Pemberdayaan Masyarakat Bidang Pertanahan

Unduh sebagai pdf atau txt
Unduh sebagai pdf atau txt
Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR....................................................... iv DAFTARISI .......................................................... v DAFTAR TABEL.......................................................................... viii DAFTAR GAMBAR ............................................ ix I. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT .......................................... 1 I.1. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat ............................................ 1 I . 2 . Prinsip Dasar Dalam Pemberdayaan Masyarakat ........................................................................... 23 I.3. Unsur-Unsur Pendukung Pemberdayaan Masyarakat ................... 29 II. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DI BIDANG PERTANAHAN MELALUI KERJASAMA LINTAS SEKTOR................................................................................. 49 II.1. Program Pemberdayaan Masyarakat dan Implementasinya dalam Program /Kegiatan Pertanahan ......................................... 49 II.2. Format dan Pola Kerjasama di Bidang Pertanahan ............................................................... 52 II.3. Program Pemberdayaan Masyarakat Lintas Sektor di Bidang Pertanahan Dan Tahapan Pelaksanaannya ............ 63

III. ASISTENSI DAN FASILITASI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT ........ 71 III.1. Pengertian Asistensi dan Fasilitasi .......71 III.2. Asistensi dan Fasilitasi Akses Personal .......................................................................... 81 III.3. Asistensi dan Fasilitasi Akses Kelembagaan..............................82 III.4. Inventarisasi Masyarakat Marjinal dan Potensi Pemberdayaannya ............. 84 IV. PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DI BIDANG PERTANAHAN .............................................92 IV. 1 Pengertian Partisipasi Masyarakat............................................92 IV.2 Strategi Pengembangan Partisipasi Masyarakat .......................................... 100 IV.3. Peranan Kelompok dalam Peningkatan Partisipasi Masyarakat di Bidang Pertanahan .......................... 109 IV.4. Peranan Fasilitator dan Relawan dalam Peningkatan Partisipasi Masyarakat................................................................112 IV.5. Indikator Keberhasilan Meningkatnya Partisipasi Masyarakat di Bidang Pertanahan.............................................................. 125

V. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM TUGAS PERTANAHAN LAINNYA......................................................128 V.1. Pemberdayaan Masyarakat dalam Tugas Pengelolaan Pertanahan ............................................128 V.2. S o s i a l i s a s i d a n E d u k a s i Pertanahan...........................................134 V.3. Pemberdayaan Mas yarakat danLARASITA ...................................136 V.4. Pemberdayaan Masyarakat dalam Implementasi Reforma Agraria .......... 140 DAFTAR PUSTAKA ...........................................143

BABI KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

I.1. PENGERTIAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT I.1.1. Umum emberdayaan masyarakat (community empowerment) menjadi isu utama dalam P program dan orientasi pembangunan nasional dewasa ini. Mencuatnya model pembangunan yang berbasis komunitas ini tidak hanya didasarkan pada pengalaman kegagalan strategi dan kebijakan pembangunan nasional pada masa lalu, tetapi juga pengalaman negara-negara maju yang kemudian mendorong terjadinya reorientasi dan perubahan paradigma pembangunan dari ekonomi sebagai sentral (capital centered development) kepada manusia sebagai pusat utama pembangunan (people centered development). Dalam model pembangunan yang berpusat pada modal, teknologi, mesin, dan uang menjadi instrumen pokok dalam aktivitas pembangunan, sedangkan keterlibatan manusia hanya menjangkau sebagian kecil golongan yang termasuk ke dalam kelompok pemilik modal, penguasa politik, para ahli, dan sebagian kecil kelompok manusia sebagai tenaga
4

produksi. Pada akhirnya, strategi pembangunan semacam ini menciptakan dehumanisasi; manusia yang kehilangan jiwa, inisiatif, pasif, dan tidak berdaya (powerless). Ketiadaan akses terhadap sumber-sumber tersebut menyebabkan masyarakat umum tidak dapat menikmati berbagai macam kesempatan seperti ekonomi (pekerjaan), politik, pendidikan, pelayanan sosial dan pelayanan publik lainnya. Sementara itu, model pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) menempatkan manusia sebagai inisiator dan tujuan pembangunan itu sendiri. Dalam model ini, pembangunan dianggap lebih dari sekadar hasil ekonomi yang tumbuh dengan sederhana dan tidak terbagi-bagi. Korten (2001) mendefinisikan pembangunan berpusat kepada manusia sebagai berikut. Pembangunan adalah proses dari anggotaanggota suatu masyarakat yang meningkatkan kapasitas perorangan dan institusional mereka untuk memobilisasi dan mengelola sumberdaya untuk menghasilkan perbaikan-perbaikan yang berkelanjutan dan merata dalam kualitas hidup sesuai dengan aspirasi mereka. Definisi di atas menekankan bahwa proses dan fokus pembangunan pada hakikatnya terletak pada kapasitas perorangan dan institusional. Oleh karena itu, pembangunan harus memertimbangkan asas keadilan, keberlanjutan, dan ketercakupan. Hanya rakyat sendiri yang bisa menentukan apa yang
5

sebenarnya mereka anggap sebagai perbaikan dalam kualitas hidup mereka. Berakhirnya era kekuasaan Orde Baru diharapkan akan mengubah model dan orientasi program-program pembangunan dari yang mengandalkan kekuatan ekonomi dan peran sentral para pemilik modal ke arah model pembangunan yang berbasis kerakyatan (pemberdayaan masyarakat). Namun, perubahan orientasi tersebut bukan berarti dapat berjalan dengan sendirinya. Untuk mengaktualisasikan perubahan tersebut, diperlukan komitmen yang kuat dari masyarakat dan pemerintah untuk menciptakan suatu kondisi yang berpihak pada kepentingan kesejahteraan rakyat. Sebagaimana dikemukakan Paiva (1993), ada empat aspek penting yang diperlukan untuk mendukung tercapainya upaya pemberdayaan masyarakat, yaitu perubahan struktural, pengintegrasian sosial ekonomi, pengembangan kelembagaan, dan pembaharuan. Hal ini berarti bahwa pemberdayaan individu tanpa disertai dengan perubahan keempat aspek di atas, akan gagal. Secara konseptual, pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata lain memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat diberbagai sektor kehidupan.

Kemandirian masyarakat dapat dicapai tentu memerlukan sebuah proses belajar. Masyarakat yang mengikuti proses belajar yang baik, secara bertahap akan memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan yang bermanfaat dalam proses pengambilan keputusan secara mandiri. Montagu & Matson (Suprijatna, 2000) mengusulkan konsep The Good Community and Competency yang meliputi sembilan konsep komunitas yang baik dan empat komponen kompetensi masyarakat. The Good Community and Competency itu adalah; 1. setiap anggota masyarakat berinteraksi satu sama lain berdasarkan hubungan pribadi atau kelompok;

2. komunitas memiliki kebebasan atau otonomi, yaitu memiliki kewenangan dan kemampuan untuk mengurus kepentingannya sendiri secara mandiri dan bertanggung jawab; 3. memiliki vialibilitas yaitu kemampuan memecahkan masalah sendiri; 4. distribusi kekuasaan secara adil dan merata sehingga setiap orang mempunyai berkesempatan dan bebas memiliki serta menyatakan kehendaknya; 5. 6. kesempatan setiap anggota masyarakat untuk berpartsipasi aktif untuk kepentingan bersama; komunitas memberi makna kepada anggota; 7.

adanya heterogenitas/beda pendapat;

8. 9.

pelayanan masyarakat ditempatkan sedekat dan secepat mungkin kepada yang berkepentingan; adanya konflik dan manajemen konflik.

Melengkapi sebuah komunitas yang baik perlu ditambahkan kompetensi yang harus dimiliki masyarakat yaitu, sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. mampu mengidentifikasi kebutuhan komunitas; masalah dan

mampu mencapai kesempatan tentang sasaran yang hendak dicapai dalam skala prioritas; mampu memberikan kontribusi positif dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup; dan mampu mengontrol diri dan lingkungannya.

Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk menciptakan/ meningkatkan kapasitas mas yarakat, baik secara individu maupun berkelompok, dalam memecahkan berbagai persoalan terkait upaya peningkatan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraannya. Pemberdayaan masyarakat memerlukan keterlibatan yang lebih besar dari perangkat pemerintah daerah serta berbagai pihak untuk memberikan kesempatan dan menjamin keberlanjutan berbagai hasil yang dicapai. Sedang pelaksanaan proses dan pencapaian tujuan pemberdayaan dilakukan dan dicapai melalui penerapan strategi pemberdayaan, yang dapat dilakukan melalui tiga pendekatan (Munandar, 2008) yaitu:
8

1. Pendekatan mikro. Pemberdayaan dilakukan terhadap individu melalui bimbingan, konseling, stress managemet, intervensi krisis. Tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih individu dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Model ini sering disebut pendekatan yang berpusat pada tugas (task centered approach). 2. Pendekatan mezzo. Pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok, biasanya digunakan sebagai strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan, dan sikap individu agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapinya. 3. Pendekatan makro. Pendekatan ini disebut strategi sistem besar (large-system strategy), karena sasaran perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas seperti perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobi, pengorganisasian dan pengembangan masyarakat, merupakan beberapa strategi dalam pendekatan ini. Adapun dalam upaya pemberdayaan secara umum ada banyak metode yang dapat diterapkan dimana perbedaannya lebih dipengaruhi oleh pendekatan, tujuan dan output yang ingin dicapai. Beberapa contoh metode pemberdayaan masyarakat yang biasa diterapkan diantaranya :
9

1. Metode Burung Elang Metode burung elang berkaitan dengan pelaksanaan birokrasi yang dalam praktek memahami suatu kegiatan, selalu melihat dari atas sehingga metode penglihatan yang top down ini cenderung memahami masalah secara kurang tepat, cenderung tergenalisir karena tergantung kepada kemampuan seberapa tinggi si burung itu terbang dalam hal ini adalah para pemegang kekuasaan.
Kondisi ini secara filosofi diadaptasi dari beberapa sifat atau karakteristik yang dimiliki oleh seekor burung elang yaitu: (1) mampu terbang selama beberapa hari dengan memanfaatkan arah angin (tanpa perlu sering mengepakkan sayap), sifat ini menggambarkan suatu kondisi yang cenderung ingin memanfaatkan kondisi disekitarnya untuk kenyamanan dirinya tanpa mau berupaya terlalu keras ; (2) selalu fokus dalam memilih mangsa yang enak, sifat ini menggambarkan tentang suatu kebiasaan mengejar sesuatu secara serius jika ada untungnya saja. Sebaliknya jika dilihat tidak ada sesuatu yang menguntungkan maka dirinya hanya menyikapi secara santai atau ala kadarnya saja ; (3) mampu mengenali bumi lebih luas, tapi kurang mendalam, sikap ini cenderung menggambarkan pada kebiasaan yang berkembang di kalangan sebagian pejabat yang lebih banyak merasa banyak tahu dibanding tahu Versi Lengkap dapat didapat di : http://www.nulisbuku.com/books/view/pemberdayaanmasyarakat-bidang-pertanahan

10

Anda mungkin juga menyukai