Struktur Geologi

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 41

Kuliah Geologi Fisik

Pertemuan Ke VI

PROSES PELAPUKAN
DAN SOIL

Oleh :
Hasanuddin
Kaharuddin MS
Haerany Sirajuddin
Proses pelapukan adalah proses perubahan
fisika (disintegrasi) maupun perubahan kimia
(dekomposisi) pada batuan penyusun kerak
bumi yang diakibatkan oleh persentuhannya
dengan atmosfer dan hidrosfer

Proses pelapukan dapat dibedakan atas :


- Pelapukan mekanik atau fisika
(mechanical/physhical weathering)
- Pelapukan kimia (chemical weathering)
- Pelapukan biologi (biological weathering)
Proses pelapukan mekanik sering disebut
proses disintegrasi. Hasil akhir dari poses
pelapukn ini adalah fragmen-fragmen yng
berukuran lebih kecil dari batuan asalnya.

Ada 4 macam proses pelapukan mekanik :


- Frostwedging
- Pengurangan tekanan (unloading)
- Pemuaian (thermal expansion)
- Aktivitas organisme
Frostwedging
Proses pencairan dan pembekuan air
merupakan proses yang sangat penting pada
proses pelapukan mekanik jenis ini. Air
mempunyai sifat yang unik yaitu volumenya
dapat mengembang sampai sekitar 9% apabila
mengalami pembekuan.

Penambahan volume ini disebabkan karena


pada waktu air membeku, molekul-molekul air
akan membentuk struktur yang sangat
terbuka, akibatnya ketika air membeku akan
memberikan tekanan yang besar keluar.
Pengurangan Tekanan
(unloading)
Proses pengurangan tekanan sering terjadi
pada batuan beku plutonik yang terbentuk
jauh di bawah permukaan bumi. Apabila
batuan yang menutupi batuan mengalami
erosi, maka beban yang memberikan tekanan
ke bawah ini akan hilang.

Akibatnya energi dari dalam tubuh beku


terpancar keluar, sehingga bagian terluar
dari batuan beku ini terlepas dari batuan
induknya.
Terlepasnya bagian terluar dari batuan beku
ini disebut proses sheeting. Batuan beku
plutonik yang terkena proses ini menyerupai
bentu kubah. Bila proses ini berlanjut sampai
ke bagian bawahnya, maka memberikan
struktur yang disebut exfoliation domes.
Gambar 1
Gambar 1. Eksfoliasi pada batuan granit di
Bulawayo, Rhodesia.
Pemuaian

Perubahan temperatur harian dapat


melemahkan batuan, terutama pada daerah
yang beriklim kering dengan perbedaan
temperatur harian sampai 30C.

Pada siang hari batuan akan mengembang


dan pada malam hari karena penurunan
temperatur yang sangat drastis,
menyebabkan batuan mengalami
pengkerutan.
Pemuaian dan pengkerutan ini berlangsung
silih berganti dan terus menerus,
menyebabkan batuan mengalami diintegrasi
atau pecah menjadi bagian-bagian yang kecil.
Gambar 2 dan 3

Pecahnya batuan karena proses ini kadang


disertai dengan bunyi yang sangat keras.
Proses ini ering terjadi di darah gurun.
mengkerut
Gambar 2. Proses
pecahnya batuan akibat
menyusut
faktor perubahan suhu.
Gambar 3. Pelapukan mekanik akibat
perbedaan suhu siang dan
malam pada batuan dolerit di
timur Greenland.
Aktivitas Orgnisme

Pelapukan mekanik dapat disebabkan oleh


aktivitas organisme seperti pertumbuhan akar
tumbuhan, lubang galian oleh binatang dan
aktivitas manusia.

Akar tumbuhan dapat tumbuh pada rekahan


batuan dan bila berkembang menjadi besar
maka akan menekan rekahan batuan menjadi
bertambah lebar, sehingga lama kelamaan
batuan akan pecah melalui rekahan tadi.
Gambar 4
Gambar 4. Pelapukan organik pada
batuan akibat
pertumbuhan akar
tanaman.
Kejadian yang sama dapat dilakukan oleh
binatang yang membuat lubang pada batuan
untuk tempat tinggalnya. Lubang-lubang
tersebut dapat menyebabkan pelapukan kimia
pada batuan akan semakin efektif.
Proses pelapukan kimia merupakan proses
yang kompleks dan merubah struktur dalam
mineral dengan penambahan atau
pengurangan unsur pada mineral.

Jadi batuan yang mengalami proses pelapukan


kimia akan mengalami perubahan komposisi
kimianya. Oleh sebab itu, proses ini disebut
juga proses dekomposisi batuan.
Tabel 1
Tabel 1. Pelapukan kimia pada dua kelompok batuan beku
(granit dan basal).
Bila batuan mengandung mineral yang kaya
besi (Fe) mengalami oksidasi, maka akan
menghasilkan material berwarna kuning
sampai coklat kemerahan.
4Fe + 3O2 2Fe2O3
Besi Oksigen Oksida besi (hematit)

Karbon dioksida yang terlarut dalam air akan


membentuk asam karbonat. Asam lemah ini
akan mengalami ionisasi dan membentuk ion
hidrogen (H+) dan ion (HCO3-) yang sangat
reaktif.
Sebagai contoh adalah proses pelapukan pada
batuan beku granit yang banyak mengandung
mineral kuarsa dan kalium feldspar.

2KAlSi3O6 + 2(H+ + HCO3-) + H2O Al2Si2O5(OH)4 + 2KHCO3 + 4SiO2


Ortoklas Asam karbonat Air Mineral lempung K-bikarbonat Silika

Proses pelapukan kimia terkadang juga diikuti


oleh perlapukan mekanik, dapat terjadi pada
batuan yang telah mengalami rekahan teratur
sehingga pelapukan kimia terjadi melalui
rekahan tersebut. Proses ini disebut proses
pelapukan sferoidal (spheroidal weathering).
Proses pelapukan sferoidal terjadi karena
mineral feldspar yang lapuk berubah
menjadi mineral lempung, volumenya
bertambah besar karena masuknya struktur
air dalam mineral tersebut.
Penambahan volume ini akan mendesak
keluar bagian batuan terluar dengan bentuk
yang konsentris.
Gambar 5
Gambar 5. Pelapukan sferoidal pada batuan
granit .
Proses pelarutan pada batugamping
merupakan pelapukan secara kimia yang
terjadi melalui reaksi berikut :

CaCO3 + H2O + CO2 Ca2+ + 2(HCO3)-


Kalsit Air Karbondioksida Asam bikarbonat

Gambar 6
Gambar 6. Pelapukan kimia pada batugamping
membentuk gua stalaktit dan stalagmit.
Tanah yang menyusun permukaan bumi
mempunyai karakteristik yang tidak sama,
ada tanah berpasir dan ada tanah yang
dominan disusun oleh lempung dan lanau.

Gambar 7
Gambar 7. Pelapukan pada batuan induk hingga
terbentuknya soil.
Ada beberapa faktor yang mempengarui
proses terbentuknya tanah yaitu batuan
induk, waktu, iklim, organisme dan
kemiringan lereng.
Merupakan batuan yang terletak di bawah
lapisan tanah atau endapan yang belum
terkompaksi.

Tanah yang terbentuk di atas batuan induk


dan belum mengalami transportasi disebut
tanah residu (residual soil), sedang tanah
yang sudah berpindah tempat disebut tanah
terpindahkan (transported soil)
Semakin lama batuan induk mengalami
proses pelapukan, maka semakin tebal tanah
yang dihasilkannya. Jadi faktor waktu
merupakan salah faktor yang penting,
walaupun tidak dapat ditentukan lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk membentuk
tanah karena banyak faktor yang saling
terkait untuk terjadinya proses pelapukan
Iklim di suatu tempat akan menenukan
macam proses pelapukan yang dominan
terjadi pada tempat tersebut.

Pada daerah yang beriklim panas dan basah,


proses pelapukan kimia akan dominan
sehingga proses pembentukan tanah akan
sangat efektif.
Sebaliknya pada daerah beriklim dingin dan
agak kering, proses pelapukan mekanik akan
dominan sehingga pembentukan tanah
kurang efektif, tetapi proses pembentukan
material hancuran (debris) sangat efektif.

Besarnya curah hujan juga mempengaruhi


tingkat kesuburan tanah tersebut. Pada
daerah beriklim tropis seperti Indonesia,
umumnya mempunyai lapisan tanah yang
lebih tebal daripada lapisan tanah di daerah
beriklim dingin atau subtropis.
Fungsi utama dari organisme pada proses
pembentukan tanah adalah sebagai sumber
utama material organik dalam tanah.

Di daerah dengan tutupan vegetasi yang rapat


dapat terbentuk tanah yang hampir
seluruhnya disusun oleh material organik.

Sebaliknya di daerah gurun, dimana vegetasi


sangat jarang, material organik dalam tanah
relatif sedikit.
Kemiringan lereng berpengaruh terhadap
besarnya proses erosi dan jumlah air dalam
tanah.

Pada daerah dengan kemiringan lereng besar


biasanya tanah sulit terbentuk, kalaupun ada
ketebalannya tidak begitu besar.
Sedangkan pada daerah dengan kemiringan
lereng kecil sampai relatif datar, dapat
terbentuk tanah dengan baik karena proses
erosi relatif kecil, drainase baik dan
peresapan air ke dalam tanah sangat besar.
Profil tanah merupakan potongan vertikal
tanah yang menunjukkan seluruh bagian
atau horison tanah dari permukaan sampai
ke bagian yang terdalam.

Horison merupakan lapisan atau zona pada


tanah yang terbentuk karena adanya
variasi komposisi, tekstur dan struktur
tanah.

Profil tanah dibagi atas 4 horison yaitu O,


A, B dan C Gambar 8 dan 9
Horison O : lapisan teratas, terdiri dari
material organik. Bagian teratas
merupakan sisa tumbuhan yang masih
bisa dikenali sedang bagian bawah
disusn oleh material organik yang
sudah mengalami dekomposisi.
Horison A : Top soil, , disusun oleh
mineral, aktivitas organik tinggi,
kandungan humus sekitar 30%,. Air
permukaan meresap membawa partikel
halus (proses eluvial) sehingga
lapisan ini disebut juga lapisan eluvial.
Air juga melarutkan komponen
anorganik dn diangkut ke tempat yang
Gambar 8. Profil tanah
lebih dalam atau disebut juga sebagai
zona pencucian (zone of leaching)
Horison B : Sub Soil,, material yang
diangkut oleh air dari horison A
terakumulasi pada horison ini.,
sehingga disebut zona akumulasi
(zone of accumulation). Material
lempung menjadi lapisan kedap air
yang akan menahan air tetap berada
pada lapisan ini..

Horison C : dicirikan oleh batuan induk


yang lapuk sebagian dan sedikit
organisme.. Pada horison ini batuan
induk masih dapat dikenali dengan baik.
Gambar 8. Perbadingan antara profil tanah
dan lapisan tanah dari top-bottom.
Karakteristik dari tiap tipe tanah sangat
tergantung pada kondisi iklim yang
mempengaruhi dan komposisi dari tanah
tersebut.

Tipe tanah terbagi atas 3 yaitu pedalfer,


pedocal dan laterit.
Berasal dari bahasa Latin yaitu pedon yang
berarti tanah dan alfer yaitu akronim dari
aluminium oksida dan ferum (besi).

Jadi pedalfer dapat diartikan sebagai tipe


tanah yang dicirikan oleh akumulasi oksida
besi dan lempung yang kaya akan aluminium
pada haorison B.
Berasal dari kata pedon yang berarti tanah dan
cal akronim dari calcite. Jadi pedocal berarti
tanah yang banyak mengandung mineral kalsit.
Dicirikan oleh akumulasi yang besar kalsium
karbonat.

Pada daerah yang disusun oleh tipe tanah ini, air


hujan yang merembes akan cepat mengalami
evaporasi sebelum sempat melarutkan kalsium
karbonat.

Pelapukan kimia kurang intensif sehingga


kandungan lempung lebih kecil dari pedalfer.
Di daerah tropis yang beriklim panas dan
basah, sering terbentuk tanah laterit. Karena
pelapukan kimia yang intensif pada daerah
ini maka tanah laterit yang terbentuk lebih
tebal dibanding di daerah subtropis.

Air yang meresap ke da;am tanah membawa


silika dalam jumlah besar sehingga oksida
dari besi dan aluminium terkonsentrasi
dalam tanah. Unsur besi memberikan warna
merah pada tanah.
Dalam keadaan kering, tanah laterit ini sangat
keras. Jika pada batuan induk mengandung
sedikit besi, maka tanah yang dihasilkan oleh
proses pelapukan kaya akan aluminium yang
disebut bauksit.

Anda mungkin juga menyukai