Distrik Satui
Distrik Satui adalah bekas distrik (kedemangan) di dalam afdeeling Martapura.[1]
Perkembangan selanjutnya distrik ini merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Tanah Laoet pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu.[2]
Tahun 1888
[sunting | sunting sumber]Pulau Laut sejak tahun 1888 secara administratif dihitung sebagai milik Tanah Boemboelands, seperti Batoe Litjin, Pagatan dengan Koesan dan Sebamban; Namun pada awalnya, Tanah Bumbu ini hanya berarti landschap di sekitar Teluk Kelumpang (Tjantoeng, Boentar Laut dan Bangkalaän serta di sekitar Teluk Pamukan (Sampanahan, Menoengoel dan Tjengal). Dari perbatasan barat daya dengan Tanah Laut (distrik Satoei) sekarang (sejak tahun 1888) dihitung di bawah Tanah Bumbu:[3]
Distrik Satui tercatat mulai muncul tahun 1863.
Tahun | Districtshoofd | Panghoeloe |
---|---|---|
1863 | Achmad[4] | - |
1865 | Pembakal Idis[5] | - |
1868 | Pembakal Idis ????[6] | - |
1870 | Pembakal Idis ????[7] | - |
1871 | Pembakal Idis[8] | - |
1906 | Kiai Osman[9] |
Sejak tahun 1888 distrik Satui digabung ke dalam kawasan Tanah Bumbu yang lebih besar.[3] Sekarang ini wilayah distrik ini termasuk dalam wilayah Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
Suku bangsa
[sunting | sunting sumber]Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Satui (Puak Satui) yang merupakan cikal bakal masyarakat Banjar yang ada di Kabupaten Tanah Bumbu.
Satui dalam Hikayat Banjar dan Kotawaringin
[sunting | sunting sumber]"Maka Patih Balit itu kembali maka datang serta orang bantu itu. Maka orang yang takluk tatkala zaman Maharaja Suryanata sampai ke zaman Maharaja Sukarama itu, seperti negeri Sambas dan negeri Batang Lawai dan negeri Sukadana dan Kotawaringin dan Pembuang dan Sampit, Mendawai dan Sebangau dan Biaju Besar dan orang Biaju Kecil dan orang negeri Karasikan dan Kutai dan Berau dan Paser dan Pamukan dan orang Laut-Pulau dan Satui dan Hasam-Hasam dan Kintap dan Sawarangan dan Tambangan Laut dan orang Takisung dan Tabuniau, sekaliannya itu sudah sama datang serta senjata serta persembahnya. Sama suka hatinya merajakan Pangeran Samudera itu. Sekaliannya orang itu berhimpun di Banjar dengan orang Banjarmasih itu, kira-kira orang empat laksa. Serta orang dagang itu, seperti orang Melayu, orang Cina, orang Bugis, orang Mangkasar, orang Jawa yang berdagang itu, sama lumpat menyerang itu. Banyak tiada tersebut."
— Hikayat Banjar.[10]
Daerah Satui turut serta mengirim prajurit membantu Pangeran Samudera berperang melawan pamannya Pangeran Tumenggung (Raja Negara Daha terakhir). Wilayah Satui tahun 1526 merupakan wilayah sepanjang sungai Satui hingga sungai Kusan, sedangkan wilayah Pamukan saat itu mulai sungai Cengal hingga sungai Batulicin (kemudian hari menjadi wilayah kerajaan Tanah Bumbu)
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:
Maka Patih Masih menyuruh orang memberitahu ke Kintap, ke Satui, ke Sawarangan, ke Hasam-Hasam, ke Laut Pulau, ke Pamukan, ke Paser, ke Kutai, ke Berau, ke Karasikan, dan memberitahu ke Biaju, ke Sebangau, ke Mendawai, ke Sampit, ke Pembuang, ke Kotawaringin, ke Sukadana, ke Lawai, ke Sambas: Pangeran Samudera menjadi raja di Banjarmasih. Banyak tiada tersebut.[10]
Daerah-daerah yang takluk pada masa Sultan Suryanullah - Sultan Banjarmasin ke-1 disebutkan dalam Hikayat Banjar.[11]
Hikayat Banjar dan Kotawaringin menyebutkan:
Sudah itu maka orang Sebangau, orang Mendawai, orang Sampit, orang Pembuang, orang Kota Waringin, orang Sukadana, orang Lawai, orang Sambas sekaliannya itu dipersalin sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim barat sekaliannya negeri itu datang mahanjurkan upetinya, musim timur kembali itu. Dan orang Takisung, orang Tambangan Laut, orang Kintap, orang Hasam-Hasam, orang Laut-Pulau, orang Pamukan, orang Paser, orang Kutai, orang Berau, orang Karasikan, sekaliannya itu dipersalin, sama disuruh kembali. Tiap-tiap musim timur datang sekaliannya negeri itu mahanjurkan upetinya, musim barat kembali.[10]
Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Dutch East Indies". Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indië 1905, EERSTE GEDEELTE: GRONDGEBIED EN BEVOLKING, INRICHTING VAN HET BESTUUR VAN NEDERLANDSGH—INDIE EN BIJLAGEN (dalam bahasa Belanda). 1. Batavia: Ter Lands-Drukkerij. 1904. hlm. 129.
- ^ Saleh, Idwar; SEJARAH DAERAH TEMATIS Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942) di Kalimantan Selatan, Depdikbud, Jakarta, 1986.
- ^ a b Dutch East Indies. Dienst van den Mijnbouw, Netherlands. Departement van Kolonien (1888). Jaarboek van het mijnwezen in Nederlandsch-Indië (dalam bahasa Belanda). 17. J.G. Stemler.
- ^ Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1863). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 37. Lands Drukkery. hlm. 146.
- ^ Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1865). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 39. Lands Drukkery. hlm. 259.
- ^ (Belanda) Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1868). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 41. Lands Drukkery. hlm. 139.
- ^ (Belanda) Landsdrukkerij (Batavia), Landsdrukkerij (Batavia) (1870). Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar. 43. Lands Drukkery. hlm. 179.
- ^ Almanak van Nederlandsch-Indië voor het jaar (dalam bahasa Belanda). 44. Lands Drukkery. 1871. hlm. 195.
- ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie (dalam bahasa Belanda). Dutch East Indies. 1906. hlm. 243.
- ^ a b c (Melayu)Ras, Johannes Jacobus (1990). Hikayat Banjar diterjemahkan oleh Siti Hawa Salleh. Malaysia: Percetakan Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 9789836212405.ISBN 983-62-1240-X
- ^ (Indonesia) Poesponegoro, Marwati Djoened (1992). Sejarah nasional Indonesia: Jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. PT Balai Pustaka. hlm. 86. ISBN 9794074098. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-11-11. Diakses tanggal 2016-10-25. ISBN 978-979-407-409-1