GT 9-10. Pindah Silang Dan Peta Kromosom

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 52

PINDAH SILANG DAN PETA

KROMOSOM

1. Tautan Gen (Linkage)


2. Pindah Silang
3. Peta Kromosom
4. Koinsidensi Dan Interferensi
5. Penentuan Urutan Gen-gen
1. Tautan Gen (Linkage)
 Setiap individu / spesies memiliki jumlah
kromosom yang berbeda-beda dan terbatas. Lalat
drosophila 4 pasang, kacang ercis 7 pasang,
manusia 23 pasang
 Setiap kromosom mengandung berpuluh-puluh,
beratus-ratus, bahkan beribu-ribu gen
 Gen-gen tersebut terletak pada kromosom,
sehingga tidak diturunkan secara bebas, karena yg
bersegregasi secara bebas saat meiosis ialah
kromosom utuh.
 Oleh karena itu hanya gen yg terletak pada
kromosom berlainan yang dapat bersegrasi
secara bebas
 Apabila kita ingat pada percobaan dan
terjadinya Hk. Mendel, sifat – sifat yg
diamati adalah yg terletak pada
kromosom berlainan sehingga
bersegregasi secara bebas.
 Andaikan sifat-sifat yg diamati Mendel
itu terletak pada kromosom yang sama,
maka mungkin tidak akan mendapatkan
rasio fenotip 9:3:3:1 pada F2 nya,
sehingga hukum pemisahan secara bebas
tidak berlaku.
 Penelitian Wiliam Bateson dan R.C. Punnett
menggunakan dua kultivar kacang polong, yaitu:
1. Kultivar berbunga ungu, dan berbutir tepungsari
panjang
2. Kultivar berbunga merah dan berbutir tepung sari bulat.
 Hasil penelitian diketahui bahwa:
1. warna ungu (U) dominan terhadap merah (u)
2. polen panjang (P) dominan terhadap bulat (p)
3. pada persilangan monohibrid, pada generasi F2 setiap
karakter memberikan rasio 3:1, tetapi pada persilangan
dihibrid tidak memenuhi rasio 9:3:3:1.
 Percobaan dihibrid yang dilakukan Bateson dan Punnet
(Persilangan 1).
 Data hasil persilangan menunjukkan bahwa:
1. data tidak sesuai rasio 9:3:3:1, yaitu rasio yang
diharapkan apabila dua pasang gen mengendalikan dua
karakter yang bersegregasi bebas.
2. jika setiap karakter dianalisis terpisah, maka rasio:
1. Ungu : merah = (296 + 19) : (27 + 85) = 315 : 112 = 2.8 : 1
2. Panjang : bulat = (296 + 27) : (19 + 85) = 323 : 104 = 3.1 : 1
3. Data tersebut menunjukkan bahwa untuk masing-masing
karakter sesuai dengan nisbah yang diharapkan yaitu 3:1 (untuk
monohibrid) yang menunjukkan segregasi bebas.
3. Berdasarkan hasil tersebut Bateson dan Punnet
mengandaikan gen dominan untuk warna ungu dan gen
dominan untuk polen panjang cenderung untuk tetap
terikat, demikian pula gen resesif untuk bunga merah
dan polen bulat.
 Pembuktian: persilangan antara tanaman berbunga ungu
berpolen bulat dengan tanaman berbunga merah berpolen
panjang (Persilangan 2).
 Berdasarkan data F2 hasil persilangan di atas diketahui
bahwa hasil pengamatan tidak sesuai dengan yang
diharapkan, yaitu 9:3:3:1.
 Langkah selanjutnya, Bateson dan Punnet melakukan testcross
pada F1 heterozigot dari kedua persilangan yang dilakukan
ke tetua homozigot resesif.
 Rasio testcross dari kedua F1 ternyata tidak sesuai
dengan rasio yang diharapkan. Dengan demikian
kedua gen pengendali warna bunga dan bentuk polen
pada kacang polong ternyata tidak bersegregasi
bebas. Hukum Mendel ternyata tidak berlaku umum.
 Untuk memberikan pengertian dari percobaan
Bateson dan Punnet di atas digunakan penjelasan
melalui keadaan keterpautan antara kedua gen apakah
dalam kondisi coupling atau repulsion.
1. Coupling
 Satu tetua membawakan kedua gen dominan dan tetua lainnya
membawa kedua gen resesif. Contohnya pada persilangan 1, yaitu
antara UUPP x uupp. Susunan ini sekarang dikenal sebagai cis-
arrangement atau susunan cis.
2. Repulsion
 Satu tetua membawakan satu gen dominan dan satu gen resesif;
tetua lainnya membawakan gen dominan dan resesif lainnya.
Contohnya pada persilanga 2, yaitu antara: UUpp x uuPP.
Susunan ini sekarang dikenal sebagai trans-arrangement atau susunan
trans.
 Pautan=Linkage
merupakan 2 gen yg terletak pada
kromosom yg sama tidak dapat
bersegregasi secara bebas dan
cenderung diturunkan bersama.
 Kekuatan pautan tergantung pada jarak
gen antara gen-gen yg berpautan
 Misal: gen-gen A, B, C terletak pada
kromosom yg sama dengan jarak sebagai
berikut:

A

B
● ●
C

 Kekuatan pautan:
 A-B 2 kali lebih erat dari B-C dan 3 kali lebih
erat daripd A-C
 Penemuan oleh Morgan ini menyebabkan timbul
teori susunan linier dari gen dan konstruksi peta
genetik dan peta pautan
 Untuk mengetahui ada tidaknya pautan harus
dilakukan uji silang (test cross).
 Bila kedua gen berpautan maka kombinasi
parental pasti melampaui 50%, sedangkan
rekombinasi akan lebih kecil dari 50%.
 Besarnya rekombinasi menunjukkan kuat
lemahnya pautan, sehingga menunjukkan pula
jarak antara kedua gen tersebut
 Rekombinasi antara gen-gen dapat terjadi
karena adanya pindah silang yangg diikuti
oleh patah dan melekatnya kembali kromatida
- kromatida sewaktu profase dalam
pembelahan meiosis
 Contoh uji silang pada jagung
C = biji berwarna, c = tak berwarna
S = biji tak keriput s = biji keriput
 Varietas jagung yg bijinya berwarna dan tak
keriput, disilangkan dengan varietas yg
bijinya tak berwarna dan keriput. Kemudian
F1 nya diuji silang. Rasio fenotipik pada F2
nya:
 berwarna, tak keriput = 4032 tanaman
 tak berwarna, keriput = 4035 tanaman
 berwarna, keriput = 149 tanaman
 tak berwarna, tak keriput = 152 tanaman
 Jum 8368 tanaman
 Kombinasi parental (berwarna, tak keriput
dan tak berwarna, keriput) biasanya yang
menunjukkan jumlah yg lebih banyak dari
jumlah Rekombinasi (berwarna, keriput dan
tak berwarna, tak keriput).
 Bila gen C dan S tak berpaut, maka hasil uji
silang seharusnya memberikan rasio
fenotipik 1 : 1 : 1 : 1 atau kombinasi
parental : rekombinasi = 50% : 50%
 Kombinasi parental lebih dari 50%, berarti
gen C dan S terletak pada satu kromosom
sama, demikian pula untuk gen c dan s
 Rekombinasi 3,6% menunjukkan frekuensi
pindah silang
 Gambar peta genetis, 1% rekombinasi
disamakan dengan 1 unit peta atau 1 Morgan.
 Rekombinasi 3,6% yg diperoleh menunjukkan
bahwa jarak gen C dan S adalah 3,6 satuan
peta.
● ● ● ● ●
C S
2. Pindah Silang (Crossing Over)
 Pada saat pembelahan meiosis masing-masing
kromosom mengalami duplikasi membentuk dua
kromatid, kromosom homolog bersinapsis dan
pindah silang terjadi antara dua kromatid yang tidak
sejenis.
 Proses terakhir meliputi pematahan dan
penyambungan kembali kedua kromatida yang
pindah silang itu sedang yang lainnya (bagian terluar
tak mengalami perubahan)
 Macam Pindah Silang:
1. Pindah silang tunggal

2. Pindah silang ganda


3. Peta Kromosom
 Metode yang pertama dilakukan adalah metode
Alfred Stutevant. Berdasarkan data dari Morgan
yaitu data hasil persilangan Drosophila, bahwa proporsi
turunan tipe rekombinan gen-gen yang terpaut berbeda-
beda bergantung pada pasangan gen yang dipelajari.
 Sturtevant menghitung jarak antar gen berdasarkan
persentase tipe rekombinan yang terjadi.
 Misalnya jika frekuensi rekombinan antar gen A dan gen
B adalah 5%, maka gen A dan gen B dipisahkan oleh 5
unit map (5 u.m). Bila diketahui gen A dan gen C
dipisahkan oleh 3 u.m maka gen C dan gen B seharusnya
dipisahkan oleh 8 u.m atau 2 u.m:
 Uji dua titik keterpautan
 Uji dua titik keterpautan
 Pada drosophila
b = tubuh black
vg = sayap vestigial
cn = mata cinnabar

 Lalat betina black, cinnabar, vestigial


disilangkan dengan jantan normal,
kemudian F1 betina heterosigotik di test
cross dengan jantan black, cinnabar,
vestigial.
 Hasilnya sebagai berikut.
 Dari hasil ini dapat dilihat bahwa tanpa
menggunakan mutan cinnabar jarak yang akan
diperoleh yaitu 17 unit bukan 18,5 hal ini karena
tidak terdeteksinya d.c.o (double crossing over)
4. KOINSIDENSI DAN INTERFERENSI
 Bila 2 gen letaknya berdekatan, tidak akan
terjadi double crossing over. Dengan kata
lain CO pd satu sisi rupanya menghalang-
halangi CO pd jarak tertentu pada kedua sisi.
 Efek penghalangan ini disebut Interferensi.
 Pada drosophila penghalangan terjadinya CO
yang kedua dalam jarak ± 10 unit dan
berangsur berkurang sejalan makin jauhnya
jarak gen-gen.
 Interferensi terbesar terdapat di dekat
sentromer dan pada ujung kromosom
 Derajat kekuatan interferensi dinyatakan
dengan koefisien dari koinsidensi jadi:

D.c.o yg diamati O
Koefisien koinsidensi = =
D.c.o yg diharapkan E
 Contoh jika ada data sebagai berikut

 Dari hasil ini dapat dilihat Koefisien koinsidensi


sebagai berikut
 Persen crosing over b – cn (+d.c.o)  9 %
 Persen crossing over cn – vg (+d.c.o)  9,5 %
 D.c.o yg diharapkan bila tak ada interferensi
(0,09 x 0,095)  0,86 %
 Jumlah D.c.o yang diharapkan (E)
(0,86% dari 800) 7,0
 Junlah D.c.o yg diamati (dari data) (O) =
(0,75/100) x 800 = 6,00
 Koefisien dr koinsidensi = 6/7 = 0,86
 Bila interferensi berkurang koinsidensi meningkat.
 Koinsidensi bervariasi antara 0 (penghalangan
total) sampai 1 (tak ada penghalangan sama sekali).
Koinsidensi + Interferensi = 1
5. Penentuan Urutan Gen
 Bila kita telah mengadakan three point test
cross dan mendapatkan data dari fenotip
yang diamati, kita masih harus menentukan
urutan gen-gen yang dipakai dalam
menggambarkan penyilangan itu sudah betul
atau belum.
 Hal ini dapat dicek dengan mencocokan n.c.o.,
dan d.c.o., yang secara berurutan memberikan
data yang terbesar dan terkecil
Fenotip Yang
Jumlah individu
diamati
+ + + 30
+ + c 6
+ b + 339
+ b c 137
a + + 142
a + c 291
a b + 3
a b c 34
 Bila urutan benar maka fenotip d.c.o
seharusnya + + + dan a b c, tapi nyatanya
tidak. Maka gen-gen harus dirubah
sedemikian rupa setelah terjadi d.c.o maka
gen c berada bersama-sama dengan + + , dan
a b dengan +
 Ini dapat diperoleh dengan menukarkan a
dan b, sehingga n.c.o menjadi b + + dan + a c
(fenotip tak berubah) dan setelah terjadi
d.c.o kedudukan gen menjadi + + c dan b a +
Data menjadi
Fenotip Yang
Jumlah individu
diamati
b + + 339 n.c.o
+ a c 291 n.c.o
+ + + 30 s.c.o b—a
b a c 34 s.c.o b—a
b + c 137 s.c.o a—c
+ a + 142 s.c.o a—c
+ + c 6 d.c.o b—a—c
b a + 3 d.c.o b—a—c
Contoh soal
 Pada tanaman jagung terdapat tiga gen
resesif yang terletak pada satu kromosom
yang sama: va= variable sterile; v= virescent,
dan gl = glossy. Dua tanaman homosigotik
disilangkan dan menghasilkan keturunan F1
yang semuanya normal. Hasil testcross F1
adalah sebagai berikut: 60 virescent; 48
virescent, glossy; 7 glossy; 270 variable
sterile, viresescent, glossy; 4 variable
sterile, virescent; 40 variable sterile; 62
variable sterile, glossy; 235 normal
Pertanyaan
a. Tentukanlah urutan gen
b. Bagaimanakah fenotip dan genotip
parentalnya
c. Tentukanlah konstitusi gen pada F1
d. Gambarkan peta pautan dari ketiga gen
tersebut.
e. Hitunglah koefisien dari koinsidensi
Diketahui
 va = variable steril
 v = virescent
 gl = glosy
 Data F2 adalah:
1. Virescent = 60
2. Virecent, glosy = 48
3. Glosy =7
4. Variable steril, virescent, glosy = 270
5. Variable steril, virescent =4
6. Variable steril = 40
7. Variable steril, glosy = 62
8. Normal = 235
Umpama: urutan gen adalah va-v-gl

 Maka data F2 adalah:


1. +v+ = 60  Virescent
2. + v gl = 48  Virecent, glosy
3. + + gl = 7  Glosy
4. va v gl = 270  Variable steril, virescent, glosy
5. va v + = 4  Variable steril, virescent
6. va + + = 40  Variable steril
7. va + gl = 62  Variable steril, glosy
8. +++ = 235  Normal
a) Urutan gen
b. Fenotip dan genotip parentalnya

c. Konstitusi gen pada F1


d. Peta pautan dari ketiga gen tersebut
d. Peta pautan dari ketiga gen tersebut
e. koefisien dari koinsidensi

Anda mungkin juga menyukai