Rumusan Tindak Pidana
Rumusan Tindak Pidana
Rumusan Tindak Pidana
Pidana
Khafid Alfian Rosayadi E0019226
Khafidz Abdulah E0019227
Rumusan Tindak Pidana
• Syarat untuk memungkinkan adanya penjatuhan pidana adalah adanya perbuatan
(manusia) yang memenuhi rumusan delik dalam UU. Ini merupakan konsekuensi logis
dari asas legalitas sebagai prinsip kepastian.
• Perumusan delik dalam KUHP biasanya dimulai denga kata ”barangsiapa” kemudian
diikuti penggambaran perbuatan yang dilarang atau yang tidak dikehendaki atau
diperintahkan oleh UU. Penggambaran perbuatan ini tidak dihubungkan dengan tempat
dan waktu, tidak kongkrit dan disusun secara skematis.
• Misalnya, Pasal 338 KUHP menggambarkan secara skematis syarat-syarat yang harus
ada pada suatu perbuatan agar dapat dipidana berdasarkan pasal (pembunuhan) tersebut.
Secara umum rumusan tindak pidana
setidaknya memuat rumusan tentang
1. subyek hukum yang menjadi sasaran norma tersebut (addressaat norm);
2. perbuatan yang dilarang (strafbaar), baik dalam bentuk melakukan
sesuatu (commission), tidak melakukan sesuatu (omission) dan
menimbulkan akibat (kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan); dan
3. ancaman pidana (strafmaat), sebagai sarana untuk memaksakan
keberlakuan atau dapat ditaatinya ketentuan tersebut.
Ruang lingkup perumusan norma hukum pidana
dalam peraturan perundang-undangan
Disebut dengan cara formil karena dalam rumusan dicantumkan secara tegas
perihal melakukan larangan perbuatan tertentu. Jadi yang menjadi pokok
larangan dalam rumusan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Tindak
pidana yang dirumuskan secara formil ini disebut dengan tindak pidana formil
(Formeel Delict). Contoh tindakan pidana formal adalah:
1. Pencurian yang dalam pasal 362 KUHP dirumuskan sebagai perbuatan yang
berwujud “mengambil barang” tanpa disebutkan akibat tertentu dari
pengambilan barang itu.
2. Memalsukan surat yang dalam pasal 263 KUHP dirumuskan sebagai
perbuatan yang berwujud membuat surat palsu, tanpa disebutkan akibat
penentu dari penulisan surat palsu itu.
Cara materiil
Disebut dengan rumusan materiil karena yang menjadi pokok larangan tindak
pidana adalah pada menimbulkan akibat tertentu. Titik beratnya larangan adalah
para menimbulkan akibat, sedang wujud erbuatan yang menimbulkan akibat itu
tidak menjadi persoalan. Tindak pidana yang dirumuskan dengan cara materiil
disebut dengan tindak pidana materiil (Materiil Delict). Contoh tindakan pidana
material adalah :
1. Pembunuhan dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai perbuatan yang
mengakibatkan matinya orang lain, tanpa disebutkan wujud dari perbuatan itu.
2. Pembakaran rumah dengan segaja dalam pasal 187 KUHP dirumuskan sebagai
mengakibatkan kebakaran dengan segaja tanpa disebut wujud dari perbuatan
itu.