BAB I Pengolahan Air
BAB I Pengolahan Air
BAB I Pengolahan Air
PENDAHULUAN
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Air
Air merupakan kebutuhan yang paling utama bagi makhluk hidup. Manusia
dan makhluk hidup lainnya sangat bergantung dengan air demi mempertahankan
hidupnya. Air yang digunakan untuk konsumsi sehari -hari harus memenuhi
standar kualitas air bersih. Kualitas air bersih dapat ditinjau dari segi fisik, kimia,
mikrobiologi dan radioaktif. Namun kualitas air yang baik ini tidak selamanya
tersedia di alam sehingga diperlukan upaya perbaikan, baik itu secara sederhana
maupun modern. Jika air yang digunakan belum memenuhi standar kualitas air
bersih, akibatnya akan menimbulkan masalah lain yang dapat menimbulkan
kerugian bagi penggunanya. Air juga banyak mendapat pencemaran. Berbagai
jenis pencemar air berasal dari (Hanum, 2002):
a. Sumber domestik (rumah tangga), perkampungan, kota, pasar, jalan, dan
sebagainya.
b. Sumber non-domestik (pabrik, industri, pertanian, peternakan, perikanan,
serta sumber-sumber lainnya.
Semua bahan pencemar diatas secara langsung ataupun tidak langsung akan
mempengaruhi kualitas air. Berbagai usaha telah banyak dilakukan agar kehadiran
pencemaran terhadap air dapat dihindari atau setidaknya diminimalkan. Masalah
pencemaran serta efisiensi penggunaan sumber air merupakan masalah pokok. Hal
ini mengingat keadaan perairan-alami di banyak negara yang cenderung menurun,
baik kualitas maupun kuantitasnya (Hanum, 2002).
2
A. Kekeruhan
Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan
organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh
buangan industri.
B. Temperatur
Kenaikan temperatur air menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut.
Kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak
sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi.
C. Warna
Warna air dapat ditimbulkan oleh kehadiran organisme, bahan-bahan
tersuspensi yang berwarna dan oleh ekstrak senyawa-senyawa organik serta
tumbuh-tumbuhan.
D. Solid (Zat padat)
Kandungan zat padat menimbulkan bau busuk, juga dapat meyebabkan
turunnya kadar oksigen terlarut. Zat padat dapat menghalangi penetrasi sinar
matahari kedalam air.
E. Bau dan rasa
Bau dan rasa dapat dihasilkan oleh adanya organisme dalam air seperti
alga serta oleh adanya gas seperti H2S yang terbentuk dalam kondisi anaerobik,
dan oleh adanya senyawa-senyawa organik tertentu
3
B. DO (dissolved oxygent)
DO adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesa
dan absorbsi atmosfer/udara. Semakin banyak jumlah DO maka kualitas air
semakin baik. Satuan DO biasanya dinyatakan dalam persentase saturasi.
C. BOD (biological oxygent demand)
BOD adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorgasnisme
untuk menguraikan bahan-bahan organik (zat pencerna) yang terdapat di dalam air
buangan secara biologi. BOD dan COD digunakan untuk memonitoring kapasitas
self purification badan air penerima.
Reaksi:
Zat Organik + m.o + O2 CO2 + m.o + sisa material organik (CHONSP)
D. COD (chemical oxygent demand)
COD adalah banyaknya oksigen yang di butuhkan untuk mengoksidasi
bahan-bahan organik secara kimia.
Reaksi:
Zat Organik + O2 CO2 + H2O
E. Kesadahan
Kesadahan air yang tinggi akan mempengaruhi efektifitas pemakaian sabun,
namun sebaliknya dapat memberikan rasa yang segar. Di dalam pemakaian untuk
industri (air ketel, air pendingin, atau pemanas) adanya kesadahan dalam air
tidaklah dikehendaki. Kesadahan yang tinggi bisa disebabkan oleh adanya kadar
residu terlarut yang tinggi dalam air.
F. Senyawa-senyawa kimia yang beracun
Kehadiran unsur arsen (As) pada dosis yang rendah sudah merupakan racun
terhadap manusia sehingga perlu pembatasan yang agak ketat (± 0,05 mg/l).
Kehadiran besi (Fe) dalam air bersih akan menyebabkan timbulnya rasa dan bau
ligam, menimbulkan warna koloid merah (karat) akibat oksidasi oleh oksigen
terlarut yang dapat menjadi racun bagi manusia.
4
2.3 Proses Pengolahan Air
Proses pengolahan air menjadi air bersih harus melalui beberapa tahapan-
tahapan, yaitu (Yayan, 2009):
1. Screening
Pada tahapan screening dilakukan penyisihan material yang ukurannya
lebih besar dari celah (bukaan) screen yang digunakan. Material yang disisihkan
dapat berupa sampah atau benda lainnya (misalnya plastik, daun-daunan, kayu)
yang kemungkinan masuk ke dalam saluran air limbah. Berdasarkan ukuran
celahnya, screen dapat dibagi menjadi dua macam yaitu coarse screen dan fine
screen.
3 Tangki sedimentasi
Tangki sedimentasi berfungsi untuk mengendapkan kotoran-kotoran
berupa lumpur dan pasir. Pada tangki sedimentasi terdapat waktu tinggal. Ke
dalam tangki sedimentasi ini diinjeksikan klorin yang berfungsi sebagai oksidator
dan desinfektan. Sebagai oksidator klorin digunakan untuk menghilangkan bau
dan rasa pada air.
3. Klarifier (clearator)
Klarifier berfungsi sebagai tempat pembentukan flok dengan penambahan
larutan Alum (Al2(SO4)3 sebagai bahan. Pada klarifier terdapat mesin agitator
yang berfungsi sebagai alat untuk mempercepat pembentukan flok. Pada klarifier
terjadi pemisahan antara air bersih dan air kotor. Air bersih ini kemudian
disalurkan dengan menggunakan pipa yang besar untuk kemudian dipompakan ke
filter. Klarifier terbuat dari beton yang berbentuk bulat yang dilengkapi dengan
penyaring dan sekat.
Dari inlet pipa klarifier, air masuk ke dalam primary reaction zone. Di
dalam prymari reaction zone dan secondary reaction zone, air dan bahan kimia
(Koagulan yaitu tawas) diaduk dengan alat agitataor blade agar tercampur
homogen. Maka koloid akan membentuk butiran-butiran flokulasi.
Air yang telah bercampur dengan koagulan membentuk ikatan flokulasi,
masuk melalui return floc zone dialirkan ke clarification zone. Sedimen yang
mengendap dalam concentrator dibuang. Hal ini berlangsung secara otomatis yang
5
akan terbuka setiap satu jam sekali dalam waktu 1 menit. Air yang masuk ke
dalam clarification zone sudah tidak dipengaruhi oleh gaya putaran oleh agitator,
sehingga lumpurnya mengendap. Air yang berada dalam clarification zone adalah
air yang sudah jernih.
4. Sand Filter
Penyaring yang digunakan adalah rapid sand fliter (filter saringan cepat).
Sand filter jenis ini berupa bak yang beriisi pasir kwarsa yang berfungsi untuk
menyaring flok halus dan kotoran lain yang lolos dari klarifier. Air yang masuk ke
filter ini telah dicampur terlebih dahulu dengan klorin dan tawas.
Media penyaring biasanya lebih dari satu lapisan, yaitu pasir kwarsa dan
batu dengan mesh tertentu. Air mengalir ke bawah melalui media tersebut.Zat-zat
padat yang tidak larut akan melekat pada media, sedangkan air yang jernih akan
terkumpul di bagian dasar dan mengalir keluar melalui suatu pipa menuju
reservoir.
5. Reservoir
Reservoir berfungsi sebagai tempat penampungan air bersih yang telah
disaring melalui filter, air ini sudah menjadi airyang bersih yang siap digunakan
dan harus dimasak terlebih dahulu untuk kemudian dapat dijadikan air minum.
6
2.4 Zat-zat Kimia yang Digunakan
Adapun zat-zat kimia yang digunakan pada saat melakukan pengolahan air
dengan proses sedimentasi (Isnaniawardhana, 2009):
2.4.1 Tawas
Tawas merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan karena
bahan ini paling ekonomis, mudah diperoleh di pasaran serta mudah
penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity
(kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku maka semakin besar
jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakain tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat
kimia yang dikandung oleh air baku tersebut.
Reaksi yang terjadi sebagai berikut:
Al2(SO4)3 2 Al+3 + 3(SO4)-2
Air akan mengalami :
H2O H+ + OH-
Selanjutnya :
2 Al+3 + 6OH- 2Al(OH)3
Selain itu akan dihasilkan asam :
3(SO4)-2 + 6H+ H2SO4
Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH
akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat sehingga perlu dicari dosis
tawas yang efektif antara pH 5,8-7,4. Apabila alkalinitas alami dari air tidak
seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya
ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau soda abu (Na2CO3). Reaksi yang
terjadi :
Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2Al(OH3) + 3CaSO4 + 6CO2
Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH3) + 3Na2SO4 + 3CO2
Al2(SO4)3 + 3Ca(OH)2 2Al(OH3) + 3CaSO4
7
2.4.2 Kapur
Pengaruh penambahan kapur (Ca(OH)2 akan menaikkan pH dan bereaksi
dengan bikarbonat membentuk endapan CaCO3. Bila kapur yang ditambahkan
cukup banyak sehingga pH = 10,5 maka akan membentuk endapan Mg(OH) 2.
Kelebihan ion Ca pada pH tinggi dapat diendapkan dengan penambahan soda abu.
Reaksinya :
Ca(OH)2 + Ca(HCO)3 2CaCO3 + 2H2O
2Ca(OH)2 + Mg(HCO3)2 2CaCO3↓ + Mg(OH)2↓ + 2H2O
Ca(OH)2 + Na2CO3 CaCO3↓ + 2NaOH
2.4.3 Klorin
Klorin banyak digunakan dalam pengolahan air bersih dan air limbah
sebagai oksidator dan desinfektan. Sebagai oksidator, klorin digunakan untuk
menghilangkan bau dan rasa pada pengolahan air bersih. Untuk mengoksidasi
Fe(II) dan Mn(II) yang banyak terkandung dalam air tanah menjadi Fe(III) dan
Mn(III).
Yang dimaksud dengan klorin tidak hanya Cl2 saja akan tetapi termasuk
pula asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl -), juga beberapa jenis
kloramin seperti monokloramin (NH2Cl) dan dikloramin (NHCl2) termasuk di
dalamnya. Klorin dapat diperoleh dari gas Cl 2 atau dari garam-garam NaOCl dan
Ca(OCl)2. Kloramin terbentuk karena adanya reaksi antara amoniak (NH 3) baik
anorganik maupun organik aminoak di dalam air dengan klorin.
Bentuk desinfektan yang ditambahkan akan mempengaruhi kualitas yang
didesinfeksi. Penambahan klorin dalam bentuk gas akan menyebabkan turunnya
pH air, karena terjadi pembentukan asam kuat. Akan tetapi penambahan klorin
dalam bentuk natrium hipoklorit akan menaikkan alkalinity air tersebut sehingga
pH akan lebih besar. Sedangkan kalsium hipoklorit akan menaikkan pH dan
kesadahan total air yang didesinfeksi.
2.5 Sedimentasi
8
Sedimentasi adalah proses pemisaha solid-liquid menggunakan
pengendapan secara gravitasi untuk menyisihkan suspense. Pada umumnya
sedimentasi digunakan pada pengolahan air minum, pengolahan limbah, dan pada
pengolahan air limbah tingkat lanjutan (Bhupalaka, 2010).
Pada pengolahan air minum, terapan sedimentasi khususnya untuk
Bhupalaka, 2010):
1. Pengendapan air permukaan, khususnya untuk pengolahan dengan filter
pasir cepat.
2. Pengendapan flok hasil koagulasi-flokulasi, khususnya sebelum disaring
dengan filter pasir cepat.
3. Pengendapan flok hasil penurunan kesadahan menggunakan soda-kapur.
4. Pengendapan lumpur pada penyisihan besi dan mangan. Pada pengolahan
air limbah, sedimentasi umumnya digunakan untuk :
a. Penyisihan grit, pasir, atau silt (lanau).
b. Penyisihan padatan tersuspensi pada clarifier pertama.
c. Penyisihan flok / lumpur biologis hasil proses activated sludge pada
clarifier akhir.
d. Penyisihan humus pada clarifier akhir setelah trickling filter. Pada
pengolahan air limbah tingkat lanjutan, sedimentasi
ditujukan untuk penyisihan lumpur setelah koagulasi dan sebelum
proses filtrasi.
Selain itu, pada prinsip sedimentasi juga digunakan dalam pengendalian
partikel di udara.Prinsip sedimentasi pada pengolahan air minum dan air limbah
adalah sama,demikian juga untuk metoda dan peralatannya (Rahmat, 2010).
9
Gambar 2.2 Bak Sedimentasi (Rahmat, 2010)
10
Gambar 2.3 Empat Tipe Sedimentasi (Kawamura, 1991)
11
Gambar 2.4 Sedimentasi Tipe 1 (Kawamura, 1991)
Partikel yang mempunyai rapat masa lebih besar dari rapat masa air akan
bergerak vertical ke bawah. Gerakan partikel di dalam air yang tenang akan
diperlambat oleh gaya hambatan akibat kekentalan air (drag force) sampai dicapai
suatu keadaan dimana besar gaya hambatan setara dengan gaya berat efektif
partikel di dalam air. Setelah itu gerakan partikel akan berlangsung secara konstan
dan disebut terminal settling velocity. Gaya hambatan yang dialami selama
partikel bergerak di dalam air dipengaruhi oleh kekasaran, ukuran, bentuk, dan
kecepatan gerak partikel serta rapat masa dan kekentalan air (Kawamura, 1991).
2. Sedimentasi Tipe 2 (Flocculant Settling)
Partikel yang berada dalam larutan encer sering tidak berlaku sebagai
partikel mandiri (discrete particle) tetapi sering membentuk gumpalan (flocculant
particle) selama mengalami proses sedimentasi. Bersatunya beberapa partikel
membentuk gumpalan akan memperbesar rapat masanya, sehingga akan
mempercepat pengendapannya.
Proses penggumpalan (flocculation) di dalam kolam pengendapan akan
terjadi tergantung pada keadaan partikel untuk saling berikatan dan dipengaruhi
oleh beberapa variabel seperti laju pembebanan permukaan, kedalaman kolam,
gradient kecepatan, konsentrasi partikel di dalam air dan range ukuran butir.
Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dapat ditentukan dengan percobaan
sedimentasi.
Pengendapan material koloid dan solid tersuspensi terjadi melalui adanya
penambahan koagulan, biasanya digunakan untuk mengendapkan flok-flok kimia
setelah proses koagulasi dan flokulasi. Pengendapan partikel flokulen akan lebih
efisien pada ketinggian bak yang relatif kecil. Karena tidak memungkinkan untuk
membuat bak yang luas dengan ketinggian minimum, atau membagi ketinggian
bak menjadi beberapa kompartemen, maka alternatif terbaik untuk meningkatkan
efisiensi pengendapan bak adalah dengan memasang tube settler pada bagian atas
bak pengendapan untuk menahan flok–flok yang terbentuk (Kawamura, 1991).
12
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efisiensi bak pengendapan adalah
(Kawamura, 1991):
Luas bidang pengendapan;
Penggunaan baffle pada bak sedimentasi;
Mendangkalkan bak;
Pemasangan plat miring.
Gambar 2.5 Pengendapan pada Final Clarifier untuk Proses Lumpur Aktif
(Kawamura, 1991)
13
Berdasarkan konsentrasi dan kecenderungan partikel berinteraksi, proses
sedimentasi terbagi atas tiga macam (Tim Penyusun, 2012):
b. Aliran melalui bak terdistribusi merata melintasi sisi melintang bak
c. Partikel terdispersi merata dalam air
d. Pengendapan partikel yang dominan terjadi pada dasar bak sedimentasi
Terdapat beberapa bentuk bak sedimentasi yaitu (Tim Penyusun, 2012), :
a. Segi empat (rectangular).
Pada bak ini air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet, sementara
partikel mengendap ke bawah.
(a) (b)
Gambar 2.6 Bak Sedimentasi Berbentuk Segi Empat: (A) Denah, (B) Potongan
Memanjang (Tim Penyusun, 2012)
b. Lingkaran (circular) - center feed.
Pada bak ini air masuk melalui pipa menuju inlet bak dibagian tengah bak,
kemudian air mengalir horizontal dari inlet menuju outlet disekeliling bak,
sementara partikel mengendap ke bawah. Secara tipikal bak persegi mempunyai
rasio panjang : lebar antara 2:1 – 3:1.
(a) (b)
Gambar 2.7 Bak Sedimentasi Berbentuk Lingkaran-Center Feed (A) Denah,
(B) Potongan Melintang (Tim Penyusun, 2012).
c. Lingkaran (circular) – periferal feed.
14
Pada bak ini air masuk melalui sekeliling lingkaran dan secara horizontal
mengalir menuju ke outlet dibagian tengah lingkaran, sementara partikel
mengendap ke bawah . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tipe periferal feed
menghasilkan short circuit yang lebih kecil dibandingkan tipe center feed,
walaupun center feed lebih sering digunakan. Secara umum pola aliran pada bak
lingkaran kurang mendekati pola ideal dibanding bak pengendap persegi panjang.
Meskipun demikian, bak lingkaran lebih sering digunakan karena penggunaan
peralatan pengumpul lumpurnya lebih sederhana.
(a) (b)
Gambar 2.8 Bak sedimentasi berbentuk lingkaran – periferal feed: (a) denah,
(b) potongan melintang (Tim Penyusun, 2012).
Sebuah bak sedimentasi ideal dibagi menjadi 4 zona, yaitu:
a. Zona inlet
Dalam zona ini aliran terdistribusi tidak merata melintasi bagian melintang
bak. Aliran meninggalkan zona inlet mengalir secara horisontal dan
langsung menuju bagian outlet.
b. Zona pengendapan
Dalam zona ini, air mengalir pelan secara horisontal ke arah outlet. Dalam
zona ini terjadi proses pengendapan. Lintasan partikel diskret tergantung
pada besarnya kecepatan pengendapan.
c. Zona lumpur
Dalam zona ini lumpur terakumulasi. Sekali lumpur masuk area ini ia akan
tetap disana.
15
d. Zona outlet
Dalam zona ini, air yang partikelnya telah terendapkan terkumpul pada
bagian melintang bak dan siap mengalir keluar bak.
16
dilengkapi dengan settler. Settler dipasang pada zona pengendapan dengan tujuan
untuk meningkatkan efisiensi pengendapan (Sutrisno, 2006).
17
Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara padatan terlarut total
dan padatan total (Mulia, 2005).
( A−B)
TSS ( mgL )= x 1000 (2.1)
V
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Bahan-bahan yang Digunakan
1. Air Waduk LPPM UR
2. Akuades
3. Alum/Tawas
3.2 Alat-alat yang Digunakan
1. Tangki rerata
2. Pompa
3. Corong gelas
4. Bak equalisasi
5. Bak sedimentasi
6. Cawan penguap
7. Gelas ukur 2000 ml
8. Kertas saring
9. Neraca analitik
10. Oven
11. TDS meter
3.3 Prosedur Percobaan
3.3.1 Pemeriksaan alat
Alat dipastikan sedemikian sehingga aliran air dapat mengalir, mudah
diamati, dan mudah dioperasikan. Skema/susunan alat dapat dilihat pada gambar:
Bak Bak sedimentasi
Equalisasi/Tangki
18
dialirkan ke bak equalisasi. Selanjutnya tawas dimasukkan kedalam tangki yang
berisi sampel dan diaduk selama 15 menit.
Air dialirkan ke dalam bak equalisasi dengan besar debit 5 dan diperiksa
dengan parameter TDS, TSS, dan TS. Untuk perobaan dipakai 9 plate settler
dengan waktu tinggal 2 jam.
3.3.2 Pengukuran TDS, TSS dan TS
Air yang telah dialirkan kedalam bak equalisasi diambil sebanyak 100 ml.
Kemudian sampel air tersebut disaring menggunakan kertas saring. Kertas saring
yang terdapat endapan kemudian dioven selama 5 menit pada suhu 105 0C hingga
beratnya konstan setelah ditimbang. Selanjutnya endapan yang telah dioven
dengan kertas saring dihitung berat dari TSS nya. Kemudian filtrat hasil saringan
air dilakukan pemeriksaan TDS dengan menggunakan TDS meter. Setelah itu
dihitung TS nya dengan menjumlahkan TDS dan TSS.
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
Pada percobaan ini, data praktikum yang diperoleh tertera pada tabel 4.1 dan tabel
4.2 :
Tabel 4.1 Data Perhitungan TDS, TSS dan TS Sampel dengan atau Tanpa
Penambahan
Tawas dalam Waktu Detensi Tertentu
Waktu
TDS TSS TS
No Sampel Detensi
(gr) (gr) (gr)
(menit)
Tabel 4.2 Data Efisiensi Penyisihan Bahan Pencemar pada Air Waduk dengan
Waktu
Detensi Tertentu
No Waktu Detensi
ɳTDS (%) ɳTSS (%) ɳTS (%)
(menit)
1 60 14.46 96.59 94.94
2 90 15.08 98.29 96.62
3 120 17.36 98.72 97.08
4.2 Pembahasan
Air baku yang digunakan pada percobaan ini adalah air dari jembatan
kupu-kupu UR. Pada percobaan ini dihitung nilai Total Suspended Solid (TSS),
Total Dissolved Solid (TDS), dan Total Solid (TS) dari air baku (inlet) dan air
hasil sedimentasi (outlet). Total suspended solid atau padatan tersuspensi total
(TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran
partikel maksimal 2 μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid. Yang
20
termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam oksida, sulfida, ganggang, bakteri
dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan. TSS
memberikan kontribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi
cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai kekeruhan
tidak dapat dikonversi ke nilai TSS (Hanum, 2002). Total Dissolved Solid atau
padatan yang terlarut (TDS) adalah ukuran zat yang terlarut yaitu semua mineral,
garam, logam serta kation dan anion yang terlarut dalam air. TDS meter
menggambarkan jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama
dengan milligram per liter (mg/L) (Effendi, 2003). Total Solid merupakan jumlah
dari TSS dan TDS. Total solid merupakan banyaknya partikel padatan baik yang
terlarut dalam air, maupun yang tidak terlarut dalam air (Hanum, 2002).
Langkah pertama setelah pengambilan air adalah menghitung TDS dan
TSS. TDS dapat diukur menggunakan alat TDS meter, sedangkan TSS diukur
menggunakan metode gravimetri. Padatan yang terperangkap pada proses
penyaringan air outlet (dikertas saring) dipanaskan dengan oven kemudian
ditimbang sampai nilai hasil penimbangan konstan. Massa tersebut dikurangkan
dengan massa kertas saring yang digunakan. Berdasarkan hasil pengukuran,
didapatkan TDS dari sampel air jembatan kupu-kupu UR adalah sebesar 488
mg/L dan TSS nya sebesar 2.35 gram. Air baku dimasukkan tangka penampungan
dan ditambahkan tawas yang bertujuan untuk menjernihkan air dan mengikat
partikel-partikel air hingga menggumpal (flok-flok) dan mengendap. Kemudian
air yang ditambahkan tawas diaduk selama 15 menit untuk mencampurkan tawas
dengan air baku, pengadukan lambat membutuhkan waktu 15 hingga 60 menit,
agar air dan tawas tercampur merata dan sempurna (Nurhidayah, 2011).
Kemudian sampel air yang telah ditambahkan tawas diukur TDS dan TSS nya,
sehingga dari hasil pengukuran, didapatkan TDS nya sebesar 450 mg/L dan TSS
nya sebesar 0.29 gram.
21
TDS diukur dengan menggunakan TDS meter. TDS meter menggambarkan
jumlah zat terlarut dalam Part Per Million (PPM) atau sama dengan milligram per
Liter (mg/L).
20
18
16
14
12
ɳTDS (%)
10
8
6
4
2
0
50 60 70 80 90 100 110 120 130
Waktu Detensi (memit)
22
4.2.2 Pengaruh Variasi Waktu Detensi terhadap Efisiensi TSS
Padatan tersuspensi total (TSS), adalah residu dari padatan total yang
tertahan oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal 2µm atau lebih besar dari
ukuran partikel koloidyang disebut partikel endapan. Pada percobaan ini dengan
melakukan variasi pada waktu detensi, didapat efisiensi TSS yang lebih tinggi
pada waktu detensi 60 menit dibandingkan 90 menit dan 120 menit.
99
98.5
98
ɳTSS (%)
97.5
97
96.5
96
95.5
50 60 70 80 90 100 110 120 130
Waktu Detensi (menit)
23
97.5
97
96.5
96
ɳTS (%)
95.5
95
94.5
94
93.5
50 60 70 80 90 100 110 120 130
Waktu Detensi (menit)
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Semakin besar kecepatan aliran air, maka semakin kecil waktu yang
dibutuhkan untuk mengalirkan air dan debit air semakin besar.
2. Efektivitas resin dipengaruhi oleh debit air, semakin tinggi debit air maka
efektivitas resin semakin rendah.
3. Kesadahan dan konduktivitas air outlet dipengaruhi efektivitas media filter
(resin) sehingga juga dipengaruhi oleh debit air.
4. Pada praktikum ini, diperoleh efisiensi pengendapan pada waktu 60 menit
untuk TDS, TSS dan TS yaitu 14,6%, 96,59%, dan 94,94%. Untuk
efisiensi pengendapan pada 90 menit diperoleh TDS, TSS dan TS yaitu
15,08%, 98,29% dan 96,62 % dan untuk efisiensi pengendapan pada 120
menit diperoleh TDS, TSS dan TS yaitu 17,36%, 98,72% dan 97,08%.
4.2 Saran
Pada saat titrasi dengan EDTA harus teliti melihat perubahan warna dari
ungu menjadi biru muda.
25
DAFTAR PUSTAKA
Bhupalaka,2010,Sedimentasi.http://bhupalaka.files.wordpress.com/2010/12/
sedimentasi.pdf Diakses pada tanggal 10 Desember 2017
Chandra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengolahan Sumber Daya dan
Lingkungan Perairan. Cetakan Kelima. Yogyakarta. Kanisius.
Hanum, Farida. 2002. Proses Pengolahan Air Sungai untuk Keperluan Air
Minum. Diakses tanggal 10 Desember 2017
Isnaniawardhana, J. Nobelia. 2009. Pengaruh Waktu Detensi dan Penggunaan
Lumpur pada Proses Koagulasi-Flokulasi Pengolahan Air Gambut
Berwarna.http://www.ftsl.itb.ac.id/wpcontent/uploads/2007/08/Pengaruh
%20Waktu%20Detensi.pdf (diakses tanggal 10 Desember 2017)
Kawamura. 1991. Integrated Design of Water Treatment Facilities. USA: John
Wiley&Sons, Inc.
Mulia, Ricki M.2005. Kesehatan Lingkungan. Graha Ilmu : Yogyakarta
Rahmat,2010.Pengolahan Air dengan Sedimentasi.
http://dc346.4shared.com/doc/tSg9MBKW/preview.html Diakses pada
tanggal 10 Desember 2017
Rizal, Amir. 2012. Penentuan Dosis Optimum Aluminium Sulfat Dalam
Pengolahan Air Sungai Cileuleur Kota Ciamis dan Pemanfaatan
Resirkulasi Lumpur Dengan Parameter pH, Warna, Kekeruhan, dan TSS.
http://www.ftsl.itb.ac.id/wpcontent/uploads/2007/08/Penentuan%20Dosis
%20Optimum.pdf (diakses tanggal 10 Desember 2017)
Tim Penyusun, 2012. Penuntun Praktikum Laboratarium Teknik Kimia I,
Pekanbaru : Universitas Riau
Yayan, subagyo. 2009. Proses Pengolahan Air.
yayan-industri.blogspot.com/2009/11/proses-pengolahan-air.html Diakses
pada tanggal 10 Desember 2017 Azwar, Asrul. Dr., M.P.H. 1996.
Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. Mutiara Sumber Widya: Jakarta
Sutrisno, C. Totok, dkk. 2006. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka
Cipta.
26
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN
A.1 Nilai TSS, TDS dan TS dari Air Waduk LPPM (Cin/Awal)
Volume 100 ml
Berat kertas saring kosong = 1,05 gr
Berat kertas saring + sampel = 3,40 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring+ sampel) – Berat kertas saring kosong
= 3,40 gr − 1,05 gr
= 2,35 gr
TDS
mg 1g 1 lietr
= 488 mg/liter = 488 × × 100 ml ×
liter 1000 mg 1000 ml
= 0,0488 gr
TS
= TSS + TDS = 2,35 gr + 0,0488 gr = 2,3988 gr
A.2 Nilai TSS, TDS dan TS dari Air Waduk LPPM + Tawas +
Pengadukan 25 Menit (Cin/Awal)
Volume 100 ml
Berat kertas saring kosong = 1,06 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,35 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,35 gr − 1,06 gr
= 0,29 gr
TDS
mg 1g 1 lietr
= 450 mg/liter = 450 × × 100 ml ×
liter 1000 mg 1000 ml
= 0,045gr
TS
= TSS + TDS = 0,29 gr + 0,045 gr = 0,335 gr
27
A.3 Variabel Perlakuan dengan Waktu Tinggal 2 jam (9 plat) (CoutI)
Volume 100 ml
Berat kertas saring kosong = 1,07 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,15 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,15 gr – 1,07 gr
= 0,08 gr
TDS
mg 1g 1 lietr
= 414 mg/liter = 414 × × 100 ml ×
liter 1000 mg 1000 ml
= 0,0414gr
TS
= TSS + TDS = 0,08 gr + 0,0414 gr = 0,1214 gr
A.4 Variabel Perlakuan dengan Waktu Tinggal 1½ jam (9 plat) (CoutII)
Volume 100 ml
Berat kertas saring kosong = 1,06 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,10 gr
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,10 gr − 1,06 gr
= 0,04 gr
TDS
mg 1g 1 lietr
= 411 mg/liter = 411 × × 100 ml ×
liter 1000 mg 1000 ml
= 0,0411gr
TS
= TSS + TDS = 0,04 gr + 0,0411 gr = 0,0811 gr
A.5 Variabel Perlakuan dengan Waktu Tinggal 1 jam (9 plat) (CoutIII)
Volume 100 ml
Berat kertas saring kosong = 1,05 gr
Berat kertas saring + sampel = 1,08 gr
28
Berat sampel (TSS)
= (Berat kertas saring + sampel) – Berat kertas saring kosong
= 1,08 gr − 1,05 gr
= 0,03 gr
TDS
mg 1g 1 lietr
= 400 mg/liter = 400 × × 100 ml ×
liter 1000 mg 1000 ml
= 0,04gr
TS
= TSS + TDS = 0,03 gr + 0,04 gr = 0,07 gr
A.6 Efisiensi
C∈−C out
1. Efisiensi TS Pengadukan =
C∈¿ x 100 % ¿
2,3988−0,335
= X 100 %
2,3988
= 86,03%
C∈−C out
2. Efisiensi TS 1 jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2,3988−0,1214
= X 100 %
2,3988
= 94,94%
C∈−C out
3. Efisiensi TS 1.5 jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2,3988−0,0811
= X 100 %
2,3988
= 96,62%
C∈−C out
4. Efisiensi TS 2 jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2,3988−0 , 07
= X 100 %
2,3988
= 97,08%
C∈−C out
5. Efisiensi TDS pada Pengadukan =
C∈¿ x 100 % ¿
29
0,0484−0,0450
= X 100 %
0,0484
= 7,02%
C∈−C out
6. Efisiensi TSS Pada Pengadukan =
C∈¿ x 100 % ¿
2 ,35−0 , 29
= X 100 %
2 , 35
= 2,06%
C∈−C out
7. Efisiensi TSS pada 1 Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2 ,35−0 , 08
= X 100 %
2 , 35
= 96,59%
C∈−C out
8. Efisiensi TDS pada 1 Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
0,0484−0,0414
= X 100 %
0,0484
= 14,46%
C∈−C out
9. Efisiensi TSS pada 1½ Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2 ,35−0 , 04
= X 100 %
2 ,35
= 98,29%
C∈−C out
10. Efisiensi TDS pada 1½ Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
0,0484−0,0411
= X 100 %
0,0484
= 15,08%
C∈−C out
11. Efisiensi TSS pada 2 Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
2 ,35−0 , 03
= X 100 %
2 , 35
= 98,72%
C∈−C out
12. Efisiensi TDS pada 2 Jam =
C∈¿ x 100 % ¿
30
0,0484−0 , 04
= X 100 %
0,0484
= 17,36%
LAMPRAN B
DOKUMENTASI
31
Gambar B.2 Pengurasan Air yang Telah Disedimentasi
32