauh mana lokasi penyebaran nyeri yang di keluhkan. Nyeri

dirasakan pada luka operasi dibagian abdomen bagian bawah.

S: Severity/ Skala. Seberapa beratkah nyeri yang dirasakan klien,

mengganggu aktivitas atau tidak. Biasanya rentang skala 5-10.

T: Time (waktu). Kapan nyeri mulai timbul, seberapa sering nyeri

dirasakan, apakah tiba-tiba atau bertahap. Nyeri bisa dirasakan tiba-

tiba dan terus menerus (Dermawan & Rahayuningsih, 2010).

b. Riwayat kesehatan dahulu

Riwayat kesehatan dahulu meliputi penyakit apa yang pernah di derita

16
oleh klien seperti operasi abdomen yang dahulu, obat-obatan yang

pernah digunakan dan apakah mempunyai riwayat alergi. Pada

kesehatan masa lalu ini dikaji tentang faktor resiko penyebab masalah

kesehatan sekarang seperti diet/ kebiasaan makan makanan rendah

serat dan kebiasaan eliminasi.

c. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara hati-hati namun detail,

karena banyak penyakit saluran pencernaan terjadi akibat pola

kebiasaan pada keluarga yang kurang baik seperti penyiapan dan

penyimpanan makanan, bahkan pola sanitasi keluarga seperti cuci

tangan, tempat BAB, dan pola memasak makanan. Serta mengkaji

penyakit yang ada dalam keluarga apakah ada yang menderita penyakit

serupa dengan klien dan penyakit menular lain serta penyakit

keturunan. Secara patologi apendisitis tidak diturunkan, tetapi perawat

perlu menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota

keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi didalam rumah.

2. Pengkajian psikososial

Pengkajian psikososial meliputi informasi tentang penyakit

mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita

berhubungan dengan keadaannya sekarang.

3. Pola Aktifitas Sehari-hari

a) Nutrisi.

Klien post operasi laparatomi akibat apendisitis biasanya

17
mengalami mual, kembung, dan dilkakukan pembatasan

intake/puasa

b) Eliminasi

Pada klien dengan post operasi biasanya dijumpai penurunan

jumlah urine akibat intake cairan yang tidak adekuat akibat

pembedahan.

c) Istirahat Tidur

Pada klien post operasi bisa dditemukan gangguan

pola tidur karena nyeri.

d) Personal Hygiene. Pada klien dengan post operasi

biasanya klien tidak dapat melakukan personal

hygiene secara mandiri karena keterbatasan gerak

akibat pembedahan dan nyeri.

e) Aktifitas. Pada klien dengan post operasi biasanya

ditemukan keterbatasan gerak akibat nyeri.

4. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik yang digunakan untuk klien post operasi

Laparatomi Eksplorasi disini menggunakan pemeriksaan fisik

persistem.

a) Sistem pernafasan. Kepatenan jalan nafas, kedalaman,

frekuensi dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas

merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post

operasi. Pernafasan cepat dan pendek sering terjadi

18
mungkin akibat nyeri

b) Sistem kardiovaskuler, umumnya klien mengalami takikardi

(sebagai respon terhadap stres dan hipovolemia), mengalami

hipertensi (sebagai respon terhadap nyeri), hipotensi

(kelemahan dan tirah baring). Pengisapan kapiler biasanya

normal, dikaji pula keadaan konjungtiva, adanya sianosis

dan auskultasi bunyi jantung.

c) Sistem pencernaan. Pada pengkajian abdominal, ditemukan

distensi abdomen, kembung (penumpukan gas), mukosa

bibir kering, penurunan peristaltik usus juga biasanya

ditemukan muntah dan konstipasi akibat pembedahan.

d) Sistem muskuloskeletal, secara umum, klien dapat

mengalami kelemahan karena tirah baring post op.

Kelemahan dan kesulitan ambulasi terjadi akibat nyeri di

abdomen dan efek dari pembedahan atau anastesi sehingga

menyebabkan kekakuan otot. Kekakuan otot berangsur

membaik seiring dengan peningkatan toleransi aktivitas.

e) Sistem integumen, akan tampak adanaya luka operasi bagian

bawah pusar dengan luka post op berbentuk vertical dengan

Panjang ± 10 cm karena insisi bedah disertai kemerahan.

Turgor kulit akan membaik seiring dengan peningkatan

intake oral.

f) Sistem perkemihan, awal post op klien akan mengalami

19
penurunan jumlah output urine, hal ini terjadi karena

dilakukan puasa terlebih dahulu selama periode awal post op

laparotomi eksplorasi. Output urine akan berangsur normal

seiring dengan peningkatan intake oral.

g) Sistem persyarafan, kaji tingkat kesadaran, penurunan

sensori, nyeri, refleks, fungsi saraf kranial dan fungsi saraf

serebral. Umumnya klien dengan post op laparotomi

eksplorasi tidak mengalami penyimpangan dalam fungsi

persarafan. Pengkajian fungsi persarafan meliputi: tingkat

kesadaran, saraf kranial dan refleks.

h) Sistem wicara dan THT, pada klien post op laparotomi

eksplorasi biasanya tidak mengalami masalah ataupun

penyimpangan dalam berbicara, mencium dan pendengaran

klien.

5. Data Psikologis

Biasanya klien stress karena menahan rasa nyeri yang dirasakannya

dan terkadang stress dikarenakan banyaknya jumlah pengunjung

yang datang itu membuat waktu istirahat klien terganggu.

6. Data Sosial

Klien akan kehilangan perannya dalam keluarga dan dalam

masyarakat karena ketidakmampuan dalam melakukan kegiatan

seperti biasanya.

7. Data Spiritual

20
Klien akan mengalami gangguan kebutuhan spiritual sesuai dengan

keyakinannya baik jumlah ataupun dalam beribadah yang di

akibatkan karena kelemahan fisik dan ketidakmampuannya.

8. Data Penunjang

Pemeriksaan laboratorium, darah yaitu Hb, leukosit, trombosit,

hematokrit, AGD, data penunjang untuk klien dengan Apendisitis

perforasi yaitu :

a. Laboratorium,peningkatan leukosit dapat mengindikasikan

adanya infeksi.

b. Radiologi, biasanya hasil rontgen menunjukkan adanya

apendisitis perforasi dan segera dilakukan pembedahan.

D. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan Prioritas

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik (prosedur

invansif)

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna

makanan

3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invansif

E. Implementasi atau Pelaksanaan

Implementasi merupakan fase proses keperawatan dimana rencana

diterapkan dalam tindakan. Implementasi dari rencana membutuhkan

suatu kombinasi dari keterampilan berpikir kritis, psikomotor,

komunikasi serta melibatkan penilaian yang berkesinambungan

21
mengenai situasi untuk memprioritaskan secara tepat dan membuat

modifikasi saat diperlukan. Implementasi keparawatan antara lain

adalah:

 Melakukan tindakan keperawatan.

 Melanjutkan pengumpulan data.

 Berkomunikasi dengan tim layanan kesehatan.

 Mendokumentasikan (Rosdhal, 2014)

G. Evaluasi

Tahap pengukuran keefektifan pengkajian, diagnosis, perencanaan,

dan implementasi. Langkah - langkah dalam mengevaluasi asuhan

keperawatan adalah menganalisis respon klien, mengidentifikasi

faktor yang berkontribusi terhadap keberhasilan atau kegagalan, dan

perencanaan untuk asuhan selanjutnya.

22
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Identitas Pasien
Nama : Tn. R No. Rekam Medis : 01.14.79.46
Umur : 15 tahun
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Tidak Bekerja
Status Perkawinan : Belum Menikah
Alamat : payakumbuh
Tangaal Masuk : 05 September 2022
Yang Mengirim : RSUD payakumbuh
Cara Masuk RS : rujukan,Pasien masuk melalui IGD
Diagnosa Medis : post laparotomi apendiktomi

Identitias Penanggung Jawab


Nama : Tn. A
Umur : 47 tahun
Hub dengan pasien : Ayah Kandung
Pekerjaan : petani
Alamat : payakumbuh
2. Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama (saat masuk rumah sakit dan saat ini)
23
Klien mengatakan masuk Rsup M Jamil Padang pada tanggal 5
September 2022, pasien rujukan dari Rsud Payakumbuh. Pasien masuk
melalui IGD Rsup M Jamil Padang dengan keluhan nyeri rasa tertusuk-
tusuk pada bagian perut, saat dilakukan engkajian pada tanggal 12
September 2022 jam 14.30 wib, klien mengatakan nyeri pada perut
dengan skala 5, klien tampak gelisah, lemas, TD : 140/95,S 3617 N :
86x/mnt dan RR 18/mnt
Alasan masuk rumah sakit
Klien mengatakan nyeri pada perut
Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Tn R langsung dibawa oleh keluarga ke IGD Rsup M Jamil Padang
setelah klien mengeluh nyeri pada perut
b. Riwayat kesehatan dahulu
Klien mengatakan ada riwayat mah, selain itu klien juga mengatakan
pernah melakukan operasi, klien mengatakan tidak ada memiliki
riwayat hipertensi, diabetes/penyakit jantung
c. Riwayat ksehatan keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang memiliki riwayat
penyakit seperti hipertensi, diabetes, jantung atau penyakit yang sama
dengan klien
3. Pola persepsi dan penanganan
Persepsi terhadap penyakit :Tn.R mengatakan bahwa menganggap sakit
apabila sudah mengalami nyeri pada perut, Tn.R mengatakan ingin
segera sembuh dan dapat beraktiitas seperti biasa.
4. Pola Nutrisi/Metabolisme
BB : 47 Kg
TB : 147 cm
IMT : 21,8
5. Pola Makan

24
Di Rumah
Frekuensi : 3x sehari
Makan Pagi : makan lontong
Makan Siang : Nasi + lauk
Makan Malam: Nasi + Lauk
Pantangan/Alergi: Tidak ada
Makanan yang disukai: Burger
Di Rumah Sakit
Jenis diet: Tidak ada
Nafsu makan : Menurun
Keluhan Mual/Muntah: Tidak ada
Penggunaan NGT : Tidak
Kesulitan menelan : Tidak

SkriningNutrisi

IndikatorPenilaianMalnutrisi S
k
o
r
0 1 2 Nilai
1.NilaiIMT 18,5- 17-18,4/23- <17/
22,9 24,9 >23
2.ApakahpasienkehilanganBBdalam <5% 5-10% >10% 1
waktu3 bulanterakhir?
3. Apakah pasien dengan Baik kurang Sangat 1
asupan kurang
makanankuranglebihdari5hari?
4.Adanyakondisipenyakitpasienyang Tidak Ya 2
mempunyairesikomasalahnutrisi
5.Pasiensedangmendapatdietmakanan Tidak Ya 0
Tertentu
TOTALSKOR 4

Resiko tinggi

6. Pola Minum
25
Di Rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi : 7-8 gelas Frekuensi : 5-6 gelas


Jenis : air putih Jenis : air putih
Jumlah : 2000 cc Jumlah : 1500 cc
Pantangan : Tidak ada Pembatasan cairan : Tidak ada
Minuman yang disukai : air
putih/meneral

Intake cairan 24 jam :


Air putih : 1500cc
Infus : 1500 cc
Injeksi : 30 cc
IWL : 15 x 42 Kg/24 jam = 705 cc/KgBB/24 jam
Output cairan dalam 24 jam :
Output dari BAK selama 24 jam sekitar 1500 cc
Perhitungan Balance cairan :
Intake cairan – output cairan = 3030 – 1500 cc = 1.530 cc

7. Pengkajian Pada Kulit


Klien mengeluh kulit kering

8. Pengkajian Luka/Ulker : P (15cm) L (7cm)

9. Pola Eliminasi

a. BAB

Di Rumah Di Rumah Sakit

Frekuensi :1- 2 x sehari Frekuensi : 1x sehari


Konsistensi : Padat & cair Konsistensi : padat
Warna : Kuning normal Warna : Kuning normal
26
Tanggal defekasi terakhir : 10 September 2022
Masalah di rumah sakit : Tidak ada
Kolostomi : Tidak

b. BAK

Di Rumah Di Rumah Sakit


Frekuensi : 5-6 x sehari Frekuensi : kateter
Jumlah : 250 cc Jumlah : 700 cc(2 x buang)
Warna : kuning jernih Warna:kuning

Masalah di rumah sakit : Tidak ada


Inkotinensia : Tidak
Kateter : Ya

10. Pola Aktivitas / Latihan


a. Kemampuan Perawatan diri
Kebesihan diri (x/hari)
Di Rumah Di Rumah Sakit

Mandi : 2 x sehari Mandi : 1 x sehari


Gosok gigi : 2 x sehari Gosok gigi : 1 x sehari
Keramas : 2-3 x seminggu Keramas : Belum ada selama
Potong kuku : 1 x seminggu di RS
Potongkuku: 1x/minggu

b. Alat bantu : kursi roda


c. Olahraga : Tidak ada
d. Kekuatan Otot

27
11. Pola Istirahat Tidur

Di Rumah
Waktu tidur : Siang = 2 Jam
Malam = 8 jam
Jumlah jam tidur : 10 jam
Di Rumah Sakit
Waktu tidur : Siang = 1 jam
Malam = 5 jam
Jumlah jam tidur : 6 jam

28
Masalah di RS : Terbangun di malam hari
Merasa segar setelah tidur : Tidak
12. Pola Kognitif – Persepsi
Status mental : Sadar
Bicara : Normal
Bahasa sehari-hari : Daerah
Kemampuan berkomunikasi : Bisa
Kemampuan memahami : Bisa
Tingkat Ansietas : Sedang, sebab klien tampak gelisah
Pendengaran : DBN
Penglihatan : DBN
Vertigo : Tidak
Ketidaknyamanan / nyeri : Akut
Deskripsi : P : Nyeri pada bagian post op
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Luka post op
S : Skala nyeri 5
T : Nyeri sering
Penatalaksanaan nyeri : relaksasi Napas Dalam

13. Pola Peran Hubungan


Pekerjaan : Pelajar
Sistem pendukung : Orang tua
Keluarga serumah : ayah,ibu dan adik
Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di rumah sakit : klien
mengatakan selama di rawat, klien selalu ditemani oleh ayahnya kerena
ibu yang berhalangan datang karna baru melahirkan
Kegiatan sosial : tidak ada
14. Pola Koping-Toleransi Stres
a. Masalah selama di RS : Pasien mengatakan permasalahan dalam
perawatan diri tidak bersih, karna pasien hanya dilap saja.
b. Kehilangan / perubahan besar di masa lalu : Tidak

29
c. Hal yang dilakukan saat ada masalah : pasien mengatakan jika ada
masalah, pasien selalu bercerita kepada orang tuanya.
d. Penggunaan obat untuk menghilangkan stres : pasien mengatakan
tidak pernah mengkonsumsi obat untuk menghilangkan stres
e. Keadaa emosi dalam sehari-hari : santai

15. Pola Keyakinan Nilai


Agama : Islam
Pantangan keagamaan : Tidak
Pengaruh agama dalam kehidupan : pasien percaya bahwa sakit adalah
penggugur dosa, jadi pasien menerima keadaan ini dengan lapang dada.
Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : Tidak

16. Pemeriksaan fisik


Gambaran
TandaVital Suhu:36,7ºc Lokasi:axila
Nadi:86x/mnt Irama:Cepat Pulsasi: kuat
TD:140/90 mmhg Lokasi:lengan atas
RR:18x/mnt Irama:lambat
Tinggibadan 160 cm
Berat badan sebelummasukRS:45kg,rumahsakit:42kg
LILA
Kepala :
Rambut -Rambut klien tampak bersih
Mata -Mata konjungtiva anemis simestris kiri dan kanan
Hidung -Hidung bersih, tidak ada benjolan pada hidung, tidak ada
Mulut nafas cuping hidung
Telinga -Mukosa bibir kering/ dan pucat
-Simestris kiri dan kanan, pendengaran baik
LeherT
rakeaJV - Tidak ada pergeseran pada trakea
P - Jvp tidak meningkat
TiroidNodus - Tidak ada pembengkakkan kelenjer teroid
Limfe - Tidak ada pembengkakkan
Dada I : Pengembangan dada simetris kiri dan kanan
Paru A : suara nafas vesikuler
P : Saat dipalpasi bergetar
P : Pekak

30
Jantung I : Ictus cordis tidak terlihat
A : Iup dup
P : ictus cordis teraba
P : Pekak
Abdomen I : tampak bekas operasi
P : adanya nyeri tekan
P : Pekak
A : Bising usus
Ekstremitas Kekuatan
Muskuloskeletal/Sendi ototInspeksi:
kaki tampak
kering
Palpasi : tidak
ada benjolan
VaskularPerifer : CRr < 3 detik
Integumen Inspeksi:
kulit
tampak
kering
Palpasi :
tidak ada
benjolan
Neurologi
Status 15
mental/GCSSarafcra Tidak ada dilakukan pemerikasaan
nialReflekfisiologi Tidak ada dilakukan pemerikasaan

17. Pemeriksaan penunjang


Laboratorium
- Homoglobin 12.0 gldt - Normal 13.0-16.01
- Hematokrit 39% - Normal 40-48%
- Loukasit 19,31 mm^3 - Normal 5.0-10.0
- Eritrosit 5.78 10^6π – Normal 4.50-5.50
- Trombosit 513 mm^3 - Normal 150-400

TERAPI
- Ivfd nacl 0,9% 20/mnt
- Injeksi keterolax => untuk meredakan nyeri sedang sampai berat
- Injeksi metronidazolr 500g => obat antibiotik yang digunakan untuk
mengobati penyakit yang sebabkan oleh infeksi bakteri

PERENCANAANPEMULANGAN
RencanaTindakLanjut:
31
B. ANALISA DATA

No DataPenunjang Masalah Etiologi


Keperawatan
1 Ds : - klien mengatakan Nyeri akut agen pencendera
nyeri pada bagian perut post fisik ( prosedur
op invansif)
- klien mengatakan nyeri
terasa tertusuk- tusuk, nyeri
berada di skala 5
Do : - klien tampak meringis
- klien tampak gelisah
- klien tampak protektif
- klien tampak sulit tidur
Td : 140/95 mmhg
Rr : 18x/mnt
2 Defisit Nutrisi ketidakmampuan
Ds : keuarga Tn R mencerna
mengatakan klien tidak makanan
menghabiskan makanan yang
diberikan dari rs
- klien mengatakan nyeri
pada perut
- klien mengatakan tidak
nafsu makan
Ds : klien tampak lemah dan
lesu
- berat badan menurun 5-10%
3 - membran mukosa pucat resiko infeksi Tindakan
invansif
Ds : klien mengatakan masih
nyeri pada bagian post op
Do : - terdapat bekas post op
dibagian abdomen sebelah
kanan
- kulit tampak memerah
- luka masih tampak lembab
dan tertutup kasa
- leukosit 19.0 mmx10
- hb 12 g/dl

32
C. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencendera fisik (prosedur
operasi)

2. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna


makanan

3. resiko infeksi berhubungan dengan tindakan invansif

D. RENCANAASUHANKEPERAWATAN

No SDKI SLKI SIKI


1 nyeri akut b.d agen luaran utama * manajemen nyeri
pencendera fisik - tingkat nyeri - obervasi
(prosedur operasi) * menurun keluhan nyeri - identifikasi karakteristik dan lokasi
* menurun meringis nyeri
* menurun sikap protektif - teraupetik
*menurun gelisah - berikan tekhnik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
- kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
edukasi
- jelaskan penyebab , periode, pemicu
nyeri
kolaborasi
- kolaborasi pemberian analgetik
apabila perlu

2
Defisit Nutrisi luaran utama manajemen nutrisi
* Status nutrisi observasi
- meningkat porsi makan - identifikasi nutrisi
yang dihabiskan - identifikasi makanan yang disukai
- menurun nyeri abdomen - monitor berat badan

33
- membaik berat badan teraupetik
- membaik frekuensi - fasilitasi menentukan pedoman diet
makan - berikan makanan tinggi kalori dan
- membaik nafsu makan tinggi protein
edukasi
- anjurkan diet yang diprogramkan
-kolaborasi
- kolaborasi idengan ahli gizi
resiko infeksi b.d luaran utama pencegahan infeksi
3
tindakan invansif * Tingkat infeksi observasi
- meningkat kebersihan - monitor tanda dan gejala infeksi lokal
badan teraupetik
- meningkat nafsu makan - batasi jumlah pengunjung
- menurun nyeri - pertahankan tekhnik aseptik
- membaik sel darah putih edukasi
- jelaskan tanda dan gejala infeksi
- ajarkan cara memeriksa kondisi luka
- anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
kolaborasi
- kolab pemberian imunisasi jika perlu

E. Catatan Perkembangan
Hari/ Hari/
No.
No Tgl/ Implementasi Tgl/ Evaluasi TTD
Dx
Jam Jam
1 Senin 1 - Mengidentifikasi Senin S:
12/9/22 lokasi nyeri, 13/9/22 - Klien
14.30 karakteristik, 15.00 mengatakan
durasi, merasa nyeri
frekuensi, pada bekas op
kualitas, dan O:
- Klien masih
34
intensitas nyeri tampak
- Mengidentifikasi meringis
skala nyeri - Skala nyeri 5
- Mengidentifikasi - Klien tampak
respon nyeri non sudah tidak
verbal meringis lagi
- Memberikan A : masalah belum
obat analgetik teratasi
- Memonitor P : Intervensi
efektifitas obat dilanjutkan

2 Selasa 2 -mengidentifikasi Selasa S:


13/9/22 nutrisi 13/9/22 - Klien
14.00 - mengidentifikasi 14.30 mengatakan
makanan yang nafsu makan
disukai masih kurang
- memonitor berat - Keluarga
badan Klien Klien
- menfasilitasi mengatakan
menentukan klien sudah
pedoman diet mulai
-mem berikan menghabiska
makanan tinggi n makanan
kalori dan tinggi dari rs
protein - O:
- menganjurkan diet - Klien masih
yang diprogramkan tampak
-menkolaborasikan sedikit lemah
dengan ahli gizi

A: Masalah
teratasi sebagian
P : Intervensi

35
dilanjutkan
3 Rabu 3 memonitor tanda Rabu S:
14/9/22 dan gejala infeksi 14/9/22 O :- klien masih
15.00 lokal 15.30 tampak lemah
- membatasi jumlah -luka masih
pengunjung tampak memerah
- mempertahankan A: Masalah belum
tekhnik aseptik sebagian
- menjelaskan tanda P : Intervensi
dan gejala infeksi dilanjutkan
- mengajarkan cara
memeriksa kondisi
luka
- menganjurkan
meningkatkan
asupan nutrisi

DAFTAR PUSTAKA

36
Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017. Standar Diagnosa keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan : DPP PPNI
Tim pokja SLKI DPP PPNI 2019. StandarLluaran. Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan :DPP PPNI
Tim pokja SIKI DPP PPNI 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia .
Jakarta Selatan : DPP PPNI

37

Anda mungkin juga menyukai