FILSAFAT Dewi

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Manusia mungkin sering mengatakan ingin mencari hakekat suatu
kebenaran, namun susah untuk dilaksanakan. Seseorang kadang selalu
menyatakan dirinya sudah tahu tentang sesuatu dan menganggap dirinya benar,
padahal yang dinyatakannya belum tentu merupakan sebuah kebenaran. Seorang
yang mencari kebenaran akan bertanya terus-menerus. Sikap kritis yang
meragukan kebenaran akan muncul sejalan dengan pencarian kebenaran. Seiring
dengan timbulnya pemaknaan terhadap suatu fenomena maka akan memunculkan
sebuah pengetahuan dalam diri orang tersebut. Pada akhirnya orang akan
memahami segala sesuatu termasuk hidup ini.
Berbicara tentang kebenaran ilmiah tidak dapat dilepaskan dari makna dan
fungsi dari ilmu itu sendiri sejauhmana dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh
manusia. Disamping itu proses untuk mendapatkannya haruslah melalui tahap-
tahap metode ilmiah. Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat
menjelaskan fakta dan realitas yang ada.Apalagi terhadap fakta dan kenyataan
yang berada dalam lingkup realigi ataupun yang metafisika dan mistik ataupun
yang non ilmiah lainnya. Disinilah perlunya pengembangan sikap dn kepribadian
yang mampu meletakkan manusia dalam dunianya.
Penegasan di atas dapat kita pahami karena apa yang disebut ilmu
pengetahuan diletakkan dengan ukuran. Pertama pada dimensi fenomenalnya
yaitu bahwa ilmu pengetahuan menampakkan diri sebagai masyarakat, sebagai
proses dan sebagai produk. Kedua, pada dimensi strukturalnya, yaitu bahwa ilmu
pengetahuan harus terstruktur atas komponen-komponen, obyek sasaran yang
hendak diteliti (begenstand), yang diteliti atau atau dipertanyakan tanpa mengenal
titi henti atas dasar motiv dan tata cara tertentu, sedangkan hasil-hasil temuannya
diletakkan dalam suatu kesatuan sistem (Wibisono, 1983). Tampaknya tanggapan
yang kurang tepat mengenai apa yang disebut ilmiah telah mengakibatkan
pandangan yang salah terhadap kebenaran ilmiah dan fungsinya bagi kehidupan

1
manusia. Ilmiah atau tidak ilmiah kemudian dipergunakan orang untuk menolak
atau menerima suatu produk atau hasil pemikiran manusia.
Kriteria ilmiah dari suatu ilmu memang tidak dapat menjelaskan fakta dan
realitas yang ada.Apalagi terhadap fakta dan kenyataan yang berada dalam
lingkup religi ataupun yang metafisika dan mistik, ataupun yang non ilmiah
lainnya.Disinilah perlunya pengembangan sikap dan kepribadian yang mampu
meletakkan manusia dalam dunianya.Berdasarkan pemaparan tersebut, tampaknya
pemahaman mengenai hakekat kebenaran ilmiah perlu dioptimalkan.Oleh karena
itu makalah yang berjudul “Kebenaran Ilmiah”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
beberapa rumusan masalah, sebagai berikut:
a. Bagaimana batasan pengertian kebenaran serta apa saja jenis
kebenaran?
b. Bagaimana teori tentang kebenaran serta contoh yang berkaitan dengan
teori kebenaran tersebut?
c. Bagaimana sifat-sifat dari kebenaran ilmiah?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan dari pembuatan
makalah ini yaitu:
1. Mengetahui pengertian kebenaran serta jenis-jenis kebenaran.
2. Mengetahui teori-teori kebenaran serca contohnya.
3. Mengetahui dan menerapkan sifat-sifat kebenaran ilmiah.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan penulis yaitu:
1.4.1 Bagi Penulis
Sebagai bahan sekaligus evaluasi penulis dalam pembuatan makalah-
makalah selanjutnya, dan sebagai salah satu metode pembelajaran secara
mandiri maupun kelompok dalam menjalankan proses pembelajaran.

2
1.4.2 Bagi Pembaca
Bagi pembaca makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
maupun wawasan mengenai kebenaran ilmiah sehingga nantinya tidak
akan terjadi miskonsepsi mengenai pengertian maupun hal-hal yang terkait
di dalamnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Jenis Kebenaran


2.1.1 Pengertian Kebenaran
Berdasarkan kamus umum Bahasa Indonesia (oleh Purwadarminta),
kebenaran memiliki pengertian, sebagai berikut:
a. Keadaan yang benar (cocok dengan hal atau keadaan sesungguhnya).
b. Sesuatu yang benar (sungguh-sungguh ada, betul demikian halnya).
c. Kejujuran, ketulusan dalam hati.
Aristoteles mendefinisikan kebenaran adalah soal kesesuaian antara apa
yang diklaim sebagai diketahui dengan kenyataan yang sebenarnya. Benar dan
salah adalah soal sesuai tidaknya apa yang dikatakan dengan kenyataan
sebagaimana adanya.
Jadi kebenaran merupakan suatu pernyataan yang sesuai dengan kenyataan
dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
Kebenaran erat kaitannya dengan kualitas, sifat atau karakteristik, dan
ketergantungan terjadinya pengetahuan.
1. Keterkaitan antara kebenaran dengan kualitas.
Artinya, setiap pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dibangun
berdasarkan objek yang dilihatnya. Adapun pengetahuan tersebut yaitu:
a. Pengetahuan biasa atau disebut ordinary knowledge atau common
sense knowledge. Pengetahuan seperti ini memiliki inti kebenaran
yang sifatnya subjektif, dengan kata lain pengetahuan ini memiliki
sifat selalu benar sejauh sarana untuk memperoleh pengetahuannya
bersifat normal atau tidak ada penyimpangan.
b. Pengetahuanilmiah, yaitupengetahuan yang telahmenetapkanobjek
yang khasatauspesifikdenganmenerapkanmetodologi yang
telahmendapatkankesepakatanparaahli.
Kebenarandalampengetahuanilmiahselalumengalamipembaharuansesu
aidenganhasilpenelitian yang penemuan mutakhir.

4
c. Pengetahuanfilsafat, yaitujenispengetahuan yang
pendekatannyamelaluimetodologipemikiranfilsafat,
bersifatmendasardanmenyeluruhdengan model pemikirananalitis,
kritis, danspekulatif. Sifatkebenaran yang terkandungadalah absolute-
intersubjektif. Maksudnya nilai kebenaran yang terkandung disini
merupakan pendapat yang selalu melekat pada pandangan filsafat dari
seorang pemikir filsafat itu selalu mendapat pembenaran dari filsuf.
d. Kebenaranpengetahuan yang terkandungdalam pengetahuan agama.
Pengetahuan agama bersifatdogmatis yaitu pernyataan dalam suatu
agama selaludihampiriolehkeyakinan
tertentusehinggapernyataandalamkitabsuci agama
memilikinilaikebenaransesuaidengankeyakinan yang
digunakanuntukmemahaminya.

2. Kebenarandikaitkandengansifatataukarakteristikdaribagaimanacaraatauden
ganalatapakahseseorangmembangun pengetahuannya.
Implikasidaripenggunaanalatuntukmemperolehpengetahuanakanmengakib
atkankarakteristikkebenaran yang
dikandungolehpengetahuanakanmemilikicaratertentuuntuk
membuktikannya. Jadijikamembangunpengetahuanmelaluiindera,
makapembuktiannyaharusmelaluiindera pula.

3. Kebenarandikaitkanatasketergantunganterjadinyapengetahuan.
Membangunpengetahuantergantungdarihubunganantarasubjekdanobjek,
manakah yang menjadi domain.Jikasubjek yang berperan,
makajenispengetahuaninimengandungnilaikebenaran yang
bersifatsubjektif.Sebaliknya, jikaobjek yang berperan,
makajenispengetahuannyamengandungnilaikebenaran yang
sifatnyaobjektif.

2.1.2 Jenis-jenis Kebenaran


Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam filsafat
ilmu, yaitu:

5
a) Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya
dengan pengetahuan manusia,
b) Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang
melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
c) Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta melekat
di dalam tutur kata dan bahasa.

2.2 Teori Kebenaran


Pemikiran-pemikiran filsuf seperti Plato dan Aristoteles dalam dialog
tentang pengetahuan mendatangkan pemikiran-pemikiran tentang kebenaran.
Menurut pendapat seorang filsuf pada abad ke XX, Jaspers yang dikutip oleh
Hamersa pada 1985 (dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 86) yang mengemukakan
bahwa para pemikir sekarang ini hanya melengkapi dan menyenpurnakan filsafat
Plato dan Aristoteles. Teori kebenaran selalu parallel dengan teori
pengetahuannya yang dibangunnya.
Teori-teori kebenaran yang telah melembaga adalah sebagai berikut.

1. Teori Kebenaran Korespondensi


Menurut White pada 1978 (dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 87)
mengungkapkan bahwa teori korespondensi merupakan teori kebenaran
tradisional atau teori paling tua. Sedangkan menurut Hornie, 1952 (dalam
Koentowibisono, dkk, 1997: 87) dalam bukunya Studies in Philosophy yang
menyatakan bahwa The theory Correspondense is an old one. Teori menyatakan
dalam bahasa aslinya bahwa that is true that p if and only if p. Lalu menurut
White, 1978 bahwa to say of what is that it is or of what is not that it is not, is
true. Setelahnya muncul pendapat lain, yang dikemukakan oleh Hornie, 1952
(dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 87) bahwa if affirms that our thought or ideas
are true or false according as they agree (correspond), or do not agree, with a
fact such as I think it to be.Pendapat-pendapat tersebut sesuai dengan pendapat
oleh Kattsof, 1986 yaitu, “kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuian
(coresspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan
apa yang sungguh-sungguh merupakan halnya atau apa yang merupakan fakta-
faktanya” (Koentowibisono, dkk, 1997: 87).

6
Sehingga dari pendapat-pendapat tersebut bisa disimpulkan teori
kebenaran korespondensi adalah teori kebenaran yang paling awal atau paling tua
yang berasal dari filsafat aristoteles yang menyatakan bahwa segala yang kita
ketahui mesti kembali pada kenyataan atau subjeknya. Atau bisa dikatakan jika
pengetahuan itu memiliki nilai benar ketika pengetahuan itu sendiri memiliki
kesesuaian dengan kenyataan yang diketahuinya.Contoh teori kebenaran
korespondensi adalah “Ibukota Negara Indonesia adalah Jakarta”.Pernyataan
tersebut memang sesuai dengan kenyataan.

2. Teori Kebenaran Koherensi


Teori kedua yang dikenal dengan teori tradisional selain teori
korespondesi adalah teori kebenaran koherensi.Pemikir-pemikir yang membangun
teori ini berasal dari para pemikir rasionalis, seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan
Bradley.Beberapa pendapat ahli yang mengungkapkan tentang teori kebenaran
koherensi adalah sebagai berikut.
Menurut White, 1978 (dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 87) bahwa, “to
say that what it said (usually called judgement, belief, or propotion) is true or
false is to say that it coheres or fails to cohere with a system of other things which
are said, that it is a number of a system whose elements are related to each other
by ties of logical implication as the elements in a system of pure mathematics are
related.
Sedangkan Kattsof, 1986 (dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 87) yang
ditulis dalam bukunya Elements of Phylosophy seperti berikut, “…suatu proposi
cenderung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan
dengan proposisi-proposisi lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya
dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita”.
Dari kedua kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa teori kebenaran
koherensi atau teori kebenaran saling berhubungan, adalah pengetahuan yang
mempunyai nilai benar apabila pengetahuan itu mempunyai hubungan dengan
pengetahuan yang sudah ada sebelumnya dan dinyatakan pula bernilai benar.
Contoh dari teori kebenaran koherensi sebagai sebagai berikut.Jika ada
pernyataan bahwa hari kelahiran Letus berbarengan dengan hari meletusnya
Gunung Agung.Jika ingin membuktikannya maka tidak bisa membuktikannya

7
secara langsung dengan objektifnya karena sudah berlangsung.Maka untuk
membuktikannya bisa dilakukan dengan pernyataan-pernyataan tentang fakta
dalam sejarah, atau dengan mengonfirmasikan kepada orang-orang yang
mengalami langsung atau mengetahui tentang fakta tersebut.

3. Teori Kebenaran Pragmatis


Menurut White, 1978 (dalam Koentowibisono, dkk, 1997: 88) salah satu
teori kebenaran tradisional yang lainnya adalah teori kebenaran pragmatis.Teori
ini berkembang pada masa kontemporer, dimana dikembangkan oleh tiga filsuf
dari Amerika, yaitu C.S Pierce, William James, dan John Dewey. Pendapat White
tentang teori ini bahwa, “…an ide (a term used loosly by these philosophy to cover
any ‘opinion, belief, statement, or what not’) is an instrument with a particular
function. A true ideas is one which fulfiss its function, which works, a false ideas
is does not”. Sedangkan menurut Kattsof, 1986 (dalam Koentowibisono, dkk,
1997: 88) bahwa penganut pragmatise meletakkan ukuran kebenaran dalam salah
satu macam konsekuensi. Atau, proposisi itu dapat membantu untuk mengadakan
penyesuaian-penyesuaian yang memuaskan terhadap pengalaman-pengalaman,
pernyataan itu adalah benar.
Dari dua pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan tentang teori kebenaran
pragmatis adalahpengetahuan bernilai benar apabila pengetahuan itu dapat
dipergunakan dalam kebutuhan hidup sehari-hari.Dalam hal ini kebenaran
pragmatis tidak mempermasalahkan pentingnya hakikat kebenaran, tetapi yang
lebih diutamakan adalah tentang berguna atau tidaknya suatu pengetahuan
itu.Dengan kata lain bahwa suatu pengertian itu tidak pernah benar, tetapi hanya
akan berarti benar jika dapat dimanfaatkan secara praktis.
Contoh pernyataan dalam teori kebenaran pragmatis adalah perkembangan
teori atom.Dimulai semenjak Dalton mengungkapkan materi terdiri dari penyusun
yang sangat kecil berupa atom.Atom digambarkan dengan bola pejal.Setelah itu
ada teori atom oleh J.J Thomson setelah melakukan eksperimen sinar katode dan
menemukan elektron, maka dia menggambarkan atom seperti kue kismis dengan
elektron yang menempel pada inti atom.Ketiga adalah teori atom oleh Rutherford
yang setelah melakukan eksperimen penembakan sinar alpha.Dia menyatakan
atom merupakan gabungan partikel bermuatan positif yang dikelilingi oleh

8
elektron yang bermuatan negatif.Sampai dengan teori Bohr yang menyatakan
bahwa setiap tingkatan elektron memiliki spektrum energi berbeda.Sampai dengan
model atom pada abad ke 20, dimana setiap elektron dan proton terdiri dari 3 butir
partikel yaitu quark.
Perkembangan teori atom menunjukkan suatu pengetahuan akan berubah
sesuai perubahan dari pengalaman yang berupa kebenaran yang diperoleh pada
saat percobaan di laboratorium.

4. Teori Kebenaran Sintaksis


Para penganut teori kebenaran sintaksis berpangkal tolak pada keteraturan
sintaksis atau gramatika yang dipakai oleh suatu pernyataan atau tata bahasa yang
melekatnya. Dengan demikian, suatu pernyataan memiliki nilai benar jika
pernyataan itu mengikuti aturan-aturan sintaksis yang baku. Atau, apabila
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang disyaratkan,
proposisi ini tidak mempunyai arti.Teori berkembang di antara para filsuf analisa
bahasa, terutama yang begitu ketat terhadap pemakaian gramatika, seperti
Friederich Schleiermacher (1768-1834) (Koentowibisono, dkk, 1997: 88).
Menurut Scheiliermacher yang dikutip oleh Poespoprojo, 1987 (dalam
Koentowibisono, dkk, 1997: 88) dikatakan bahwa pemahaman adalah suatu
rekonstruksi bertolak dari ekspresi yang selesai diungkapkan menjurus kembali ke
suasana kejiwaan di mana ekspresi tersebut diungkapkan.Di sini terdapat dua
momen yang saling terjalin dan berinteraksi, yaitu momen tata bahasa dan momen
kejiwaan.
Contoh teori kebeneran sintaksis adalah sebagai berikut. Jika ada
pernyataan “semua korupsi” maka akan bermakna tidak benar, karena pernyataan
tersebut tidak memiliki subjek. Sehingga pernyataan yang tidak mengikuti aturan
baku akan menyebabkan pernyataan tersebut bernilai salah.

5. Teori Kebenaran Simantis


Menurut teori simantis bahwa suatu proporsi memiliki nilai benar ditinjau
dari segi arti atau makna.Arti ini dengan menunjukkan makna yang sesungguhnya
yang sesuai dengan kenyataan.Apakah proporsi yang merupakan pangkal
tumpunya itu mempunyai pengacu yang jelas.Oleh karena itu tugas dari teori ini
adalah menguak kesyahan proporsi dalam referensi yang jelas.Di dalam teori

9
kebenaran semantik ada beberapa sikap yang dapat mengakibatkan proporsi itu
mempunyai arti yang esotrik, arbitrer, atau hanya mempunyai arti sejauh
hubungan dengan nilai praktis dari subjek yang menggunakannya. Adapun sikap-
sikap dalam teori ini adalah:
a. Sikap epistemologis skeptik merupakan sikap kebimbangan taktis atau
sikap keragu-raguan untuk menghilangkan rasa ragu dalam memperoleh
pengetahuan. Dengan sikap yang demikian dimaksud untuk mencapai
`makna yang esoterik, yaitu makna yang benar-benar pasti yang dikandung
olehs uatu pernyataan.
b. Sikap epistomologis yakin dan ideologis adalah bahwa proporsi itu
memiliki arti yang bersif atbitrer, sewenang-wenang, atau kabur, serta
tidak memiliki sifat pasti. Apabila mencapai kepastian, kepercayaan
tersebut hanyalah berdasarkan kepercayaan yang ada pada dirinya sendiri.
c. Sikap epistemologis pragmatis adalah makna darisuatu pernyataan yang
sangat tergantung dan berdasarkan pada nilai guna dan nilai praktis dari
pemakaian proporsi. Akibat semantisnya adalah kepastian yang terletak
padasubjek yang menggunakan proporsi itu.

6. Teori Kebenaran Non-Deskripsi


Teori kebenaran ini dikembangkan oleh penganut filsafat fungsionalisme
karena pada dasarnya suatu pernyataan akan mempunyai nilai benar yang sangat
tergantung pada peran dan fungsi pernyataan itu. White (1978) menggambarkan
kebenaran sebagai berikut.
…to say. It is true that not many people are likely to do that “ is away of agreeing
with the opinion that not many people are likely to do that and not a way of talkig
about the opinion, much less of talking about the sentence used t express the
opinion.
Berdasarkan pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pengetahuan akan
memiliki nilai benar sejauh pernyataan itu memiliki fungsi yang sangat praktis
dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan kesepakatan bersama- sama dalam
menggunakannnya.
7. Teori Kebenaran Logis yang Berlebihan (Logical-Superfluity of Truth)

10
Teori ini dikembangkan oleh kaum Positivistik yang diawali oleh Ayer.
Pada dasarnya menurut teori kebenaran ini adalah bahwa problema kebenaran
hanya merupakan kekacauan bahasa saja dan hal ini akibatnya merupakan suatu
pemborosan, karena pada dasarnya apa, pernyataan, yang hendak dibuktikan
kebenarannya memiliki derajat logik yang sama yang masing-masing saling
melingkupinya. Dengan demikian, sesungguhnya setiap proposisi yang bersifat
logik dengan menunjukkan bahwa proposisi itu mempunyai isi yang sama,
memberikan informasi yang sama dan semua orang sepakat, maka apabila kita
membuktikannya lagi hal yang demikian itu hanya merupakan bentuk logis yang
berlebihan.
Hal yang demikian itu sesungguhnya karena suatu pernyataan yang
hendak dibuktikan nilai kebenarannya sesungguhnya telah merupakan fakta atau
data yang telah memiliki evidensi, artinya bahwa objek pengetahuan itu sendiri
telah menunjukkan kejelasan dalam dirinya sendiri (Gallagher, 1984). Misalnya
suatu lingkaran adalah bulat, ini telah memberikan kejelasan dalam pernyataan itu
sendiri tidak perlu diterangkan lagi, karena pada dasarnya lingkaran adalah suatu
yang terdiri dari rangkaian titik yang jaraknya sama dari satu titik tertentu,
sehingga berupa garis yang bulat.

2.3 Sifat Kebenaran Ilmiah


Kebenaran ilmiah pada hakekatnya muncul dari hasil suatu penelitan
ilmiah. Artinya suatu kebenaran tidak mungkin muncul tanpa adanya prosedur
baku yang harus dilaluinya. Prosedur baku yang harus dilalui itu adalah tahap-
tahap untuk memperoleh pengetahuan ilmiah, yang pada hakikatnya berupa teori
melalui metodelogi ilmiah yang telah baku sesuai dengan sifat dasar ilmu.
Maksudnya, bahwa setiap ilmu secara tegas menetapkan jenis objek secara ketat
apakah objek itu berupa hal konkrit atau abstrak.Serta ilmu menetapkan langkah-
langkah ilmiah sesuai dengan objek yang dihadapinya itu.(Koentowibisono, dkk,
1997:90).
Kebenaran dalam ilmu adalah kebenaran yang sifatnya
objektif.Maksudnya ,bahwa kebenaran dari suatu teori , atau lebih tinggi lagi
aksioma atau paradigma, harus didukung oleh fakta-fakta yang berupa kenyataan
dalam keadaan objektifnya. Kebenaran yang benar-benar lepas dari keinginan

11
subjek.Kenyataan yang dimaskud adalah kenyataan yang berupa suatu yang dapat
dipakai acuan atau kenyataan yang pada mulanya merupakan objek dalam
pembentukan pengetahuan ilmiah itu.
Mengacu pada ontologis objek, maka pada dasarnya kebenaran dalam ilmu
digolongkan dalam dua jenis teori, yaitu teori kebenaran korespondensi dan teori
kebenaran koherensi.Ilmu-ilmu kealaman pada umumnya menuntut kebenaran
korespodensi karena fakta-fakta objektif sangat dituntut dalam pembuktian
terhadap setiap proposisi atau pernyataan (statement).(Koentowibisono, dkk,
1997:90).
Kebenaran ilmiah memiliki tiga sifat dasar, yaitu:
1. Struktur yang rasional-logis,
2. Isi empiris,
3. Dapat diterapkan (pragmatis).
Kebenaran ilmiah yang rasional-logis, adalah kebenaran yang dicapai
berdasarkan kesimpulan yang logis dan rasional dari proposisi tertentu.Proposisi
yang menjadi kesimpulan dan dianggap benar dapat diperoleh secara deduksi dan
induksi.Secara deduksi dimana kesimpulan diperoleh sebagai konsekuensi logis
dari proposisi tertentu yang dianggap benar. Secara induksi berarti yang dilakukan
adalah suatu proses generalisasi yang mengungkapkan hubungan tertentu di antara
berbagai fakta yang telah ditemukan.
Sifat empiris dari kebenaran ilmiah mengatakan bahwa, kebenaran ilmiah
perlu diuji dengan kenyataan yang ada.Bahkan sebagian besar pengetahuan dan
kebenaran ilmiah berkaitan dengan kenyataan empiris dalam dunia ini.
Sifat pragmatis menghubungkan kedua kebenaran antara rasional-logis,
dan empiris.Kalau pernyataan dianggap benar secara logis dan empiris,
pernyataan tersebut juga harus berguna dalam membantu memecahkan berbagai
persoalan dalam hidup manusia.
Immanual Kant (dalam Keraf, 2001) menyatakan kebenaran empiris dan
kebenaran logis sangat penting dalam melahirkan pengetahuan manusia.
Kebenaran logis diperoleh dari penalaran dengan akal budi, sedangkan kebenaran
empiris diperoleh melalui pengamatan dengan panca indra. Karena sering suatu
pernyataan sangat benar dari segi logis tetapi tidak di dukung oleh fakta, kadang

12
pula sebaliknya pernyataan yang didukung fakta sering tidak dapat dijelaskan
secara masuk akal.Jadi kebenaran ilmiah haruslah memenuhi kedua kreteria baik
secara empiris maupun rasional.
Karena kebenaran tidak dapat begitu saja terlepas dari kualitas, sifat,
hubungan, dan nilai itu sendiri, maka setiap subjek yang memiliki pengetahuan
akan memiliki persepsi dan pengertian yang amat berbeda satu dengan yang
lainnya, dan disitulah terlihat sifat-sifat dari kebenaran.

13
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Adapun kesimpulan dari pemaparan pembahasan mengenai masalah-
masalah kenenaran adalah sebagai berikut:
a. Kebenaran merupakan suatu pernyataan yang sesuai dengan kenyataan
dan dapat dibuktikan secara ilmiah.
Kebenaran dapat dibagi dalam tiga jenis menurut telaah dalam
filsafat ilmu, yaitu:
- Kebenaran Epistemologikal, adalah kebenaran dalam hubungannya
dengan pengetahuan manusia,
- Kebenaran Ontologikal, adalah kebenaran sebagai sifat dasar yang
melekat kepada segala sesuatu yang ada maupun diadakan.
- Kebenaran Semantikal, adalah kebenaran yang terdapat serta
melekat di dalam tutur kata dan bahasa.
b. Teori kebenaran yang telah melembaga adalah sebagai berikut
- Teori Kebenaran Korespondensi
- Teori Kebenaran Koherensi
- Teori Kebenaran Pragmatis
- Teori Kebenaran Sintaksis
- Teori Kebenaran Simantis
- TeoriKebenaran Non-Deskripsi
c. Kebenaran ilmiah memiliki tiga sifat dasar, yaitu:
- Struktur yang rasional-logis
- Isi empiris
- Dapat diterapkan (pragmatis)

3.2 Saran

14
Saran yang dapat penulis berikan dari pembahasan mengenai masalah-
masalah kebenaran adalah sebagai mahasiswa sudah sepatutnya mengetahui
tentang kebenaran ilmu, serta menerapkan sifat-sifat suatu kebenaran ilmiah.

15

Anda mungkin juga menyukai