PERPRES_NO_59_2024

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 33

Menemukan kesalahan ketik dalam dokumen? Klik di sini untuk perbaikan.

★ SALINAN

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 59 TAHUN 2024

TENTANG

PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2018

TENTANG JAMINAN KESEHATAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa dalam penyelenggaraan jaminan kesehatan, setiap


peserta berhak memperoleh manfaat sesuai kebutuhan
dasar kesehatan dan kelas rawat inap standar;
b. bahwa beberapa ketentuan dalam Peraturan Presiden
Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82
Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan perlu
disesuaikan dengan hasil evaluasi tata kelola program
jaminan kesehatan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan
Presiden tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan;
Mengingat 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4456) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
3. Undang-Undang . . .

SK No 170454 A
{ÿ
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-2-
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5256) sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Keija
menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2023 Nomor 41, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6856);
4. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 165) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 64
Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan
Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 130);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS
PERATURAN PRESIDEN NOMOR 82 TAHUN 2018 TENTANG
JAMINAN KESEHATAN.

Pasal I
Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang
Jaminan Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 165) yang telah beberapa kali diubah
dengan Peraturan Presiden:
a. Nomor 75 Tahun 2019 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 210); dan
b. Nomor 64 Tahun 2020 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 130),
diubah sebagai berikut:

1. Di antara . . .

SK No 170487 A
#5
★:
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
-3-

1. Di antara angka 4 dan angka 5 Pasal 1 disisipkan 2 (dua)


angka, yakni angka 4a dan angka 4b sehingga Pasal 1
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa
perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh
manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan
dalam memenuhi Kebutuhan Dasar Kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar
Iuran Jaminan Kesehatan atau Iuran Jaminan
Kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah.
2. Peserta adalah setiap orang, termasuk orang asing
yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar Iuran Jaminan
Kesehatan.
3. Iuran Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut
Iuran adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja, dan/ atau
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk
program Jaminan Kesehatan.
4. Manfaat adalah faedah jaminan sosial yang menjadi
hak Peserta dan /atau anggota keluarganya.
4a. Kebutuhan Dasar Kesehatan adalah kebutuhan
esensial menyangkut pelayanan kesehatan
perorangan guna pemeliharaan kesehatan,
penghilangan gangguan kesehatan, dan
penyelamatan nyawa, sesuai dengan pola
epidemiologi dan siklus hidup.
4b. Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum
pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta.
5. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang
selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah
fakir miskin dan orang tidak mampu sebagai Peserta
program Jaminan Kesehatan.

6. Pekerja ...

SK No 170486 A

PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

-4-
6. Pekerja adalah setiap orang yang bekerja dengan
menerima Gaji, Upah, atau imbalan dalam bentuk
lain.
7. Pekerja Penerima Upah yang selanjutnya disingkat
PPU adalah setiap orang yang bekerja pada Pemberi
Kerja dengan menerima Gaji atau Upah.
8. Pekerja Bukan Penerima Upah yang selanjutnya
disingkat PBPU adalah setiap orang yang bekerja atau
berusaha atas risiko sendiri.
9. Bukan Pekerja yang selanjutnya disingkat BP adalah
setiap orang yang bukan termasuk kelompok PPU,
PBPU, PBI Jaminan Kesehatan, dan penduduk yang
didaftarkan oleh Pemerintah Daerah.
10. Pejabat Negara adalah pimpinan dan anggota
lembaga negara sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan pejabat lainnya yang ditentukan
oleh Undang-Undang.
11. Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS
adalah warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat tertentu, diangkat sebagai Pegawai Aparatur
Sipil Negara secara tetap oleh pejabat pembina
kepegawaian untuk menduduki jabatan
pemerintahan.
12. Prajurit adalah anggota Tentara Nasional Indonesia.
13. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
selanjutnya disebut Anggota Polri adalah Anggota
Polri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
yang mengatur mengenai Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
14. Veteran adalah Veteran Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Veteran Republik Indonesia.
15. Perintis Kemerdekaan adalah Perintis Kemerdekaan
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai Perintis Kemerdekaan atau
pemberian penghargaan/tunjangan kepada Perintis
Pergerakan Kebangsaan / Kemerdekaan.

16. Pemberi . . .

SK No 198486 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-5-
16. Pemberi Kerja adalah orang perseorangan,
pengusaha, badan hukum, atau badan lainnya yang
mempekerjakan tenaga kerja, atau penyelenggara
negara yang mempekerjakan Pegawai Aparatur Sipil
Negara dengan membayar gaji, upah, atau imbalan
dalam bentuk lainnya.
17. Gaji atau Upah adalah hak Pekerja yang diterima dan
dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari
Pemberi Kerja kepada Pekerja yang ditetapkan dan
dibayar menurut suatu perjanjian kerja,
kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan,
termasuk tunjangan bagi Pekerja dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/ atau jasa yang telah atau
akan dilakukan.
18. Pemutusan Hubungan Kerja yang selanjutnya
disingkat PHK adalah pengakhiran hubungan kerja
karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan
berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/
buruh dan Pemberi Kerja berdasarkan peraturan
perundang-undangan .
19. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang digunakan untuk menyelenggarakan
upaya pelayanan kesehatan perorangan, baik
promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang
dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah, dan /atau masyarakat.
20. Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang
selanjutnya disingkat FKTP adalah Fasilitas
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat nonspesialistik untuk
keperluan observasi, promotif, preventif, diagnosis,
perawatan, pengobatan, dan/ atau pelayanan
kesehatan lainnya.
21. Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan yang
selanjutnya disingkat FKRTL adalah Fasilitas
Kesehatan yang melakukan pelayanan kesehatan
perorangan yang bersifat spesialistik atau sub
spesialistik yang meliputi rawat jalan tingkat
lanjutan, rawat inap tingkat lanjutan, dan rawat inap
di ruang perawatan khusus.
22. Cacat . . .

SK No 198485 A
:ÿ
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA
-6-
22. Cacat Total Tetap adalah cacat yang mengakibatkan
ketidakmampuan seseorang untuk melakukan
pekerjaan.
23. Kecelakaan Kerja adalah kecelakaan yang terjadi
dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang
terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju tempat
kerja atau sebaliknya, dan penyakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja.
24. Kecurangan [fraud) adalah tindakan yang dilakukan
dengan sengaja, untuk mendapatkan keuntungan
finansial dari program Jaminan Kesehatan dalam
Sistem Jaminan Sosial Nasional melalui perbuatan
curang yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
25. Urun Biaya adalah tambahan biaya yang dibayar
Peserta pada saat memperoleh Manfaat pelayanan
kesehatan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan
pelayanan.
26. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan
negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil
Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
27. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
28. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang
selanjutnya disingkat BPJS Kesehatan adalah badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan.
29. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah otonom.

30. Daerah . . .

SK No 198483 A
©
0

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-7-
30. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah
adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas-batas wilayah yang berwenang
mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa
sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam
sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2. Ketentuan ayat (2) Pasal 6 diubah dan ayat (3) dihapus


sehingga Pasal 6 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6
(1) Setiap penduduk Indonesia wajib ikut serta dalam
program Jaminan Kesehatan.
(2) Ikut serta dalam program Jaminan Kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan cara mendaftar atau didaftarkan pada BPJS
Kesehatan, sebagai Peserta.
(3) Dihapus.

3. Di antara Pasal 6 dan Pasal 7 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 6A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 6A
(1) Peserta berhak menentukan FKTP yang diinginkan
saat mendaftar pada BPJS Kesehatan.
(2) Dalam hal Peserta didaftarkan oleh pihak lain,
penentuan FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan
oleh pihak lain atas nama Peserta.
(3) Dalam hal Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain
atas nama Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) merupakan Peserta PBI Jaminan Kesehatan,
penentuan FKTP untuk pertama kali dapat dilakukan
oleh BPJS Kesehatan sesuai domisili Peserta
terdaftar.
(4) Penentuan FKTP untuk pertama kali oleh pihak lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
diinformasikan kepada Peserta.

4. Ketentuan ...

SK No 191976 A
A
&

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-8-
4. Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (5) Pasal 7 diubah,
di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu) ayat,
yakni ayat (2a), serta ayat (6) dihapus sehingga Pasal 7
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 7
(1) Peserta dapat mengganti FKTP tempat Peserta
terdaftar setelah jangka waktu 3 (tiga) bulan.
(2) Penggantian FKTP oleh Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam
jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Peserta pindah domisili dalam jangka waktu
kurang dari 3 (tiga) bulan setelah terdaftar di
FKTP awal, yang dibuktikan dengan surat
keterangan domisili; atau
b. Peserta dalam penugasan dinas atau pelatihan
dalam jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan,
yang dibuktikan dengan surat keterangan
penugasan atau pelatihan.
(2a) Peserta yang didaftarkan oleh pihak lain atas nama
Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6A ayat
(2) juga dapat mengajukan perpindahan FKTP dalam
jangka waktu kurang dari 3 (tiga) bulan setelah
didaftarkan.
(3) Penggantian FKTP sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat (2), dan ayat (2a) mulai berlaku sejak tanggal
1 pada bulan berikutnya.
(4) Dalam hal kondisi Peserta yang terdaftar di FKTP
belum merata, BPJS Kesehatan dapat melakukan
pemindahan Peserta ke FKTP lain setelah
mendapatkan persetujuan dari Peserta.
(5) Pemindahan Peserta ke FKTP lain sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) bertujuan untuk pemerataan,
peningkatan akses, dan peningkatan mutu layanan
kesehatan dengan mempertimbangkan jumlah
Peserta yang terdaftar, ketersediaan dokter, tenaga
kesehatan selain dokter, dan sarana prasarana di
FKTP.
(6) Dihapus ...

SK No 191975 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

-9-
(6) Dihapus.
(7) Pemindahan Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) dilakukan setelah berkoordinasi dengan:
a. dinas kesehatan kabupaten/kota untuk
pemindahan an tar FKTP milik pemerintah;
b. asosiasi Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan
an tar FKTP bukan milik pemerintah; atau
c. dinas kesehatan kabupaten/kota dan asosiasi
Fasilitas Kesehatan untuk pemindahan antara
FKTP milik pemerintah dengan FKTP bukan
milik pemerintah.
(8) Dalam hal terjadi perpindahan Peserta yang berasal
dari Prajurit atau Anggota Polri, BPJS Kesehatan
harus berkoordinasi dengan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahan Peserta
diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.

5. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah dan


setelah ayat (3) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (4)
sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 15
(1) Setiap PBPU dan BP wajib mendaftarkan dirinya dan
anggota keluarganya sebagai Peserta Jaminan
Kesehatan pada BPJS Kesehatan dengan membayar
Iuran.
(2) BPJS Kesehatan harus melakukan verifikasi
pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dalam waktu 14 (empat belas) hari sejak pendaftaran.
(3) Pembayaran Iuran oleh PBPU dan BP dapat
dilakukan setelah selesai masa verifikasi pendaftaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Dalam hal PBPU dan BP belum mendaftarkan
anggota keluarganya, BPJS Kesehatan harus
memberikan informasi kepada Peserta terkait
kepesertaan dan membantu percepatan pendaftaran
anggota keluarganya.

6. Ketentuan . . .

SK No 191974 A
IS

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 10 -
6. Ketentuan ayat (2) sampai dengan ayat (6) Pasal 27
diubah, di antara ayat (2) dan ayat (3) disisipkan 1 (satu)
ayat, yakni ayat (2a), dan di antara ayat (3) dan ayat (4)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (3a) sehingga Pasal 27
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 27
(1) Peserta PPU yang mengalami PHK tetap memperoleh
hak Manfaat Jaminan Kesehatan paling lama 6
(enam) bulan sejak di PHK, tanpa membayar Iuran.
(2) PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan
dengan:
a. bukti diterimanya PHK oleh Pekerja dan tanda
terima laporan PHK dari dinas Daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang ketenagakerjaan;
b. perjanjian bersama dan tanda terima laporan
PHK dari dinas Daerah kabupaten/kota yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang ketenagakerjaan atau akta bukti
pendaftaran perjanjian bersama; atau
c. petikan atau putusan pengadilan hubungan
industrial yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
(2a) Bukti PHK sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
untuk selanjutnya disampaikan oleh Pemberi Kerja
dan/ atau Pekerja kepada BPJS Kesehatan.
(3) Dalam hal perselisihan PHK masih dalam proses
penyelesaian, Pemberi Kerja dan Pekerja tetap
melaksanakan kewajiban membayar Iuran sampai
dengan adanya putusan PHK yang berkekuatan
hukum tetap.
(3a) Dalam hal Pemberi Kerja tidak membayarkan Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tunggakan
Iuran wajib dibayarkan oleh Pemberi Kerja kepada
BPJS Kesehatan dan Pekerja tetap memperoleh hak
Manfaat pelayanan kesehatan.

(4) Dalam . . .

SK No 191973 A
©

PRESIDE!*
REPUBLIK INDONESIA

- 11 -

(4) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK


membutuhkan pelayanan rawat inap, Manfaat
Jaminan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan berupa Manfaat pelayanan Kelas
Rawat Inap Standar atau di ruang perawatan kelas III
untuk rumah sakit yang belum menerapkan Kelas
Rawat Inap Standar.
(5) Peserta PPU yang mengalami PHK sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang telah bekeija kembali
wajib memperpanjang atau melanjutkan status
kepesertaannya dengan didaftarkan oleh Pemberi
Keija atau dengan mendaftarkan diri sendiri.
(6) Dalam hal Peserta PPU yang mengalami PHK
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak bekerja
kembali dan tidak mampu, Peserta melaporkan
dirinya beserta keluarga ke dinas Daerah
kabupaten/kota yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang sosial untuk didaftarkan
menjadi Peserta PBI Jaminan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 32 diubah
dan setelah ayat (4) ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni
ayat (5) sehingga Pasal 32 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 32
(1) Batas paling tinggi Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) yaitu sebesar Rpl2.000.000,00 (dua belas
juta rupiah).
(2) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
bagi Peserta PPU sebagaimana dimaksud dalam Pasal
30 ayat (1) yaitu sebesar upah minimum provinsi.

(3) Dalam . . .

SK No 191972 A
0
★;
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 12 -
(3) Dalam hal ditetapkan upah minimum
kabupaten / kota maka yang menjadi dasar
perhitungan besaran Iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) yaitu sebesar upah minimum
kabupaten / kota.
(4) Ketentuan batas paling rendah Gaji atau Upah per
bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan
besaran Iuran bagi Peserta PPU sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dikecualikan bagi
Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil.
(5) Batas paling rendah Gaji atau Upah per bulan yang
digunakan sebagai dasar perhitungan besaran Iuran
bagi Peserta PPU pada usaha mikro dan kecil
ditetapkan setelah dilakukan kajian aktuaria oleh
Kementerian Keuangan, Kementerian
Ketenagakerjaan, Kementerian Kesehatan, Dewan
Jaminan Sosial Nasional, dan BPJS Kesehatan.

8. Ketentuan ayat (5), ayat (6), ayat (6a), ayat (7), ayat (8), dan
ayat (9) Pasal 42 diubah dan di antara ayat (5) dan ayat (6)
disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5a) sehingga Pasal 42
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 42
(1) Dalam hal Peserta dan/ atau Pemberi Kerja tidak
membayar Iuran sampai dengan akhir bulan berjalan
maka penjaminan Peserta diberhentikan sementara
sejak tanggal 1 bulan berikutnya.
(2) Dalam hal Pemberi Kerja belum melunasi tunggakan
Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
BPJS Kesehatan, Pemberi Kerja wajib bertanggung
jawab pada saat Pekerjanya membutuhkan
pelayanan kesehatan sesuai dengan Manfaat yang
diberikan.

(3) Pemberhentian . . .

SK No 170485 A
a
PRESIDEN
REPUB LI K INDONESIA

- 13 -
(3) Pemberhentian sementara penjaminan Peserta
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir dan
status kepesertaan aktif kembali, apabila Peserta:
a. telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling
banyak untuk waktu 24 (dua puluh empat)
bulan; dan
b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin
mengakhiri pemberhentian sementara jaminan.
(3a) Untuk tahun 2020, pemberhentian sementara
penjaminan Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) berakhir dan status kepesertaan aktif
kembali, apabila Peserta:
a. telah membayar Iuran bulan tertunggak, paling
banyak untuk waktu 6 (enam) bulan;
b. membayar Iuran pada bulan saat Peserta ingin
mengakhiri pemberhentian sementara jaminan;
dan
c. dengan sisa Iuran bulan yang masih tertunggak
setelah pembayaran tunggakan Iuran
sebagaimana dimaksud pada huruf a masih
menjadi kewajiban Peserta.
(3b) Untuk mempertahankan status kepesertaan aktif,
Peserta wajib melunasi sisa Iuran bulan yang masih
tertunggak sebagaimana dimaksud pada ayat (3a)
huruf c seluruhnya paling lambat pada tahun 202 1.
(4) Pembayaran Iuran tertunggak dapat dibayar oleh
Peserta atau pihak lain atas nama Peserta.
(5) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Peserta sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) wajib membayar denda kepada BPJS
Kesehatan untuk satu kali rawat inap tingkat
lanjutan yang diperolehnya.

(5a) Dalam ...

SK No 191970 A
*%
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 14 -
(5a) Dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak status
kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud
pada ayat (3a) dan ayat (3b), Peserta sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda
kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan
kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang
diperolehnya.
(6) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sebesar
5% (lima persen) dari perkiraan biaya paket
Indonesian Case Based Groups berdasarkan diagnosa
dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak
dengan ketentuan:
a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua
belas) bulan; dan
b. besar denda paling tinggi Rp20.000.000,00 (dua
puluh juta rupiah).
(6a) Untuk tahun 2020, denda sebagaimana dimaksud
pada ayat (5a) yaitu sebesar 2,5% (dua koma lima
persen) dari perkiraan biaya paket Indonesian Case
Based Groups berdasarkan diagnosa dan prosedur
awal untuk setiap bulan tertunggak dengan
ketentuan:
a. jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 (dua
belas) bulan; dan
b. besar denda paling tinggi Rp30.000.000,00 (tiga
puluh juta rupiah).
(7) Bagi Peserta PPU, pembayaran Iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b) dan ayat
(4), serta denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5),
ayat (5a), ayat (6), dan ayat (6a) ditanggung oleh
Pemberi Keija.
(8) Ketentuan pembayaran Iuran sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), ayat (3a), ayat (3b), dan ayat (4), serta
denda sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat
(5a), ayat (6), dan ayat (6a) dikecualikan untuk:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan; dan

b. Peserta ...

SK No 170484 A
&

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 15 -

b. Peserta PBPU dan Peserta BP yang luran-nya


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)
huruf a angka 3 dan huruf b angka 3 seluruhnya
dibayar oleh Pemerintah Daerah.
(9) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembayaran Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (3a), ayat
(3b), ayat (4), ayat (7), dan ayat (8), serta denda
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), ayat (5a), ayat
(6), ayat (6a), ayat (7), dan ayat (8) diatur dengan
Peraturan BPJS Kesehatan setelah berkoordinasi
dengan kementerian/lembaga terkait.

9. Ketentuan Pasal 46 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 46
(1) Setiap Peserta berhak memperoleh Manfaat Jaminan
Kesehatan berupa Manfaat medis dan Manfaat
nonmedis.
(2) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan Manfaat pelayanan kesehatan
perorangan yang mencakup layanan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif, termasuk
pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan medis
habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan.
(3) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
diberikan berdasarkan Kebutuhan Dasar Kesehatan.
(4) Manfaat medis berdasarkan Kebutuhan Dasar
Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
memiliki kriteria sebagai berikut:
a. upaya pelayanan kesehatan perorangan;
b. pelayanan kesehatan untuk menyelamatkan
nyawa dan menghilangkan gangguan
produktivitas;
c. pelayanan kesehatan yang menimbulkan risiko
yang tidak tertanggungkan bagi Peserta;
d. pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien;
e. pelayanan yang terstandar;

f. tidak ...

SK No 191968 A
©

PRESIDEM
REPUBUK INDONESIA

- 16 -

f. tidak dibedakan berdasarkan besaran Iuran


Peserta; dan/atau
g. bukan cakupan program lain.
(5) Manfaat medis sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
juga berlaku bagi bayi baru lahir dari Peserta paling
lama 28 (dua puluh delapan) hari sejak dilahirkan.
(6) Manfaat nonmedis sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) merupakan Manfaat yang menunjang pelayanan
kesehatan termasuk fasilitas ruang perawatan pada
pelayanan rawat inap.
(7) Fasilitas ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mencakup
sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, dan
peralatan yang diberikan berdasarkan Kelas Rawat
Inap Standar.

10. Di antara Pasal 46 dan Pasal 47 disisipkan 1 (satu) pasal,


yakni Pasal 46A sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 46A
(1) Kriteria fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (7) terdiri
atas:
a. komponen bangunan yang digunakan tidak
boleh memiliki tingkat porositas yang tinggi;
b. ventilasi udara;
c. pencahayaan ruangan;
d. kelengkapan tempat tidur;
e. nakas per tempat tidur;
f. temperatur ruangan;
g- ruang rawat dibagi berdasarkan jenis kelamin,
anak atau dewasa, serta penyakit infeksi atau
noninfeksi;
h. kepadatan ruang rawat dan kualitas tempat
tidur;

i. tirai . ..

SK No 191967 A
©

PRESIDEIM
REPUBLIK INDONESIA

- 17 -
i. tirai/partisi an tar tempat tidur;
j. kamar mandi dalam ruangan rawat inap;
k. kamar mandi memenuhi standar aksesibilitas;
dan
1. outlet oksigen.
(2) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku
untuk:
a. pelayanan rawat inap untuk bayi atau
perinatologi;
b. perawatan intensif;
c. pelayanan rawat inap untuk pasien jiwa; dan
d. ruang perawatan yang memiliki fasilitas khusus.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk kriteria dan
penerapan Kelas Rawat Inap Standar diatur dengan
Peraturan Menteri.

11. Ketentuan ayat (1) huruf a dan ayat (3) Pasal 47 diubah
sehingga Pasal 47 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 47
(1) Pelayanan kesehatan yang dijamin terdiri atas:
a. pelayanan kesehatan tingkat pertama, meliputi
pelayanan kesehatan nonspesialistik yang
mencakup:
1. administrasi pelayanan;
2. pelayanan promotif dan preventif
perorangan;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis;
4. tindakan medis nonspesialistik baik bedah
maupun nonbedah;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
6. pemeriksaan ...

SK No 191966 A
m
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 18 -
6. pemeriksaan penunjang diagnostik tingkat
pratama; dan
7. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan
indikasi medis;
b. pelayanan kesehatan rujukan tingkat lanjutan,
meliputi pelayanan kesehatan yang mencakup:
1. administrasi pelayanan;
2. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
medis dasar;
3. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi
spesialistik;
4. tindakan medis spesialistik, baik bedah
maupun nonbedah sesuai dengan indikasi
medis;
5. pelayanan obat, alat kesehatan, dan bahan
medis habis pakai;
6. pelayanan penunjang diagnostik lanjutan
sesuai dengan indikasi medis;
7. rehabilitasi medis;
8. pelayanan darah;
9. pemulasaran jenazah Peserta yang
meninggal di Fasilitas Kesehatan;
10. pelayanan keluarga berencana;
11. perawatan inap nonintensif; dan
12. perawatan inap di ruang intensif.
c. pelayanan ambulans darat atau air.
(2) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 2 hanya berlaku untuk
pelayanan kesehatan pada unit gawat darurat.
(3) Alat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a angka 5 dan huruf b angka 5 merupakan
seluruh alat kesehatan yang digunakan dalam rangka
penyembuhan, termasuk alat bantu kesehatan.

(4) Pelayanan . ..

SK No 191965 A
0
£
PRESIDED
REPUBLIK INDONESIA

- 19 -
(4) Pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b angka 10, tidak termasuk pelayanan
keluarga berencana yang telah dibiayai Pemerintah
Pusat.
(5) Pelayanan ambulans darat atau air sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan
pelayanan transportasi pasien rujukan dengan
kondisi tertentu antar Fasilitas Kesehatan disertai
dengan upaya menjaga kestabilan kondisi pasien
untuk kepentingan keselamatan pasien.

12. Ketentuan ayat (1), ayat (4), ayat (5), ayat (8), ayat (9), dan
ayat (11) Pasal 48 diubah dan di antara ayat (9) dan ayat
(10) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (9a) sehingga Pasal
48 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 48
( 1) Manfaat pelayanan promotif dan preventif perorangan
meliputi pemberian pelayanan:
a. penyuluhan kesehatan perorangan;
b. imunisasi rutin;
c. keluarga berencana;
d. skrining riwayat kesehatan dan pelayanan
penapisan atau skrining kesehatan tertentu; dan
e. peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita
penyakit kronis.
(2) Penyuluhan kesehatan perorangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi paling sedikit
penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat.
(3) Pelayanan imunisasi rutin sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b meliputi pemberian jenis
imunisasi rutin sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan .

(4) Pelayanan . . .

SK No 191964 A
m

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 20 -

(4) Pelayanan keluarga berencana sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi konseling
dan pelayanan kontrasepsi, termasuk vasektomi dan
tubektomi yang bekerja sama dengan Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
(5) Ketentuan mengenai pemenuhan kebutuhan alat dan
obat kontrasepsi bagi Peserta di Fasilitas Kesehatan
diatur dengan Peraturan Kepala Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
(6) Vaksin untuk imunisasi rutin serta alat dan obat
kontrasepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
ayat (4) disediakan oleh Pemerintah Pusat dan/atau
Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(7) Pelayanan skrining riwayat kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan secara
selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko
penyakit dengan menggunakan metode tertentu.
(8) Pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d diberikan secara selektif melalui skrining riwayat
kesehatan terlebih dahulu yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak
lanjutan risiko penyakit tertentu.
(9) Jenis pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
d dilakukan di FKTP untuk penapisan penyakit:
a. diabetes mellitus;
b. hipertensi;
c. ischaemic heart disease;
d. stroke;
e. kanker leher rahim;
f. kanker payudara;
g. anemia remaja putri;
h. tuberkulosis;

i. hepatitis . . .

SK No 191963 A
0

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 21 -
i. hepatitis;
j. paru obstruktif kronis;
k. talasemia;
1. kanker usus;
m. kanker paru; dan
n. hipotiroid kongenital.
(9a) Dalam hal dibutuhkan pemeriksaan lanjutan
berdasarkan hasil penapisan atau skrining kesehatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemeriksaan
lanjutan dilakukan di FKTP dan /atau FKRTL sesuai
indikasi medis dan sistem rujukan yang berlaku.
(10) Peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita
penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf e ditujukan kepada Peserta penderita penyakit
kronis tertentu untuk mengurangi risiko akibat
komplikasi penyakit yang dideritanya.
(11) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan skrining
riwayat kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(7), pelayanan penapisan atau skrining kesehatan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dan
peningkatan kesehatan bagi Peserta penderita
penyakit kronis sebagaimana dimaksud pada ayat
(10) diatur dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait.

13. Ketentuan ayat (3) Pasal 51 diubah sehingga Pasal 51


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 51
(1) Peserta dapat meningkatkan perawatan yang lebih
tinggi dari haknya termasuk rawat jalan eksekutif
dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan
atau membayar selisih antara biaya yang dijamin oleh
BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar
akibat peningkatan pelayanan.
(2) Selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS
Kesehatan dengan biaya akibat peningkatan
pelayanan dapat dibayar oleh:

a. Peserta . . .

SK No 191962 A

JC
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 22 -
a. Peserta yang bersangkutan;
b. Pemberi Kerja; atau
c. asuransi kesehatan tambahan.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikecualikan bagi:
a. Peserta PBI Jaminan Kesehatan;
b. Peserta BP dengan Manfaat pelayanan di ruang
perawatan Kelas III;
c. Peserta PBPU dengan Manfaat pelayanan di
ruang perawatan Kelas III;
d. Peserta PPU yang mengalami PHK dan anggota
keluarganya; atau
e. Peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah
Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

14. Ketentuan ayat (1) huruf d, huruf m, dan huruf r Pasal 52


diubah sehingga Pasal 52 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 52
(1) Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi:
a. pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas
Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS
Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat;
c. pelayanan kesehatan terhadap penyakit atau
cedera akibat Kecelakaan Kerja atau hubungan
kerja yang telah dijamin oleh program jaminan
Kecelakaan Kerja atau menjadi tanggungan
Pemberi Kerja;
d. pelayanan kesehatan yang jaminan
pertanggungannya diberikan oleh program
jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat
wajib sampai nilai atau ketentuan yang
ditanggung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan diberikan sesuai hak
kelas rawat Peserta;
e. pelayanan . . .

SK No 191961 A
©

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 23 -
e. pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar
negeri;
f. pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik;
g- pelayanan untuk mengatasi infertilitas;
h. pelayanan meratakan gigi atau ortodonsi;
i. gangguan kesehatan/ penyakit akibat
ketergantungan obat dan/ atau alkohol;
j- gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti
diri sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri;
k. pengobatan komplementer, altematif, dan
tradisional, yang belum dinyatakan efektif
berdasarkan penilaian teknologi kesehatan;
1. pengobatan dan tindakan medis yang
dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen;
m. alat dan obat kontrasepsi serta kosmetik;
n. perbekalan kesehatan rumah tangga;
o. pelayanan kesehatan akibat bencana pada
masa tanggap darurat, kejadian luar
biasa/wabah;
P- pelayanan kesehatan pada kejadian tak
diharapkan yang dapat dicegah;
q- pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
dalam rangka bakti sosial;
r. pelayanan kesehatan akibat tindak
pidana penganiayaan, kekerasan
seksual, korban terorisme, dan tindak
pidana perdagangan orang yang telah dijamin
melalui skema pendanaan lain yang
dilaksanakan kementerian / lembaga atau
Pemerintah Daerah sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;

s. pelayanan . . .

SK No 191960 A
[ÿ
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 24 -

s. pelayanan kesehatan tertentu yang berkaitan


dengan Kementerian Pertahanan, Tentara
Nasional Indonesia, dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
t. pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan
dengan Manfaat Jaminan Kesehatan yang
diberikan; atau
u. pelayanan yang sudah ditanggung dalam
program lain.
(2) Pelayanan kesehatan yang tidak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi
rujukan atas permintaan sendiri dan pelayanan
kesehatan lain yang tidak sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri
sendiri atau akibat melakukan hobi yang
membahayakan diri sendiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf j, pengobatan dan tindakan medis
yang dikategorikan sebagai percobaan atau
eksperimen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf 1, dan kejadian tak diharapkan yang dapat
dicegah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf p
ditetapkan oleh Menteri.

15. Pasal 54A dihapus.

16. Pasal 54B dihapus.

17. Ketentuan Pasal 64 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 64
(1) Dalam hal di suatu Daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi
kebutuhan medis sejumlah Peserta, BPJS Kesehatan
wajib memberikan kompensasi.

(2) Daerah ...

SK No 191959 A
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA
- 25 -
(2) Daerah yang belum tersedia Fasilitas Kesehatan yang
memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) jika:
a. desa/kelurahan dan/atau kecamatan:
1. tidak tersedia FKTP atau jaringan
Puskesmas atau jejaring FKTP;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum
memenuhi syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKTP namun sulit diakses; atau
b. kabupaten / kota:
1. tidak tersedia FKRTL;
2. tersedia Fasilitas Kesehatan namun belum
memenuhi syarat kerja sama; dan/atau
3. tersedia FKRTL namun sulit diakses.
(3) Penentuan Daerah belum tersedia Fasilitas
Kesehatan yang memenuhi syarat sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh kepala daerah
berdasarkan pertimbangan BPJS Kesehatan
dan/atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.
(4) Penetapan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) dilakukan dengan memperhatikan:
a. letak geografis;
b. keterbatasan sarana;
c. infrastruktur;
d. aksesibilitas yang menjadi hambatan FKTP
mencapai desa;
e. ketersediaan tenaga kesehatan; dan
f. ketersediaan Fasilitas Kesehatan.
(5) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat berupa:
a. penyediaan Fasilitas Kesehatan melalui kerja
sama dengan pihak lain yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria
khusus;
b. pengiriman tenaga kesehatan; dan/atau
c. penggantian . . .

SK No 170482 A
PRESIDEN
REPUBL1K INDONESIA

- 26 -

c. penggantian uang tunai untuk biaya pelayanan


kesehatan, sesuai dengan hak Peserta.
(6) Keija sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud
pada ayat (5) huruf a termasuk dengan Fasilitas
Kesehatan bergerak.
(7) Dalam melaksanakan kerja sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (5) huruf a, BPJS Kesehatan
mengutamakan kemudahan akses pelayanan
kesehatan bagi masyarakat setempat.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan
persyaratan pemberian kompensasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (7) diatur
dengan Peraturan BPJS Kesehatan setelah
berkoordinasi dengan Menteri.

18. Ketentuan ayat (2) Pasal 69 diubah sehingga Pasal 69


berbunyi sebagai berikut:
Pasal 69
(1) Standar tarif pelayanan kesehatan di FKTP dan
FKRTL ditetapkan oleh Menteri.
(2) Menteri menetapkan standar tarif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) setelah:
a. berkoordinasi dengan menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang keuangan, Dewan Jaminan Sosial
Nasional, dan BPJS Kesehatan;
b. mendapatkan masukan dari asosiasi Fasilitas
Kesehatan; dan
c. mempertimbangkan ketersediaan Fasilitas
Kesehatan, pemanfaatan atau utilisasi
pelayanan kesehatan, tingkat risiko Peserta,
regionalisasi, dan kemampuan keuangan dana
jaminan sosial kesehatan.

19. Ketentuan ...

SK No 191957 A

PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

- 27 -

19. Ketentuan Pasal 71 diubah sehingga berbunyi sebagai


berikut:
Pasal 71
(1) BPJS Kesehatan melakukan pembayaran kepada:
a. FKTP secara:
1. praupaya atau kapitasi; dan/atau
2. klaim pelayanan kesehatan/ nonkapitasi;
dan
b. FKRTL secara:
1. Indonesian Case Based Groups; dan/atau
2. non-Indonesian Case Based Groups.
(2) Dalam melakukan pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan dapat
mengembangkan sistem pembayaran.
(3) Pengembangan sistem pembayaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rangka
penguatan pembayaran di FKTP dan FKRTL yang
lebih berhasil guna.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan
sistem pembayaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan BPJS
Kesehatan setelah berkoordinasi dengan Menteri dan
lembaga terkait.

20. Ketentuan ayat (1) Pasal 72 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal
72 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 72
(1) Cara pembayaran dengan Indonesian Case Based
Groups untuk FKRTL sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 71 ayat (1) huruf b angka 1 ditetapkan sesuai
kelas rumah sakit.

(2) Dalam ...

SK No 198492 A
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

- 28 -

(2) Dalam hal ditemukan ketidaksesuaian kelas rumah


sakit berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan pada saat kredensial atau re-kredensial
maka BPJS Kesehatan harus melaporkan kepada
Menteri untuk dilakukan reviu.
(3) Reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) bulan
dengan melibatkan unsur Kementerian Kesehatan,
BPJS Kesehatan, dan asosiasi rumah sakit.
(4) Hasil reviu kelas rumah sakit sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dijadikan dasar penyesuaian kontrak
oleh BPJS Kesehatan dengan rumah sakit.
(5) Apabila reviu kelas rumah sakit belum dapat
diselesaikan sesuai dengan jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), BPJS
Kesehatan melakukan pembayaran tarif sesuai hasil
kredensial atau re-kredensial yang telah disepakati
oleh BPJS Kesehatan bersama dinas kesehatan
dan/ atau asosiasi Fasilitas Kesehatan.

21. Setelah ayat (2) Pasal 83 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni


ayat (3) sehingga Pasal 83 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 83
(1) Dalam menetapkan kebijakan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 82, Menteri dan menteri
terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional
berwenang mengakses dan meminta data dan
informasi dari BPJS Kesehatan.
(2) BPJS Kesehatan wajib memberikan akses dan
menyediakan data dan informasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan menteri
terkait serta Dewan Jaminan Sosial Nasional.

(3) Dalam ...

SK No 198491 A
[ÿj
PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 29 -

(3) Dalam rangka kemudahan akses data dan informasi,


BPJS Kesehatan dan kementerian/ lembaga terkait
melakukan interoperabilitas sistem secara penuh
antar sistem informasi program Jaminan Kesehatan
pada kementerian /lembaga terkait dan BPJS
Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan .

22. Ketentuan ayat (4) Pasal 98 diubah dan setelah ayat (4)
ditambahkan 3 (tiga) ayat, yakni ayat (5), ayat (6), dan ayat
(7) sehingga Pasal 98 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 98
(1) Untuk kesinambungan penyelenggaraan program
Jaminan Kesehatan dilakukan monitoring dan
evaluasi.
(2) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada aspek:
a. kepesertaan;
b. pelayanan kesehatan;
c. Iuran;
d. pembayaran ke Fasilitas Kesehatan;
e. keuangan;
f. organisasi dan kelembagaan; dan
g. regulasi.
(3) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Kementerian Kesehatan,
Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,
Kementerian Dalam Negeri, Kementerian
Perencanaan Pembangunan N asional / Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, Badan
Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan, Dewan Jaminan Sosial Nasional,
Otoritas Jasa Keuangan, dan Pemerintah Daerah
sesuai kewenangan masing-masing.

(4) Monitoring . . .

SK No 198490 A
PRESIDEN
REPUBUK INDONESIA

- 30 -
(4) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan secara terpadu dan dilakukan
dengan membangun sistem informasi yang
terhubung secara interoperabilitas dengan sistem
informasi yang dimiliki oleh kementerian/lembaga
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
(5) Pelaksanaan monitoring dan evaluasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dikoordinasikan oleh Dewan
Jaminan Sosial Nasional.
(6) BPJS Kesehatan memberikan akses data dan
informasi untuk kepentingan monitoring dan evaluasi
kepada kementerian / lembaga sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dalam lingkup aspek
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(7) Pemberian data dan informasi di luar ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan
melalui perjanjian keija sama sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

23. Ketentuan ayat (2) huruf c dan ayat (5) Pasal 99 diubah
sehingga Pasal 99 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 99
(1) Pemerintah Daerah wajib mendukung
penyelenggaraan program Jaminan Kesehatan.
(2) Dukungan Pemerintah Daerah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. peningkatan pencapaian kepesertaan di
wilayahnya;
b. kepatuhan pembayaran Iuran;
c. ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan; dan
d. dukungan lainnya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dalam rangka
menjamin kesinambungan program Jaminan
Kesehatan.

(3) Dukungan . . .

SK No 198500 A
©

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 31 -
(3) Dukungan peningkatan pencapaian kepesertaan di
wilayahnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf a dilaksanakan melalui penerbitan regulasi
yang mempersyaratkan kepesertaan program
Jaminan Kesehatan dalam memperoleh pelayanan
publik.
(4) Dukungan kepatuhan pembayaran Iuran
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilaksanakan melalui pelaksanaan pembayaran
Iuran secara tepat jumlah dan tepat waktu.
(5) Dukungan ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
huruf c dilaksanakan melalui penyediaan Fasilitas
Kesehatan, pemenuhan standar pelayanan minimal,
dan pelaksanaan program kesehatan yang memiliki
daya ungkit dalam peningkatan akses dan mutu
layanan kesehatan.
(6) Dukungan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) huruf d dilaksanakan melalui kontribusi dari
pajak rokok bagian hak masing-masing Daerah
provinsi/ kabupaten/ kota.

24. Di antara Pasal 103A dan Pasal 104 disisipkan 1 (satu)


pasal, yakni Pasal 103B sehingga berbunyi sebagai
berikut:
Pasal 103B
(1) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46A
dilaksanakan secara menyeluruh untuk rumah sakit
yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan paling
lambat tanggal 30 Juni 2025.
(2) Dalam jangka waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rumah sakit
dapat menyelenggarakan sebagian atau seluruh
pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap
Standar sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

(3) Dalam ...

SK No 158047 A
©

PRESIDEN
REPUBLIK INDONESIA

- 32 -
(3) Dalam hal rumah sakit telah menerapkan fasilitas
ruang perawatan pada pelayanan rawat inap
berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar dalam jangka
waktu sebelum tanggal 30 Juni 2025 sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), pembayaran tarif oleh BPJS
Kesehatan dilakukan sesuai tarif kelas rawat inap
rumah sakit yang menjadi hak Peserta sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Penerapan fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap berdasarkan Kelas Rawat Inap Standar
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilakukan evaluasi dengan mempertimbangkan
keberlangsungan program Jaminan Kesehatan.
(5) Dalam masa penerapan fasilitas ruang perawatan
pada pelayanan rawat inap berdasarkan Kelas Rawat
Inap Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), Menteri melakukan pembinaan terhadap
Fasilitas Kesehatan.
(6) Evaluasi fasilitas ruang perawatan pada pelayanan
rawat inap sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
dilakukan oleh Menteri dengan berkoordinasi dengan
BPJS Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional,
dan menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan.
(7) Hasil evaluasi dan koordinasi fasilitas ruang
perawatan pada pelayanan rawat inap sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) menjadi dasar penetapan
Manfaat, tarif dan Iuran.
(8) Penetapan Manfaat, tarif, dan Iuran sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) ditetapkan paling lambat
tanggal 1 Juli 2025.

Pasal II
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.

Agar . ..

SK No 158046 A

PRESIDE*
REPUBLIK INDONESIA
- 33 -
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan
pengundangan Peraturan Presiden ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2024

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

JOKO WIDODO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 8 Mei 2024

MENTERI SEKRETARIS NEGARA


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

PRATIKNO

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 82

Salinan sesuai dengan aslinya


KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
Deputi •undang-undangan dan
m
&
|fcasi
Hukum,
&Q
2

&38
s •S
ranna Djaman

SK No 170455 A

Anda mungkin juga menyukai