Biografi Nyi Mas Pakungwati

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 6

Sejarah Nyi Mas

pakungwati di desa Waru


Jaya kecamatan depok
kabupaten cirebon
Kelompok 6
Nama : Dai Robert Fuadi s.hum
Muhamad abdul Lani S.hum
Adenur Istiqomah S.hum
Biografi Nyi Mas Pakungwati
• Nyi Mas Prabu Pakungwati Ratna Kuning atau yang biasa dipanggil Nyi Mas Pakungwati adalah istri ke-
3 Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Beliau lahir dari seorang ayah yang bernama Pangeran
Walangsungsang (Pangeran Cakrabuana, putra Baduga Sri Maharaja/Prabu Siliwangi) dan ibunya
bernama Nyai Mas Endang Geulis (putri Ki Gedheng Danu Warsih dari Pertapaan Gunung Mara Api).
Dalam bahasa Cirebon Kuno, nama Pakungwati memiliki arti udang betina, hal itu merujuk pada ciri
khas Ciebon pada masa lalu hingga sekarang, yakni udang.
• Jika dlihat dari silsilah keluarga, antara Nyi Mas Pakungwati dengan Sunan Gunung Jati masih
lingkup satu keluarga, yaitu berkedudukan sebagai sepupu. Nyi Mas Pakungwati merupakan putri
kesayangan Pangeran Cakrabuana. Beliau lahir dari keluarga terhormat, yakni dari tokoh ternama dan
berpengaruh di Cirebon sehingga banyak orang yang mengenalnya. Tetapi bukan hanya karena
kelurganya saja yang terhormat, melainkan juga karena sikap dan perilaku beliau yang amat mulia serta
beliau merupakan wanita solehah. Beliau seorang penganut agama Islam yang taat bukan dari
formalitasnya saja, melainkan juga dari aplikasinya. Beliau juga menjadi keteladanan hidup bagi wanita
pada zaman itu. Karena hal itulah Sunan Gunung Jati menikahi beliau disamping perintah dari
pamannya (Pangeran Cakrabuana). Nyi Mas Pakungwati menikah dengan Sunan Gunung Jati pada
tahun 1478 M.
• Pada awalnya tujuan Nyi Mas Pakungwati keluar dari wilayah
Keraton Pakungwati bukanlah untuk berdakwah, melainkan untuk
menenangkan dirinya dan mencari ketenangan. Beliau merasa
cemburu dengan kehadiran putri Ong Tien Nio di tengah-tengah
rumah tangganya dengan Sunan Gunung Jati. Beliau merasa sakit
hati dan cemburu hingga akhirnya memilih untuk melakukan
perjalanan guna menemui anak tirinya di Banten, yaitu Maulana
Hasanddin. Namun dalam perjalanan tersebut beliau mulai
melakukan dakwah Islam ke seluruh wilayah yang dilaluinya,
khusunya wilayah Cirebon Barat Daya dengan harapan agar rasa
cemburu tersebut hilang dengan sendirinya.

• Pada awalnya tujuan Nyi Mas Pakungwati keluar dari wilayah Keraton Pakungwati bukanlah
untuk berdakwah, melainkan untuk menenangkan dirinya dan mencari ketenangan. Beliau
merasa cemburu dengan kehadiran putri Ong Tien Nio di tengah-tengah rumah tangganya
dengan Sunan Gunung Jati. Beliau merasa sakit hati dan cemburu hingga akhirnya memilih untuk
melakukan perjalanan guna menemui anak tirinya di Banten, yaitu Maulana Hasanddin. Namun
dalam perjalanan tersebut beliau mulai melakukan dakwah Islam ke seluruh wilayah yang
dilaluinya, khusunya wilayah Cirebon Barat Daya dengan harapan agar rasa cemburu tersebut
hilang dengan sendirinya.
• Pada awalnya tujuan Nyi Mas Pakungwati keluar dari wilayah Keraton Pakungwati bukanlah
untuk berdakwah, melainkan untuk menenangkan dirinya dan mencari ketenangan. Beliau
merasa cemburu dengan kehadiran putri Ong Tien Nio di tengah-tengah rumah tangganya
dengan Sunan Gunung Jati. Beliau merasa sakit hati dan cemburu hingga akhirnya memilih untuk
melakukan perjalanan guna menemui anak tirinya di Banten, yaitu Maulana Hasanddin. Namun
dalam perjalanan tersebut beliau mulai melakukan dakwah Islam ke seluruh wilayah yang
dilaluinya, khusunya wilayah Cirebon Barat Daya dengan harapan agar rasa cemburu tersebut
hilang dengan sendirinya.

• Sebelum mendirikan Astana Pakungwati, terlebih dahulu beliau meminta izin
kepada Ki Raksa Guna (Ki Gede Waru) selaku orang pertama yang memiliki desa
Waru tersebut guna mendirikan Astana Pakungwati dan oleh Ki Raksa Guna
disetujui. Tempat tersebut awalnya tidak dijadikan tempat tinggal selamanya,
hanya dijadikan sebagai tempat singgah sementara. Namun karena desa Waru
tersebut dirasa lebih tenang dan nyaman, maka beliau enggan melanjutkan
kembali perjalananya untuk pulang ke Cirebon Timur. Dan sampai akhir hayatnya
pun beliau lebih memilih desa Waru/Warugede tersebut sebagai tempat
tinggalnya dan akhirnya ketika beliau wafat, beliau di makamkan di kompleks
Anstana Pakungwati tersebut. Itulah yang menjadi alasan beliau tidak
dikuburkan di kompleks pemakaman Gunung Jati. Masih karena alasan sakit hati
itu pula, beliau memilih Astana Pakungwati untuk menghabiskan sisa umurnya.

Anda mungkin juga menyukai