Artikel NTT

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 14

Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara

Timur 317
PENANGGULANGAN PENYAKIT MENULAR DI PUSKESMAS:
STUDI KASUS DI KABUPATEN BELU PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

(COUNTERMEASURES OF INFECTIOUS DISEASE IN PUSKESMAS:


CASE STUDY IN BELU DISTRICT, EAST NUSA TENGGARA PROVINCE)

Tri Rini Puji Lestari


(Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Nusantara II, Lantai 2, DPRRI,
Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta 10270, Indonesia; email:
[email protected])

Naskah Diterima: 1 November 2017, direvisi: 29 November 2017,


disetujui: 14 Desember 2017

Abstract
Puskesmas as a public health effort has a Communicable Disease Control and Control Program (P2M). However, infectious diseases
are still a major public health problem in Indonesia. East Nusa Tenggara (NTT) is one of five provinces where the number of
infectious diseases is high with low socioeconomic conditions. Epidemiologically the incidence of disease is the result of an
interactive relationship between humans and their behavior as well as environmental components that have potential diseases. The
formulation of this research problem is the number of cases of communicable diseases in the community is still high. This research
used qualitative method with case study at puskesmas in Belu Regency East Nusa Tenggara Province. The results obtained that until
now there is still no specific law that regulates the prevention and control of infectious diseases. Limited human resources and
facilities at the puskesmas cause efforts to control infectious diseases can not be implemented optimally. Therefore, the Government
and the Regional Government should be aware of the infectious disease condition in their area as well as the commitment and strive
for the availability of resources in the Puskesmas which is sufficient and qualified.
Keywords: Public Health Care, Infectious Diseases, Public Health Policy

Abstrak
Puskesmas sebagai upaya kesehatan masyarakat mempunyai Program Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2M).
Namun penyakit menular masih menjadi masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan
salah satu dari lima provinsi yang jumlah kasus penyakit menularnya tinggi dengan kondisi sosial ekonominya masih rendah. Secara
Epidemiologi kejadian penyakit merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia dan perilakunya serta komponen lingkungan
yang memiliki potensi penyakit. Rumusan masalah penelitian ini adalah jumlah kasus penyakit menular di masyarakat masih tinggi.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus di puskesmas di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Hasil penelitian didapat bahwa sampai saat ini masih belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang pencegahan dan
pengendalian penyakit menular. Terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas di puskesmas menyebabkan upaya penanggulangan
penyakit menular belum dapat dilaksanakan secara maksimal. Untuk itu, Pemerintah dan Pemerintah Daerah hendaknya paham
dengan kondisi penyakit menular di wilayahnya serta komitmen dan mengupayakan ketersediaan sumberdaya di puskesmas yang
cukup dan berkualitas.
Kata Kunci: Puskesmas, Penyakit Menular, Kebijakan Kesehatan Masyarakat
PENDAHULUAN semua umur dari 2,1 persen pada tahun 2007
Meningkatnya jumlah kasus penyakit menular menjadi 2,7 persen di tahun 2013.
masih merupakan masalah utama kesehatan Pada awal tahun 2016, Indonesia kembali
masyarakat di Indonesia. Menurut data Profil dihadapkan pada kasus Demam Berdarah Dengue
Kesehatan tahun 2009 sampai tahun 2014, ada (DBD) yang terus meningkat. Pada kurun waktu tiga
beberapa penyakit menular yang menjadi masalah minggu di bulan Januari sudah mencapai 1.669
utama di Indonesia diantaranya diare, malaria, orang positif terinfeksi DBD dengan 22 orang
demam berdarah dengue, influenza, tifus diantaranya meninggal dunia (5 orang dari Banten, 3
abdominalis, dan penyakit saluran pencernaan. orang dari Jawa Timur, 3 orang dari Kalimantan
Kondisi ini diperparah dengan masih rendahnya Tengah, 3 orang dari Kalimantan Selatan, 2 orang
pemahaman masyarakat terhadap penyakit menular. dari Maluku, 2 orang dari Sulawesi Selatan, 1 orang
Akibatnya sebagaimana tercantum dalam hasil dari Kalimantan Timur, 1 orang dari Jawa Barat, 1
Riskesdas 2013, adanya kecenderungan terjadi orang dari Yogyakarta, dan 1 orang dari Gorontalo).
peningkatan period prevalence pneumonia pada Bahkan pada tanggal 26 Januari 2016, Menteri
Kesehatan (Menkes) telah menetapkan tujuh daerah
318 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328
di Indonesia berstatuskan KLB DBD (kejadian luar Untuk pencegahan dan penanggulangan
biasa kasus DBD).1 penyakit menular, digunakan tiga pendekatan atau
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan salah cara yaitu:4
satu dari lima provinsi yang jumlah kasus penyakit 1. Eliminasi reservoir (sumber penyakit) yang
menularnya tinggi dengan kondisi sosial ekonominya dilakukan dengan:
masih rendah. Menurut Gubernur NTT yang a. Mengisolasi penderita (pasien), yaitu
disapaikan pada Rapat Koordinasi Perguruan Tinggi menempatkan pasien di tempat khusus
Swasta Tingkat Provinsi Nusa Tenggara Timur tahun untuk mengurangi kontak dengan orang
2015, pada tahun 2014 terdapat 99.188.000 lain.
penduduk miskin dengan perincian 10.570.000 b. Karantina, yaitu membatasi ruang gerak
penduduk di daerah Kota dan sebanyak 88.618.000 penderita dan menempatkannya
penduduk di desa. Terdapat permasalahan ekonomi, bersamasama penderita lain yang sejenis
sosial, budaya di penduduk yang termasuk dalam pada tempat yang khusus didesain untuk
kategori persoalan yang mendasar yaitu kesehatan. itu. Biasanya dalam waktu yang lama.
Berdasarkan hasil Sosialisasi Program kepada mitra 2. Memutus mata rantai penularan. Menngkatkan
potensial tingkat provinsi NTT yang diselenggarakan sanitasi lingkungan dan higiene perorangan
oleh Dinas Kesehatan Provinsi NTT (16-17/09/2015), merupakan usaha yang penting untuk
selain masih tingginya jumlah kasus penyakit memutuskan hubungan atau mata rantai
menular ditemukan juga berbagai persoalan penularan penyakit menular.
kesehatan yang belum mencapai MDGs (Millenium 3. Melindungi orang-orang (kelompok) yang
Development Goals) dan perlu kerja keras, antara rentan, seperti bayi, anak balita, dan lansia.
lain: Umur harapan hidup, persentase ibu bersalin Kelompok usia rentan ini perlu perlindungan
yang ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih khusus (specific protection) dengan imunisasi,
(cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, baik imunisasi aktif maupun pasif. Selain itu,
Prevalensi pengidap HIV (persentase penduduk 15 peningkatan gizi anak merupakan usaha
tahun ke atas yang memiliki pengetahuan HIV dan pencegahan penyakit infeksi pada anak juga.
AIDS), dan persentase penduduk yang memiliki Karena anak dengan gizi kurang akan
jaminan kesehatan. Penyakit menular yang sering menyebabkan kerentanan pada anak tersebut.
diderita oleh masyarakat NTT antara lain: Malaria, Strategi pengendalian penyakit menular secara
TBC, ISPA/ umum pada dasarnya sama, yakni menghilangkan
Pneumonia, Diare, DHF, HIV / AIDS, Rabies, Filaria.2 sumber penyakit dengan cara menemukan dan
Secara Epidemiologi kejadian penyakit mencari kasus secara proaktif, kemudian melakukan
merupakan hasil hubungan interaktif antara manusia pengobatan hingga sembuh. Intervensi faktor risiko,
dan perilakunya serta komponen lingkungan yang misalnya lingkungan dan intervensi terhadap
memiliki potensi penyakit. Dengan demikian, maka perilaku.
patogenesis atau proses terjadinya penyakit dapat Secara teori, penyakit menular dapat
diuraikan ke dalam empat simpul yaitu: simpul 1, menimbulkan kesakitan, kematian, dan kecacatan
disebut sebagai sumber penyakit; simpul 2, yang tinggi sehingga perlu dilakukan
komponen lingkungan yang merupakan media penyelenggaraan penanggulangan melalui upaya
transmisi penyakit; simpul 3, penduduk dengan pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
berbagai variabel kependudukan seperti pendidikan, yang efektif dan efisien. Hal ini telah diatur pula
perilaku, kepadatan, gender; sedangkan simpul 4, dalam Undangundang Nomor 36 Tahun 2009
penduduk yang dalam keadaan sehat atau sakit tentang kesehatan Pasal 152 yang intinya berbunyi
setelah mengalami interaksi atau exposure dengan bahwa Pemerintah, Pemerintah Daerah dan
komponen lingkungan yang mengandung bibit Masyarakat bertanggung jawab melakukan upaya
penyakit atau agent penyakit.3 pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan
penyakit menular serta akibat yang ditimbulkannya
melalui kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan
1 “Menkes: 7 Daerah KLB Demam Berdarah”, rehabilitatif bagi individu atau masyarakat untuk
Republika, 27 Januari 2016. melindungi masyarakat dari tertularnya penyakit,
2 Jap Jeffrey, “Spirit Miracle, Solusi Masalah menurunkan jumlah yang sakit, cacat dan/atau
Kesehatan di NTT”, (online), meninggal dunia, serta untuk mengurangi dampak
(http://www.timorexpress. sosial dan ekonomi.
com/20150926085845/spirit-miracle-solusimasalah-
kesehatan-di-ntt, diakses 20 Februari 2016).
3 Achmadi Umar Fahmi, Manajemen Penyakit Berbasis 4 Notoatmodjo Soekidjo, Kesehatan Masya
Wilayah, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005, hlm 25-26 Seni, Jakarta: Penerbit Rineka Cipta, 2011, hlm. 44
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 319
Terkait pemberantasan dan pengendalian dan pengendalian penyakit menular di puskesmas di
penyakit menular, PerMenKes Nomor 82 Tahun 2014 Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur, serta dapat
tentang Pengendalian Penyakit Menular Pasal 5 telah memberi masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan
menyatakan yang intinya berbunyi Pemerintah, puskesmas dan penurunan angka kasus penyakit
Pemerintah Daerah, dan masyarakat bertanggung menular pada masa mendatang.
jawab menyelenggarakan pengendalian penyakit Studi kasus ini dilakukan pada bulan Agustus
menular yang dilaksanakan melalui upaya kesehatan 2016. Alasan pemilihan Kabupaten Belu sebagai
masyarakat dan upaya kesehatan perorangan di lokasi penelitian karena kabupaten Belu merupakan
Puskesmas. Puskesmas merupakan ujung tombak salah satu kabupaten yang kasus penyakit
dalam penanggulangan penyakit menular di menularnya tinggi. Padahal jika dibandingkan
masyarakat. Karena puskesmas merupakan sarana dengan kabupaten lain di provinsi NTT, jumlah
pelayanan kesehatan dasar yang paling dekat dengan puskesmas di Belu cukup banyak yaitu urutan kedua
masyarakat. Puskesmas sebagai penyelenggara terbanyak setelah TTS (Timor Tengah Selatan).
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) maupun Upaya Berdasarkan profil kesehatan provinsi NTT tahun
Kesehatan Perorangan (UKP) di tingkat pertama 2012, penyakit menular yang sering muncul di
pelayanan kesehatan dan merupakan Unit Pelaksana kabupaten Belu adalah TB paru, malaria, AIDS, dan
Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang diare pada balita.
bertanggungjawab menyelenggarakan sebagian Sebagai daerah yang endemis malaria,
tugas pembangunan kesehatan di Kabupaten/Kota. kabupaten Belu juga merupakan salah satu daerah
Upaya kesehatan puskesmas meliputi upaya endemis penularan penyakit TB. Hal ini dapat
kesehatan wajib dan upaya kesehatan ditunjukkan dari tingginya angka temuan penderita
pengembangan. Dengan adanya Puskesmas sebagai TB Paru BTA (+) yang mencapai 56,7% pada tahun
upaya kesehatan masyarakat yang terdiri dari upaya 2008 dan meningkat menjadi 84,8% pada tahu 2012.
wajib dan upaya pengembangan, diharapkan Angka ini cukup menggambarkan bahwa kabupaten
pemberian pelayanan kesehatannya dapat Belu memiliki angka kesakitan TB yang
mencegah dan memberantas penyakit menular memprihatinkan.
melalui upaya wajibnya yaitu Program Selain itu, kabupaten Belu juga termasuk dalam
Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit Menular jalur merah penyebaran penyakit HIV/AIDS. Penyakit
(P2M). yang mematikan itu kini menyebar hampir kesemua
Berdasarkan latarbelakang tersebut, rumusan desa dan kecamatan. Bahkan penyakit tersebut telah
masalahnya adalah jumlah kasus penyakit menular di menular kepada kelompok ibu rumah tangga.
masyarakat masih tinggi. Adapun pertanyaan Berdasarkan data KPA Belu, pada tahun 2011 untuk
permasalahan yang akan dikaji adalah: bagaimana usia 20 – 29 tahun tercatat 225 orang, usia 30-39
kebijakan penanganan penyakit menular? bagaimana tahun tercatat 146 orang, usia 40 – 49 tahun tercatat
pelaksanaan penanganan penyakit menular di 477 orang. Sedangkan untuk kategori ibu rumah
puskesmas? dan Faktor-faktor apa saja yang tangga sebanyak 161 orang, wiraswasta 52 orang,
berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan pekerja seks kormersial (PSK) sebanyak 48 orang dan
penanganan penyakit menular di puskesmas? Kajian tukang ojek 45 orang.5
ini ditujukan untuk menggali informasi dan Data dikumpulkan melalui teknik dokumentasi
menganalisis akar permasalahan terkait pelaksanaan yang dilakukan dengan cara mengkaji dokumen
program Pemberantasan dan Pengendalian Penyakit tertulis terkait pengendalian penyakit menular,
Menular Di Puskesmas dan dapat memberikan observasi langsung terhadappelaksanaan program
masukan bagi anggota DPR RI, agar berguna sebagai P2M, dan wawancara mendalam kepada pejabat di
bahan pertimbangan dalam tugas dan fungsi lingkungan dinas kesehatan kabupaten dan pucuk
legislasi, pengawasan, dan penganggaran di bidang pimpinan puskesmas serta para tenaga puskesmas
kesehatan. yang terlibat langsung dengan program P2M. Data
yang telah terkumpul dianalisis dengan
METODE PENELITIAN menggunakan teknik analisis yang menggunakan
Kajian ini merupakan hasil penelitian yang poin kunci yaitu reduksi data dan intepretasi.
menggunakan metode kualitatif dengan studi kasus Reduksi data dilakukan untuk membuat kategori,
di puskesmas di Kabupaten Belu Provinsi Nusa dan merangkumnya menjadi pola dan susunan yang
Tenggara Timur. Dengan pendekatan kualitatif sederhana. Sedangkan interpretasi ditujukan untuk
tersebut, diharapkan diperoleh hasil penelitian yang 5 “Kabupaten Belu Jalur Merah HIV/AIDS”, (online),
dapat mendeskripsikan secara intensif tentang (http://sp.beritasatu.com/home/kabupaten-
permasalahan terkait implementasi pemberantasan belujalur-merah-hivaids/14223, diakses 23 Februari
2016).
320 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328
mendapatkan makna dan pemahaman terhadap 4. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
kata-kata dan tindakan para partisipan riset dengan (Hipertensi, Diabetes Melitus, Obesitas dan
memunculkan konsep dan teori (atau teori berdasar Kanker).
generalis) guna menjelaskan temuan di lapangan Adapun Program lainnya, akan berintegrasi dan
sehingga ditemukan jawaban dari permasalahan sinergis dalam mendukung pelaksanaan program
yang ingin dicari dari penelitian. prioritas tersebut.
Dengan demikian penanganan penyakit menular
HASIL DAN PEMBAHASAN Kebijakan Penanganan merupakan salah satu prioritas pembangunan
nasional jangka panjang 2005-2025. Penyakit
Penyakit Menular
menular yang menjadi prioritas tersebut adalah:
Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang malaria, demam berdarah dengue, diare, polio,
(RPJP) 2005-2025 telah menegaskan bahwa filariasis, kusta, tuberkulosis paru, HIV/AIDS,
pembangunan sumber daya manusia diarahkan pneumonia, dan penyakit lainnya yang dapat dicegah
untuk terwujudnya manusia Indonesia yang sehat, dengan imunisasi.7
cerdas, produktif dan masyarakat yang semakin
Terkait kebijakan pengendalian penyakit
sejahtera. Untuk itu, dimasa depan diharapkan,
menular, sampai saat ini belum ada undangundang
masyarakat Indonesia hidup dalam lingkungan yang
khusus yang mengatur tentang pencegahan dan
sehat dan mempraktikkan perilaku bersih dan sehat.
pengendalian penyakit menular. Peraturan
Lingkungan yang sehat dalam hal ini termasuk
perundang-undangan terkait dengan pencegahan
didalammya adalah kondisi bebas dari wabah
dan pengendalian penyakit menular yang ada
penyakit menular. 6
sampai saat ini, diantaranya:
Arah kebijakan dan strategi pembangunan 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
kesehatan nasional 2015-2019 merupakan bagian Kesehatan.
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang 2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Kesehatan (RPJPK) 2005-2025, yang bertujuan Indonesia Nomor: 374/Menkes/Per/Iii/2010
meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan Tentang Pengendalian Vektor
hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan 3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi- Indonesia Nomor 1501/MENKES/Per/X/2010
tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya Tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu Yang
masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang Dapat Menimbulkan Wabah Dan Upaya
ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan Penanggulangan
perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki 4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
kemampuan untuk menjangkau pelayanan Indonesia Nomor 82 Tahun 2014 Tentang
kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, Penanggulangan Penyakit Menular
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-
5. KEPMENKES No. 581/MENKES/SK/VII/1992
tingginya di seluruh wilayah Republik lndonesia. Tentang Pemberantasan Penyakit Demam
Sasaran pembangunan kesehatan yang akan Berdarah Dengue
dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya
6. PERMENKES No. 560 Tahun 1989 Tentang Jenis
derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh
Penyakit Tertentu Yang Dapat Menimbulkan
meningkatnya Umur Harapan Hidup, menurunnya
Wabah, Tata Cara Penyampaian Laporannya dan
Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian
Tata Cara Penanggulangannya
Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita.
7. KEPMENKES No. 1479 Tahun 2003 Tentang
Dalam rangka pelaksanaan program dan
Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans
kegiatan pembangunan kesehatan 2015-2019, secara
Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit
keseluruhan maka diperlukan integrasi program dan
Tidak Menular Terpadu
kegiatan, dimana Program Prioritasnya difokuskan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
kepada 4 (empat) Program, yakni program:
Indonesia Nomor 94 Tahun 2014 Tentang
1. Penurunan AKI dan AKB (Kesehatan Ibu dan
Penanggulangan
Anak termasuk Imunisasi).
Filariasis
2. Perbaikan Gizi khususnya stunting.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1582/
3. Pengendalian Penyakit Menular/P2M (HIV/AIDS,
Tuberkulosis dan Malaria) Menkes/SK/IX/2005 tentang Pedoman
Pengendalian Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)
6 Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas),
Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025,
Jakarta: Bappenas, 2005, hlm. 17 7 ibid
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 321
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 893/ kejadian yang menghimpun berbagai faktor risiko.8
Menkes/SK/VIII/2007 tentang Pedoman Selain itu berdasarkan Bappenas, dalam konteks
Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca desentralisasi, komitmen global yang telah menjadi
Pengobatan Filariasis komitmen nasional juga harus menjadi komitmen
11. Keputusan Menteri Kesehatan (KMK) 43 - 2007 wilayah otonom kabupaten/ kota. Mengingat
tentang PELATIHAN MALARIA kejadian penyakit bersifat spesifik lokal, setiap
12. KMK No 044 Tahun 2007 Tentang Pedoman kabupaten seharusnya berwenang menetapkan
Pengobatan Malaria prioritas masalah kesehatan sesuai dengan eviden
13. PMK No. 949 ttg Pedoman Penyelenggaraan yang bersifat spesifik lokal Namun untuk
Sistem Kewaspadaan Dini KLB pemberantasan dan pengendalian penyakit menular
14. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 203/ tidak mengenal batas-batas daerah administratif,
Menkes/SK/III/1999 tentang Gerakan Terpadu sehingga pemberantasan penyakit menular
Nasional Penanggulangan Tuberkulosis memerlukan kerjasama antar daerah, misalnya antar
15. Keputusan Menteri Kesehatan Republik propinsi, kabupaten/kota bahkan antar negara. Hal
Indonesia Nomor 364/Menkes/Sk/V/2009 ini sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam
Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis PerMenKes Nomor 82 Tahun 2014 tentang
(TB) Pengendalian Penyakit Menular khususnya Pasal 5
sebagaimana sudah diuraikan diatas.
16. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 13 Tahun 2013.Tentang Secara hirarki, dasar kebijakan dalam
pengendalian penyakit menular di puskesmas
Pedoman Manajemen Terpadu Pengendalian
adalah: RPJPD (Rencana Pembangunan Jangka
Tuberkulosis Resistan Obat
Panjang
17. PMK_No._45_ttg_Penyelenggaraan_
Daerah); RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka
Surveilans_Kesehatan_ Menengah Daerah); Renstra/Rencana Strategis
18. PMK No.82 Tahun 2014ttg_Penanggulangan_ Provinsi; dan Rencana Kerja Tahunan Kabupaten.
Penyakit_Menular_ Adapun sasaran dalam upaya pengendalian penyakit
19. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1537A/ menular di puskesmas adalah pasien untuk kegiatan
MENKES/SK/XII/2002 tentang Pedoman di dalam gedung dan lingkungan untuk kegiatan di
Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran luar gedung. Di dalam gedung puskesmas biasanya
Pernapasan Akut Penanggulangan Pneumonia dilakukan pemeriksaan laboratorium dan
Pada Balita. pengobatan. Sedangkan kegiatan yang dilakukan di
20. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 luar gedung diantaranya berupa kunjungan rumah,
Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok penemuan penderita di lapangan, Penemuan
(KTR). Population at Risk, Pemetaan risiko (at Risk),
21. Keputusan Menteri Kesehatan RI Intervensi RTL (Rencana Tindak Lanjut).
Nomor Di Puskesmas, pembangunan kesehatan
206/MENKES/SK/II/2008, tentang Komite Ahli difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar
Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran (Primary Health Care/PHC) yang berkualitas
Pencernaan terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan,
22. Peraturan Bupati Belu No. 39 Tahun 2012 peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan
tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan
Kabupaten Belu No. 13 Tahun 2012 tentang sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan
Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS. kesehatan. Fokus program pembangunan kesehatan
23. Peraturan daerah Kabupaten Bogor Nomor 4 tersebut diprioritaskan melalui kegiatan:
Tahun 2016 tentang Pencegahan dan a. Penurunan AKI & AKB (Kesehatan Ibu & Anak
Penanggulangan HIV AIDS termasuk Imunisasi)
Pada era desentralisasi seperti sekarang ini, b. Perbaikan Gizi khususnya stunting
secara umum prinsip dasar pengendalian penyakit c. Pengendalian Penyakit Menular
(termasuk penyakit menular) harus dilakukan secara (HIV/AIDS,
komprehensif meliputi: 1). Mencari dan mengobati Tuberkulosis & Malaria)
kasus secara adil, merata dan berkualitas. 2). d. Pengendalian Penyakit Tidak Menular
Mengindentifikasi faktor risiko berbagai penyakit dan (Hipertensi, Diabetes Melitus, Obesitas &
berupaya melakukan eliminasi. Dengan demikian Kanker)
kemampuan melakukan pencegahan sangat
ditentukan oleh kemampuan memahami teori 8 Bapenas, Kajian Kebijakan Penanggulangan Wabah
Penyakit Menular. Jakarta: Bapenas, 2006, hlm. 8
322 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328
Prioritas kegiatan itu diutamakan pada upaya
Promotif dan Preventif, termasuk kegiatan pro-aktif
menjangkau sasaran ke luar gedung Puskesmas.
Pengendalian penyakit menular di puskesmas
dilaksanakan melalui peningkatan cakupan, mutu
dan keberlangsungan upaya pencegahan penyakit
dan pelayanan kesehatan ibu, bayi, balita, remaja,
usia kerja dan usia lanjut. Terkait dengan hal
tersebut, strategi yang dilakukan meliputi
pelaksanaan deteksi dini penyakit menular,
penyelenggaraan imunisasi, dan penguatan
surveilans epidemiologi dan faktor risikonya. Sasaran Gambar 2. Pendekatan keluarga (Kemenkes 2016)
utama pengendalian penyakit menular pada akhir
tahun 2019 adalah: Secara umum program Pemberantasan dan
1. Meningkatnya persentase cakupan imunisasi Pengendalian Penyakit Menular memiliki sasaran
dasar lengkap pada bayi di kabupaten/kota dari menurunkan angka kesakitan, kematian dan akibat
80% menjadi 95%. penyakit dengan melaksanakan enam kegiatan,
2. Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi yaitu: Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina
malaria sebanyak 300 kabupaten/kota. dan Kesehatan Matra, Pengendalian Penyakit
3. Jumlah kabupaten/kota endemis filariasis Menular langsung, Pengendalian Penyakit
berhasil menurunkan angka mikrofilaria < 1 Bersumber Binatang, Penyehatan Lingkungan dan
persen sebanyak 75 kabupaten/kota. Pengendalian Penyakit Tidak Menular, serta
4. Jumlah provinsi dengan eliminasi kusta Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis
sebanyak 34 provinsi. Lainnya pada Program Pengendalian Penyakit dan
5. Menurunnya prevalensi TB menjadi 245 per Penyehatan Lingkungan.9 Strategi upaya kesehatan
100.000 penduduk masyarakat untuk mendukung pengendalian
6. Menurunnya prevalensi HIV menjadi 0,5%. penyakit dan penyehatan lingkungan10, adalah:
7. Meningkatnya persentase kabupaten/kota yang 1. Peningkatan kemampuan sumber daya manusia
memenuhi kualitas kesehatan lingkungan di puskesmas untuk tenaga kesehatan
sebesar 40%. masyarakat dan kesehatan lingkungan termasuk
8. Meningkatnya jumlah Kab/Kota yang tenaga fungsional sanitarian, entomolog
mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam kesehatan, dan epidemilog kesehatan yang
penanggulangan kedaruratan kesehatan dilakukan melalui peningkatan kemampuan
masyarakat yang berpotensi wabah sebesar SDM petugas provinsi dan kabupaten/kota.
100%. 2. Penguatan menu pengendalian penyakit dan
9. Menurunnya prevalensi merokok pada pada penyehatan lingkungan dalam menu
usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%. pembiayaan puskesmas melalui BOK/DAK.
10. Meningkatnya Surveilans berbasis laboratorium Terkait pelaksanaan penanganan penyakit
sebesar 50 % menular di Kabupaten Belu, arah dan kebijakan di
11. Persentase pelabuhan/bandara/PLBD yang Kabupaten Belu umumnya adalah memantapkan dan
melaksanakan kesiapsiagaan dalam meningkatkan upaya pencegahan dan
penanggulangan kedaruratan kesehatan penanggulangan penyakit menular, imunisasi serta
masyarakat yang berpotensi wabah sebesar meningkatkan kemampuan petugas dalam
100%. manajemen penyakit menular dan mengembangkan
surveilans epidemiologi berbasis masyarakat dan
Untuk mencapai sasaran utama tersebut, rumah sakit. Arah dan kebijakan umum ini selalu
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan menjadi acuan dalam penyelenggaraan berbagai
keluarga. Pendekatan keluarga dilakukan melalui upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
kegiatan peningkatan dan pemberdayaan menular yang tujuan akhirnya adalah menurunnya
masyarakat; upaya kesehatan masyarakat; upaya angka kesakitan dan kematian akibat penyakit
kesehatan perorangan; pemantauan dan mendorong menular, mencegah dan memberantas penyakit
pembangunan berwawasan kesehatan. Berikut menular, serta mengurangi dampak sosial akibat
gambar pendekatan keluarga dalam pencegahan dan 9 Kesehatan Basis Wilayah, (online), (http://makassar.
pengendalian penyakit. tribunnews.com/read/artikel/51376, diakses 26
Februaru
2016). 10 ibid
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 323
penyakit sehingga sedapat mungkin tidak menjadi pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
masalah kesehatan utama di Kabupaten Belu. penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan.
Namun demikian, hingga saat ini, penyakit Kedua. Pusat pemberdayaan masyarakat berarti
menular masih merupakan masalah besar yang terus puskesmas selalu berupaya agar perorangan
melingkari kehidupan masyarakat Kabupaten Belu, terutama pemuka masyarakat, keluarga dan
meskipun sudah dilakukan berbagai upaya masyarakat termasuk dunia usaha memiliki
pencegahan dan pemberantasan, karena berbagai kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri
faktor antara lain faktor lingkungan yang kurang sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan
bersih dan perilaku masyarakat yang tidak aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
menunjukkan pola hidup bersih dan sehat. termasuk sumber pembiayaannya, serta ikut
Besarnya masalah penyakit dapat dilihat dari menetapkan, menyelenggarakan dan memantau
data proporsi pola penyakit puskesmas seKabupaten pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan
Belu tahun 2015, dimana angka kesakitan akibat perorangan, keluarga dan masyarakat ini
malaria (API) sebanyak 16,14/1000 penduduk, diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan
Inseden Rate Ispa/pneumonia 0,45/1000 penduduk, situasi, khususnya sosial budaya masyarakat
kasus diare sebanyak 2.110 orang, kasus TB Paru setempat.
Positif 102%, IMS 1,23/100.000 penduduk, HIV-AIDS Ketiga. Pusat pelayanan kesehatan tingkat dasar
95 kasus (0,98/1000penduduk) angka CDR kusta yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan
4,46/100.000 penduduk, imunisasi (UCI) sebanyak pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan
82,7. kesehatan perorangan adalah pelayanan yang
bersifat pribadi (privat goods) dengan tujuan utama
Pelaksanaan Penanganan Penyakit Menular Di menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan
perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharan
Puskesmas
kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan
Menurut Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/ perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk
II/2004, Puskesmas adalah unit pelaksana teknis puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap.
dinas kesehatan kabupaten/kota yang Pelayanan kesehatan masyarakat adalah
bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan
pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. tujuan utama memelihara dan meningkatkan
Fungsi Puskesmas adalah mengembangkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa
pelayanan kesehatan yang menyeluruh seiring mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan
dengan misinya. Pelayanan kesehatan tersebut harus kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat disebut
bersifat menyeluruh atau yang disebut dengan antara lain adalah promosi kesehatan,
Comprehensive Health Care Service yang meliputi pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan,
aspek promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga,
Prioritas yang harus dikembangkan oleh Puskesmas keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta
harus diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.
dasar (basic health care services) yang lebih Puskesmas mempunyai peran yang sangat vital
mengedepankan upaya promosi dan pencegahan sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki
(public health service). kemampuan manajerial dan wawasan jauh ke depan
Ada 3 (tiga) fungsi puskesmas, yaitu:10 pertama, untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
pusat penggerak pembangunan berwawasan Menurut Kepmenkes RI No.128/Menkes/SK/II/2004,
kesehatan yang berarti puskesmas selalu berupaya Puskesmas Upaya kesehatan wajib tersebut adalah:
menggerakkan dan memantau penyelenggaraan a. Upaya Promosi Kesehatan.
pembangunan lintas sektor termasuk oleh b. Upaya Kesehatan Lingkungan.
masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, c. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga
sehingga berwawasan serta mendukung Berencana.
pembangunan kesehatan. Disamping itu puskesmas d. Upaya Perbaikan Gizi.
aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan e. Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit
dari penyelenggaraan setiap program pembangunan Menular.
diwilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan
f. Upaya Pengobatan.
kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah
mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan
Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit
menular bertujuan untuk menemukan kasus
10 Farich Achmad, Manajemen Pelayanan Kesehatan penyakit menular sedini mungkin dan mengurangi
Masyarakat, Yogyakarta: Gosyen Publishing, 2012, hlm. 47
324 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328
berbagai faktor risiko lingkungan masyarakat yang (surveilans) dan imunisasi. Program pencegahan dan
memudahkan terjadinya penyebaran penyakit pemberantasan tersebut ditujukan untuk penyakit
menular di suatu wilayah, memberikan proteksi malaria, ISPA, TB Paru, Filariasis, Kusta, Diare, PMS/
khusus kepada kelompok masyarakat tertentu agar HIV-AIDS, DBD, Pneomonia, dan Frambusia.
terhindar dari penularan penyakit. Adapun ruang Namun demikian, terbatasnya tenaga kesehatan
lingkup kegiatannya adalah:11 di puskesmas merupakan salah satu penghambat
1. Surveilan epidemiologi. Menemukan kasus bagi puskesmas dalam melaksanakan kegiatan
penyakit menular sedini mungkin. Kegiatannya pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
ada dua jenis, yaitu: Active Case Detection (ACD) Karena umumnya setiap tenaga kesehatan di
dan Passive Case Detection (PCD). Sedangkan puskesmas harus memegang lebih dari satu program
kegiatannya dilakukan dengan empat cara yaitu: puskesmas sehingga beban kerja mereka lebih besar
a. pengembangan sistem pencatatan dan dari yang seharusnya.
pelaporan rutin. Sebagai contoh, terbatasnya ketersediaan
b. Sistem pencatatan dan pelaporan di daerah tenaga kesehatan di Puskesmas Kota Atambua dan
sentinel (daerah yang berada dalam Puskesmas Webora, menyebabkan peran puskesmas
pengawasannya). dalam melaksanakan upaya pencegahan dan
c. Survei khusus untuk penyakit menular pengendalian penyakit menular tidak dapat
tertentu. dilakukan secara maksima (lihat tabel 1). Akibatnya
d. Investigasi kasus jika terjadi ledakan upaya pemberantasan dan pengendalian penyakit
penyakit menular (Kejadian Luar Biasa/KLB) menular di puskesmas umumnya baru dilaksanakan
2. Imunisasi. Kegiatan ini dilakukan untuk ketika adanya pasien yang ditemukan memiliki
memberikan perlindungan kepada gejala/tanda-tanda penyakit menular tertentu dulu.
kelompokkelompok masyarakat tertentu untuk Ketika kedapatan ada seorang pasien memiliki gejala
mencegah terjadinya penularan penyakit. atau dicurigakan suspek terhadap penyakit menular
Imunisasi dasar dijadwalkan di puskesmas dan tertentu, baru kemudian diambil tindakan
mulai diberikan untuk bayi yang baru lahir pemeriksaan laboratoriun dan pemberian obat
(hepatitis B dan BCG diberikan langsung di sesuai dengan hasil laboratorium. Jika hasil
tempat ibu bersalin). Untuk imunisasi ulang laboratorium menunjukkan bahwa pasien positif
(boodter), imunisasi diberikan kepada anak-anak terjangkit penyakit menular tertentu, maka selain
sekolah dasar (BCG dan DT). Pelaksanaan pemberian obat, dilakukan juga kunjungan rumah
imunisasi di puskesmas diintegrasikan ke dalam untuk pemantauan atau penyuluhan. Itu artinya,
program lain seperti KIA, Posyandu, dan UKS hanya kasus-kasus yang muncul di masyarakat saja
karena kelompok penduduk sasarannya juga yang dilakukan tindakan lebih lanjut.
menjadi sasaran program tersebut.
3. Pemberantasan vektor. Dilakukan dengan Tabel 1. Jumlah Tenaga Kesehatan di Puskesmas Kota
penyemprotan menggunakan insektisida, Atambua dan Puskesmas Webora Tahun 2015
fogging dan abatisasi untuk DHF, Oiling, No. Uraian Puskesmas
drainase genangan air, dan perbaikan sistem Kota Atambua Webora
pembuangan sampah untuk pemberantasan 2 orang (1 orang PNS
malaria. Kegiatan pemberantasan vektor harus Dokter umum dan 1 orang tenaga -
didukung prgram kesehatan lingkungan. kontrak)
Penyemprotan vektor yang menggunakan DDT Dokter gigi 1 orang (sebagai -
tidak dilakukan lagi di wilayah kerja puskesmas tenaga kontrak)
karena toksisitas DDT dikhawatirkan berdampak Apoteker 1 orang -
negatif pada lingkungan. Kegiatan eradikasi
Asisten apoteker 4 orang -
vektor malaria dan DHF masih harus lebih
intensif dilaksanakan oleh puskesmas, Sarjana Kesmas 1 orang 3 orang
bekerjasama dengan masyarakat.
Sejak tahun 2015, bidang Pencegahan dan 2 orang (bertugas di
Pemberantasan Penyakit Dinas Kesehatan Kabupaten Sanitarian Polindes) 2 orang
Belu sudah melakukan berbagai kegiatan melalui 3 orang
program pencegahan dan pemberantasan penyakit 15 orang (di
Bidan 8 orang
menular di puskesmas, pengamatan penyakit Puskesmas)
20 orang (tamatan
16
11 Muninjaya Gde, Manajemen Kesehatan, Jakarta: Penerbit Perawat SPK. D I, D III)
orang
Buku Kedokteran EGC, 2004, hlm. 147 1 orang di
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 325
Puskesmas terutama di daerah-daerah yang berada di
Pembantu perbatasan, kepulauan dan terpencil untuk
2 orang menjamin upaya memutus mata rantai
sedang penularan.
mengikuti tugas b) Perluasan skrining AIDS. Dalam 5 tahun
belajar
akan dilakukan test pada 15.000.000
No. Uraian Puskesmas
sasaran, dengan target tahun 2015
sebanyak 7.000.000 tes dengan sasaran
Kota Atambua Webora
populasi sasaran (ibu hamil, pasangan
Perawat gigi 1 orang -
ODHA, masyarakat infeksi TB dan hepatitis)
Analis kesehatan 3 orang 2 orang
dan populasi kunci yaitu pengguna napza
suntik, Wanita Pekerja Seks (WPS)
Gizi 3 orang 2 orang langsung maupun tidak langsung,
pelanggan/ pasangan seks WPS, gay, waria,
Rekam Medis 2 orang - LSL dan warga binaan lapas/rutan. Target
tahun 2016 hingga 2019 akan dilakukan
Jumlah 61 orang
36 secara bertahap untuk memenuhi targret
orang 15.000.000 test
Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Atambua, 2015 c) Deteksi Dini Hepatitis B dan C; sampai
Selain itu, kondisi geografis juga menjadi dengan tahun 2019 akan diharapkan paling
hambatan sekaligus tantangan tersendiri tidak tidak 90% Ibu hamil telah ditawarkan
hanya bagi tenaga kesehatan dalam melakukan untuk mengikuti Deteksi Dini Hepatitis B,
kunjungan ke rumahrumah dan melakukan paling tidak 90% Tenaga Kesehatan
surveilans tetapi juga bagi masyarakat dalam dilakukan Deteksi Dini Hepatitis B dan C;
mengakses pelayanan kesehatan. demikian halnya dengan kelompok
Sebagai contoh, wilayah kerja puskesmas masyarakat berisiko tinggi lainnya seperti
d) Webora secara geografis lokasi rumah keluarga orang dengan Hepatitis B dan C;
penduduknya Pelajar/mahasiswa Kesehatan; Orang
saling berjauhan dengan akses jalanan yang sulit orang dengan riwayat pernah menjalani
cuci darah, Orang dengan HIV/AIDS, pasien
e)
klinik Penyakit Menular Seksual, Pengguna
dijangkau terutama di musim hujan karena berada di Napsa Suntik, WPS, LSL, Waria, dll paling
pegunungan berbatu dan licin. Biasanya masyarakat tidak 90% diantara mereka melakukan
f) Deteksi Dini Hepatitis B dan C. Secara
harus berjalan kaki dengan jarak yang jauh guna absolut jumlah yang akan dideteksi dini
mendapatkan pelayanan kesehatan di Puskesmas. sampai dengan tahun 2019 paling tidak
g) sebesar 20 juta orang.
Ketersediaan sarana transportasi yang dimiliki Intensifikasi penemuan kasus kusta di 14 provinsi
puskesmas juga sangat terbatas, sedangkan dan147 kab/kota
mobil ambulan yang dimiliki puskesmas Pemberian Obat Pencegahan Massal frambusia di 74
peruntukannya masih belum sesuai dengan kabupaten endemis
kondisi geografi yang ada di wilayah kerja Survey serologi frambusia dalam rangka pembuktian
puskesmas. Akibatnya perluasan bebas frambusia
cakupan akses masyarakat terhadap pelayanan Skrining di pelabuhan/bandara/PLBDN yang
meliputi: skrining AIDS , skrining hepatitis,
h)
melakukan mass blood survey malaria di pelabuhan,
kesehatan terkait pendeteksian dini dan upaya
pada masyarakat pelabuhan dan skrining penyakit
pencegahan penyakit menular sulit dicapai.
bersumber binatang di pelabuhan.
Padahal strategi Pengendalian Penyakit
Memberikan otoritas pada petugas kesehatan
menular strategi yang dilakukan adalah:
masyarakat (Public Health Officers), di
a) Perluasan cakupan akses masyarakat
pelabuhan/bandara/PLBD terutama hak akses
(termasuk skrining cepat bila ada dugaan
pengamatan faktor risiko dan penyakit dan
potensi meningkatnya kejadian penyakit
penentuan langkah penanggulangannya. Untuk
menular seperti Mass Blood Survey untuk
mendukung strategi ini dilakukan upaya:
malaria) dalam memperoleh pelayanan
kesehatan terkait penyakit menular
326 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328
1) Standarisasi nasional SOP yang digunakan oleh imunisasi terbukti cost effective serta dapat
seluruh Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai mengurangi kematian, kesakitan, dan kecacatan
perkembangan kondisi terkini. secara signifikan. Imunisasi dapat memberikan
2) Penyediaan sarana dan peralatan pengamatan perlindungan kepada sasaran yang
faktor risiko dan penyakit sesuai dengan mendapatkan imunisasi dan juga kepada
perkembangan teknologi. masyarakat di sekitarnya (herd immunity).
3) Peningkatan kapasitas petugas Kantor Untuk dapat mencapai hal tersebut maka
Kesehatan Pelabuhan dalam pengamatan faktor kebijakan dalam program imunisasi meliputi:
risiko dan penanggulangan penyakit sesuai 1) Penyelenggaraan dilaksanakan oleh
Prosedur yang ditentukan pemerintah, swasta dan masyarakat,
4) Melakukan peningkatan jejaring dengan lintas dengan prinsip keterpaduan
sektor dan pengguna jasa. 2) Mengupayakan kesinambungan
5) Melaksanakan Surveilans penyelenggaraan melalui perencanaan
Epidemiologi penyakit menular berbasis program dan anggaran terpadu (APBN,
laboratorium APBD, Hibah, LSM dan masyarakat)
6) Melaksanakan advokasi dan fasilitasi kejadian 3) Perhatian khusus diberikan untuk wilayah
luar biasa, wabah dan bencana di wilayah rawan sosial, rawan penyakit (KLB) dan
layanan daerah-daerah sulit secara geografis
7) Melaksanakan kajian dan diseminasi informasi 4) Melaksanakan kesepakatan global:
pengendalian penyakit menular Eradikasi Polio, Eliminasi Tetanus Maternal
8) Pengembangan laboratorium pengendalian dan Neonatal, Eliminasi Campak dan
penyakit menular Pengendalian Rubella, Mutu Pelayanan
9) Meningkatkan dan mengembangkan model dan Sesuai Standar, dan lain-lain.
teknologi tepat guna. Kebijakan ini dilaksanakan dengan pendekatan
i) Meningkatkan peran B/BTKLPP dalam upaya strategi:
pengendalian faktor risiko dan penyakit menular 1) Peningkatan cakupan imunisasi yang tinggi dan
melalui: merata serta terjangkau melalui :
1) Surveilans faktor risiko penyakit • Tersedianya pelayanan imunisasi
2) Melaksanakan advokasi dan fasilitasi “stasioner” yang terjangkau masyarakat
kejadian luar biasa, wabah dan bencana di • Tersedianya pelayanan imunisasi
wilayah layanan yang menjangkau masyarakat di
3) Melaksanakan kajian dan diseminasi daerah sulit
informasi pengendalian penyakit menular 2) Peningkatan kualitas pelayanan
4) Pengembangan laboratorium pengendalian imunisasi melalui;
penyakit menular • Petugas yang terampil
5) Meningkatkan dan mengembangkan model • Coldchain dan vaksin yang berkualitas
dan teknologi tepat guna • Pemberian imunisasi yang benar
j) Mendorong keterlibatan masyarakat dalam 3) Penggerakan Masyarakat untuk mau dan
membantu upaya pengendalian penyakit mampu menjangkau pelayanan imunisasi
melalui surveilans berbasis masyarakat untuk Terlepas dengan keterbatasan sarana dan
melakukan pengamatan terhadap hal-hal yang prasarana di Puskesmas Webora, Puskesmas Kota
dapat menyebabkan masalah kesehatan dan Atambua kondisinya lebih diuntungkan. Secara
melaporkannnya kepada petugas kesehatan geografi masyarakat mudah untuk mengakses
agar dapat dilakukan respon dini sehingga pelayanan kesehatan di puskesmas. Jumlah dan jenis
permasalahan kesehatan tidak terjadi. tenaga kesehatannya pun lebih mencukupi dan
Peningkatan peran daerah khususnya lengkap. Namun demikian, jika dikaitkan dengan
kabupaten/kota yang menjadi daerah pintu kualitas sumber daya manusianya, maka para tenaga
masuk negara dalam mendukung implementasi kesehatan yang ada di kedua puskesmas tersebut
pelaksanaan International Health Regulation masing-masing bukanlah tenaga khusus surveilas.
(IHR) untuk upaya cegah tangkal terhadap Sedangkan tenaga kesehatan yang ada saat ini belum
masuk dan keluarnya penyakit yang berpotensi pernah mendapatkan pendidikan dan pelatihan
menimbulkan kedaruratan kesehatan secara khusus tentang surveilans. Pendidikan dan
masyarakat. pelatihan yang pernah didapat biasanya yang
k) Pengendalian Penyakit yang Dapat Dicegah berkaitan dengan tatalaksana penyakit menular,
Dengan Imunisasi (PD3I) dengan memberikan seperti penanganan penyakit TBC, diare, ISPA, dan
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 327
malaria. Padahal kemampuan dan kompetensi ada undang-undang khusus yang mengatur tentang
tenaga puskesmas merupakan salah satu faktor pencegahan dan pengendalian penyakit menular.
utama keberhasilan suatu program. Sedangkan dasar kebijakan dalam pengendalian
Pada masa Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) penyakit menular di puskesmas adalah: RPJPD
seperti sekarang ini, puskesmas merupakan ujung (Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah);
tombak dari program jaminan kesehatan nasional RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(JKN). Sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 12 Daerah); Renstra/Rencana Strategis Provinsi; dan
tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan Pasal 20 dan Rencana Kerja Tahunan Kabupaten.
Pasal 21 yang intinya mengatur tentang pelayanan Pelaksanaan pengendalian penyakit menular di
kesehatan yang harus diberikan kepada masyarakat puskesmas dilakukan pada pasien di dalam gedung
selain kuratif adalah pelayanan promotif dan dan lingkungan untuk kegiatan di luar gedung.
preventif. Untuk itu, dalam rangka mensukseskan Pelaksanaan pengendalian penyakit menular di
program pemberantasan dan pengendalian penyakit puskesmas dilaksanakan melalui peningkatan
menular, puskesmas harus memberikan layanan cakupan, mutu dan keberlangsungan upaya
primer yang lebih baik dan berkualitas. Peran pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan ibu,
puskesmas dalam hal ini sangat krusial, karena posisi bayi, balita, remaja, usia kerja dan usia lanjut.
pelayanan kesehatan dasar berperan sebagai kontak Terbatasnya sumber daya manusia dan fasilitas
pertama kepada masyarakat. di puskesmas di Kabupaten Belu menyebabkan
Puskesmas juga mempunyai peran besar untuk beban kerja tenaga kesehatan di puskesmas di
menurunkan angka kesakitan, kematian dan Kabupaten Belu semakin meningkat. Akibatnya
kecacatan akibat penyakit menular yang dilakukan pelaksanaan pengendalian penyakit menular di
melalui pendekatan keluarga, kunjungan rumah, Kabupaten Belu masih jauh dari harapan. Ada
surveilans, advokasi, serta pemberdayaan beberapa faktor yang perlu diperhatikan agar
masyarakat dan sosial. Adapun prioritas penyakit penanganan penyakit menular dapat terlaksana
yang akan ditanggulangi adalah malaria, demam secara maksimal.
berdarah dengue, diare, polio, filaria, kusta,
tuberkulosis paru, HIV/AIDS, pneumonia, dan
penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi.
Untuk dapat memaksimalkan peran puskesmas
dalam pemberantasan dan pengendalian penyakit
menular diperlukan adanya kesiapan dari petugas
puskesmas maupun ketersediaan sarana dan
prasarana puskesmasnya. Terkait dengan hal
tersebut, penulis berpendapat ada beberapa faktor
yang dapat berpengaruh pada capaian tujuan
penanganan penyakit menular, yaitu:
1. Tersedianya tenaga kesehatan yang tugas
pokoknnya terfokus pada dibidang
pemberantasan dan pengendalian penyakit
menular. Selama ini petugas tersebut belum
ada. Petugas yang melaksanakan
pemberantasan dan pengendalian penyakit
menular dilakukan oleh petugas yang tidak
mempunyai kompetensi khusus dibidang
tersebut. Biasanya di puskesmas profesi yang
banyak memegang tanggungjawab melakukan
tugas tersebut adalah perawat dan bidan.
2. Pengembangan pengetahuan dan ketrampilan
para petugas puskesmas dibidang
pemberantasan dan pengendalian penyakit
menular secara berkala.
3. Penerapan pemberantasan dan pengendalian
penyakit menular berbasis wilayah. Dalam hal
ini pendekatan yang digunakan didasarkan
328 Kajian Vol. 22, No. 4, Desember 2017 hal. 317 - 328

Saran Makara Kesehatan, Volume 10, No. 2,


Hendaknya perlu adanya konsep kebijakan Desember 2006.
secara nasional dan regional pada setiap daerah Farich, Achmad. (2012). Manajemen Pelayanan
yang diorientasikan khusus kepada penanganan Kesehatan Masyarakat. Yogyakarta: Gosyen
pada kondisi sosio budaya dan geografi serta jenis penyakit menular.
perkembangan penyakit di wilayahnya.
Pemerintah daerah hendaknya lebih paham
4. Komitmen pemerintah daerah dalam dibidang permasalahan penyakit menular
yang ada di pemberantasan dan pengendalian penyakit wilayahnya. Sehingga
pelaksanaan penanganan menular yang tercermin dalam setiap penyakit menular
dapat lebih difokuskan pada upaya kebijakannya, salah satunya melalui formasi pelayanan kesehatan
komunitas (dilakukan oleh penyediaan petugas puskesmas yang khusus puskesmas) dalam melakukan
pemberantasan dan dibidang pemberantasan dan pengendalian pengendalian penyakit menular.
penyakit menular, mengadakan pendidikan dan
Dalam rangka memaksimalkan
capaian pengembangan petugas puskesmas tersebut tujuan penanganan penyakit menular,
hendaknya secara berkala, serta penyediaan fasilitas pemerintah daerah mengupayakan
ketersediaan penunjang yang disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya yang cukup dan
berkualitas di sosio-geografi wilayah setempat.
puskesmas.

PENUTUP
Kesimpulan
Penanganan penyakit menular
merupakan salah satu prioritas pembangunan
nasional jangka panjang 2005-2025. Untuk itu,
pemberantasan dan pengendalian penyakit menular tidak
mengenal batasbatas daerah administratif, sehingga
pemberantasan penyakit menular memerlukan kerjasama
antar daerah. Namun demikian, sampai saat ini belum
penyakit menular berbasis wilayah untuk seluruh Publishing.
DAFTAR PUSTAKA
Fidayanto, Ringga. Hari Susanto dkk. (2013). Model
Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Jurnal
Buku/Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, Volume 7, No.
Achmadi, Umar Fahmi. (2005). Manajemen Penyakit 11, Juni 2013.
Berbasis Wilayah. Jakarta: Penerbit Buku Hasyim, Hamzah. (2008). Manajemen Penyakit
Kompas. Lingkungan Berbasis Wilayah, Jurnal
Arif, Sumantri. (2011). Metodologi Penelitian Manajemen Pelayanan Kesehatan, Volume 11
Kesehatan. Jakarta: Kencana. No. 02, Juni 2008.
Chahaya, Indra. (2003) Pemberantasan Vektor Henrikus. (2012). Evaluasi Program Pengendalian
Demam Berdarah Di Indonesia. Medan: Fakultas Penyakit Diare Di Puskesmas Batu Jaya. Jakarta:
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Universitas Kristen krida Wacana.
Utara. Irianto, Koes. (2014) Epidemiologi Penyakit Menular
Christine, Daymone dan Immy Holloway. (2008). danTidak Menular. Bandung: Penerbit AlfaBeta.
Metode-Metode Riset Kualitatif, penerjemah Mahmoed, Adnan. (2012). Revitalisasi PuskesmasI,
Cahya Wirtama, penyunting Santi Indra Astuti, Perbaikan Bermakna Kesehatan Rakyat,
Yogyakarta: Bentang. Berbakti Kepada Negeri. Jakarta:Rajut
Erdinal. Dewi Susanna dan Ririn Arminsih Wulandari. Publishing.
(2006). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Muninjaya, Gde. (2004). Manajemen Kesehatan.
Kejadian Malaria Di Kecamatan Kampar Kiti Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Tengah Kabupaten Kampar 2005-2006, Jurnal
Tri Rini Puji Lestari Penanggulangan Penyakit Menular di Puskesmas: Studi Kasus di Kabupaten Belu Provinsi Nusa Tenggara Timur 329
The Johns Hopkins and IFRC Public Health Guide for ac.id/index.php/download/file/35, diakses 20
Emergencies. (1997). Control of Communicable Januari 2012).
Diseases. New York: APHA Press. 29 Orang Meninggal Dunia Akibat Demam Berdarah
Notoatmodjo, Soekidjo. (2011). Kesehatan di Indramayu, (online), http://daerah.
Masyarakat, Ilmu dan Seni. Jakarta: Penerbit sindonews.com/read/1084200/21/29-
Rineka Cipta. orangmeninggal-dunia-akibat-demam-berdarah-
Suhadi dan Muh Kardi Rais. (2015). Perencanaan diindramayu-1455093487, diakses 20 Februari
Puskesmas. Jakarta: Trans Info Media. 2016.
Surat Kabar
Menkes: 7 Daerah KLB Demam Berdarah. Republika.
27 Januari 2016.
Dokumen Resmi
Bappenas. (2006). Kajian Kebijakan
Penanggulangan Wabah Penyakit Menular.
Jakarta: Bappenas.
Dinkes Provinsi NTT. (2013). Profil Kesehatan Provinsi
Nusa Tenggara Timur Tahun 2012. Kupang:
Dinas Kesehatan Provinsi NTT.
Kemenkes. (2014). Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes. (2015). Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kemenkes. (2014). Riset Kesehatan Dasar Tahun
2013. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kemenkes.
Internet
Jap Jeffrey, Spirit Miracle, Solusi Masalah Kesehatan
di NTT, (online), (http://www.timorexpress.
com/20150926085845/spirit-miracle-
solusimasalah-kesehatan-di-ntt, diakses 20
Februari 2016).
Kabupaten Belu Jalur Merah HIV/AIDS, (online),
(http://sp.beritasatu.com/home/kabupatenbelu
-jalur-merah-hivaids/14223, diaksesn23 Februari
2016).
Kesehatan Basis Wilayah, (online), (http://makassar.
tribunnews.com/read/artikel/51376, diakses 26
Februaru 2016).
Lagi, Bocah Tewas Akibat Demam Berdarah di
Sukabumi, (online), (http://daerah.sindonews.
com/read/1085184/21/lagi-bocah-tewas-
akibatdemam-berdarah-di-sukabumi-
1455437018, diakses 20 Februari 2016).
Murti Bhiksma,dkk, Evaluasi Program Pengendalian
Tuberkulosis Dengan Strategi Dots Di Eks
Karesidenan Surakarta, (online), (http://fk.uns.

Anda mungkin juga menyukai