Konsep Dasar Ibadah

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 16

KONSEP DASAR

IBADAH
PENGERTIAN IBADAH
Ibadah adalah masalah terpokok dalam ajaran agama islam karena hakikat
diciptakannnya manusia di muka bumi ini adalah untuk beribadah, sebagaimana
dalam firman-Nya:

ِ ‫ّل لِي َْعبدُو‬


ُ‫ن‬ ِْ ‫نو‬
ُ ِ‫َاْل ْنسَُ إ‬ ِ ‫خلَ ْقتُ ْال‬
ُ ‫ج‬ َ ‫َومَا‬
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.”. (QS. Al-Dzariyat (51): 56).

Secara etimologi, ibadah berasal dari kata ‘abada- ya’budu- ibadatan, yang
berarti mengesakan, beribadah, menyembah, dan mengabdi kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Ibadah juga dapat berarti: ta’at, tunduk, menurut,
mengikut, dan juga dapat diartikan do’a.
Secara termilogis, definsi ibadah dikemukakan oleh para ulama:

Menurut ulama Tasawuf, ibadah ialah seorang mukalaf mengerjakan


sesuatu yang berlawanan dengan keinginan hawa nafsunya untuk
membesarkan Allah. Mereka mengartikan ibadah dengan menepati segala
janji yang telah dijanjikan Allah, melihara segala batas ketentuan serta
meridhoi segala yang ada, dan bersabar terhadap sesuatu yang tidak
diperolehnya, atau bersabar atas sesuatu yang telah hilang.
Para ulama tasawuf membagi ibadah kepada 3 bagian, yaitu:

1. Beribadah kepada Allah karena mengharap benar akan


memperoleh pahala-Nya, atau karena takut akan siksa-Nya.

2. Beribadah kepada Allah karena memandang bahwa ibadah iu


perbuatan mulia, yakni dilakukan oleh orang yang mulia jiwanya.

3. Beribadah kepada Allah karena memandang bahwasanya Allah


berhak disembah dengan tidak memperdulikan apa yang akan
diterima atau diperoleh dari-Nya.
TUJUAN IBADAH
Pada hakikatnya tujuan beribadah adalah untuk mencapai ridha Allah
dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada-Nya. Namun dalam
kaitannya dengan implikasi ibadah bagi pewujudan kesejahteraan dan
kebahagiaan kehidupan di dunia ini, maka ibadah dapat ditunjukan untuk
membina jiwa dan akhlak manusia kepada jalan kebenaran yang akan
menuntun kepada kebaikan-kebaikan bagi dirinya, keluarganya maupun
masyarakat atau bangsanya.
URGENSI IBADAH
Hakikat ibadah adalah ketundukan, kepatuhan, kecintaan yang sempurna kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Ketundukan dan kepatuhan ini akan melahirkan:

1. Kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk yang diciptakan Allah Subhanahu wa


Ta’ala dan harus mengabdi dan menyembah kepada-Nya, sehingga ibadah menjadi
tujuan hidupnya.

2. Kesadaran bahwa sesudah kehidupan di dunia ini akan ada kehidupan akhirat
sebagai masa untuk mempertanggungjawabkan pelaksaan perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala. Selama menjalani kehidupan di dunia.

3. Kesadaran bahwa dirinya diciptakan Allah Subhanahu wa Ta’ala bukan sebagai


pelengkap alam semesta, tetapi justru menjadi sentral alam semesta.
PRINSIP-PRINSIP IBADAH
 Ada perintah dan ketentuan.

Dalam melakukan ibadah kepada Allah manusia tidak mempunyai


kekuasaan menentukannya. Berbeda dengan mu’amalah (masalah keduniaan),
terdapat kelonggaran yang demikian luas bagi manusia untuk
menentukannya.

 Meniadakan kesukaran dan tidak banyak beban.

Semua ibadah itu dalam batas kewajiban dan berjalan dengan kadar
kesanggupan manusia. Contohnya bagi yang tidak mampu melaksanakan
sholat karena sakit, maka boleh melakukan shalat dengan berbaring.
 Hanya Allah yang berhak disembah.

Ajaran islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad Shallallahu`alaihi Wa


Sallam, sebagai nabi terakhir yang memperoleh wahyu terakhir pula, menegaskan
bahwa satu hal yang mutlak dalam hidup beragama, dan memberi pernyataan bahwa
hanya Allah saja yang berhak disembah.

 Tanpa perantara.

Islam sebagai agama lebih mempertegas hubungan manusia dengan Allah (melalui
ibadah) tidak perlu dengan perantara apa-apa, dan melalui siapapun. Manusia harus
melakukan langsung dengan Allah.

 Ikhlas dalam beribadah.

Dengan ikhlas manusia akan terhindar dari perbuatan sesat dan tindak
kemusyrikan (menyekutukan Allah) yang merupakan dosa terbesar yang tidak akan
diampuni.
MACAM-MACAM IBADAH
1. Ditinjau secara umum

Secara umum ibadah dibagi kepada 2 macam, yaitu

Ibadah Khusus yaitu segala kegiatan yang ketentuannya ditetapkan oleh syari’at
(Al-Qur’an dan As-Sunnah) mulai dari ketentuan umum hingga ketentuan rincinya.

Sedangkan ibadah umum, ketentuannya secara garis besar memang ditetapkan oleh
syari’at akan tetapi rincian pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada manusia
sesuai dengan situasi, kondisi, dan kemampuan manusia itu sendiri.
2. Ditinjau dari segi pelaksanaanya

Dari segi pelaksanannya, ibadah terbagi menjadi 3, yaitu:

Ibadah jasmaniah-ruhaniyah: pelaksaannya memerlukan kegiatan fisik disertai


jiwa yang tulus ikhlas kepada Allah. Macam ibadah ini contohnya adalah shalat dan
puasa.

Ibadah ruhaniyah-Maliyah: pelaksanaanya seperti perbuatan mengeluarkan


sesuatu harta yang menjadi hak miliknya diiringi dengan niat yang ikhlas semata
kepada Allah, contohnya zakat.

Ibadah jasmaniah-ruhaniyah-maliyah: naik haji yakni kegiatannya memerlukan


kegiatan fisik dengan melakukan beberapa bentuk amalan, disamping perlu
mengeluarkan biaya sebagai ongkos perjalannya, serta diniatkan untuk memenuhi
panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Ditinjau dari segi kepentingannya

Dari segi kepentingannya, ibadah terbagi menjadi 2, yaitu:

Ibadah fardiy adalah bentuk ibadah yang manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh
orang-orang yang melakukannya saja dan tidak ada hubungannya seara langsung dengan
orang lain. Ibadah macam ini memiliki hubungan hanya anatara manusia dengan Allah,
seperti shalat dan puasa.

Ibadah ijjtimah’iy adalah ibadah yang manfaatnya dapat dirasakan oleh yang
mengerjakan ibadah tersebut, juga mengadung aspek sosial yakni dapat dirasakan secara
langsung oleh orang lain. Misalnya ibadah zakat, dimana si muzaki (orang yang berzakat)
akan bersih jiwa nya dari sifat kikir. Disamping itu, materi zakatnya akan bermanfaat
bagi para mustahiq (orang-orang yang berhak menerima zakat).
4. Ditinjau dari segi waktu pelaksaannya

Ibadah jika dilihat dari segi waktu pelaksaannya terbagi menjadi 2 macam,
yakni:

Ibadah muwaqqat (terikat waktu), yaitu ibadah yang waktu pelaksanaanya


sangat terikat oleh waktu yang telah ditetapkan oleh Allah dan rasul-Nya.
Apabila melaksanakan diluar waktu yang ditetapkan, maka nilainya akan
menjadi hampa, atau menjadi tidak sah secara hukum, bahkan dianggap dosa.
Misalnya sholat.

Ibadah ghairah muwaqqat (tidak terikat waktu), ialah ibadah yang waktu
pelaksanaanya tidak tergantung dengan waktu-waktu tertentu, selama
diizinkan Allah hal itu dapat dilakukan. Misalnya untuk bertasbih dan berdzikir,
hal ini dapat dilakukan kapan saja.
5. Ditinjau dari segi status hukum

Dari segi status hukum, ibadah dibagi menjadi 2 macam, yakni:

Ibadah wajib adalah ibadah yang harus dilaksanakan, bagi pelanggarnya


dianggap berdosa, dan akan memperoleh siksa Allah Subhanahu wa Ta’ala, misalnya
shalat lima waktu, puasa Ramadhan, zakat, dan haji.

Sedangkan ibadah sunnah adalah ibadah yang dianjurkan pelaksanaanya,


pelaksanaanya akan memperoleh pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala namun bagi
yang tidak melaksanakan tidak dianggap berdosa, contohnya shalat sunnah
rawatib, sedekah, dll.
PENGERTIAN AKHLAK
Kata “akhlak” berasal dari bahasa arab yaitu ”Al-Khulk” yang berarti tabeat,
perangai, tingkah laku, kebiasaan, kelakuan. Menurut istilah akhlak ialah sifat
yang tertanam di dalam diri seorang manusia yang bisa mengeluarkan sesuatu
dengan senang dan mudah tanpa adanya suatu pemikiran dan paksaan.

Sedangkan menurut para ahli, pengertian akhlak adalah sebagai berikut:

Menurut Ibnu Maskawaih, akhlak ialah “hal li nnafsi daa’iyatun lahaa ila af’aaliha
min ghoiri fikrin walaa ruwiyatin” yaitu sifat yang tertanam dalam jiwa seseorang
yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa memerlukan pemikiran dan
pertimbangan.
Golongan akhlak sendiri dibedakan menjadi dua golongan, yakni:

Akhlak Terpuji (akhlakul karimah)

Diantara beberapa akhlak terpuji yang seharusnya dimiliki oleh seorang muslim adalah
kesopanan, sabar, jujur, derwaman, rendah hati, tutur kata yang lembut dan santun, gigih,
rela berkorban, adil, bijaksana, tawakal, dan lain sebagainya. Seseorang yang memiliki
akhlak terpuji biasanya akan selalu menjaga sikap dan tutur katanya kepada orang lain dan
merasa bahwa dirinya diawasi oleh Allah.

Akhlak Tercela (akhlakuk mazmumah).

Akhlak tercela adalah akhlak yang harus dijauhi oleh muslim karena dapat
mendatangkan mudharat baik bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain. Contoh akhlak
tercela diantaranya adalah dusta, iri, dengki, ujub, fitnah, sombong, bakhil, tamak,
takabur, hasad, aniaya, ghibah, riya, dan sebagainya. Akhlak yang tercela sangat dibenci
oleh Allah dan tidak jarang orang yang memilikinya juga tidak disukai oleh masyarakat.
Hubungan Ibadah dengan Akhlak

Ibdah dan akhlak, satu dengan lainnya menyatu, dan


seharusnya antara satu dengan yang lainnya tidak terpisahkan.
Dalam melakukan ibadah mengandung implikasi akhlak (sikap
perbuatan). Demikian halnya berakhlakul al-karimah merupakan
efek atau akibat melakukan ibadah yang teratur, baik dan benar.

Anda mungkin juga menyukai