Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996)
Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996)
Kudatuli (Kerusuhan 27 Juli 1996)
(KERUSUHAN 27 JULI
1996)
Peristiwa 27 Juli 1996 merupakan penyerangan kantor DPP PDI pro-
Megawati oleh kelompok DPP PDI pro-Soerjadi yang didukung pemerintah
Orde Baru. Peristiwa yang dikenal dengan sebutan “Kudatuli” (Kerusuhan
27 Juli) itu menjadi bukti bahwa dualisme partai politik yang terjadi di
Indonesia bisa berujung menjadi tragedi yang menimbulkan korban jiwa.
Ini merupakan salah satu lembaran hitam dari dunia perpolitikan Indonesia.
06.35 WIB:
Terjadi bentrokan di antara kedua kubu. Massa PDI pendukung Soerjadi
yang mengenakan kaos warna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung
Kongres Medan" serta mengenakan ikat kepala melempari kantor DPP
PDI dengan batu dan paving-block. Massa PDI pendukung Megawati juga
membalas dengan benda seadanya yang terdapat di sekitar halaman
kantor. Massa PDI pendukung Megawati akhirnya berlindung di dalam
gedung sebelum kemudian diduduki massa PDI pendukung Soerjadi.
08.00 WIB:
Aparat keamanan kemudian mengambil alih dan menguasai kantor DPP PDI
sepenuhnya, yang terhitung sejak awal Juni 1996 itu diduduki massa
pendukung Megawati Soekarnoputri penentang Kongres Medan 20-22 Juni
1996. Kantor DPP PDI kemudian dinyatakan sebagai area tertutup. Polisi
memberi tanda police line berwarna kuning hingga ruas Jl Diponegoro tidak
dapat dilewati. Pers dalam maupun luar negeri juga tidak diperkenankan
melewati garis polisi itu. Demikian pula dengan halaman kantor yang porak-
poranda, dijaga ketat pasukan antihuru-hara.
08.45 WIB:
Aparat keamanan mulai mengangkut sekitar 50 warga PDI pro Megawati
yang tertahan di kantor itu dengan menggunakan tiga truk. Beberapa di
antaranya mengalami luka-luka akibat perang batu antara kedua kelompok
tersebut. Sembilan orang lainya diangkut dengan dua mobil ambulans.
Spanduk dan poster-poster di DPP PDI kemudian dibersihkan.
11.00 WIB:
Massa yang memadati ruas jalan Diponegoro dan sekitarnya terus membengkak
jumlahnya menjadi ribuan. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar
bebas di bawah jembatan layang kereta api, dekat stasiun Cikini. Mimbar bebas ini
kemudian beralih ke Jl Diponegoro. Aksi mimbar bebas ini kemudian dengan cepat
berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dengan aparat keamanan. Penyerbuan
kantor PDI di Jalan Diponegoro oleh pendukung kubu Soerjadi berakhir dengan bentrokan
antara massa dan aparat keamanan di kawasan Jalan Salemba, Jakarta Pusat, 27 Juli
1996. Sebelumnya, kantor PDI diduduki massa pendukung Megawati.
13.00 WIB:
Bentrokan terbuka antara massa dan aparat semakin meningkat, sehingga aparat
terpaksa menambah kekuatan. Setelah itu massa terdesak mundur ke arah RSCM
(Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo), dan Jl Salemba.
15.00 WIB:
Massa kemudian mulai membakar tiga bus kota terbakar, termasuk satu bus tingkat.
Massa kemudian mulai membakar beberapa gedung di Jl Salemba.
16.35 WIB:
Lima panser, tiga kendaraan militer khusus pemadam kebakaran, 17 truk dan
sejumlah kendaraan militer lainnya mulai dikerahkan dari Jl Diponegoro menuju
Jl Salemba. Massa kemudian membubarkan diri. Api di sejumlah gedung belum
berhasil dipadamkan hingga pukul 19.00 WIB
DAMPAK DAN UPAYA PENYELESAIAN
KERUSUHAN KUDATULI
Hasil penyelidikan Komnas HAM menyebut ada lima orang tewas, 149 orang
luka, dan 23 orang hilang. Keterlibatan sejumlah perwira militer disebut-sebut
dalam kasus itu. Adapun kerugian materiil diperkirakan mencapai Rp 100 miliar
akibat dari peristiwa kudatuli ini.
Komnas HAM menilai ada enam bentuk pelanggaran HAMdalam peristiwa
tersebut: pelanggaran asas kebebasan berkumpul dan berserikat; pelanggaran
asas kebebasan dari rasa takut; pelanggaran asas kebebasan dari perlakuan
keji dan tidak manusiawi; pelanggaran perlindungan terhadap jiwa manusia;
dan pelanggaran asas perlindungan atas harta benda.
Pengadilan Koneksitas yang digelar pada era Presiden Megawati hanya
mampu membuktikan seorang buruh bernama Jonathan Marpaung yang
terbukti mengerahkan massa dan melempar batu ke Kantor PDI. Ia dihukum
dua bulan sepuluh hari, sementara dua perwira militer yang diadili, Kol CZI
Budi Purnama (mantan Komandan Detasemen Intel Kodam Jaya) dan Letnan
Satu (Inf) Suharto (mantan Komandan Kompi C Detasemen Intel Kodam Jaya)
divonis bebas.
Namun, hingga saat ini penyelesaian kasus hukum terhadap Peristiwa Kudatuli
dianggap belum jelas. Masyarakat masih bertanya-tanya mengenai dalang
kerusuhan, juga siapa yang seharusnya bertanggung jawab dan dihukum atas
tragedi itu.