Makalah Aliran Pendidikan (Positivisme)

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

ALIRAN POSITIVISME

Mata Kuliah : Aliran-aliran pendidikan

Dosen : Abdul hadi, lc,ma

DISUSUN OLEH:

Daly Saputra (3120180025)

Choirunnisa (3120180154)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan kita sekarang ini sudah sangat jauh dari hukum-hukum alam, yang digantikan
oleh hukum-hukum buatan manusia sendiri yang sangat egoistis dan mengandung nilai hedonis
yang sangat besar, sehingga kita pun merasakan betapa banyaknya bencana yang melanda diri
kita. Etika hubungan kita yang humanis dengan tiga komponen relasional hidup kita sudah
terabaikan begitu jauh, jadi jangan harap hidup kita di masa mendatang akan tetap lestari dan
berlangsung harmonis dengan alam.
Makalah ini kami susun berdasarkan Tugas Mata Kuliah Aliran-aliran pendidikan, dengan
bahasan materi “Potivisme” . Makalah ini dititik beratkan pada pemikiran-pemikiran para filosof
aliran positivisme.

B. Tujuan Pembahasan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memaparkan perkembangan-
perkembangan filsafat modern pada saat lahirnya filsafat positifisme. Selain itu, makalah ini
bertujuan untuk lebih meningkatkan lagi pemahaman kita mengenai filsafat pada umumnya, dan
filsafat positivism pada khususnya. Pada filsafat ini nanti akan kita bahas mengenai sejarah dari
positivisme, dan tokoh-tokoh penganutnya. Selain itu juga akan kita bahas berbagai sub
bab/pokok yang berkaitan dengan positivism. Sehingga diharapkan setelah membaca makalah
yang kami susun ini, kita semua bisa mengetahui tentang positivisme itu sendiri dan dapat juga
dapat mengambil hal positif untuk diplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat.

C. Rumusan Masalah
1. Sejarah filsafat positivisme
2. Apa pengertian positivisme
3. Perkembangan Positivisme
4. Ciri-ciri Positivisme
5. Metode filsafat positivisme
6. Apa fungsi filsafat positivisme
7. Apa kelebihan dan kelemahan filsafat positivisme

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. SEJARAH FILSAFAT POSITIVISME

Positivisme adalah salah satu aliran filsafat modern. Secara umum boleh dikatakan bahwa
akar sejarah pemikiran positivisme dapat dikembalikan kepada masa Hume (1711-1776) dan
Kant (1724-1804). Hume berpendapat bahwa permasalahan-permasalahan ilmiah haruslah diuji
melalui percobaan (aliran Empirisme). Sementara Kant adalah orang yang melaksanakan
pendapat Hume ini dengan menyusun Critique of pure reason (Kritik terhadap pikiran murni /
aliran Kritisisme). Selain itu Kant juga membuat batasan-batasan wilayah pengetahuan manusia
dan aturan-aturan untuk menghukumi pengetahuan tersebut dengan menjadikan pengalaman
sebagai porosnya.
Istilah Positivisme pertama kali digunakan oleh Saint Simon (sekitar 1825). Prinsip filosofik
tentang positivisme dikembangkan pertama kali oleh seorang filosof berkebangsaan Inggris
yang bernama Francis Bacon yang hidup di sekitar abad ke-17. Ia berkeyakinan bahwa tanpa
adanya pra asumsi, komprehensi-komprehensi pikiran dan apriori akal tidak boleh menarik
kesimpulan dengan logika murni maka dari itu harus melakukan observasi atas hukum alam.
Pada paruh kedua abad XIX muncullah Auguste Comte (1798-1857), seorang filsuf sosial
berkebangsaan Perancis, yang menggunakan istilah ini kemudian mematoknya secara mutlak
sebagai tahapan paling akhir sesudah tahapan-tahapan agama dan filsafat dalam karya utamanya
yang berjudul Course de Philosophie Phositive, Kursus tentang Filsafat Positif (1830-1842),
yang diterbitkan dalam enam jilid.
Melalui tulisan dan pemikirannya ini, Comte bermaksud memberi peringatan kepada para
ilmuwan akan perkembangan penting yang terjadi pada perjalanan ilmu ketika pemikiran
manusia beralih dari fase teologis menuju fase metafisis dan terakhir fase positif. Pada fase
teologis (tahapan agama dan ketuhanan) diyakini adanya kuasa-kuasa kodrati yang mengatur
semua gerak dan fungsi yang mengatur alam ini. Zaman ini dibagi menjadi tiga periode:
animisme, politeisme dan monoteisme. Pada tahapan ini untuk menjelaskan fenomena-fenomena
yang terjadi hanya berpegang kepada kehendak Tuhan atau Tuhan-Tuhan. Selanjutnya pada
zaman metafisis (tahapan filsafat), kuasa kodrati tersebut telah digantikan oleh konsep konsep

2
abstrak, seperti ‘kodrat’ dan ‘penyebab’. Pada fase ini manusia menjelaskan fenomena-fenomena
dengan pemahaman-pemahaman metafisika seperti kausalitas, substansi dan aksiden, esensi dan
eksistensi. Dan akhirnya pada masa positif (tahap positivisme) manusia telah membatasi diri
pada fakta yang tersaji dan menetapkan hubungan antar fakta tersebut atas dasar observasi dan
kemampuan rasio. Pada tahap ini manusia menafikan semua bentuk tafsir agama dan tinjauan
filsafat serta hanya mengedepankan metode empiris dalam menyingkap fenomena-fenomena.

A. PENGERTIAN POSITIVISME
Positivisme berasal dari kata “positif”. Kata positif disini sama artinya dengan faktual, yaitu
apa yang berdasarkan fakta-fakta. Menurut positivisme, pengetahuan kita tidak pernah boleh
melebihi fakta-fakta. Dengan demikian, maka ilmu pengetahuan empiris menjadi contoh
istimewa dalam bidang pengetahuan. Oleh karena itu, filsafat pun harus meneladani contoh
tersebut. Maka dari itu, positivisme menolak cabang filsafat metafisika. Menanyakan “hakikat”
benda-benda, atau “penyebab yang sebenarnya”, termasuk juga filsafat, hanya menyelidiki fakta-
fakta dan hubungan yang terdapat antara fakta-fakta.
Jadi, Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-
satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisik. Positivisme tidak mengenal adanya spekulasi, semua harus didasarkan pada data
empiris. Positivisme dianggap bisa memberikan sebuah kunci pencapaian hidup manusia dan ia
dikatakan merupakan satu-satunya formasi sosial yang benar-benar bisa dipercaya kehandalan
dan dan akurasinya dalam kehidupan dan keberadaan masyarakat.
Comte sering disebut “Bapak Positivisme“ karena aliran filsafat yang didirikannya tersebut.
Positivisme adalah nyata, bukan khayalan. Ia menolak metafisika dan teologik. Jadi menurutnya
ilmu pengetahuan harus nyata dan bermanfaat serta diarahkan untuk mencapai kemajuan.
Positivisme merupakan suatu paham yang berkembang dengan sangat cepat, ia tidak hanya
menjadi sekedar aliran filsafat tapi juga telah menjadi agama humanis modern. Positivisme telah
menjadi agama dogmatis karena ia telah melembagakan pandangan dunianya menjadi doktrin
bagi ilmu pengetahuan. Pandangan dunia yang dianut oleh positivisme adalah pandangan dunia
objektivistik. Pandangan dunia objektivistik adalah pandangan dunia yang menyatakan bahwa
objek-objek fisik hadir independen dari mental dan menghadirkan properti- properti mereka

2
secara langsung melalui data indrawi. Realitas dengan data indrawi adalah satu. Apa yang dilihat
adalah realitas sebagaimana adanya. Seeing is believing.
Tugas khusus filsafat menurut aliran ini adalah mengkoordinasikan ilmu-ilmu pengetahuan
yang beraneka ragam coraknya. Tentu saja maksud positivisme berkaitan erat dengan apa yang
dicita-citakan oleh empirisme. Positivisme pun mengutamakan pengalaman. Hanya saja berbeda
dengan empirisme Inggris yang menerima pengalaman batiniah atau subjektif sebagai sumber
pengetahuan, positivisme tidak menerimanya. Ia hanya ,mengandalkan pada fakta-fakta. Tujuan
utama yang ingin dicapai oleh positivisme adalah membebaskan ilmu dari kekangan atau
kurungan dari filsafat (metafisika). Menurut Ernst, ilmu hendaknya dijauhkan dari tafisran-
tafsiran metafisis yang merusak obyektifitas. Dengan menjauhkan tafsiran-tafisran metafisis dari
ilmu, para ilmuwan hanya akan menjadikan fakta yang dapat ditangkap dengan indera untuk
menghukumi segala sesuatu. Hal ini sangat erat kaitannya dengan tugas filsafat. Menurut
positivisme, tugas filsafat bukanlah menafsirkan segala sesuatu yang ada di alam. Tugas filsafat
adalah memberi penjelasan logis terhadap pemikiran. Oleh karena itu filsafat bukanlah teori.
Filsafat adalah aktifitas. Filsafat tidak menghasil proposisi-proposisi filosofis, tapi yang
dihasilkan oleh filsafat adalah penjelasan terhadap proposisi-proposisi.
Alasan yang digunakan oleh positivisme dalam membatasi tugas filsafat di atas adalah
karena filsafat bukanlah ilmu. Kata filsafat hendaklah diartikan sebagai sesuatu yang lebih
rendah atau lebih tinggi daripada ilmu-ilmu eksakta. Penjelasan dari hal ini adalah bahwa tugas
utama dari ilmu adalah memberi tafsiran terhadap segala sesuatu yang terjadi kepada obyek
ilmu tersebut. Tugas dari ilmu-ilmu eksakta adalah memberi tafsiran terhadap segala sesuatu
yang terjadi di alam dan sebab-sebab terjadinya. Sementara tugas ilmu-ilmu sosial adalah
memberi tafsiran terhadap segala sesuatu yang terjadi pada manusia, baik sebagai individu
maupun masyarakat. Dan karena semua obyek pengetahuan baik yang berhubungan dengan alam
maupun yang berhubungan dengan manusia sudah ditafsirkan oleh masing-masing ilmu yang
berhubungan dengannya, maka tidak ada lagi obyek yang perlu ditafsirkan oleh filsafat. Oleh
karena itulah dapat disimpulkan bahwa filsafat bukanlah ilmu.

B. PERKEMBANGAN POSITIVISME
Auguste Comte dilahirkan pada tahun 1798 di kota Montpellier, Perancis Selatan. Ayah dan
ibunya menjadi pegawai kerajaan dan merupakan penganut agama Katolik yang cukup tekun. Ia
menikah dengan seorang pelacur bernama Caroline Massin yang kemudian dia menyesali

2
perkawinan itu. Dia pernah mengatakan bahwa pernikahan itu adalah kesalahan terbesar dalam
hidupnya. Dari kecil pemikiran-pemikiran Comte sudah mulai kelihatan, kemudian setelah ia
menyelesaikan sekolahnya pada jurusan politeknik di Paris 1814-1816, dia diangkat menjadi
sekretaris oleh Saint Simon yaitu seorang pemikir yang dalam merespon dampak negatif
renaissance menolak untuk kembali pada abad pertengahan akan tetapi harus direspon dengan
menggunakan basis intelektual baru, yaitu dengan berfikir empirik dalam mengkaji persoalan-
persoalan realitas sosial. Pergulatan intelektual dengan Saint Simon inilah yang kemudian
membuat pola fikir Comte berkembang. Karena ketidak cocokan Comte dengan Saint Simon
akhirnya ia memisahkan diri dan kemudian Comte menulis sebuah buku yang berjudul “System
of Positive Politics, “ Sistem Politik Positif ” tahun 1824. Berawal dari pemikiran Plato dan
Aristoteles, Comte mencoba menggabungkannya menjadi positivistik.

Terdapat tiga tahap dalam perkembangan aliran positivisme yaitu:

1. Tempat utama dalam positivisme pertama diberikan pada Sosiologi (positivisme sosial
dan evolusioner), walaupun perhatiannya juga diberikan pada teori pengetahuan yang
diungkapkan oleh Comte dan tentang Logika yang dikemukakan oleh Mill. Tokoh-
tokohnya Auguste Comte, E. Littre, P. Laffitte, JS. Mill dan Spencer.

2. Munculnya tahap kedua dalam positivisme – empirio-positivisme – berawal pada tahun


1870-1890-an dan berpautan dengan Mach dan Avenarius (positivisme kritis). Keduanya
meninggalkan pengetahuan formal tentang obyek-obyek nyata obyektif, yang merupakan
suatu ciri positivisme awal. Dalam Machisme, masalah-masalah pengenalan ditafsirkan
dari sudut pandang psikologisme ekstrim, yang bergabung dengan subyektivisme.
3. Perkembangan positivisme tahap terakhir berkaitan dengan lingkaran Wina dengan
tokoh-tokohnya O.Neurath, Carnap, Schlick, Frank, dan lain-lain (positivisme logis).
Serta kelompok yang turut berpengaruh pada perkembangan tahap ketiga ini adalah
Masyarakat Filsafat Ilmiah Berlin. Kedua kelompok ini menggabungkan sejumlah aliran
seperti
atomisme logis, positivisme logis, serta semantika. Pokok bahsasan Positivisme ketiganya
antara lain tentang bahasa, logika simbolis, struktur penyelidikan ilmiah dan lain-lain.

2
B. CIRI-CIRI POSITIVISME
Ciri-ciri aliran Positivisme antara lain:
1. Objektif/bebas nilai. Dikotomi yang tegas antara fakta dan nilai mengharuskan subjek
peneliti mengambil jarak dari realitas dengan bersikap bebas nilai. Hanya melalui fakta-
fakta yang teramati dan terukur, maka pengetahuan kita tersusun dan menjadi cermin dari
realitas (korespondensi).
2. Fenomenalisme, tesis bahwa realitas terdiri dari impresi-impresi. Ilmu pengetahuan
hanya berbicara tentang realitas berupa impresi-impresi tersebut. Substansi metafisis
yang diandaikan berada di belakang gejala-gejala penampakan ditolak (antimetafisika)
3. Nominalisme, bagi positivisme hanya konsep yang mewakili realitas partikularlah yang
nyata.
4. Reduksionisme, realitas direduksi menjadi fakta-fakta yang dapat diamati.
5. Naturalisme, tesis tentang keteraturan peristiwa-peristiwa di alam semesta yang
meniadakan penjelasan supranatural (adikodrati). Alam semesta memiliki strukturnya
sendiri dan mengasalkan strukturnya sendiri.
6. Mekanisme, tesis bahwa semua gejala dapat dijelaskan dengan prinsip-prinsip yang dapat
digunakan untuk menjelaskan mesin-mesin (sistem-sistem mekanis). Alam semesta
diibaratkan sebagai giant clock work .

C. METODE FILSAFAT POSITIVISME

Menurut Koento Wibisono filsafat positivisme menggunakan metode pengamatan, percobaan


dan perbandingan kecuali dalam menghadapi gejala dalam fisika sosial, maka akan digunakan
metode sejarah. Pengamatan digunakan untuk mempelajari astronomi, kesemuanya ini berkaitan
dengan ukuran waktu dan adapun untuk ilmu fisika disamping pengamatan juga digunakan
percobaan, dalam percobaan ini pengamatan tak ketinggalan. Dalam mempelajari ilmu kimia
disamping percobaan dan pengamatan, digunakan juga metode peniruan (artifisial). Dalam ilmu
biologi menggunakan metode percobaan, yang disesuaikan dengan kompleksitasnya gejala,
maupun dalam sosiologi, digunakan pengamatan, percobaan, dan perbandingan, dan bahkan
metode sejarah, ini diguna¬kan untuk menguraikan gejala-gejala yang kompleks.

2
D. FUNGSI FILSAFAT POSITIVISME
Berdasarkan uraian pada bagian terdahulu diatas maka kiranya dapat dikatakan mengenai
fungsi filsafat positivisme yaitu :
1. Perkembangan yang diberi konotasi sebagai kemajuan memberikan makna bahwa
positivisme telah mempertebal optimisme. Hal tersebut melahirkan pengetahuan yang
positif yang terlepas dari pengaruh-pengaruh spekula¬tif, atau dari hukum-hukum yang
umum. Berkat pandangan positivisme orang tidak sekedar menghimpun fakta,akan tetapi
ia berupaya meramal masa depan, yang antara lain turut mendorong perkembangan
teknologi
2. Kemajuan dalam bidang fisik telah menimbulkan berbagai implikasi dalam segi
kehidupan. Dengan kata lain, fungsi filsafat positivisme ini berperan sebagai pen-dorong
timbulnya perkembangan dan kemajuan yang dirasakan sebagai kebutuhan.
3. Dengan adanya penekanan dari filsafat positivisme terhadap segi rasional ilmiah, maka
berfungsi pula kemampuannya untuk menerangkan kenyataan, sedemikian rupa sehingga
keyakinannya akan kebenaran semakin terbuka.

E. KELEBIHAN DAN KELEMAHAN POSITIVISME


Asumsi pokok teorinya adalah satu teori harus di uji dengan menghadapkannya pada fakta-
fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya, dan Popper menyajikan teori ilmu
pengetahuan baru ini sebagai penolakan atas ilmu yang baru yaitu positivisme logis yang
beranggapan bahwa pengetahuan ilmiah pada dasarnya tidak lain hanya berupa generalisasi
pengalaman atau fakta nyata dengan menggunakan ilmu pasti dan logika. Dan menurut
positivisme logis tugas filsafat ilmu pengetahuan hanya menanamkan dasar ilmu pengetahuan
tersebut.
Hal yang dikritik oleh Popper pada Positivisme Logis adalah tentang metode Induksi, ia
berpendapat bahwa Induksi tidak lain hanya khayalan belaka dan mustahil dapat menghasilkan
pengetahuan ilmiah melalui induksi. Tujuan Ilmu Pengetahuan adalah mengembangkan ilmu
pengetahuan dengan benardan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan logika, namun jenis
penalaran yang dipakai oleh positivisme logis adalah induksi dirasakan tidak tepat sebab jenis
penalaran ini tidak mungkin menghasilkan pengetahuan ilmiah yang benar dan berlaku, karena
kelemahan yang bisa terjadi adalah kesalahan dalam penarikan kesimpulan, dimana dari premis-

2
premis yang dikumpulkan kemungkinan tidak lengkap sehingga kesimpulan atau generalisasi
yang dihasilkan tidak mewakili fakta yang ada. Dan menurutnya agar pengetahuan itu dapat
berlaku dan bernilai benar maka penalaran yang harus dipakai adalah penalaran deduktif.
Penolakan lainnya adalah tentang fakta keras, Popper berpendapat bahwa fakta keras yang
berdiri sendiri dan terpisah dari teori sebenarnya tidak ada, karena fakta keras selalu terkait
dengan teori, yakni berkaitan pula dengan asumsi atau pendugaan tertentu. Dengan demikian
pernyataan pengamatan, yang dipakai sebagai landasan untuk membangun teori dalam
positivisme logis tidak pernah bisa dikatakan benar secara mutlak.
Dari deskriptif ringkas di atas mengenai positivisme, maka sebenarnya positivisme
mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan, yaitu antara lain:

a) Kelebihan Positivisme

1. Positivisme lahir dari faham empirisme dan rasional, sehingga kadar dari faham ini jauh
lebih tinggi dari pada kedua faham tersebut.

2. Hasil dari rangkaian tahapan yang ada didalamnya, maka akan menghasilkan suatu
pengetahuan yang mana manusia akan mempu menjelaskan realitas kehidupan tidak
secara spekulatif, arbitrary, melainkan konkrit, pasti dan bisa jadi mutlak, teratur dan
valid.

3. Dengan kemajuan dan dengan semangat optimisme, orang akan didorong untuk bertindak
aktif dan kreatif, dalam artian tidak hanya terbatas menghimpun fakta, tetapi juga
meramalkan masa depannya.

4. Positivisme telah mampu mendorong laju kemajuan disektor fisik dan teknologi.

5. Positivisme sangat menekankan aspek rasional-ilmiah, baik pada epistemology ataupun


keyakinan ontologik yang dipergunakan sebagai dasar pemikirannya.

b) Kelemahan Positivisme

2
Analisis biologik yang ditransformasikan ke dalam analisis sosial dinilai sebagai akar
terpuruknya nilai-nilai spiritual dan bahkan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini dikarenakan
manusia tereduksi ke dalam pengertian fisik-biologik.

1. Manusia akan kehilangan makna, seni atau keindahan, sehingga manusia tidak dapat
merasa bahagia dan kesenangan itu tidak ada. Karena dalam positivistik semua hal itu
dinafikan.

2. Hanya berhenti pada sesuatu yang nampak dan empiris sehingga tidak dapat menemukan
pengetahuan yang valid.

3. Positivisme pada kenyataannya menitik beratkan pada sesuatu yang nampak yang dapat
dijadikan obyek kajiaannya, di mana hal tersebut adalah bergantung kepada panca indera.
Padahal perlu diketahui bahwa panca indera manusia adalah terbatas dan tidak sempurna.
Sehingga kajiannya terbatas pada hal-hal yang nampak saja, padahal banyak hal yang
tidak nampak dapat dijadikan sebagai bahan kajian.

4. Hukum tiga tahap yang diperkenalkan Comte mengesankan dia sebagai teorisi yang
optimis, tetapi juga terkesan lincah – seakan setiap tahapan sejarah evolusi merupakan
batu pijakan untuk mencapai tahapan berikutnya, untuk kemudian bermuara pada puncak
yang digambarkan sebagai masyarakat positivistik.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan ilmu alam sebagai satu-satunya
sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang berkenaan dengan
metafisika. Positivisme merupakan empirisme, yang dalam segi-segi tertentu sampai
kepada kesimpulan logis ekstrim karena pengetahuan apa saja merupakan pengetahuan

2
empiris dalam satu atau lain bentuk, maka tidak ada spekulasi dapat menjadi
pengetahuan.

2. Pada dasarnya positivisme adalah sebuah filsafat yang menyakini bahwa satu-satunya
pengetahuan yang benar adalah yang didasarkan pada pengalaman actual fisikal.
Pengetahuan demikian hanya bisa dihasilkan melalui penetapan teori-teori melalui
metode saintifik yang ketat, yang karenanya spekulasi metafisis dihindari. Positivisme,
dalam pengertian di atas dan sebagai pendekatan telah dikenal sejak Yunani Kuno.
Terminologi positivisme dicetuskan pada pertengahan abad ke-19 oleh salah satu pendiri
ilmu sosiologi yaitu Auguste Comte. Comte percaya bahwa dalam alam pikiran manusia
melewati tiga tahapan historis yaitu teologi, metadisik, dan ilmiah.

3. Tokoh-tokoh yang menganut paham positivisme : Auguste Comte ( 1798 – 1857 ), John
Stuart Mill ( 1806 – 1873 ), H. Taine ( 1828 – 1893 ), Emile Durkheim (1852 – 1917 ).

2
6
.

7
10
11

Anda mungkin juga menyukai