CSS Refah - Manajemen Ruptur Perineum

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 20

Manajemen

Ruptur
Perineum
Pembimbing :
dr. Dean Wahjudy Satyaputra.,Sp.OG(K)

Disusun Oleh :
Refah El Istafa - 12100116690
Ruptur Perineum
 Ruptur perineum adalah perlukaan jalan lahir
yang terjadi pada saat kelahiran bayi baik
menggunakan alat maupun tidak menggunakan
alat.
 Faktor Risiko: Etnis Asia, nullipara, berat bayi
> 4 kg, shoulder dystocia, occipito-posterior
position, prolonged second stage of labour,
instrumental delivery (vakum, forceps) (RCOG
2015)
Latar Belakang
Angka kematian ibu (AKI) pada tahun 2015 tercatat sebanyak 305 per 100.000
kelahiran hidup. Menurut target SDGs diharapkan pada tahun 2030 AKI dapat
turun dibawah 70 per 100.000 kelahiran hidup. Perdarahan adalah penyebab utama
kematian ibu di Indonesia dan rupture perineum merupakan salahsatu penyebab
perdarahan post partum.
Lebih dari 85% wanita yang menjalani persalinan pervaginam akan mengalami
ruptur perineum. Sebagian besar ruptur perineum yang terjadi dapat
diklasifikasikan sebagai derajat I atau II, 0,6–11% mengalami ruptur derajat III
atau IV.
Rupture perineum derajat III dan IV yang tidak diterapi dapat menyebabkan nyeri
perineum yang persisten, masalah seksual dan perkemihan dan inkontinensia.
Gejala sekuele ini sangat mempengaruhi quality of life ibu post partum.
Derajat Penjelasan
1 Laserasi mukosa vagina atau laserasi pada kulit perineum saja.
2 Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak
melibatkan kerusakan sfingter ani

3 Kerusakan pada otot sfingter ani


3a: robekan <50% sfingter ani eksterna
3b: robekan >50% sfingter ani eksterna
3c: robekan juga meliputi sfingter ani interna
4 Robekan derajat tiga disertai robekan mukosa anus
Sultan (1999)-RCOG-WHO
Manajemen
 Perbaikan perineum harus dilakukan sesegera mungkin untuk mengurangi perdarahan dan risiko
infeksi. Pastikan pasien dalam keadaan hemodinamik yang stabil selama tindakan
 Robekan derajat I → Tidak perlu dijahit kecuali ada perdarahan atau kontinuitas jaringan
diragukan
 Robekan derajat II
● Pasien dalam posisi litotomi.
● Tempatkan handuk atau kain bersih dibawah bokong ibu.
● Lakukan di tempat dengan pencahayaan baik.
● Lakukan pembersihan aseptik antiseptic.
● Pastikan tidak ada alergi. Suntikkan 10 ml lignokain 1% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit
perineum dan pada otot perineum. Suntikkan pada ujung laserasi dan dorong masuk sepanjang luka
mengikuti garis tempat jarum jahit (Aspirasi untuk memastikan tidak masuk ke pembuluh darah)
● Tunggu 2 menit → jepit area dengan forsep. Jika masih terasa tunggu lagi 2 menit, lalu ulangi tes
Jahitan Mukosa
7. Jahit mukosa vagina secara jelujur
dengan benang 2-0 mulai dari 1 cm di
atas puncak luka di dalam vagina
hingga tepat di belakang lingkaran
himen.
8. Tusukkan jarum pada mukosa vagina
dari belakang lingkaran himen hingga
menembus luka robekan perineum
Jahitan otot
9. Lanjutkan jahitan pada otot
perineum sampai ujung luka
secara jelujur dengan benang 2-0
10. Lihat ke dalam luka untuk
mengetahui letak otot
11. Jahit sampai tidak ada rongga di
antaranya
Jahitan Kulit
12. Cari lapisan subkutikuler persis di bawah lapisan
kulit
13. Lanjutkan dengan jahitan subkutikuler kembali
ke arah batas vagina, akhiri dengan simpul mati
pada bagian dalam vagina
14. Potong kedua ujung benang, sisakan masing-
masing 1 cm
15. Jika robekan cukup luas dan dalam, lakukan
colok dubur untuk memastikan tidak ada bagian
rectum yang terjahit
Manajemen

Robekan derajat III dan IV


1. Lakukan blok pudendal, ketamine atau anesthesia spinal
2. Lakukan tindakan aseptic antiseptic pada daerah robekan
3. Pastikan pasien tidak memiliki alergi terhadap lignokain atau obat-obatan
sejenis
4. Suntikkan 10 ml lignokain 1% di bawah mukosa vagina, di bawah kulit
perineum dan pada otot perineum. Suntikkan pada ujung laserasi dan dorong
masuk sepanjang luka mengikuti garis tempat jarum jahit (Aspirasi untuk
memastikan tidak masuk ke pembuluh darah)
5. Tunggu 2 menit → jepit area dengan forsep. Jika masih terasa tunggu lagi 2
menit, lalu ulangi tes
Jahitan Rektum
6. Tautkan mukosa dan otot rectum serta
pararectal fascia dengan benang 3-0
atau 4-0 secara interuptus dari atas ke
bawah dengan jarak 0,5 cm antara
jahitan
Jahitan Sfingter Ani
7. Jepit otot sfingter dengan klem Allis atau pinset
8. Tautkan ujung otot sfingter ani dengan 2-3 jahitan benang 2-0 end to
end atau overlapping
9. Larutkan antiseptic pada daerah robekan
10. Reparasi mukosa vagina, otot perineum dan kulit
Pasca Prosedur & Edukasi
1. Pastikan tidak ada perdarahan dan penjahitan sesuai anatomi
2. Analgetik: ibuprofen 400 mg PO
3. Pastikan perineum tetap bersih dan kering. Cuci vulva dan vagina dengan
sabun dan air mengalir 3-4x/hari. Mengganti pembalut minimal 2x/hari.
4. Anjurkan posisi istirahat yang mengurangi tekanan pada perineum (terlentang
atau miring), terutama dalam 48 jam pertama. Hindari aktivitas yang
meningkatkan tekanan intra-abdominal (IAP) selama 6 hingga 12 minggu
setelah melahirkan
5. Latihan otot dasar panggul (pelvic floor exercise) 2-3 hari setelah melahirkan
6. Waktu rata-rata untuk kembali coitus → 5-8 minggu pascapersalinan
7. Kontrol 6 minggu untuk memeriksa penyembuhan luka/kembali lebih cepat jika
ada demam, sangat nyeri atau keluar cairan berbau busuk (tanda infeksi)
Pasca Prosedur & Edukasi
8. Untuk robekan derajat III-IV:
 Pemasangan kateter Foley selama 24 jam terutama jika persalinan
menggunakan instrument dan anestesi regional, untuk menghindari retensi urin.
 Berikan antibiotik spektrum luas untuk mengurangi risiko infeksi dan dehiscence
luka → metronidazole 400 mg per oral 3x1 selama 5 hari sebagai profilaksis
(RCOG, 2015)
 Observasi tanda infeksi
 Berikan pelembut feses laktulosa 10 ml 2x1 selama 10 hari per oral.
 Diet: Minum min 2 L air serta makanan tinggi serat
 Fisioterapi: pelvic floor exercise
 Follow up 6-12 minggu post-partum.
 Jika ada gejala inkontinensia pertimbangkan USG endo anal dan manometri
anorektal
Prognosis
Komplikasi

Ruptur perineum derajat I dan II


Perdarahan prognosisnya baik.
Ruptur perineum derajat III dan IV: ada
Infeksi
risiko yang dapat berdampak signifikan
Dyspareunia
pada kualitas hidup wanita. Masalah
Perineal pain jangka panjang yang paling umum
Fistula rectovaginal adalah dispareunia, nyeri perineum, dan
Inkontinensia inkontinensia. 60-80% wanita tidak
fekal/flatus menunjukkan gejala 12 bulan setelah
melahirkan dan perbaikan sfingter anal
eksternal.
Kesimpulan

Saran
Peran dokter umum: melakukan perbaikan rupture perineum derajat satu dan
dua (4A), deteksi dini tingkat keparahan dan komplikasi untuk rujukan cepat,
dan memastikan serta mengelola dampak psikologis atau fisiologis pada ibu.
Referensi

Anda mungkin juga menyukai