Tafsir Tematik

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR TEMATIK

Dosen Pengampu: QOMARIYAH, M.S.I.,

Disususn oleh :

1. Felli Fadhilah (30623013)


2. Sighit Prasetyo (30623052)
3. Tutut Fahmi Widiana (30623067)

PRODI MANAJEMEN DAKWAH

FAKULTAS USULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI (UIN) K.H. ABDURROHMAN WAHID


PEKALONGAN 2024

1
PENDAHULUAN

Dalam perkembangan ilmu tafsir, berbagai metode telah diperkenalkan untuk memahami dan
menginterpretasikan Al-Qur'an. Salah satu metode yang muncul sebagai respons terhadap
kebutuhan masyarakat modern adalah tafsir tematik (tafsir maudhu’i). Metode ini berfokus
pada pengumpulan dan analisis ayat-ayat Al-Qur'an berdasarkan tema atau topik tertentu,
sehingga dapat memberikan jawaban atas berbagai persoalan yang dihadapi umat Islam dalam
konteks kehidupan sehari-hari.

Tafsir tematik berupaya mengintegrasikan nilai-nilai ajaran Al-Qur'an dengan realitas sosial yang
berkembang. Hal ini penting karena masyarakat saat ini menghadapi berbagai tantangan, seperti
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang cepat. Dengan menggunakan pendekatan tematik,
penafsir dapat menyusun ayat-ayat Al-Qur'an secara sistematis dan praktis, sehingga lebih
mudah dipahami dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Sejarah tafsir tematik menunjukkan bahwa metode ini telah ada sejak zaman Nabi Muhammad
SAW, meskipun baru mendapatkan pengakuan formal pada abad ke-20. Salah satu tokoh penting
dalam pengembangan tafsir tematik adalah Syaikh Mahmud Syaltut, yang memperkenalkan
metode ini di Universitas al-Azhar pada tahun 1960. Ia menekankan pentingnya menghimpun
ayat-ayat yang relevan untuk membahas isu-isu tertentu dalam masyarakat, sehingga tafsir dapat
lebih aplikatif dan kontekstual.Tafsir tematik juga memiliki dua faktor pendorong utama:
pertama, kebutuhan internal masyarakat Muslim untuk memahami ajaran Al-Qur'an secara lebih
mendalam; kedua, interaksi dengan komunitas lain di luar Islam yang memerlukan pemahaman
yang lebih luas tentang ajaran Islam. Dengan demikian, tafsir tematik tidak hanya terbatas pada
aspek akademis, tetapi juga berfungsi sebagai alat untuk dialog antaragama dan pemahaman
lintas budaya.

2
Metode tafsir ini sangat strategis bagi kehidupan Muslim modern karena mampu
mengungkapkan pandangan-pandangan Al-Qur'an yang integral terhadap persoalan-persoalan
kontemporer. Dengan memanfaatkan tafsir tematik, umat Islam dapat menggali solusi dari Al-
Qur'an untuk menghadapi tantangan zaman, menjadikannya sebagai sumber inspirasi dan
pedoman hidup.

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tafsir Tematik

Tafsir maudhu‟i (tematik) ialah mengumpulkan ayat-ayat al-qur‟an yang mempunyai tujuan
yang satu yang bersama-sama membahas judul/topik/sektor tertentu dan menertibkannya sedapat
mungkin sesuai dengan masa turunnya selaras dengan sebab-sebab turunnya, kemudian
memperhatikan ayat-ayat tersebut dengan penjelasan-penjelasan, keterangan-keterangan dan
hubungan-hubungannya dengan ayat-ayat lain, kemudian mengistimbatkan hukum-hukum.1

Tafsir secara bahasa mengikuti wazan “taf’il”, berasal dari kata al-fasr yang berarti menjelaskan,
menyingkap dan menampakkan atau menerangkan makna yang abstrak. Kata kerjanya mengikuti
wazan “dharaba-yadhribu” dan nashara yanshuru”. Dikatakan, “fasara (asy- syai’a) yafsiru” dan
“yafsuru, fasran” dan “fasarahu” artinya abanahu (menjelaskannya). Kata at-tafsir dan al-fasr
mempunyai arti menjelaskan dan menyingkap yang tertutup.2

Kata tafsir di ambil dari ungkapan orang Arab: fassartu al-fara ( ‫(فسرت الفرس‬, yang berarti
saya melepaskan kuda. Hal ini dianalogikan kepada seorang penafsir yang melepaskan seluruh
1
Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, (Dar al-`ulum: Kairo), 1968, hlm. 52.
2
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa, 2001), hlm.
455.

3
kemampuan berfikirnya untuk bisa mengurai makna ayat al-Qur‟an yang tersembunyi di balik
teks dan sulit dipahami.3

Dalam kamus Lisanul Arab kata al fasr berarti menjelaskan, atau menerangkan dan
menyingkap.4Sedangkan kata at-tafsir menyingkap maksud sesuatu lafadz yang musykil, pelik.
Dalam al-Qur‟an dinyatakan dalam QS, al Furqan: 33.

Tidaklah orang-orang kafir itu datang kepadamu (membawa) sesuatu yang ganjil, melainkan
Kami datangkan kepadamu suatu yang benar dan yang paling baik penjelasannya.”5

Berdasarkan ayat di atas difahami bahwa setiap kali mereka mendatangkanmu sanggahan-
sanggahan yang tidak beralasan, kami pasti mendatangkan kepadamu kebenaran yang kami
jelaskan dengan sebaik-baiknya. Dengan demikian jelas makna tafsir secara bahasa adalah
penjelasan, penyingkapan dan menampakkan makna suatu kata, suatu kata itu juga dipakai untuk
sesuatu yang konkrit.

B. Memehami dan menjelaskan sejarah tafsir tematik

Bila ditelusuri perkembangan tafsir al-Qur’an sejak awal pertumbuhannya di masa hidup
Rosulullah SAW. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa tafsir tematik sudah terwujud, walau
hanya sederhana. Upaya mempertemukan beberapa ayat yang semakna atau yang berkaitan
dengan masalah tertentu sudah ada dengan munculnya penafsiran ayat alQur’an dengan ayat al-
Qur’an yang lain. Hal ini dapat dimaklumi, sebab al-Qur’an dalam kapasitasnya sebagai
pedoman hidup

3
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren) Purna Siswa 2011 MHM Lirboyo Kota Kediri, Al-
Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, (Kediri: Lirboyo Press, 2013), hlm. 188
4
Ibnu Manzur, Lisanul Arab, vol ix, (Kairo, Darul Hadis, 2003), hlm. 124
5
Departemen Agama, al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 364

4
bagi manusia dan memberi petunjuk tentang ajarannya diturunkan sesuai dengan situasi dan
kondisi yang membutuhkan, sehingga kadang-kadang diturunkan ayat yang mujmal, mutlaq,
dan umum, tetapi kadang-kadang diturunkan ayat yang terinci, tertentu, dan khusus. Hal-hal
yang diterangkan secara mujmal dalam suatu ayat, lalu dijelaskan secara terinci dalam ayat
yang lain.Demikian pula halnya petunjuk yang diberikan secara umum dalam suatu ayat,
kadangkala dijelaskan secara khusus dalam ayat yang lain. Dengan demikian berarti bahwa al-
Qur’an telah ditafsirkan dengan sumber dari al-Qur’an sendiri, sehingga dapat diketahui
maksud firman Allah itu melalui penjelasan dari Allah itu juga dalam ayat yang lain. Karena
Allah yang mempunyai firman itulah yang lebih mengetahui maksud yang dikehendakinya
daripada yang lain. Contoh tafsir tematik/maudhu’I pada masa Nabi Muhammad SAW. Ialah
beliau menafsirkan kata ‫ الظلن‬dalam surat al-An’am ayat 82: ‫الذ يي اٌهى ولن يلبسىا ايوًبهن‬
٢٨ ‫ بظلن اولئل لهن االهي وهن ههتدوى ) ااًلعبم‬Dengan ‫ )الشرك‬mempersekutukan Allah
dengan yang lain) yang terdalam dalam surat Luqman ayat 13 yang berbunyi: ‫يب ٌبي ال تشرك‬
٣١ ‫ بب هلال اى الشرك لظلن عظين ) لقوبى‬Dengan penafsiran Nabi tersebut berarti beliau
telah menanamkan tafsir maudhu’I/tematik dan memberi isyarat bahwa lafal-lafal yang sukar
diketahui maksudnya dalam suatu ayat perlu dicari penjelasannya pada lafal-lafal yang terdapat
dalam ayat yang lain. Dalam konteks ini, DR. Abdul Hayyi al-Famawi mengatakan bahwa
semua ayat yang ditafsirkan dengan ayat al-Qur’an adalah terkasuk tafsir maudhu’I dan
sekaligus merupakan permulaan pertumbuhan tafsir maudhu’I.

Kemudian sesudah itu tumbuh pula bibit-bibit tafsir maudhu’I dalam beberapa halaman kitab-
kitab tafsir yang besar yang menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, antara lain : al-Bayan fi
Aqsam al-Qur’an oleh Ibn alQoyyim, Mufradat al-Qur’an oleh al-Raghib, dan Ahkam al-Qur’an
oleh al-Jashshas, dan lain sebagainya. Kitab-kitab tafsir tersebut dimaksudkan secara khusus
sebagai tafsir maudhu’I yang berdiri sendiri, walau demikian setidak-tidaknya dapat dikatakan
bahwa bentuk tafsir maudhu’I ini sudah bukan merupakan bentuk baru. Sebab yang merupakan
hal yang baru adalah perhatian para mufassir terhadap metode penafsiran tematik yang dapat
dibedakan dari metode penafsiran yang lain, bahkan dapat dipisahkan sebagai metode yang
berdiri sendiri.

5
Kitab-kitab tafsir yang sudah banyak membahas masalah-masalah tertentu rupanya masih
dianggap belum memadahi untuk menjawab aneka ragam permasalahan dalam masyarakat.
Disini

para mufassir mendapat inspirasi baru dan bermunculan karya-karya tafsir yang menetapkan satu
topik tersebut, sehingga pada akhirnya diambil kesimpulan dari masalah tersebut menurut
pandangan al-Qur’an. Metode tafsir maudhu’I ini di Mesir pertama kali dicetuskan oleh
Prof.DR.Ahmad Sayyid al-Kumi, Ketua Jurusan Tafsir pada Fakultas Ushuluddin Universitas al-
Azhar Kairo samapai tahun 1981.6

Beberapa kitab tafsir yang menggunakan metode tematik tersebut antara lain :

a. Al-Futuhat al-Rahbaniyah fi al-Tafsir al-Maudhu’I li al-Ayat alQur’aniyah, karya Prof. DR.


Al-Husaini Abu Farhah.

b. Al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhu’I, karya Prof. DR. Abdul Hayyi al-Farmawi.

C. Tokoh Tafsir Tematik

a. Al-Syathibi
Al-Syatibi merupakan tokoh yang disebut pertama kali melontarkan ide Tafsir Maudu’i, dengan
pernyataannya “bahwa walaupun dalam satu surat al-Qur’an sering membicarakan banyak
masalah tetapi masalahmasalah tersebut bisa dikorelasikan satu dengan yang lain. Maka, untuk
memahaminya harus dengan memperhatikan semua ayat yang ada pada surat tersebut.”
Demikianlah al-Syatibi mengungkapkan gagasan yang baru (Asy-Syathibi, 2004).

b. Muhammad Abduh
6
M.Quras Shihab,an al-Qur’an (Bandung : Mizan,Khazanah Ilmu-ilmu Islam,1995),114.

6
Tokoh ulama modern yang merupakan seorang ulama yang dianggap sebagai ulama yang
menjadi pelopor yang melahirkan Tafsir Maudu’i adalah Muhammad Abduh dengan karya
tafsirnya, yaitu tafsir al-Manar. Walaupun tafsir tersebut masih bercorak tahlili tetapi dapat
diasumsikan dan dianggap mempunyai kecenderungan yang sangat kuat untuk memperhatikan
tema tertentu dalam pembahasannya .

b. Al-Farra

Tafsir Maudu’i ini benar-benar baru muncul pada tahun 1960. Pada dasarnya, sejak
masakodifikasi tafsir, yang dimulai oleh Farra’ sampai tahun 1960, kitab tafsir yang sudah ada
masihdianggap dan dikategorikan sebagai tafsir tahlily, mengingat pada karya-karya tersebut
paramufassir dalam menafsirkan al-Qur’an masih secara berurutan dari satu ayat ke ayat
berikutnya sesuai dengan urutan di dalam mushaf.

d. Syaikh al-Azhar

Dalam kitab yang ditulis oleh Syaikh al-Azhar yaitu kitab “Tafsir al-Qur’an al-Karim” yang
ditulis sekitar tahun 1960-an, terkesan sebagai Tafsir Maudu’i. Dalam kitab tersebut tidak
ditemukan penafsiran ayat demi ayat, tetapi yang ada hanya membahas surat demi surat, atau
bagian tertentu dalam satu surat dan kemudian merangkainya dengan tema sentral dalam surat
tersebut. Namun karya tersebut masih punya kelemahan. Mahmud Syaltut tidak menjelaskan
pandangan dari al- Qur’an secara menyeluruh tentang satu tema secara utuh. Dalam kitab
tersebut, satu tema masih berada pada berbagai surat. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa satu
masalah ternyata tidak hanya ada dalam satu surat saja, melainkan dapat kita jumpai beberapa
surat yang berbeda (Syaltut, 1959).

e. Ahmad Sayyid al-Kumiy

Tokoh yang lainnya setelah Syaltut, pada akhir tahun 60-an muncul juga dari al-Azhar yaitu
Ahmad Sayyid al-Kumiy, sebagai ulama yang melanjutkan apa yang dilakukan oleh Syaltut (Al-

7
Shadr, 1980). Al-Kumiy mulai menghimpun setiap ayat yang membicarakan tentang satu tema
tertentu kemudian ia menafsirkannya secara utuh dan menyeluruh.7

D. langkah-langkah menafsirkan al-Qur’an dengan metode tematik

a. Pertama langkah khusus pada

tafsir maudhui tentang Istilah dalam Al-Qur’an Dalam proses penelitian dengan metode tafsir
maudhui pada segi istilah dalam Al-Qur’an, ada dualangkah utama yang dilalui

peneliti, yaitu;

1) Mencari dan mengumpulkan

istilah dalam al-Qur’an seperti “rahmat” atau “Adil”. Semua ayat yang menggunakan
istilah itua dikumpulkan untuk Tafsir maudhu’I dianalisa satu persatu makna dan tafsirnya.
Untuk memudahkan pengumpulan kata ayat, peneliti dapat merujuk ke buku induk yaitu; al-
Mufaradat fi gharib al-Qur’an karya al-Raghib al-Ashfahani. Untuk mengumpulkan makna ayat
yang beragama, peneliti dapat merujuk kepada buku; Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ay al-
Qur’an,karya imam Thabari, atau buku induk lainnya. Kemudian untuk merujuk ragam qiraat
pada kata dalam ayat yang diteliti, peneliti dapat merujuk buku induk, “Tafsir al-Bahr al-
Muhith” karya Abi Hayan al-Andalusi. Kemudian untuk menyingkap segi balaghahnya, peneliti
dapat merujuk pada buku, al-Kasyaf karya al-Zamakhsyari, atau buku tafsir lainnya.(Athaallah &
Al-Syarbaji, 2012) Kemudian peneliti mendalami tafsir ayat -yang terdapat istilah kata yang
diteliti- dalam kitab- kitab tafsir induk.

2) Langkah kedua;
7
Al-Farmawi, Abdul Hayy. (2002). Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya. Bandung: Pustaka Setia.

8
pengkategorian, pentertiban dan pembaban.(Al-Khalidi,2012) Setelah mengumpulkan data-data
berkaitan istilah kata yang diteliti, peneliti melanjutkan penelitiannya dengan pengkategorian
data-data dari segi sejarah turun ayat, makna-makna istilah kata, balaghohyang di setiap ayatnya.
Kemudian peneliti mentertibkannya dengan memisahkan antara data yang dibutuhkan dengan
data yang tidak berkaitan dengan tema. Selanjutnya peneliti dapat membuat bab dalam
penelitiannya sesuai kategori yang ditemukan.(Athaallah &Al-Syarbaji, 2012)

b. Kedua, langkah khusus pada

tafsir maudhui tentang tema qur’ani. Dalam penelitian dengan metode tafsir maudhui pada segi
tema dalam Al-Qur’an, ada beberapa langkah yang hendaknya ditempuh oleh peneliti, yaitu:

1) Peneliti mengetahui dan menentukan tema yang akan diteliti. Tema tersebut ada di

dalam Al-Qur’an dan menjadi isu hangat’ di masyarakat.

2) Peneliti menyebutkan sebab pemilihan tema dan tujuan yang akan diraih dalam

penelitiannya. Tafsir maudhu’i

3) Mengumpulkan ayat-ayat dengan tema yang sama di dalam Al-Qur’an dan sebab turunnya
ayat, serta macam qiraat.

4) Mentartibkan ayat-ayat dengan tema yang sama sesuai turunnya ayat.

5) Menganalisa ayat-ayat yang telah ditertibkan, dengan merujuk kepada buku tafsir terutama
tafsir tahlili.

6) Mengkodekan unsur-unsur utama pada tema melalui ayat-ayat yang telah dianalisa.

7) Melihat seberapa besar faidah yang di dapat dalam ayat-ayat alquran dan manfaatnya
masyarakat di masa kini.

9
c. Ketiga, Langkah khusus pada tafsir maudhui tentang pembahasan satu surat di dalam Al-
Qur’an Ada beberapa langkah yang dilakukan peneliti dengan pembahasan satu surat di dalam
Al-Qur’an. Yaitu;

1) Pemilihan surat yang akan diteliti. Kemudian hikmah penamaan surat, nama lain dari surat itu.

2) Penentuan kapan waktu dan tempat turunnya surat.

3) Penjelasan kondisi lingkungan saat turunnya surat.

4) Penentuan tujuan utama yang terkandung dalam surat.

5) Keterkaitan surat yang diteliti dengan surat sebelumnya dan sesudahnya.

6) Pengkategorian tem-tema pembahasan di dalam surat.

7) Kesimpulan hakikat surat dan petunjuk yang terkandung di dalamnya.(Al-Khalidi, 2012)

5. Kaidah Dalam Metode Tafsir Maudhui

Secara umum, para mufasir memiliki persyaratan dan kode etik sebagaimana yang dijelaskan
para ulama- seperti sifat taqwa, wara’, mengetahui ilmu Bahasa Arab, ilmu Al-Qur’an, ilmu
hadis, dan ilmu lainnya. Hal itu bertujuan agar penelitiannya dalam tafsir Al-Qur’an berjalan
dengan benar dan dapat menggali informasi Al-Qur’an secara mendalam.(Al-Ak, 1986) (Rokim,
2020c) Para ulama menjelaskan secara rinci tentang kaidah penelitian dalam tafsir maudhui. Di
antaranya:

a. Berpegang teguh pada komponen pokok Al-Qur’an Peneliti fokus pada unsur pokok yang
terdapat dalam ayat Al- Qur’an. Tidak diperbolehkan untuk menambah komponen Tafsir
maudhu’I utama tema pembahasan dari luar Al-Qur’an, baik bersumber dari bahasa, pemikiran,
dan lainnya. Masuknya komponen pembahasan yang bersumber dari luar Al- Qur’an akan

10
memalingkan dari petunjuk dan maksud yang diinginkan oleh firman Alloh subhanahu wa ta’ala,
atau akan membuka pintu pendapat subjektif yang dinisbatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala

Adapun sumber hadis nabawi dalam penelitian tafsir maudhui bertugas sebagai penjelas yang
menjelaskan nash Al-Qur’an, bukan sebagai salah satu sumber unsur tema pembahasan Al-
Qur’an.(Sa’id, n.d.) Hal itu dikarenakan hadis nabawi sangat dibutuhkan dalam menjelaskan
makna yang terkandung dalam Al-Qur’an disebabkan Nabi Muhammad sebagai utusan Alloh
yang paling berhak menjelaskannya dan semua penjelasannya itu benar.

b. Berlandaskan pada riwayat tafsir yang shahih (benar), Ini merupakan kaidah utama bagi para
peneliti tafsir maudhui saat mengumpulkan ayat-ayat, berusaha untuk mengkategorikan unsur
kandungannya dan menjelaskan tafsir ayatnya secara benar, tidak terjadi pertentangan dalam
penjelasan ayat. Oleh karena itu peneliti hendaknya menggunakan pendekatan bil- matsur, yaitu;
sumber penjelasan dari ayat Al-Qur’an yang lain, sumber dari Hadis nabawi yang shahih, dan
perkataan sahabat Nabi, serta dari petunjuk pemahaman ayat sesuai Bahasa Arab.(Sa’id, n.d.)

c. Menghindari sujektifitas dalam penjelasan dan analisa.(Rasywani,

2009) Tujuan dari penelitian tafsir maudhui ini adalah mengetahui presfektif Al-Qur’an pada
tema yang dipilih. Apabila peneliti/mufasir menyimpang dari tema dengan penjelasan yang luas
akan keluar dari presfektif Al- Qur’an dan beralih pada subjektifitas peneliti, berubah dari
metode tafsir maudhui menjadi penelitian seputar Al- Qur’an.(Sa’id, n.d.) Sehingga
menghasilkan analisa dan kesimpulan yang tidak murni presfektif Al-Qur’an. Oleh karena itu,
peneliti perlu membatasi penjelasannya pada tema yang Tafsir maudhu’I sesuai dengan petunjuk
Al-Qur’an al-Karim.

d. Penelitian secara sempurna sebelum menganalisa dan menyimpulkan. Dalam penelitian


dengan metode tafsir maudhui, peneliti diharapkan dapat mengumpulkan semua ayat Al-Qur’an
yang menjadi tema penelitiannya, kemudian dianalisa secara detail dan terperinci dengan
menggunakan sarana kaidah ulumul tafsir,8
8
Syaeful Rokim, Rumba Triana,” Tafsir Maudhui:

11
KESIMPULAN

Tafsir tematik adalah metode penafsiran Al-Qur'an yang melibatkan pengumpulan ayat-ayat
yang terkait dengan tema tertentu. Dalam metode ini, seorang mufassir (penafsir) menetapkan
topik atau masalah yang akan dibahas dan kemudian menghimpun ayat-ayat yang memiliki
pengertian yang sama dengan topik tersebut. Metode ini dilengkapi dengan hadis-hadis yang
relevan untuk memberikan penjelasan yang lebih komprehensif. Tafsir tematik penting karena
memungkinkan pemahaman yang lebih sistematis dan praktis tentang ayat-ayat Al-Qur'an, serta
memberikan solusi atas persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat kontemporer.
Dengan demikian, tafsir tematik membantu menjawab tantangan-tantangan zaman dengan
menggunakan perspektif Al-Qur'an, sehingga menjadi penting dalam kurikulum tafsir di
berbagai jenjang pendidikan Islam

Asas dan Langkah Penelitian Tafsir Tematik”, Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2015,HAL.418

12
DAFTAR PUSTAKA

Farmawi al, Abd al-Hayy, Mu jam al-Alfaz wa al-a’lam al-Our’aniyah, (Dar al-`ulum: Kairo),
1968, hlm. 52.
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Mudzakir AS, (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2001), hlm. 455.
Tim Forum Karya Ilmiah RADEN (Refleksi Anak Muda Pesantren) Purna Siswa 2011 MHM
Lirboyo Kota Kediri, Al-Qur’an Kita Studi Ilmu, Sejarah dan Tafsir Kalamullah, (Kediri:
Lirboyo Press, 2013), hlm. 188
Ibnu Manzur, Lisanul Arab, vol ix, (Kairo, Darul Hadis, 2003), hlm. 124
Departemen Agama, al-Qur’an dan terjemahnya, hlm. 364
M.Quras Shihab,an al-Qur’an (Bandung : Mizan,Khazanah Ilmu-ilmu Islam,1995),114.
Al-Farmawi, Abdul Hayy. (2002). Metode Tafsir Maudhu’i dan Cara Penerapannya. Bandung:
Pustaka Setia
Syaeful Rokim, Rumba Triana,” Tafsir Maudhui:
Asas dan Langkah Penelitian Tafsir Tematik”, Al-Tadabbur: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
2015,HAL.418

13

Anda mungkin juga menyukai