Tanggung Jawab Profesi Apoteker Dalam Pemberian Obat Injeksi - Apt. Ayuk

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 46

TANGGUNG JAWAB PROFESI

APOTEKER DALAM
PEMBERIAN OBAT INJEKSI
Disampaikan dalam Acara Sinau Bareng dan Rakercab
Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Cabang Kota Batu

Batu-Malang, 8 November 2020

1
CV Ayuk L Hariadini
Alamat : Perum. Greenleaf Residence 1/C2 Kota Malang
No. HP/WA : 081330159200
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
S1 dan profesi Universitas Airlangga (2006-2010)
S2 Ilmu Farmasi Universitas Airlangga (2014-2016)
Riwayat Pekerjaan :
Staf pengajar di Jurusan Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas
Brawijaya (2012-sekarang)
APA Apotek K24 Sunandar Malang (2012-2014)
APA Apotek Wagir Farma Malang (2014-sekarang)
Riwayat Organisasi :
Anggota Bidang Pendidikan dan Resertifikasi Anggota IAI PC
Kabupaten Malang (2015-sekarang)
2
Presentation Outlines
Who is the pharmacist?

Landasan Hukum

Tanggung Jawab Apoteker


• Aspek farmakoterapi dan farmasetika dari obat injeksi
• Pengkajian resep
• Perubahan rute ke oral
• Edukasi dan pelatihan
• Medication error
• Centralised Intravenous Additive Service (CIVAS)

3
Who is the Pharmacist?
Seseorang yang bertanggung jawab dalam melaksanakan pekerjaan
kefarmasian:
No. Pekerjaan Kefarmasian
1 Pembuatan, termasuk
2 Pengendalian mutu sediaan farmasi
3 Pengamanan
4 Pengadaan
5 Penyimpanan
6 Pendistribusi atau penyaluran obat
7 Pengelolaan obat (PP No. 51 Tahun
8 Pelayanan obat atas resep dokter 2009 tentang
Pekerjaan
9 Pelayanan informasi obat Kefarmasian)
10 Pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional 4
Konsep “9-Star Pharmacist”

• Konsep 7-Star Pharmacist diperkenalkan oleh WHO pada Maret 2014.

• An addendum to the
concept:
8. Researcher
9. Enterpreneur

WHO concept of
seven star
Pharmacist

5
Standards for Quality of
Pharmacy Practices
(Joint FIP/WHO Guidelines on GPP, 2009)
Terdapat 4 peran utama dari seorang apoteker yang diharapkan
oleh pasien dan masyarakat, yaitu:

No. Role
Function D:
1 Prepare, obtain, store, secure, distribute, Administration of
administer, dispense and dispose of medicines, vaccines
medical products. and other injectable
medications
2 Provide effective medication therapy
management. ⬇
Establishing
3 Maintain and improve professional procedures and
performance. monitoring the
outcomes
4 Contribute to improve effectiveness of the
health-care system and public health.
6
Landasan Hukum
1. Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit

Dispensing sediaan 1. Menjamin


steril harus Dengan teknik aseptik sterilitas
dilakukan di: 2. Menjamin
stabilitas
3. Melindungi
petugas
4. Menghindari
terjadinya
kesalahan
pemberian obat

7
2. Peraturan BPOM Nomor 34 Tahun 2018 tentang Pedoman
Cara Pembuatan Obat yang Baik

Produk steril
hendaklah dibuat
dengan persyaratan
khusus dengan
tujuan: 1. Memperkecil risiko kontaminasi
mikroba, partikulat, dan pirogen
2. Sangat tergantung dari
keterampilan, pelatihan dan sikap
personel
3. Prosedur ditetapkan dengan
seksama dan tervalidasi

8
Pasal 2 Ayat 1
Pedoman CPOB wajib menjadi acuan bagi industri farmasi dan
sarana yang melakukan kegiatan pembuatan Obat dan Bahan
Obat.

Pasal 3
Sarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
a. Lembaga yang melakukan proses pembuatan sediaan
radiofarmaka dan telah mendapat pertimbangan dari
lembaga yang berwenang di bidang pengawasan tenaga
nuklir; dan/atau
b. IFRS yang melakukan proses pembuatan obat untuk
keperluan pelaksanaan pelayanan kesehatan di RS yang
bersangkutan

9
3. Standar Akreditasi RS Joint Commission International edisi ke-
6
Penyiapan dan Penyerahan
Obat disiapkan dan diserahkan dalam lingkungan yang bersih:

Bagaimana area Kapan masker harus Bagaimana laminar


penyiapan obat digunakan? air flow hoods harus
dibersihkan? digunakan?

Obat-obatan yang disimpan dan diserahkan dari area di luar unit


farmasi RS (sebagai contoh unit perawatan pasien) mematuhi
peraturan keamanan dan kebersihan yang sama.
10
Staf yang menyiapkan produk steril yang dicampur (seperti IV
dan epidural) atau menyiapkan obat-obatan yang menggunakan
vial multidosis, terlatih dalam prinsip-prinsip teknik aseptik.

11
4. Instrumen Akreditasi KARS SNARS Ed. 1.1 Tahun 2019
Standar PKPO 5
Obat disiapkan dan diserahkan di dalam lingkungan aman dan
bersih.

Pencampuran obat intravena,


Pencampuran obat kemoterapi epidural, dan nutrisi parenteral
harus dilakukan di dalam clean serta pengemasan kembali obat
room yang dilengkapi dengan suntik harus dilakukan di dalam
cytotoxic drug/biological safety clean room yang dilengkapi dengan
cabinet. laminar air flow cabinet.

Staf yang menyiapkan produk steril terlatih prinsip penyiapan


obat dengan teknik aseptik serta menggunakan alat pelindung
diri (APD) yang sesuai.
12
Tanggung Jawab Apoteker
1. Apoteker menyampaikan informasi dan saran kepada dokter,
perawat, atau profesional kesehatan lain mengenai aspek
farmakoterapi dan farmasetika dari obat injeksi, seperti:
Aspek Farmakoterapi
Alternatif Sumber Informasi
dan Farmasetika
Pemilihan terapi obat 1. Drug Information Handbook: A Comprehensive Resource for All
Clinicians and Healthcare Professionals
2. Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, Eleventh
Edition
3. A to Z Drug Facts
4. British National Formulary 80
5. drugs.com
6. Lexicomp Drug References, dsb.
Kompatibilitas 1. The United States Pharmacopeia and the National Formulary
Stabilitas (USP–NF): 〈797〉 PHARMACEUTICAL COMPOUNDING—STERILE
PREPARATIONS
Dosis dan cara pemberian 2. UCL Hospitals Injectable Medicines Administration Guide:
Pharmacy Department, 3rd Edition
3. Handbook on Injectable Drugs 20th edition
4. Gahart's 2020 Intravenous Medications 36th edition, dsb.

13
Contoh:

14
2. Apoteker melakukan pengkajian terhadap resep obat
parenteral dan memberitahukan kepada dokter/perawat
dengan segera mengenai permasalahan potensial.
Persyaratan Farmasetik Persyaratan Klinik
a. Nama obat, bentuk, a. Ketepatan indikasi,
dan kekuatan sediaan dosis, dan waktu
penggunaan obat
b. Dosis dan jumlah obat b. Duplikasi pengobatan
c. Aturan dan cara c. Alergi dan Reaksi Obat
penggunaan yang Tidak
Dikehendaki (ROTD)
d. Kontraindikasi
e. Interaksi obat

(Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian di Rumah Sakit)
15
Contoh Pengkajian Resep
• Usia
Terdapat dosis tertentu untuk rentang usia spesifik, misalnya anak atau
geriatri.
Contoh:
Dosis lazim digoxin tab untuk CHF pada pasien dewasa adalah 10-15
mcg/kgBB. Namun pada pasien geriatri dibutuhkan 250 mcg sehari.

• Berat Badan atau Luas Permukaan Tubuh


Waspadai pasien dengan BB ekstrim sebab sangat mungkin
membutuhkan dosis yang lebih rendah atau lebih tinggi dari dosis
lazimnya. Perhatikan juga kapan harus mempertimbangkan adjusted
body weight.
Contoh:
1. Seorang anak berusia 6 tahun mendapatkan resep sehari dua kali
10 mL Atenolol sirup 25 mg/5 mL (50 mg). Dosis yang benar yaitu
sehari dua kali 10 mg (2 mL). Dosis pada anak dihitung
berdasarkan BB.
2. Menghitung dosis aminoglikosida pada pasien dengan BB ekstrim. 16
• Jenis Kelamin

Perbedaan fisiologis jenis kelamin pasien dapat berpengaruh pada


penggunaan obat dan alat kesehatan.
Contoh:
1. Antibiotik tidak diresepkan jangka waktu lama untuk ISK pada
pasien pria.
2. Kesalahan penulisan resep (prescribing) atau penyerahan
(dispensing) ukuran panjang catheter.
• Ibu Hamil dan Menyusui
Penggunaan obat yang salah pada kelompok pasien ini dapat
menyebabkan dampak yang berat.
Contoh:
1. ACE inhibitor yang tidak dihentikan selama kehamilan.
2. Penggunaan asam valproate pada wanita yang berencana hamil.
3. Codeine pada ibu menyusui meningkatkan risiko toksisitas opioid
pada bayi.

17
• Alergi dan Intoleransi

Riwayat alergi terhadap obat atau bahan obat sangat penting digali,
terutama jika obat baru pertama kali diresepkan. Contoh yang sangat
jelas adalah penicillin.
Contoh:
Pasien dengan riwayat alergi terhadap kacang tanah yang diresepkan
Tovias® (fesoterodine fumarate) dapat mengalami reaksi anaphylactic.

• Fungsi Ginjal dan Hati


Jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hati, maka metabolism dan
klirens obat dapat menurun, sehingga diperlukan penyesuaian dosis.
Contoh:
1. Penggunaan opioid pada pasien gangguan fungsi hati harus
diwaspadai sebab opioid mengalami first pass metabolism yang
signifikan. Harus diberikan dosis awal yang lebih rendah dengan
titrasi perlahan.
2. Pasien geriatri cenderung mengalami penurunan fungsi ginjal,
Karenanya, digoxin tidak akan diresepkan >125 mcg sehari sebab
digoxin hampir seluruhnya diekskresikan melalui ginjal.
18
• Komorbid

Pertimbangkan informasi yang relevan dengan kondisi penyakit lain


yang diderita pasien.
Contoh:
1. Pasien rheumatoid arthritis yang mendapatkan terapi methotrexate
membutuhkan asam folat 5 mg seminggu, bukan 400 mcg seminggu.
2. Pasien asma yang mendapatkan resep propranolol.
3. Pasien Parkinson’s disease seharusnya tidak mendapatkan resep anti
emetic seperti cyclizine, prochlorperazine, atau metoclopramide
sebab dapat menurunkan fungsi motorik.

Pharmacy Forum, 2016. Clinical Check Guidelines. Issued June 2016.


www.psni.org.uk/forum
19
3. Apoteker memberikan saran perubahan rute pemberian obat
ke oral sesegera mungkin untuk meminimalkan risiko terapi
intravena.

No. Keuntungan

1 Menurunkan risiko infeksi yang berhubungan dengan


cannula

2 Tidak ada risiko thrombophlebitis

3 Lebih murah jika dibandingkan dengan terapi


intravena
Menurunkan biaya tambahan, seperti: biaya pelarut,
4 alkes untuk pemberian obat, dsb.

5 Menurunkan lama rawat inap

20
Jenis Konversi Terapi Intravena ke Oral

Sequential therapy


Menggantikan dengan sediaan oral yang sama kandungan bahan aktifnya.

Contoh: Pantoprazole injeksi 40 mg sekali sehari menjadi pantoprazole tab 40 mg sekali sehari

Switch therapy


Menggantikan dengan sediaan oral dari golongan yang sama, mempunyai potensi sama, namun berbeda bahan aktif.

Contoh: Ceftriaxone inj 1 g sehari 2 kali menjadi Cefixime tab 200 mg sehari 2 kali

Step down therapy


Menggantikan dengan golongan lain atau obat lain dari golongan yang sama, namun frekuensi, dosis, dan spektrumnya (untuk antibiotik)
mungkin tidak sama.

Contoh: 1) Cefotaxim inj 1 g menjadi ciprofloxacin tab 500 mg dan 2) Heparin inj menjadi warfarin tab.

21
Pendekatan Praktis
Apoteker ruang rawat Melakukan pemantauan
status klinis, seperti
inap mengidentifikasi
WBC, tanda-tanda vital,
pasien yang hasil kultur, kondisi fisik
mendapatkan terapi IV dan mental pasien, dsb.

Membuat rekomendasi
Menyampaikan yang tepat terhadap
kepada dokter pemilihan sediaan oral
pengganti

Memantau
Mengkaji
kemajuan kondisi
feedback dokter klinis pasien

Tetap memahami
pengetahuan dan guideline
yang digunakan dokter terkait
penggantian rute IV ke oral,
dapat juga dilakukan survei

22
Kriteria Pasien sebagai Pertimbangan Konversi Terapi

Cyriac, J. M. dan James, E., J Pharmacol Pharmacother. 2014 Apr-Jun;


5(2): 83–87.
23
Contoh Obat dengan Bioavailabilitas yang Tinggi (>90%)
dalam Penggantian Rute IV ke Oral

Cyriac, J. M. dan
James, E., J
Pharmacol
Pharmacother.
2014 Apr-Jun;
5(2): 83–87.
24
Contoh Obat dengan Bioavailabilitas yang Baik (60-90%)
dalam Penggantian Rute IV ke Oral

Cyriac, J. M. dan
James, E., J
Pharmacol
Pharmacother.
2014 Apr-Jun;
5(2): 83–87.
25
Contoh Kasus 1
• Seorang wanita 52 tahun MRS dengan batuk dan sesak,
mendapatkan terapi cefoperazone-sulbactam inj 2 g sehari 2 kali
dan levofloxacin tab 500 mg sehari sekali.
• Dia juga mendapatkan terapi pantoprazole inj 40 mg sehari 2
kali dan Neurobion forte® inj sekali sehari. Tanda vital dan
WBCnya normal pada hari ke-3 rawat inap.
• Kemudian keluar hasil kultur sputumnya yang menunjukkan
pertumbuhan Candida albicans. Kemudian dokter meresepkan
fluconazole tab 100 mg sehari 2 kali selama 10 hari dan
cefoperazone-sulbactam inj dihentikan, namun levofloxacin tab
tetap dilanjutkan hingga KRS.
• Seluruh terapi parenteral lainnya diganti ke rute oral pada
hari ke-3 rawat inap (pantoprazole inj menjadi pantoprazole
tab 40 mg sehari sekali dan Neurobion forte® inj menjadi
Neurobion forte® oral sehari sekali). Kondisi pasien terus
membaik. 26
Contoh Kasus 2
• Seorang pria 28 tahun MRS dengan gastrorenteritis,
mendapatkan terapi ciprofloxacin inj 200 mg setiap 12 jam dan
metronidazone inj 500 mg setiap 8 jam.
• Dia juga mendapatkan terapi pantoprazole inj 40 mg 1-0-1,
racecadotril 100 mg 1-1-1, dan paracetamol tab 650 mg prn.
• Sejak hari ke-2, gejala diare dan mualnya berkurang, serta bisa
diberikan makanan melalui mulut. Tanda vitalnya telah normal
pada hari ke-3 dengan WBC count 9730/µl.
• Sangat mungkin untuk mengganti obat-obatan injeksinya dengan
bentuk oralnya yang ekivalen.

27
4. Apoteker sebaiknya memberikan edukasi dan pelatihan
kepada profesional kesehatan yang terlibat dalam pemberian
obat melalui rute parenteral.

Berakhirnya
Penerbitan kewenangan
surat klinis –
penugasan rekredensial –
Kajian mitra
penerbitan
besari
ulang surat
Permohonan penugasan
untuk
memperoleh
kewenangan klinis

Persi, 2009. Pedoman Kredensial dan


Kewenangan Klinis (Clinical Privilege) di RS.
28
DISCUSSION
Pharmacist : patient ratio at Slightly exceeding the statement of
inpatient care unit of Dr. Saiful Permenkes No. 58 about Standar
Anwar Malang public hospital 2016 Pelayanan Kefarmasian di RS
1 : 34,88 1 : 30

• Ward pharmacist requirement based on WISN at Dr. Saiful Anwar


Malang public hospital = 38 pharmacists.
• Ward pharmacist requirement based on WISN at type A hospital (Dr.
Saiful Anwar Malang public hospital as a model) = 37 pharmacists.
• Pharmacist : patient ratio with ideal workload =
37 : 872 = 1 : 24

Based on observations, pharmaceutical services can be well done by


pharmacist, because:
1. Pharmacists have a tendency to complete the task and the documents
that are not listed in medical records beyond the working hour
2. To finishing a job that must be resolved immediately, then assisted by
technisians with pharmacist verification 29

Hariadini, A. L., 2016. Ward Pharmacist Workload Analysis in Type A Hospital.


30
Penyiapan Obat Injeksi di Ruang
Rawat Inap dan IFRS
1. Obat injeksi tidak boleh disiapkan kecuali untuk penggunaan
segera (immediate use).
2. Obat injeksi tidak boleh disiapkan oleh selain apoteker,
perawat/bidan teregistrasi dan terlatih, atau dokter yang
akan memberikannya kepada pasien.
3. Setiap obat yang disiapkan harus diberikan label yang jelas.
Label tambahan tersebut harus ditempel pada wadah infus.
Pengecualian dari ketentuan di atas:
1. Obat injeksi bisa disiapkan di awal jika terdapat protokol
spesifik yang disetujui apoteker.
2. Pada kondisi emergensi tidak perlu diberikan label. Namun
apabila terdapat beberapa obat yang disiapkan pada saat
yang sama, harus bisa diidentifikasi dengan baik.

UCL Hospitals Injectable Medicines Administration Guide:


Pharmacy Department, 3rd Edition
31
Contoh Label Tambahan:

32
33
National Patient Safety Agency
(NPSA) Risk Rating
UCL Hospitals Injectable Medicines Administration Guide:
Pharmacy Department, 3rd Edition
High NPSA risk (>6 kriteria): Obat dengan penyiapan
yang kompleks dan memerlukan peralatan khusus atau
peralatan infus
Moderate risk (3-5 kriteria)
Low risk (0-2 kriteria)

8 Kriteria Pemberian Obat Injeksi:


Nomor Faktor Risiko Kondisi Penerapan
1 Therapeutic risk Terdapat risiko signifikan pada
keamanan pasien apabila obat injeksi
tidak diberikan sesuai petunjuk.

34
Nomor Faktor Risiko Kondisi Penerapan
2 Use of a concentrate Produk obat tersebut harus diencerkan
lagi (setelah rekonstitusi) sebelum
diberikan.
3 Complex calculation Harus dilakukan perhitungan >1 langkah
sebelum pemberian atau konversi dosis,
seperti % ke mg/mL.
4 Complex method >5 kegiatan aseptis dibutuhkan dalam
penyiapannya, atau ketika ada transfer
syringe ke syringe, atau penggunaan filter.
5 Rekonstitusi serbuk Ketika bentuk sediaan obat adalah serbuk
dalam vial yang harus direkonstitusi.
6 Memerlukan >1 vial Diperlukan sebagian atau >1 vial/ampul
atau ampul untuk 1 resep.
7 Memerlukan pump atau Diperlukan infusion device untuk
syringe driver administrasi obatnya.
8 Memerlukan alat Contoh:
kesehatan non Low sorption, air inlet, atau light protected
standar/modifikasi administration set.

35
5. Apoteker ruang rawat inap melakukan pemantauan terhadap
medication error, memberikan pelatihan yang spesifik
dengan kasus yang terjadi kepada profesional kesehatan yang
terlibat, dan melaporkannya. Pengalaman yang diperoleh
seharusnya dipublikasikan kepada profesional kesehatan
lainnya untuk mencegah terulang kembali.

Self-assessment yang bertujuan untuk mengidentifikasi risiko

Risk keamanan obat di dalam sistem sehingga dapat disusun skala prioritas
dan tindakan perbaikan.

assessme
nt Contoh instrumen assessment: Institute for Safe Medication
Practices (ISMP) www.ismp.org/selfassessments/default.asp

36
serta ±70 item pertanyaan lainnya yang dapat dipilih sesuai kondisi
sarana praktik Bpk/Ibu.
(ASHP, 2018. Guidelines for Preventing Medication Errors in Hospitals.37 Am
J Health-Syst Pharm. (75): 1493-1517)
Area yang menjadi focus utama antara lain: (1) High-risk populations, (2) High-risk processes, (3) High-alert medications, dan (4) Easily confused drug names

Reducing the
(LASA).

Risk of Errors Setiap secondary question mendapatkan skor 1 jika jawabannya yes hingga memperoleh nilai >50%.

38
RS harus membuat pedoman dan membatasi jenis konsentrasi obat yang tersedia.
Standard
concentratio Hal ini bertujuan untuk: (1) mencegah kesalahan kalkulasi, (2) mengurangi obat sisa, (3)
memudahkan penyimpanan, dan (4) meningkatkan penggunaan larutan siap pakai.

ns
Ketika dibutuhkan >1 konsentrasi, sebaiknya digunakan terminologi yang konsisten, seperti: (1) 2 kali
lipat, (2) konsentrasi maksimum, atau memberikan label tambahan.

Public warning BPOM

Safety alert http://cekbpom.pom.go.id/warning/

monitoring Website ISMP


https://www.ismp.org/medication-safety-alerts?field_alert_type_target_id%5B36%5D=36#alerts--alerts_list

FDA Medwatch
https://www.fda.gov/safety/medwatch-fda-safety-information-and-adverse-event-reporting-program

39
Obat milik pasien hanya boleh dilanjutkan penggunaannya setelah disetujui dokter dan diidentifikasi oleh

Safe apoteker.

procurement Apoteker juga terlibat dalam evaluasi sebelum pengadaan atau penggantian jenis alat kesehatan khusus, seperti
(pumps, mesin dialisis, dsb.)

IFRS juga menjadi penanggung jawab dalam pelayanan farmasi yang diperoleh secara outsourcing, seperti
pencampuran sediaan steril di luar RS.

IFRS mempunyai sistem untuk mengkomunikasikan kepada dokter mengenai


Pengelolaan kekosongan obat, termasuk alternatif dan protokol substitusinya.

kekosongan
obat Biasanya obat akan tersedia kembali, namun dengan volume, bentuk sediaan, atau konsentrasi yang
berbeda. IFRS perlu mempertimbangkan dampaknya pada apoteker di unit pelayanan, mesin
dispensing otomatis, dan penulisannya pada rekam medis elektronik.

40
Administration Error
Wrong patient

Yang lebih spesifik pada pemberian obat injeksi adalah wrong rate atau inkompatibilitas pada Y-site.

Wrong route

Wrong dosage form

Wrong time (ASHP, 2018.


Guidelines for
Wrong dose or rate Preventing
Medication Errors
in Hospitals. Am J
Wrong drug Health-Syst
Pharm. (75):
Omission or missed doses 1493-1517)
41
Tujuan Mengetahui angka kejadian medication error pada
pasien ICU di RSUD Kota Baubu dan RS Santa Anna
Kendari serta faktor yang mempengaruhi kejadian
tersebut.
Metode Telaah resep dan observasi terhadap proses
penyiapan hingga pemberian obat, dilanjutkan
diskusi kelompok dengan direktur RS, Ka IFRS, dan
Ka R. ICU.
Faktor yang a. Persoalan sistem (minimnya kelengkapan
Mempengaruhi fasilitas RS)
b. Profesional (apoteker, dokter, dan perawat)
c. Dokumentasi

42
43
6. IFRS menyiapkan beberapa jenis obat injeksi yang disetujui
bersama KFT. Bagian Centralised Intravenous Additive Service
(CIVAS) ini dapat menyiapkan obat sitostatika, nutrisi
parenteral, infus antibody monoclonal, dan high-risk
medicines, seperti fozcarnet dan ganciclovir.

44
45
Policy of HHR Workloads and Hospital Pharmacist Needs
Workloads is the type of jobs that must be completed by a health
professional within 1 year in 1 health-care facilities.
(Kepmenkes No. 81/MENKES/SK/I/2004 tentang Pedoman Penyusunan
Perencanaan SDM Kesehatan di Tk Propinsi, Kab/Kota dan RS)

Inpatient care pharmacy services that include managerial and


clinical pharmacy ideally requires pharmacists with the ratio 1 :
30.
(Permenkes No. 58 th 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di RS)

Pharmacist : Patient Ratio at Dr. Saiful Anwar Malang Public


Hospital
Inpatient Care Department Total Amount
The ward pharmacist 25 (total = 50)
The beds 872
Ratio 25 : 872 = 1 : 34,88
The pharmacist requirements planning at
RSSA on 2015 98

46
(Laporan tahunan RSUD Dr. Saiful Anwar Malang, 2015)

Anda mungkin juga menyukai