Praktek Sesi 5

Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Unduh sebagai pptx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 28

UJI ASUMSI KLASIK

1. Heteroskedastisitas
2. Autokorelasi
3. Multikolineritas
1. HETEROSKEDASTISITAS
 Heteroskedastisitas: keadaan dimana variabel penganggu (error) atau e, diasumsikan memiliki varian
yang tidak konstan.
 Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana , artinya semua residual mempunyai variansi yang sama.
Padahal, ada kasus-kasus tertentu dimana varinsi ui tidak konstan, tetapi berubah-ubah.
 Heteroskedastisitas banyak ditemukan pada data cross section, karena pengamatan dilakukan pada
individu yang berbeda pada saat yang sama.
 Salah satu cara untuk mendeteksi penyakit heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji Park.
 Uji Park dilakukan dengan cara melakukan pemangkatan terhadap residual, lalu dilakukan
transformasi LN (logaritma Natural), baru kemudian melakukan regresi terhadap variabel
independent.
 Apabila terjadi masalah hetersokedastis, akan mengakibatkan sebuah keraguan/ketidakakuratan
pada hasil regresi.
 Model regresi yang baik adalah yang tidak mengandung penyakit heteroskedastis
Langkah-Langkah Uji Park:

 Rumuskan Hipotesis:
H0 : Tidak ada heteroskedastisitas

H1: Ada heteroskedastisitas

 Dasar Pengambilan Keputusan:


o Nilai sig > 0,05, maka kesimpulannya tidak terjadi gejala heteroskedastisitas
o Nilai sig < 0,05, maka kesimpulannya terjadi gejala heteroskedastisitas

 Contoh Uji Park  gunakan file excel “Latihan 7”


Langkah-Langkah Uji Park dalam SPSS:

1) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;


2) Pindahkan konsumsi ke kolom dependent; dan pendapatan ke kolom independent;
3) Klik tombol save, lalu ceklist unstandardized pada kolom residual;
4) Klik continue dan tekan OK
5) Abaikan output, fokus pada variabel baru (Res_1)
6) Kuadratkan variabel Res_1 dengan cara:
 Blok data Res_1 , lalu transform dan pilih compute variable;
 Pada kolom target variable ketik Res2;
 Pada kolom numeric expression: pindahkan unstandardized dengan cara klik 2x, lalu ketik tanda
bintang (*) dan klik 2x unstandardized, lalu tekan OK sampai muncul variabel baru Res2;
continued:…

7) Transformasikan Res2 ke dalam log Natural (LN) dengan cara:


 Blok data Res2, lalu transform dan pilih compute variable, klik Reset;
 pada kolom target variable ketik LN_Res;
 Pada kolom function group pilih arithmetic;
 Pada kolom functions and special variables klik 2x Ln;
 Klik 2x variabel Res2, lalu tekan OK sampai muncul variabel baru Ln_Res;

8) Selanjutnya regresikan Ln_Res dengan Pendapatan, dengan cara:


o Analyze – regression – linear – reset;
o Pada kolom dependent masukkan variable Ln_Res;
o Pada kolom independent masukkan variable pendapatan, lalu klik OK
Interpretasi output SPSS:
1. Nilai signifikansi variabel pendapatan = 0,737 > 0,05
2. Kesimpulan: tidak terjadi gejala heterokedastisitas
Bila terjadi gejala heterokedastis, maka langkah yang bisa diambil adalah:
1. Transformasi logaritma pada salah satu atau semua data yang digunakan. Transformasi ke dalam
logaritma akan membuat perbedaan nilai menjadi lebih kecil. Contoh: Perbedaan angka 10 dan 5
adalah 5. Tetapi beda antara Ln 10 = 2,3 dan Ln 5 = 1,6, selisihnya menjadi lebih kecil. Dengan
mengecilkan perbedaan ini diharapkan data yang heteroskedastis dapat menjadi homoskedastis
2. Metode Generalized Least Squares (GLS)
3. Metode uji glejser
4. Metode uji white
2. AUTOKORELASI

 Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana kesalahan pengganggu dari periode tertentu (e t)

berkorelasi dengan kesalahan pengganggu dari periode sebelumnya (et-1).


 Dengan kata lain, autokorelasi ialah adanya korelasi antara variabel itu sendiri.
 Umumnya autokorelasi terjadi pada data time series.
 Dampak yang timbul akibat adanya autokorelasi: taksiran yang diperoleh dengan menggunakan OLS
tidak lagi BLUE, namun masih tidak bias, dan konsisten. Oleh karenanya interval kepercayaan menjadi
lebar, dan uji signifikan kurang kuat. Akibatnya uji t dan uji F tidak dapat dilakukan, atau hasilnya tidak
akan baik.
 Salah satu cara untuk mendeteksi gejala autokorelasi adalah dengan melakukan uji Durbin-Watson
(Uji DW).
Langkah-Langkah Uji DW:

 Rumuskan Hipotesis:
H0 : Tidak ada autokorelasi (positif/negative)

H1: Ada autokorelasi (positif/negative)


 Estimasi model dengan OLS dan hitung nilai residualnya
 Hitung nilai DW (selanjutnya disebut dengan DWstat)
 Hitung DW kritis yang terdiri dari nilai kritis dari batas atas (du) dan batas bawah (dl) dengan
menggunakan jumlah data (n), jumlah variabel independent (k) serta tingkat signifikansi tertentu
 Bandingkan nilai DWstat dengan DW kritis dengan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis
sbb:
HIPOTESIS NOL KEPUTUSAN KRITERIA

Ada autokorelasi positif Tolak H0 0 < d < dl

Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada keputusan dl < d < du

Ada autokorelasi negative Tolak H0 4-dl < d < 4

Tidak ada autokorelasi negative Tidak ada keputusan 4-du < d < 4-dl

Tidak ada autokorelasi Jangan Tolak Tolak H0 du < d < 4-du

Auto + No conclusion No correlation No conclusion Auto -


0 dl du 4-du 4-dl 4

Contoh Uji DW  gunakan file excel “Latihan 8”


Langkah-Langkah Uji DW dalam SPSS:

1) Impor data “Latihan 8”


2) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;
3) Pindahkan Y ke kolom dependent; dan X ke kolom independent;
4) Klik tombol statistics, lalu ceklist Durbin-Watson pada kolom residual;
5) Klik continue dan tekan OK
6) Berikut adalah output SPSS nya:

Nilai DWstat adalah 0,223, kemudian bandingkan dengan


Tabel DW dengan spesifikasi n = 20; k = 1; dan α = 5%
Hasil:
Nilai 0,223 berada di bawah
dl 1,20, maka keputusannya
adalah menolak H0. Artinya,
terjadi autokorelasi positif
Metode Durbin-Watson memiliki kelemahan, yaitu Ketika nilai DW jatuh
pada area “No Conclusion”. Lalu langkah apa yang bisa diambil?

Alternatif solusi untuk mengatasi masalah autokorelasi adalah dengan melakukan


“Runs Test”

Dasar Pengambilan keputusan untuk Uji “Runs Test”:


 Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) > 0,05, maka kesimpulannya tidak terdapat gejala
autokorelasi
 Jika nilai Asymp. Sig (2-tailed) < 0,05, maka kesimpulannya terdapat gejala
autokorelasi
Langkah-Langkah Runs Test dalam SPSS:

1) Gunakan kembali file SPSS “Latihan 8”


2) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;
3) Pindahkan Y ke kolom dependent; dan X ke kolom independent;
4) Klik tombol save, lalu ceklist unstandarized pada kolom residuals;
5) Klik continue dan tekan OK
6) Muncul nilai residual RES_1 dalam Data View;
7) Lanjutkan pada analyze – Nonparametric Tests – Legacy Dialogs – Runs;
8) Pindahkan unstandardized residual ke kolom Test Variable list;
9) Ceklist median pada kolom Cut Point, lalu klik OK
10) Perhatikan output Runs Test berikut ini:
Hasil:
Sayangnya nilai asymp. Sig (2 tailed) 0,001 < 0,05, maka
kesimpulannya masih terjadi autokorelasi

Jika masih mengandung gejala autokorelasi, maka lakukan alternatif lainnya,


yaitu “Metode Cochrane Orchutt”
Langkah-Langkah Cochrane Orchutt dalam SPSS:

1) Gunakan kembali file SPSS “Latihan 8”


2) Pilih menu transform - compute variable;
3) Pada kolom target variable ketik LAG_RES;
4) Pilih ALL pada Function Groups, dan klik 2x LAG(1) pada functions and special variables;
5) Lalu klik 2x unstandardized residual ke dalam numeric expression;
6) Lalu tekan OK sampai muncul LAG_RES dalam Data View
Langkah selanjutnya adalah mencari nilai koefisien LAG_RES sbb:

1) Lakukan analyze – regression – linear;


2) Lakukan reset, selanjutnya masukan variabel unstandardized residual ke kolom dependent, dan
variabel LAG_RES ke kolom independent;
3) Lalu tekan OK sampai muncul output coefficients sbb:

Angka koefisien LAG_RES = 0,894 akan


digunakan dalam rumus Cochrane ochrutt
selanjutnya
Step berikutnya:

1) Lakukan transform – compute variable;


2) Klik Reset, lalu Ketik LAG_X pada target variable
3) Masukan dalam numeric expression: X-(0,894*LAG(X)):
4) Lalu tekan OK, tunggu sampai muncul variabel LAG_X dalam Data view;
5) Ulangi langkah 1 – 4 untuk membuat variabel LAG_Y dalam data view

Cari kembali DW stat sbb:

1) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;


2) Klik Reset, lalu pindahkan LAG_Y ke kolom dependent; dan LAG_X ke kolom independent;
3) Klik tombol statistics, lalu ceklist Durbin-Watson pada kolom residual;
4) Klik continue dan tekan OK
5) Berikut adalah output model summary:
Hasil:
1. Nilai DWstat = 2,192
2. Bandingkan dengan Tabel DW dengan spesifikasi n = 20; k = 1; dan α = 5%, yaitu dL = 1,2015; dU =
1,4017, dan 4 – dU = 2,5893
3. Maka: 1,4017 < 2,192 < 2,5893;
4. Kesimpulan: data tidak terjadi autokorelasi
5. Selanjutnya analisis regresi dilakukan pada model ekonometrik  LAG_Y = 17,420 + 0,511 LAG_X
3. MULTIKOLINEARITAS

 Multikolinearitas adalah suatu korelasi linear diantara variabel bebas yang dimasukkan ke dalam
model.
 Misalkan terdapat hubungan sbb: ;
 Secara substansi diketahui bahwa total income bersumber dari upah (wages) dan non upah
(nonwages). Bila model tsb ditaksir menggunakan OLS, maka tidak dapat diperoleh, karena income =
wages + nonwages, sehingga terjadi perfect multicollinearity.
 Ciri suatu model memiliki gejala multikol adalah memiliki R2 tinggi tetapi tidak banyak variabel yang
signifikan dari uji t;
 Dampaknya koefisien yang dihasilkan tidak sesuai dengan substansi, sehingga dapat menyesatkan
interpretasi.
Contoh: berikut ini adalah data konsumsi, pendapatan dan kekayaan mengikuti fungsi ekonometrik sbb:

Jika diperhatikan secara seksama data tersebut,


terlihat adanya hubungan antara pendapatan dan
kekayaan sebagai berikut:
kekayaan = 10 x pendapatan + bilangan random

Buka file excel “Latihan 9”


Perhatikan model berikut ini:

SE (4,696) (1,199) (0,117)


t-stat (2,726) (-1,179) (1,721)
R2 = 0,982
F-stat = 195,620
Penjelasan:
1) Persamaan yang didapat menunjukkan bahwa R2 yang diperoleh cukup tinggi yaitu 98,2%.
Artinya, pendapatan dan kekayaan secara bersama-sama mampu menerangkan variansi
konsumsi sebesar 98,2%.
2) Tetapi jika dilakukan uji koefisien secara individu (uji t), maka variabel pendapatan dan
konsumsi tidak signifikan secara statistic pada α = 5%. Penyebab hasil ini adalah relatif
besarnya standar error.
3) Interpretasi terhadap koefisien yang didapat juga bisa menyesatkan, terutama pada koefisien
pendapatan yang bertanda negative. Sesuatu yang melawan common sense jika semakin besar
pendapatan maka tingkat konsumsinya semakin menurun. Dimana seharusnya .
Uji Multikolinearitas dalam SPSS:

Salah satu cara untuk mendeteksi masalah multikolinearitas yaitu menggunakan metode tolerance & VIF.
Berikut langkah-langkahnya:
1) Gunakan kembali file SPSS “Latihan 9”
2) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;
3) Pindahkan variabel konsumsi ke kolom dependent; dan variabel Pendapatan dan kekayaan ke
kolom independent;
4) Klik tombol statistics, lalu hilangkan centang pada estimates dan model fit, lalu ceklis pada
collinearity diagnostics;
5) Klik continue dan tekan OK
6) Selanjutnya lakukan uji tolerance dan VIF
Kriteria Uji Tolerance dan VIF:

 Jika nilai Tolerance > 0,100 dan VIF < 10,00, maka pada model tidak mengandung masalah
multikolinearitas.
 Jika nilai Tolerance < 0,100 dan VIF > 10,00, maka pada model mengandung masalah
multikolinearitas.

Hasil Uji Tolerance dan VIF (perhatikan tabel coefficients berikut ini):

 Pada variabel pendapatan: Nilai Tolerance < 0,100 dan VIF > 10,00,
maka variabel pendapatan mengandung masalah
multikolinearitas.
 Pada variabel kekayaan: Nilai Tolerance < 0,100 dan VIF > 10,00,
maka variabel kekayaan mengandung masalah multikolinearitas.
Cara mengatasi Multikolinearitas:
1) Membuang salah satu variabel yang kolinier. Namun tetap harus hati-hati karena akan
menimbulkan specification bias, yaitu salah spesifikasi karena varaibel yang dibuang
merupakan variabel yang sangat penting.
2) Mentransformaiskan variabel, khususnya untuk data time series.
3) Mencari tambahan data/variabel. Dengan tambahan data, kolineritas dapat berkurang, tetapi
dalam praktek tidak mudah untuk mencari tambahan data.
4) Cara-cara lain, misalnya melakukan transformasi eksponensial.
Contoh lain:

1) Gunakan kembali file SPSS “Latihan 3” dan output SPSS “output3”


2) Lakukan analisis regresi linear seperti biasa: analyze – regression – linear;
3) Pindahkan variabel hasil ke kolom dependent; dan variabel didik, kerja dan jender ke kolom
independent;
4) Klik tombol statistics, lalu hilangkan centang pada estimates dan model fit, lalu ceklis pada
collinearity diagnostics;
5) Klik continue dan tekan OK
6) Selanjutnya lakukan uji tolerance dan VIF
Hasil Uji Tolerance dan VIF:

 Pada ketiga variabel bebas, yaitu pekerjaan, pendidikan dan jenis kelamin masing-masing
memiliki Nilai Tolerance > 0,100 dan VIF < 10,00. Artinya, ketiga variabel bebas terbukti tidak
saling berkorelasi, dan model yang digunakan layak untuk dianalisis menggunakan metode OLS

Anda mungkin juga menyukai