Tes Mengukur Tenis Meja
Tes Mengukur Tenis Meja
Tes Mengukur Tenis Meja
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Bilamana dinyatakan telah terjadi kemajuan? Pertanyaan ini sederhana akan tetapi berimplikasi cukup luas terhadap berbagai hal. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka yang harus dipenuhi adalah kita kita harus mengetahui tentang keadaan terakhir kemudian membandingkan dengan keadaan awal pada saat suatu program tertentu akan diberlakukan. Melalui upaya komparatif ininakan terjawab efektivitas keamjuan yang berhasil dicapai oleh setiap peserta. Akan tetapi, permasalahannya tidak terhenti sampai disitu saja sebab dengan dasar apa kita dapat membandingkan dua keadaan tersebut. Dasar tersebut dapat berupa informasi atau data yang dapat berupa informasi atau data yang merupakan substansi inti yang akan dituju dalam proses pengambilan keputusan terhadap berbagai keadaan atau kemajuan. Seperti telah diketahui, bahwa untuk memperoleh data tersebut diperlukan suatu proses pengumpulan data dan alat ukur untuk mengumpulkannya. Uraian singkat tersebut, secara implicit menunjukkan semacam rangkaian antara tes, pengukuran dan evaluasi. Pertanyaan berikutnya adalah untuk apa kita melakukan evaluasi? Apa yang terjadi seandainya olahraga tanpa memiliki alat ukur atau tes? Tentunya dapat dipastikan bahwa bidang keolahragaan, baik keadaan, tingkat kemajuan, maupun berbagai kendala dalam pembinaan olahraga tidak akan tampak (covered). Dan akhirnya, pengembangan bidang keolahragaan
tidak memiliki sasaran yang pasti dalam, baik dalam tataran visi misi maupun perencanaan strategis jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan adanya tes yang memenuhi syarat dan melalui dan melalui pengukuran sesuai prosedur yang semestinya, akan dapat dievaluasi secara bertahap dan berkelanjutan segala program yang terkait denghan pembinaan olahraga. Terdapat beberapa jenis tes yang dapat dipergunakan dapat untuk mengukur aspek dalam bidang olahraga. Pengetahuan dan dan pemahaman secara utuh terhadap tes-tes tersebut akan sangat membantu keberhasilan pelakasanaan tugas pembinaan olahraga. Adapaun pihak-pihak yang sangat berkepentingan terhadap hal tersebut antara lain meliputi: Pembina olahraga (pelatih, pengurus induk organisasi keolahragaan seperti : KONI, PB/PP, Pengda, Pengcab dan Klub), atlet, dosen serta guru pendidikan jasmani. Dalam pendidikan jasmani evaluasi kemajuan hasil belajar dilaksanakan dengan mempergunakan berbagai jenis tes, baik tes kesegaran jasmani maupun tes-tes keterampilan olahraga. Evaluasi yang dilakukan tersebut berbeda dari mata pelajaran lainnya, yang sebagian besar hanya mengukur ranah pengetahuan (kognitif) saja. Sedangkan evaluasi dalam pendidikan jasmani, disamping ranah kognitif dan ranah afektif, maka ranah psikomotor merupakan sasaran utamanya. Demikian halnya dalam bidang olahraga, apalagi pada berbagai cabang olahraga yang ditingkat kompetisinya tinggi, pengukuran dan evaluasi keterampilan menjadi bagian yang begitu penting karena dengan dilakukannya pengukuran tersebut akan diperoleh informasi yang selanjutnya dapat dipergunakan untuk
berbagai tujuan, seperti : untuk menyeleksi, menentukan status, klasifikasi, menetukan bahan atau program latihan, menentukan metode dan alat yang diperlukan untuk latihan, disamping untuk memotivasi serta menetukan alat evaluasi (test) yang tepat. Karena besarnya peranan tes keterampilan olahraga dalam usaha memperbaiki proses pembelajaran ataupun latihan maka dipandang penting untuk membahasnya sekarang.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, dapat kami rumuskan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini adalah : Pengertian tes dan pengukuran Kriteria pemilihan tes Aspek-Aspek yang Diukur Tes dan pengukuran tenis mej
C. Tujuan Penulisan Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan penulisan makalah kami ini adalah : evaluasi keberhasilan pembelajaran pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan bahan acuan pembelajaran bagi mahasiswa pendidikan jasmani terhadap mata kuliah tes dan pengukuran
BAB II PEMBAHASAN
A. Sejarah Tes dan Olahraga Dalam sejarah pengukuran pendidikan jasmani dan olahraga,
perkembangannya hampir sepenuhnya mengikuti perkembangan pengukuran dalam pendidikan. Perkembangan pendidikan jasmani mengikuti tahapan penting dari pendidikan secara keseluruhan. Kajian pustaka yang berhubungan dengan tesdan pengukuran dalam pendidikan jasmani mengungkapkan bahwa sumbangan-sumbangan berharga diberikan oleh tokoh-tokoh baik secara perorangan maupun kelompok. Bermacam-macam bentuk instrument telah dikembangkan dan dipergunakan, mulai dari meteran kayu sampai elektronik dalam bidang fisiologis.
B. Pengertian Tes dan Pengukuran 1. Tes Tes merupakan alat ukur. Suharsimi (1995 : 51), menjelaskan tes adalah sesuatu alat atau prosedir yang di gunakan untuk mengetahui atau mengukur suatu dalam suasana dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Cronbach (1970) mengertikan testing sebagai pesedur yang sistematisuntuk mengamati perilakuseseorang dan mendeskripsikannya dengan bantuan sistemnmerik atau sistem katagori. Farnandes (1984)
mengartikan
tes
sebagai
suatu
prosedur
yang
sistematis
untuk
mengobservasi perilaku seseorang dan menggambarkannyadalam bentuk sekala numeric atau sistem katagori. Tujuan tes
Untuk mengetahui tingkat kemampuan seseorang baik kognitif, afektif dan psikomotorik
Untuk menentukan tingkat intelegent, kepribadian, daya ingat dan aspek psikologi seseorang
Untuk memperoleh informasi atau data dari individu maupun kelompok Untuk mengukur atau membandingkan keadaan psikis dan tingkah laku seseorang/kelompok dengan orang/kelompok lain
Untuk memperoleh suatu informasi mengenai suatu aspek tertentu atau ciri-ciri tertentu berdasarkan jawaban suatu tes
Alat pacu meningkatkan kemampuan atau potensi siswa Menempatkan siswa sesuai dengan kemampuan Mengklasifikasi Status Bimbingan Alat atau metode pembelajaran Menilai kemajuan hasil belajar siswa Memprediksi kemampuan atau potensi yang dimiliki siswa Keperluan remedial yaitu mengetahui kelebihan atau
kekurangmampuan/potensi
2. Pengukuran Menurut Safrit dan Wood (1989), pengukuran adalah proses pemberian angka-angka dari suatu obyek , seseorang atau lainnya dengan mengikuti berbagai aturan. Senada dengan itu, Singarimbun dan Effendi (1995) mengartikan bahwa pengukuran menunjukkan angka-angka pada variabel menurut aturan yang telah ditentukan. Daryanto (1999) mengartikan pengukuran sebagai suatu proses memberikan angka (biasanya disebut skor) kepada suatu sifat atau karakteristik seseorang sedemikian rupa serta mempertahankan hubungan senyatanya anatara
seseorang dengan orang lain sesuai dengan sifat yang diukur tersebut. arti ini menyiratkan makna bahewa aspek terpenting dari pengukuran adalah angka-angka atau skor yang diberikan tersebut tetap mempertahankan hubungan antar variabel yang diukur. Moh. Nazir ( 1988 ) mengartikan pengukuran sebagai prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Sutrisno Hadi (1987) mengartikan pengukuran sebagai suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengindentifikasi besar-kecilnya obyek atau gejala. Dikatakan pula, bahwa untuk mengindentifikasikan besar-kecilnya obyek atau gejala dapat dilakukan melalui alat-alat yang telah ditera atau tanpa menggunakan alat ysng ditera. Scriven (1981) mengartikan pengukuran sebagai determinan atau perbedaan dari besaran atau pentingnya sebuah kuantitas. Menurut Grounlund (1985), pengukuran adalah suatu kegiatan atau proses untuk
memperoleh deskripsi numerik dari tingkatan atau derajat karakteristik khusus yang dimiliki oleh individu. Dengan demikian, yang dimaksud dengan pengukuran
(measurement) adalah suatu proses untuk memperoleh besaran kuantitatif dari suatu obyek tertentu dengan menggunakan alat ukur (test) yang baku.
C. Kriteria Pemilihan Tes 1. Validitas Sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mapu mengukur secara tepat terhadap apa yang semestinya diukur. Dengan kata lain, validalitas berkaitan dengan ketepatan tes terhadap konsep, obyek atau variabel yang hendak diukur sehingga mengukur atau mengevaluasi apa yang semestinya dievaluasi. 2. Reliabilitas Kata reliabilitas berasal dari kata reability (bahasa inggris, berasal dari kata dasar reliable) yang berarti dapat dipercaya. Seperti validitas dan valid, maka penggunaan istilah reabilitas dan reliabel sering
dicampuradukkan. Agar tidak terulang hal yang demikian yang perlu disadari adalah bahwa reabilitas adalah merupakan kata benda sedangkan reliable merupakan kata sifat. Seseorang dikatakan dapat dipercaya apabila orang tersebut selalu bicara konsisten, tidak berubah-ubah dan substansi pembicaraannya dari waktu kewaktu. Demikian halnya sebuah tes, dikatakan dapat dipercaya
apabila tersebut memberikan hasil yang sama meskipun digunakan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliabel (memiliki reliabilitas) apabila penggunaan hasil-hasil penggunaan tes tersebut menunjukkan ketetapan. Dengan kata lain, apabila kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berbeda-beda, maka setiap siswa akan tetap berada dalam peringkat (rangking) yang sama dalam kelompoknya. Meskipun hasil tes pada kesempatan kedua lebih baik, akan tetapi mengingat peningkatan tersebut dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dapat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan tes yang kedua, barang kali disebabkan oleh adanya pengalaman yang diperoleh pada saat mengerjakan tes pada kesempatan yang pertama. Dalam keadaan seperti ini, dikatakan telah terjadi practice effect atau carry over effet yaitu adanya akibat yang dibawa karena siswa telah mengalami sesuatu kegiatan yang sama pada kesempatan sebelumnya. Indeks reliabilitas suatu dapat dicari dengan mengkorelasikan skor-skor yang diperoleh dari hasil pengukuran yang berulang kali pada waktu yang berbeda. Sedangkan yang kedua adalah dengan cara membagi tes menjadi dua bagian yang sama atau setaraf. Adapun metode yang dapat digunakan untuk menentukan reliabilitas suatu tes antara lain adalah : metode tes ulang, metode parallel, metode belah dua dan metode kesamaan rasional.
3. Obyektivitas Dalam pengertian sehari-hari telah diketahui bahwa obyektif berarti tidak ada unsur pribadi yang mempengaruhi. Kebalikan dari obyektif adalah subyektif, yang berarti terdapat unsur pribadi yang masuk mempengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki obyektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak terdapat faktor subyektif yang
mempengaruhinya. Dengan kata lain, dikatakan obyektif apabila dua orang penguji atau lebih memberikan skor atau nila yang sama dan bebas dari interfensi subyektif, khusunya dalam penilaian (scoring) nya.
D. Prinsip-Prinsip Pelaksanaan Tes dan Pengukuran 1. Jika sesuatu itu ada dan adanya sesuatu dalam jumlah itu dapat diukur 2. Tes dan pengukuran menggunakan alat-alat terstandart seperti stopwatch, pita ukur dll 3. Tes dan pengukuran harus sistematis, procedural dan represetative 4. Harus dilaksanakan oleh orang yang ahli dalam bidangnya 5. Tes dan pengukuran menyenangkan dan mempunyai nilai mitivasi 6. Pelaksanaan Tes dan Pengukuran sebaiknya dilaksanakan minimal tiap akhir dari pembelajaran atau awal dan akhir pembelajaran 7. Tes dan Pengukuran mengacu pada rumusan indicator hasil belajar dan tujuan khusus pembelajaran
10
8. Tes P sebaiknya dilaksanakan sesuai dengan falsafah atau pandangan/misi dan visi lembaga yang bersangkutan 9. Tes dan pengukuran dalam Dikjas obyeknya abilitas, Skill,
Anthropometri, kebugaran jasmani, nilai-nilai prestasi dan kesehatan 10. Tes dan pengukuran merupakan bagian integral dari proses pendidikan sehingga mutlak dilaksanakan 11. Tes dan Pengukuran sebagai media untuk mengetahui dan menentukan proses dan hasil pendidikan 12. Tes tidak bertentangan dengan kodrat dan budaya 13. Tes sebaiknya mengukur kemampuan individu siswa E. Aspek-Aspek yang Diukur Apabila seseorang yang menjadi objek pengukuran dalam pendidikan jasmani atau lingkup olahraga, biasanya tujuannya adalah untuk menilai pembelajaran atau pencapaian seseorang dalam salah satu dari ketiga domain pendidikan. Tes dalam domain psikomotor mengukur keterampilan motorik, perkembangan motorik dan kesegaran jasmani. Tes psikomotor umunya mengenai dua hal : ialah tes tentang produk dari performa motorik (seperti kecepatan, ketepatan, keajekannya servis tennis) dan tes mengenai proses pelaksanaan performa (misalnya pola yang digunakan dalam melaksanakan servis tennis). Tes kognitif mengukur pengetahuan yang dimiliki sehubungan dengan teknik, peraturan, dan strategi-strategi olahraga dan konsep sehubungan dengan pengembangan dan cara memperkembangkan kesegaran jasmani dan pencegahan cedera. Tes pada domain afektif menilai interes,
11
sikap, perasaan dan nilai dalam hubungannya dengan aktivitas fisik yang bermakna. Beberapa dari tes-tes tersebut juga menilai konstruksi fisiologis seperti misalnya sifat agresif, ketagihan berlatih, dan kecemasan dalam menghadapi kompetisi. Individu dapat juga menjadi objek pengukuran apabila keefektian tugas yang akan dinilai. Instrument kertas dan pensil juga dikembangkan untuk mengukur keefektifan guru-guru pendididkan jasmani, pelatih dan administrator olahraga. Kadang-kadang kelompok juga menjadi objek pengukuran pendidikan jasmani dan olahraga. Suatu kelompok yang sangat menarik tentu saja tim olahraga. Kualitas suatu tim, seperti misalnya kepaduan tim, dinilai dengan tujuan akhir untuk menentukan cara menoptimalkan performa tim. Pengukuran juga diaplikasikan pada olahraga, pengajaran dan rekreaksi sebagai bagian dari proses evaluasi secara menyeluruh. Suatu program dapat juga dievaluasi dalam satu dari dua cara. Pertama, dapat dievaluasi apabila teknik-teknik pengukuran diaplikasikan langsung terhadap komponen-komponen dari program; kedua dapat dievaluasi secara tidak langsung dengan mengukur status dan kemajuan produk suatu program, misalnya peserta didik atau para lulusan.
12
F. Tes dan Pengukuran Pendidikan Jasmani untuk Tenis Meja 1. Tujuan Untuk mengukur keterampilan sikap / cara melakukan suatu gerakan (penilaian sikap) servis, pukulan forehand dan pukulan backhand. 2. Testee a. Dalam kondisi sehat dan siap untuk melaksanakan tes b. Diharapkan sudah makan maksimal 2 jam sebelum tes c. Memakai sepatu dan pakaian olahraga d. Melakukan pemanasan (warming up) e. Memahami tata cara pelaksanaan tes f. Jika tidak dapat melaksanakan salah satu / lebih dari tes maka tidak mendapatkan nilai / gagal. 3. Validitas Diperoleh melalui tes 4. Reliabilitas Belum ada 5. Petugas / tester Pada setiap tes diperlukan dua orang, satu orang sebagai tester dan satu orang sebagai pelempar bola yang bisa diambil dari siswa yang belum melakukan tes ( khusus untuk pengukuran pukulan forhand dan backhand). Sedangkan untuk pengukuran servis hanya memerlukan satu orang tester. a. Mengarahkan peserta untuk melakukan pemanasan (warming up) b. Memberikan pengarahan kepada peserta tentang petunjuk pelaksanaaan tes dan mengijinkan mereka untuk mencoba gerakan-gerakan tersebut. c. Memperhatikan kecepatan perpindahan pelaksanaan butir tes ke butir tes berikutnya dengan tempo sesingkat mungkin dan tidak menunda waktu
13
d. Tidak memberikan nilai pada peserta yang tidak dapat melakukan satu butir tes atau lebih e. Mencatat hasil tes dapat menggunakan formulir tes perorangan atau per butir tes 6. Perlengkapan Kapur tulis, meja tenis meja, net, bola dan bet. 7. Ruang/Tempat Aula / ruang kelas 8. Item Tes Pukulan forhand Pukulan backhand Pukulan servis 9. Pelaksanaan Pukulan forehand dan pukulan backhand Siswa mendapat kesempatan masing-masing 5 kali pukulan (forehand dan backhand), dimana yang menjadi pelempar bola teman yang mendapat giliran berikutnya. Pukulan servis Siswa mendapat kesempatan masing-masing 5 kali pukulan 10. Skoring Untuk semua pengukuran, siswa diberikan kesempatan masing-masing 5 kali pukulan, dimana meja sebelahnya diberikan angka dan angka yang diberikan sesuaikan angka dimana bola jatuh. Perolahan angka antara 0 sampai 3, angka 0 diberikan apabila bola tidak masuk atau keluar.
14
Format Pengukuran 3 3
Skoring
15
Forehand 2 3 4 5 1
Backhand 2 3 4 5 1 2
Servis 3 4 5
jmlh
ket
Nilai per item tes : 15 Jumlah skor Nilai akhir : 45 Tingkat Performa Baik Sekali Baik Sedang Kurang Kurang Sekali x 100
x 100
A. Kesimpulan Suatu hal yang tidak mungkin untuk mendapatkan pendidikan jasmani yang berkualitas, tanpa menggunakan strategi pengukuran dan evaluasi. Guru yang baik harus melaksanakan tes terus-menerus untuk mengukur dan
16
mengevaluasi guna mendapatkan wawasan atau pandangan tentang kemajuan siswa dan efektivitas proses belajar mengajar. Proses pengukuran dan pengukuran tidak hanya berakhir sampai proses itu selesai. Setiap hal dalam suatu program harus mempunyai tujuan dengan data hasil dari pengukuran dapat digunakan untuk mengevaluasi tujuan program yang telah ditentukan sebelumnya. Apa yang dicapai siswa dapat diukur dan dievaluasi dalam hubungannya dengan tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan keterampilan yang diajarkan, kesegaran jasmani, pengetahuan dan nilai-nilai yang tercakup dalam kurikulum efektivitas program, termasuk perilaku guru dan penyajian kurikulum dapat dijaga, dievaluasi atas dasar informasi tersebut. Dalam pelaksanaan pengukuran ini, aspek yang diukur adalah aspek psikomotor siswa. Materi pengukuran yang dilaksanakan yaitu senam irama, dimana dalam aspek yang diukur dalam pengukuran senam irama yaitu ; posisi-posisi statis, gerak berpindah dan ayunan (tangan/kaki). Tujuan dilaksanakannya pengukuran ini adalah untuk mengukur kesempurnaan / keterampilan sikap / cara melakukan suatu gerakan (penilaian sikap) dan prestasi gerakan. B. Saran Langkah-langkah Pembuatan Tes Keterampilan Olahraga (tenis meja) 1. Tentukan Tujuan Dibuatnya suatu Tes 2 . Identifikasi Kemampuan yang Akan diukur. 3 . Memilih butir tes gerak. 4 . Fasilitas dan Peralatan.
17
5 . Laksanakan Satu Studi Percobaan dan Revisi Butir Tes. 6 . Pilih Subyek yang Akan digunakan. 7 . Tentukan Kesahihan Butir-butir Tes. 8 . Tentukan Keterandalan Butir Tes. 9 . Menentukan Norma yang Dipakai. 10 . Membuat Panduan Tes.
DAFTAR PUSTAKA
Atmojo, Biyakto Mulyono. 2007. Tes dan Pengukuran Pendidikan Jasmani/Olahraga. Sebelas Marer University Press : Surakarta
Nurhasan. 2001. Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani. Depdiknas : Jakarta Wahjoedi. 2001. Landasan Evaluasi Pendidikan Jasmani. PT. Rajagrafindo Persada : Jakarta
18