Materi Fiqih Thaharah

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 29

THAHARAH

Oleh: Masruhan, S.Pd.I

1
THAHARAH: menurut bahasa

Thaharah menurut bahasa ‫( النظافة‬bersih),


disebutkan “Dia telah membersihkan baju” yang maknanya dia
membersihkannya.

Al Imam Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad Al Husni Al Husaini Ad Damasyqi; Kifayatul Akhyar;
Bab Thaharoh ; Hal. 19
2
THAHARAH: menurut syara’
Menghilangkan hadats atau najis, atau perbuatan yang dianggap dan
berbentuk seperti menghilangkan hadats atau najis sebagaimana
basuhan yang kedua dan ketiga, mandi sunah, memperbarui wudlu,
tayammum, dan lain-lainnya yang kesemuanya tidak berfungsi
menghilangkan hadats dan najis.

Al Imam Taqiyudin Abu Bakar bin Muhammad Al Husni Al Husaini Ad Damasyqi; Kifayatul Akhyar;
Bab Thaharoh ; Hal. 19
3
Dalil Thaharah - dari Al Qur’an

‫يََٰٓأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ْا ِإَذ ا ُقۡم ُتۡم ِإَلى‬

‫ٱلَّص َلٰو ِة َفٱۡغ ِس ُلوْا ُو ُج وَهُك ۡم َو َأۡي ِدَيُك ۡم ِإَلى ٱۡل َم َر اِفِق َو ٱۡم َسُح وْا ِبُرُء وِس ُك ۡم َو َأۡر ُج َلُك ۡم ِإَلى ٱۡل َك ۡع َبۡي نِۚ َو ِإن ُك نُتۡم ُج ُنٗب ا َفٱَّطَّهُر وْۚا َو ِإن‬
‫د ِّم نُك م ِّم َن ٱۡل َغ ٓاِئِط َأۡو َٰل َم ۡس ُتُم ٱلِّنَس ٓاَء َفَلۡم َتِج ُد وْا َم ٓاٗء َفَتَيَّمُم وْا َصِع يٗد ا َطِّيٗب ا َفٱۡم َس ُحوْا‬ٞ ‫ُك نُتم َّم ۡر َض ٰٓى َأۡو َع َلٰى َس َفٍر َأۡو َج ٓاَء َأَح‬

٦ ‫ِبُو ُجوِهُك ۡم َو َأۡي ِد يُك م ِّم ۡن ُۚه َم ا ُيِريُد ٱُهَّلل ِلَيۡج َعَل َع َلۡي ُك م ِّم ۡن َحَر ٖج َو َٰل ِكن ُيِريُد ِلُيَطِّهَر ُك ۡم َو ِلُيِتَّم ِنۡع َم َت ۥُه َع َلۡي ُك ۡم َلَع َّلُك ۡم َتۡش ُك ُروَن‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu
sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu
junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);
sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
(QS. Al-Maidah: 6) 4
‫َو اَل َت ۡق َر ُب ُه َّن َح َّت ٰى َي ۡط ُه ۡر َۖن‬ ‫َو َي ُل َن َك َع َمۡل ِۖض ُق ۡل ُه َو َأ ٗذ َف ۡع َت ُل ْا َس َء َمۡل‬
‫و‬ ‫ى ٱ ِز و ٱلِّن ٓا ِف ي ٱ ِح يِض‬ ‫َٔ‍ۡس و ِن ٱ ِح ي‬
‫َن‬ ‫َف َذ َت َط َّه ۡر َن َف ۡأ ُت ُه َّن ۡن َح ۡي ُث َأ َم َر ُك ُم َّل ُۚه َّن َّل َه ُي ُّب َّت َّٰو َن َو ُي ُّب ُمۡلَت َط‬
٢٢٢ ‫ٱل ِإ ٱل ِح ٱل ِب ي ِح ٱ ِّه ِر ي‬ ‫و ِم‬ ‫ِإ ا‬

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah
kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri.” (QS. Al-Baqoroh: 222)

5
Dalil Thaharah - dari As Sunnah
Diriwayatkan juga dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi SAW bersabda:

‫مفتاح الصالة الطهور وتحريمها التكبير وتحليلها التسليم‬


“Kunci shalat adalah bersuci, tahrim (pembuka)nya adalah takbir dan tahlil (penutup)nya
adalah salam.” (HR. at-Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah)
* At-Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini statusnya adalah Hasan.

‫َق َل َر ُس ُل َّل َص َّل َّل ُه َع َل ْي َو َس َّل َم اَل ُت ْق َب ُل َص اَل ُة َأ َح ُك ْم َذ َأ ْح َد َث َح َّت َي َت َو َّض َأ‬
‫ى‬ ‫ِد ِإ ا‬ ‫ِه‬ ‫و ال ِه ى ال‬ ‫َو ا‬
“Tidak akan diterima shalat seseorang yang berhadas sehingga dia berwudhu”.
(HR Bukhari dan Muslim)

6
Hikmah dari Thaharah
1. Islam Adalah Agama Kebersihan
a. Perhatian Islam atas kesucian merupakan bukti otentik tentang konsistensi
Islam atas kesucian dan kebersihan. Dan mereupakan sistem hidup yang
paling unggul dalam urusan keindahan dan kebersihan.
b. Seorang yang disyariatkan berwudhu sehari lima kali pasti berbeda
keadaannya dengan yang tidak berwudhu sehari lima kali.
c. Kita bayangkan di masa lalu dimana mandi di beberapa belahan dunia
dianggap sesuatu yang asing dan jarang-jarang dilakukan. Konon raja Ingrris
di abad pertengahan sekali pun, jarang-jarang yang kenal mandi.
d. Di Eropa zaman kegelapan, orang-orang terbiasa tidur bersama dengan
ternak mereka, sapi, anjing dan babi. Semantara ratusan tahun sebelumnya
umat Islam sudah membedakan mana najis dan mana yang bukan najis.
Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 27 7
2. Islam Memperhatian Pencegahan Penyakit
a. Termasuk juga bentuk perhatian serius atas masalah kesehatan baik yang
bersifat umum atau khusus.
b. Pembentukan fisik dengan bentuk yang terbaik dan penampilan yang
terindah.
c. Perhatian ini juga merupakan isyarat kepada masyarakat untuk mencegah
tersebarnya penyakit, kemalasan dan keengganan. Sebab wudhu' dan
mandi itu secara fisik terbukti bisa menyegarkan tubuh, mengembalikan
fitalitas dan membersihkan diri dari segala kuman penyakit yang setiap
saat bisa menyerang tubuh.
d. Secara ilmu kedokteran modern terbukti bahwa upaya yang paling efektif
untuk mencegah terjadinya wabah penyakit adalah dengan menjaga
kebersihan. Dan seperti yang sudah sering disebutkan bahwa mencegah
itu jauh lebih baik dari mengobati.
Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 28 8
3. Dipuji Allah SWT
a. Allah SWT telah memuji orang-orang yang selalu menjaga kesucian di dalam
Al-Quran Al-Kariem.
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang taubat dan orang-
orang yang membersihan diri.” (QS. Al-Baqarah : 222)
“Di dalamnya ada orang-orang yang suka membersihkan diri Dan
Allah menyukai orang yang membersihkan diri.” (QS. AtTaubah : 108)

b. Sosok pribadi muslim sejati adalah orang yang bisa menjadi teladan dan idola
dalam arti yang positif di tengah manusia dalam hal kesucian dan kebersihan.
Baik kesucian zahir maupun maupun batin. Sebagaimana sabda Rasulullah
SAW kepada jamaah dari shahabatnya :
“Kalian akan mendatangi saudaramu, maka perbaguslah kedatanganmu dan
perbaguslah penampilanmu. Sehingga sosokmu bisa seperti tahi lalat di tengah
manusia (menjadi pemanis). Sesungguhnya Allah tidak menyukai hal yang kotor dan keji.”
(HR.Sarwat,
Ahmad Ahmad) FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 29 9
4. Kesucian Itu Sebagian Dari Iman
Rasulullah SAW telah menyatakan bahwa urusan kesucian itu sangat terkait
dengan nilai dan derajat keimanan seseorang.
Bila urusan kesucian ini bagus, maka imannya pun bagus. Dan sebaliknya, bila
masalah kesucian ini tidak diperhatikan, maka kulitas imannya sangat
dipertaruhkan.

‫الَّطهور شْط ر اِإل يماِن‬


“Kesucian itu bagian dari Iman.” (HR. Muslim)

Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 30


Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 30 10
5. Kesucian Adalah Syarat Ibadah
Selain menjadi bagian utuh dari keimanan seseorang, masalah kesucian ini
pun terkait erat dengan syah tidaknya ibadah seseorang. Tanpa adanya
kesucian, maka seberapa bagus dan banyaknya ibadah seseorang akan
menjadi ritual tanpa makna. Sebab tidak didasari dengan kesucian baik hakiki
maupun maknawi.
Rasulullah SAW bersabda :

-‫ِم ْفتاح الصالِة الَّطهور وتحِر يمها التْك ِبير وتحِليُلها التسِليم‬
‫رواه اْلخمسُة إال النساِئي‬

Dari Ali bin Thalib ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Kunci shalat itu adalah
kesucian, yang mengharamkannya adalah takbir dan menghalalkannya
adalah salam.” (HR. Abu Daud, Tirmizi, Ibnu Majah)
11
Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 30
Sarana Thaharah

Sarana atau alat untuk thaharah terdiri dari air dan tanah.
Air dapat dipergunakan untuk berwudu’ atau mandi.
Sedangkan tanah, dapat digunakan untuk ber-tayammum, sebagai ganti air
dalam berwudu’ atau mandi.
Kedua sarana ini digunakan untuk bersuci dari hadas kecil atau hadas besar.

12
Sarana Thaharah: AIR
Tidak semua air dapat untuk bersuci, ada 4 macam :
1. Air Mutlak, yaitu air suci yang mensucikan, yakni ia suci pada dirinya dan dan menyucikan bagi
yang lainnya.
Seperti air hujan, air laut, air sungai, air sumur, air salju, dan air embun, berdasarkan dalil-dalil
berikut.
"Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci." (Al-Furqan: 48).
“Diturunkan-Nya bagimu dari langit, supaya kamu bersuci dengan dia”.
(QS. Al-Anfal: 11)
Rasulullah SAW bersabda, “Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya,
atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya."
13
(HR Al-Baihaqi, Hadis ini dhaif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2. Air Musta’mal, yaitu air suci tetapi tidak dapat menyucikan, artinya
zatnya suci tetapi tidak sah dipakai untuk menyuci sesuatu.
Terbagi menjadi 3 bagian:
a. Air yang telah berubah salah satu sifatnya dengan sebab bercampur
dengan sesuatu benda yang suci selain dari pada perubahan yang
tersebut di atas, seperti air kopi, teh dan lain sebagainya.
b. Air yang sudah terpakai untuk mengangkat hadas atau menghilangkan
hukum najis, sedang air itu tidak berubah sifatnya dan tidak pula
bertambah timbangannya.
c. Tekukan pohon kayu (air nira), air kelapa dan sebagainya.

14
3. Air Mutanajis, artinya air yang tercampur dengan barang atau benda
yang najis.
Terbagi menjadi 2 keadaan, yakni:
a. Bila najis itu mengubah salah satu diantara rasa, warna atau baunya.
Dalam keadaan ini para ulama sepakat bahwa air itu tidak dapat dipakai
untuk bersuci.
b. Bila air tetap dalam keadaan mutlak, tetapi tidak berubah di antara ketiga
sifat tersebut, maka air itu hukumnya suci dan menyucikan, baik sedikit
atau banyak. [Sayyid Sabiq, Fiqh Sunah I, PT. Al-Ma’arif, Bandung, 1998,
hlm. 34]

15
4. Air yang makruh dipakai, artinya yang terjemur pada matahari dalam bejana selain
bejana emas atau perak, air ini makruh dipakai untuk badan, tidak untuk pakaian.
Terkecuali air yang terjemur ditanah seperti air sawah, air kolam dan tempat-tempat
yang bukan bejana yang mungkin berkarat.
[Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (HukumFiqh Lengkap), PT. Sinar Baru Algesindo, Bandung, 2002,
hlm.16]
Dalilnya:
“Dari Aisyah, sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari , maka
berkata Rasulallah SAW kepadanya: Janganlah engkau berbuat demikian, ya A’isyah
sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit sapak”.
(HR.Baihaqi)
[Imam Abu Bakar Ahmad bin Husain bin Ali al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, Dar al-Kutub
alIlmiah, Beirut-Libanon, 1994, Juz 1, hlm. 11] 16
Sarana Thaharah: Tanah
 Tanah yang suci, debu, atau pasir, atau batu, atau tanah berair.
Rasulullah saw. bersabda,"Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku."
(HR Ahmad)
 Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air
karena sakit, dan karena sebab lain.
Allah berfirman, "…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka
bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci." (An-Nisa: 43)
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci
seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia
mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya."
(HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
"Rasulullah saw. mengizinkan Amr bin Ash r.a. bertayammum dari jinabat pada malam
yang sangat dingin, karena ia menghawatirkan keselamatan dirinya jika ia mandi
17
dengan air yang dingin." (HR Bukhari)
PEMBAGIAN THAHARAH

1. Thaharah dari Najis

2. Thaharah dari Hadas

3. Thaharah dari sisa sisa (kelebihan-kelebihan) kotoran yang ada di badan

18
1. Thaharah dari Najis
Najis dari kata an-najasah bermakna kotoran (‫)القذارة‬, Asy-Syafi'iyah
mendefinisikan najasah dengan makna (‫مستقذرة یمنع الصالة حیث ال‬
‫“; )مرخص‬kotoran yang menghalangi sholat”.
[Al-qalyubi Alal Minhaj, Jilid 1 hal. 68]

Jenis-jenis najis oleh mazhab Asy-Syafi'i, dibedakan berdasarkan tingkat


kesulitan dalam mensucikan atau menghilangkannya.
a. Najis Ringan (mukhaffafah)
b. Najis Berat (mughalladzhah)
c. Najis Pertengahan (mutawassithah)
19
THAHARAH DARI NAJIS
a. Najis Ringan (mukhaffafah)
• Disebut ringan, karena cara mensucikannya sangat ringan, yaitu tidak perlu
najis itu sampai hilang.
• Satu-satunya najis ini adalah air kencing bayi laki-laki yang belum makan apa
pun kecuali air susu ibu.
• Dalilnya,
Dari As-Sam'i ra berkata bahwa Nabi SAW bersabda,
"Air kencing bayi perempuan harus dicuci sedangkan air kencing bayi
laki-laki cukup dipercikkan air saja.” (HR. Abu Daud, An-Nasai dan Al- Hakim)
• Cara mensucikan: cukup dengan mengusapkan/ memercikkan air pada
benda yang terkena najis.
20
THAHARAH DARI NAJIS
b. Najis Berat (mughalladzhah)
• Disebut najis yang berat, karenatidak bisa suci begitu saja dengan mencuci
dan menghilangkannya secara fisik, tetapi harus dilakukan praktek (syari’at)
tertentu.
• Syari’at-nya adalah mencuci dengan air sebanyak 7 (tujuh) kali dan salah
satunya dengan tanah.
• Dasar dari semua ini adalah hadits Rasulullah SAW :
“sucinya wadah air kalian yang diminum anjing adalah dengan
mencucinya tujuh kali, salah satunya dengan air.” (HR. Muslim)

• Dalam mazhab Asy-Syafi'i, najis berat hanya dua saja, yaitu anjing dan babi.
21
THAHARAH DARI NAJIS
c. Najis Pertengahan (mutawassithah)
• Disebut pertengahan lantaran posisinya yang ditengah-tengah antara najis
ringan dan najis berat.
• Najis mutawasitah terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Najis hukmiah adalah najis yang diyakini adanya, tetapi, zat, bau, warna dan
rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mengering. Cara
mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang terkena najis
tersebut.
 Najis ainiyah adalah najis yang nyata zat, warna, rasa dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyiramkan air hingga hilang zat, warna, rasa dan baunya.
• Semua najis yang tidak termasuk ke dalam najis yang berat atau ringan,
berarti secara otomatis termasuk ke dalam najis pertengahan ini.
22
THAHARAH DARI NAJIS
Najis Pertengahan (mutawassithah)
Contoh-nya:
1) Darah (termasuk darah manusia), nanah dan sebagainya.
2) Kotoran atau air kencing manusia atau binatang, atau sesuatu yang keluar
dari perut melalui jalan manapun termasuk yang keluar melalui mulut
(muntah).
3) Bangkai binatang yaitu binatang yang mati tidak dikarenakan disembelih
secara Islam, binatang yang tidak halal dimakan meskipun disembelih,
kecuali bangkai ikan dan belalang.
4) Benda cair yang memabukkan.
5) Air susu atau air mani binatang yang tidak halal dimakan.
Maimunah Hasan, al-Qur’an dan Pengobatan jiwa, Bintang Cemerlang, Yogyakarta, 2001, hlm.108
23
2. Thaharah dari Hadas
Hadas adalah “sesuatu yang baru datang, hadas berarti keadaan tidak suci
(bukan benda) yang timbul karena datangnya sesuatu yang ditetapkan oleh
hukum agama sebagai yang membatalkan keadaan suci”.
[Maimunah Hasan, Al-Qur'an dan Pengobatan Jiwa, Bintang Cemerlang, Yogyakarta, 2001, hlm. 107]

Dalam ilmu fiqh, hadas itu ada dua macam :


a. Hadas Kecil, Hadas kecil ini timbul karena salah satu sebab :
1. Keluarnya sesuatu benda (padat, cair atau gas) dari salah satu jalan pelepasan
(qubul/dubur).
2. Hilang akal/kesadaran, umpamanya karena mabuk, pingsan, tidur, gila dan
sebagainya.
3. Persentuhan kulit (tanpa benda pemisah) antara pria dan wanita bukan mahram.
4. Memegang (dengan telapak tangan sebelah dalam) jalan pelepasan (qubul/dubur).
24
b. Hadas Besar, Hadas yang timbul karena salah satu dari :
1) Keluarnya air mani (sperma).
2) Persetubuhan atau jima’ (coitus).
3) Haid (menstruasi).
4) Nifas (keluar darah sesudah persalinan).
5) Wiladah (persalinan).
6) Mati.
[Maimunah Hasan, Al-Qur'an dan Pengobatan Jiwa, Bintang Cemerlang, Yogyakarta, 2001, hlm. 107]

Bersuci dari hadas dapat dilakukan dengan cara:


1. Berwudhu (untuk hadas kecil)
2. Mandi (untuk hadas besar)
3. Tayammum (untuk hadas kecil dan besar, dengan sebab tertentu)
25
3. Thaharah dari sisa sisa (kelebihan-kelebihan)
kotoran yang ada di badan
• Kelebihan-kelebihan yang suci itu ada dua macam, yaitu kotoran yang menempel di badan, dan bagian-bagian
tubuh yang merupakan kelebihan yang tidak diperlukan.
• Menurut Muhammad Djamaluddin al-Qasimy bahwa kotoran-kotoran yang ada di badan ini terdiri atas 8
macam, yaitu:
1) Kotoran yang berkumpul di rambut kepala berupa daki dan kutu. Di sunahkan membersihkannya dengan disisir dan di beri
minyak agar tidak kusut.
2) Kotoran yang berkumpul dilipatan-lipatan telinga. Dengan mengusap kotoran yang tampak dari luar, sedang di bagian dalam
dibersihkan dengan hati-hati setelah selesai mandi.
3) Kotoran-kotoran yang ada di dalam lubang hidung, membersihkannya dengan cara menghirup air ke dalam hidung lalu
mengeluarkannya.
4) Kotoran-kotoran yang ada disela-sela gigi dan di ujung lidah, membersihkannya dengan bersiwak (menggosok gigi) dan
berkumur-kumur.
5) Kotoran dan kutu yang berkumpul dijanggut yang tidak terawat. Cara membersihkannya dianjurkan dengan mencuci dan
menyisirnya.
6) Kotoran-kotoran yang terdapat pada ruas-ruas jari, yakni pada lipatan-lipatan sebelah luar.
7) Kotoran-kotoran yang terdapat pada ujung-ujung jari dan di bawah kuku.
[Syeikh Muhammad Djamaluddin al-Qasimy al-Dimsyaqi, Tarjamah Mauidlatul Mu’minin ;Bimbingan Orang-orang
8) Daki-daki yang menempel di badan karena keringat dan debu-debu jalanan.
Mu’min, Asy-Syifa’, Semarang, 1993, hlm. 28]
26
ISTINJA’
• Secara bahasa kata istinja’ ( ‫ ) اسنتجاء‬yang berasal dari bahasa Arab ini bermakna : menghilangkan
kotoran.
• Sedangkan secara istilah ilmu fiqih, kata istinja‘ ini punya beberapa makna, antara lain :
 menghilangkan najis dengan air.
 menguranginya dengan semacam batu.
 penggunaan air atau batu.
 menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur (pantat).

• Hukum Istinja’, pendapat dari AsySyafi`iyah hukumnya wajib ketika ada sebabnya. Dan sebabnya
adalah adanya sesuatu yang keluar dari tubuh lewat dua lubang (anus atau kemaluan).
• Dalilnya, hadits Rasulullah SAW berikut ini :

Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bila kamu pergi ke tempat buang air,
maka bawalah tiga batu untuk membersihkan. Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan.”
(HR. Ahmad, Nasai, Abu Daud, AdDaaruquthuni)
Hadits ini bentuknya amr atau perintah dan konsekuensinya adalah kewajiban.
27
[Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 103-104]
Praktek Istinja’ dan Adabnya
• Prakteknya: Mulai dengan mengambil air dengan tangan kiri dan mencuci kemaluan, yaitu pada
lubang tempat keluarnya air kencing. Atau seluruh kemaluan bila sehabis keluar mazi. Kemudian
mencuci dubur dan disirami dengan air dengan mengosok-gosoknya dengan tangan kiri.
• Adabnya:
 Disunnahkan menggunakan tangan kiri.
 Menggunakan tabir/penghalang (Istitar)
 Tidak Membaca Allah, atau nama yang diagungkan seperti malaikat atau Nabi.
 Tidak Menghadap Kiblat.
 Istibra` yakni, menghabiskan sisa kotoran atau air kencing hingga yakin sudah benar-benar keluar semua.
 Disunnahkan untuk masuk ke tempat buang air dengan menggunakan kaki kiri. Sedangkan ketika keluar dengan
menggunakan kaki kanan.
 Tidak Sambil Berbicara.
 Istijmar yakni, beristinja’ bukan dengan air tapi dengan menggunakan batu atau benda lain selain air.
 Dilarang menjawab suara adzan.
 Dilarang menjawab salam.
 Bila bersin hendaknya memuji Allah dalam hati saja, tidak boleh menjawab dengan suara keras.
 Dilarang sambil makan, minum dan sebagainya.
 Dilarang mengucapkan kalimat-­kalimat dzikir.
28
[Ahmad Sarwat, FIQIH THAHARAH, DU CENTER PRESS, 2010, hal. 106]
WALLAHU’ALAMBISHOWAB...

Anda mungkin juga menyukai