Makalah Fki Ahmad Badawi 2105036013

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

POSITIVISME
Mata Kuliah : Filsafat dan Kesatuan Ilmu
Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Mujiyono, MA.

Disusun Oleh :
Ahmad Badawi (2105036013)

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehidupan kita sekarang ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam, yang digantikan oleh
hukum-hukum buatan manusia sendiri yang sangat egoistis dan mengandung nilai hedonis yang
sangat besar, sehingga kita pun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda diri kita.
Etika hubungan kita yang humanis dengan tiga kompenen relasional hidup kita sudah terabaikan
begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa mendatang akan tetap lestari dan berlangsung
harmonis dengan alam.
Makalah ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Filsafat, dengan bahasan “Filsafat
Potivisme” Makalah ini dititikberatkan pada pemikiran-pemikiran para filosof aliran positivisme.

B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah dan siapa saja tokoh filsafat positivisme?
b. Apa yang di maksud positivisme dan apa fungsinya?
c. Bagaimana tahap perkembangan positivisme?

C. Tujuan Penulisan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pemahaman kita mengenai
filsafat pada umumnya, dan filsafat positivisme pada khususnya. Pada filsafat ini nanti akan kita
bahas mengenai sejarah dari positivisme, dan tokoh-tokoh penganutnya. Selain itu juga akan kita
bahas berbagai sub bab/pokok yang berkaitan dengan positivisme. Sehingga diharapkan setelah
membaca makalah yang kami susun ini,kita semua bisa mengetahui tentang positivisme itu
sendiri dan dapat juga dapat mengambil hal positif untuk di aplikasikan dalam kehidupan
bermasyarakat.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah filsafat positivisme
Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa
akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776) dan
Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji
melalui percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan
pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni /
aliran Kritisisme). Selain itu Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia
dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman
sebagai porosnya. Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825).
Prinsip filosofik tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof
berkebangsaan Inggris yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17 .
Ia berkeyakinan bahwa tanpa adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan
apriori akal tidak boleh menarik kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan
observasi atas hukum alam. Pada paruh kedua abad XIX munculah Auguste Comte (1798-1857),
seorang filsuf sosial berkebangsaan Perancis, yang menggunakan istilah ini kemudian
mematoknya secara mutlak sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan
filsafat dalam karya utamanya yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang
Filsafat Positif (1830-1842), yang diterbitkan dalam enam jilid.
Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para
ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran
manusia beralih dari fase teologis, menuju fase metafisis, dan terakhir fase positif. Pada fase
teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa adikodrati yang mengatur
semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode:
animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena
yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada
zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa adikodrati tersebut telah digantikan oleh konsep-konsep
abstrak, seperti kodrat‘ dan penyebab‘. Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena
dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan

2
eksistensi. Dan akhirnya pada masa positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri
pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan
kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan
filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

B. Pengertian positivisme
Positivisme diturunkan dari kata positif, dalam hal ini positivisme dapat diartikan sebagai
suatu pandangan yang sejalan dengan empirisme, menempatkan penghayatan yang penting serta
mendalam yang bertujuan untuk memperoleh suatu kebenaran pengetahuan yang nyata, karena
harus didasarkan kepada hal-hal yang positivisme. Dimana positivisme itu sendiri hanya
membatasi diri kepada pengalaman-pengalaman yang hanya bersifat objektif saja. Hal ini
berbeda dengan empirisme yang bersifat lebih lunak karena empirisme juga mau menerima
pengalaman-pengalaman yang bersifat batiniah atau pengalaman-pengalaman yang bersifat
subjektif juga. Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti
empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik. Tidak
mengenal adanya spekulasi, semua didasarkan pada data empiris. Sesungguhnya aliran ini
menolak adanya spekulasi teoritis sebagai suatu sarana untuk memperoleh pengetahuan (seperti
yang diusung oleh kaum idealisme khususnya idealisme Jerman Klasik).
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi yang dapat menjadi pengetahuan.

C. Tahap-tahap perkembangan positivisme


Terdapat tiga tahap dalam perkembangan positivisme, yaitu:
1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi, walaupun perhatiannya
juga diberikan pada teori pengetahuan yang diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika
yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill
dan Spencer.

3
2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme (empirio-positivisme) berawal pada tahun 1870-
1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius. Keduanya meninggalkan pengetahuan
formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan suatu ciri positivisme awal.
Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan dari sudut pandang psikologisme
ekstrim, yang bergabung dengan subjektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan tokoh-
tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain. Serta kelompok yang turut
berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin.
Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran seperti atomisme logis, positivisme
logis, serta semantika. Pokok bahasan positivisme tahap ketiga ini diantaranya tentang bahasa,
logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

D. Ide-ide pokok positivisme


Ide-ide pokok positivisme, antara lain :
1. Bahwa ilmu pengetahuan merupakan jenis pengetahuan yang paling tinggi tingkatannya, dan
karenanya kajian filsafat harus juga bersifat ilmiah .
2. Bahwa hanya ada satu jenis metode ilmiah yang berlaku secara umum, untuk segala bidang
atau disiplin ilmu, yakni metode penelitian ilmiah yang lazim digunakan dalam ilmu alam.
3. Bahwa pandangan-pandangan metafisik tidak dapat diterima sebagai ilmu, tetapi "sekadar"
merupakan pseudoscientific.
Jadi, kebenaran yang dianut positivisme dalam mencari kebenaran adalah teori
korespondensi.Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan adalah benar jika
terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu
pernyataan dianggap benar apabila materi yang terkandung dalam pernyataan tersebut
bersesuaian (korespodensi) dengan obyek faktual yang ditunjuk oleh pernyataan tersebut.

E. Ciri-Ciri Positivisme
Ciri-ciri positivisme antara lain:
a) Objektif/bebas nilai: dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek peneliti
mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-fakta yang

4
teramati-terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari realitas
(korespondensi).
b) Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan hanya
berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis yang
diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika).
c) Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang
nyata. Contoh: logam dipanaskan memuai, konsep logam dalam pernyataan itu mengatasi
semua bentuk particular logam: besi, kuningan, timah dan lain-lain.
d) Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.
e) Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang meniadakan
penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memilii strukturnya sendiri dan
mengasalkan strukturnya sendiri.
f) Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta
diibaratkan sebagai a giant clock work.

F. Tokoh-tokoh filsafat positivisme


a) Auguste Comte
Philosophe Isidore Auguste Marie Francois Xavier Comte, yang lebih dikenal dengan
Auguste Comte, adalah seorang filsuf Perancis. Dia adalah pendiri dari disiplin sosiologi dan
doktrin positivisme. Lahir: 19 Januari 1798, Montpellier, Prancis. Meninggal: 5 September
1857, Paris, Prancis. Nama lengkap: Isidore Auguste Marie François Xavier Comte.
Pendidikan: Universitas Montpellier, École Polytechnique
b) John Stuart Mill
Adalah seorang filsuf Inggris, ekonom politik dan pegawai negeri sipil. Dia adalah seorang
kontributor berpengaruh untuk teori sosial, teori politik dan ekonomi politik. Lahir: 20 Mei
1806, Pentonville, London. Meninggal: 8 Mei 1873, Avignon, Prancis. Pasangan: Harriet
Taylor Mill. (M 1851-1858). Pendidikan: University College London. Orangtua: James Mill,
Harriet Burrow
c) Hippolyte Taine Adolphe

5
Adalah seorang kritikus Perancis dan sejarawan. Dia adalah pengaruh teoritis kepala
naturalisme Perancis, pendukung utama positivisme sosiologis dan salah satu praktisi pertama
kritik historis. Lahir: 21 April 1828, Vouziers, Prancis. Meninggal: 5 Maret 1893, Paris,
Prancis. Pendidikan: École Normale Supérieure
d) Émile Durkheim
Sosiolog David Émile Durkheim adalah seorang sosiolog Perancis, psikolog sosial dan filsuf.
Ia secara resmi mendirikan disiplin akademis dan, dengan Karl Marx dan Max Weber, yang
sering dikutip sebagai kepala sekolah. Lahir: 15 April 1858, Épinal, Prancis. Meninggal: 15
November 1917, Paris, Prancis. Pendidikan:,Universitas Leipzig.

G. METODE POSITIVISME
Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketahui, yang faktual, yang positif. Ia
mengenyampingkan segala uraian/ persoalan di luar yang ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia
menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif, adalah segala yang tampak dan segala
gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada
bidang gejala-gejala saja.
Menurut Agus Comte(1798 - 1857 M), bahwa indera itu amat penting dalam memperoleh
pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen.
Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen. Eksperimen memerlukan ukuran-
ukuran yang jelas. Misal panas diukur dengan derajat panas, jauh di ukur dengan ukuran
meteran. berat dengan kiloan, dan sebagainya.Jadi, kita tidak cukup hanya dengan mengatakan
api itu panas, matahari panas, kopi panas, ketika panasa, juga kita tidak cukup mengatakan panas
sekali, panas, tidak panas. Namun kita memerlukan ukuran yang teliti (secara ilmiah). Dari
sinilah kemajuan sains benar-benar dimulai.
Menurut Comte, perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap: teologis,
metafisis, dan positif. Pada tahap teologis, orang berkeyakinan bahwa dibalik segala sesuatu
tersirat pernyataan kehendak khusus.
Pada tahap metafisik, kekuatan adikodrati itu diubah menjadi kekuatan yang abstrak, yang
kemudian dipersatukan dalam pengertian yang bersifat umum yang disebut alam dan
dipandangnya sebagai asal dari segala gejala.

6
Pada tahap ini, usaha mencapai pengenalan yang mutlak, baik pengetahuan teologis ataupun
metafisi dipandang tak berguna, menurutnya, tidaklah berguna melacak asal dan tujuan akhir
seluruh alam; melacak hakikat yang sejati dari segala sesuatu. Yang penting adalah menemukan
hukum-hukum kesamaan dan urutan yang terdapat pada fakta-fakta dengan pengamatan dan
penggunaan akal.
Positivisme ini sebagai perkembangan yang ekstrem, yakni pandangan yang menganggap
bahwa yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/empiric”, atau yang
mereka namakan positif. Nilai-nilai politik dan sosial menurut positivism dapat digeneralisasikan
berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari penyelidikan terhadap kehidupan masyarakat itu
sendiri.
Nilai-nilai politik dan sosial juga dapat dijelaskan secara ilmiah, dengan mengemukakan
perubahan historis atas dasar cara berpikir induktif, Jadi, nilai-nilai tersebut tumbuh dan
berkembang dalam suatu proses kehidupan dari suatu masyarakat itu sendiri.
Jadi, penganut faham positivisme meyakini bahwa hanya ada sedikit perbedaan (jika ada)
antara ilmu sosial dan ilmu alam, karena masyarakat dan kehidupan sosial berjalan berdasarkan
aturan-aturan, demikian juga alam.
Dan bahasa adalah gambar dari kenyataan, karena bahasa sehari-hari tidak bisa
menggambarkan kenyataan secara benar maka dikembangkanlah bahasa logis dengan
kecermatan matematis yg akurat. Positif berarti, “apa yg berdasarkan pada fakta
objektif”.Asumsi dasar positivisme tentang realitas adalah tunggal, dalam artian bahwa
fenomena alam dan tingkah laku manusia itu terikat oleh tertib hukum.Fokus kajian-kajian
positivis adalah peristiwa sebab-akibat (kausalitas).
Dalam hal itu aliran positivisme ini menyebutkan, hanya ada dua jalan untuk mengetahui :
(1) Verifikasi langsung melalui data pengindera (empirikal).
(2) Penemuan lewat logika (rasional).

H. Kelebihan dan Kelemahan Filsafat Positivisme


a. Kelebihan Positivisme
1. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh
lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.

7
2. Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu
pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak secara
spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan valid.
3. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak
aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapijuga meramalkan
masa depannya.
4. Positivisme telah mampu mendorong lajunya kemajuan disektor fisik dan teknologi.
5. Positivisme sangat menekankan aspek rasionali-ilmiah, baik pada epistemology ataupun
keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

b. Kelemahan Positivisme
1. Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan
manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.
2. Akibat dari ketidakpercayaannya terhadap sesuatu yang tidak dapat diuji kebenarannya,
maka faham ini akan mengakibatkan banyaknya manusia yang nantinya tidak percaya
kepada Tuhan, Malaikat, Setan, surga dan neraka. Padahal yang demikian itu didalam
ajaran Agama adalah benar kebenarannya dan keberadaannya. Hal ini ditandai pada saat
paham positivistik berkembang pada abad ke 19, jumlah orang yang tidak percaya kepada
agama semakin meningkat.
3. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistic semua hal itu
dinafikan.
4. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.
5. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat
dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera.
Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang tidak
nampak dapat dijadikan bahan kajian.

8
6. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang
optimis, tetapi juga terkesan lincar seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan batu
pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak yang
digambarkan sebagai masyarakat positivistic.

BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisika.
Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai kepada kesimpulan
logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan empiris dalam satu atau lain
bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi pengetahuan.
Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman aktualfisikal. Pengetahuan
demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui metode saintifik yang ketat,
yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme, dalam pengertian di atas dan sebagai
pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno. Terminologi positivisme dicetuskan pada
pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte
percaya bahwa dalam alam pikiran manusia melewati tiga tahapan historis yaitu teologi,
metafisik, dan ilmiah.
Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme : Auguste Comte (1798–1857), John Stuart
Mill ( 1806 – 1873 ), H. Taine (1828–1893), Emile Durkheim (1852–1917).

B. Saran
Penulis menyadari lemahnya pemahaman akan materi yang diberikan oleh dosen
pembimbing. Tetapi hal itu tidak menyurutkan keinginan kami untuk lebih maksimal dalam
mengolah dan memperkaya isi makalah kami ini. Oleh sebab itu kami meminta dengan setulus
hati kepada para pembaca yang budiman agar memberikan kirtik saran yang membangun supaya
dengan kritik tersebut dapat membuat kami menyadari kesalahan dan dapat memeprbaiki
kesalahan itu di makalah-makalah selanjutnya. Saran penulis agar lebih memahami isi makalah

9
kami. Kami minta pembaca yang budiman membaca dengan seksama isi makalah kami ini.
Salam dan Hormat dari penulis.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, beni saebani, filsafat ilmu, pustaka setia, 2009


Adian, Donni Gahral, Pilar-Pilar Filsafat Kontemporer, Jalasutra, 2002
Bagus, Lorens, Kamus filsafat, Gramedia Pustaka Utama, 2005
Baqir, muhammad, falsafatuna, mizan, 2014
Tafsir, ahmad, filsafat ilmu, rosda karya, 2013
Sofyan, ayi, kapita selekta filsafat, pustaka setia, 2010

10

Anda mungkin juga menyukai