Kontrak sosial (Malaysia)
Kontrak sosial di Malaysia mengacu kepada kesepakatan para pendiri negara yang terkait dengan Konstitusi Malaya menjelang kemerdekaan negara tersebut. Kontrak sosial ini biasanya mengacu kepada hubungan timbal balik quid pro quo melalui penetapan Pasal 14–18 yang memberikan kewarganegaraan kepada orang-orang non-Bumiputra di Malaya (khususnya orang Tionghoa dan India), dan sebagai gantinya ditetapkan Pasal 153 yang memberikan hak khusus kepada orang-orang Melayu. Kontrak sosial ini lalu juga berlaku untuk Konstitusi Malaysia setelah pembentukan negara tersebut pada tanggal 16 September 1963. Istilah ini tidak berlaku untuk Sarawak karena semua orang dari latar belakang etnis manapun sudah dianggap sebagai warga negara sebelum pembentukan negara Malaysia.
Kontrak sosial telah menuai kritikan, termasuk dari politikus koalisi Barisan Nasional, karena dianggap telah memarjinalkan kelompok-kelompok non-Melayu. Namun, banyak orang Melayu (khususnya dari partai UMNO) yang menggunakan "kontrak sosial" ini untuk mempertahankan asas "Ketuanan Melayu".
Bacaan lanjut
[sunting | sunting sumber]- Adam, Ramlah binti, Samuri, Abdul Hakim bin & Fadzil, Muslimin bin (2004). Sejarah Tingkatan 3. Dewan Bahasa dan Pustaka. ISBN 983-62-8285-8.
- "Anwar: Time to suspend NEP". (28 October 2005). Malaysiakini.
- Badawi, Abdullah Ahmad (2004). "The Challenges of Multireligious, Multiethnic and Multicultural Societies". Retrieved 12 November 2005.
- "Don't Raise Social Contract Issue, Umno Youth Chief Warns". (15 August 2005). Bernama.
- Goh, Cheng Teik (1994). Malaysia: Beyond Communal Politics. Pelanduk Publications. ISBN 967-978-475-4.
- "'Impossible to co-operate with Singapore while Lee is Premier'". (2 June 1965). Straits Times.
- "Johor Umno Says Meritocracy A Form Of Discrimination". (9 July 2005). Bernama.
- Khaw, Ambrose (1998). "This man is making too much noise". Retrieved 11 November 2005.
- Lim, Kit Siang (2002). "Liong Sik and Keng Yaik also suffer from the 'Mudah Lupa' syndrome, forgetting the clear and unequivocal calls by Tunku Abdul Rahman and Hussein Onn and MCA founding fathers not to turn Malaysia into an Islamic state" Diarsipkan 2007-11-15 di Wayback Machine.. Retrieved 12 November 2005.
- Lim, Kit Siang (2004). "2004 general election will be a critical test of the reaffirmation or abandonment of the 46-year Merdeka 'social contract' of Malaysia as a democratic, secular and multi-religious nation with Islam as the official religion but not an Islamic State". Retrieved 12 November 2005.
- Musa, M. Bakri (1999). The Malay Dilemma Revisited. Merantau Publishers. ISBN 1-58348-367-5.
- Ooi, Jeff (2004). "Meritocracy: Naked Lies or Partial Truth?" Diarsipkan 2005-11-03 di Wayback Machine.. Retrieved 11 November 2005.
- Ooi, Jeff (2005). "The 30% solution". Retrieved 12 November 2005.
- Ooi, Jeff (2005). "New controversy: Social Contract and Bangsa Malaysia". Retrieved 12 November 2005.
- Ooi, Jeff (2005). "Perils of the sitting duck". Retrieved 11 November 2005.
- Ooi, Jeff (2005). "Social Contract: 'Utusan got the context wrong'". Retrieved 11 November 2005.
- Ye, Lin-Sheng (2003). The Chinese Dilemma. East West Publishing. ISBN 0-9751646-1-9.
- Yeoh, Oon (4 June 2004). "Meritocracy: The truth must be well told". The Sun.
- Yusoff, Marzuki & Samah, Nazeri Nong (14 August 2005). "Kontrak sosial: Kenyataan Keng Yaik bercanggah Perlembagaan Persekutuan" Diarsipkan 2005-11-18 di Wayback Machine.. Utusan Malaysia.