Peternakan di Indonesia
Peternakan di Indonesia merupakan salah satu subsektor dalam sektor pertanian yang cukup berkontribusi pada ekonomi Indonesia. Jenis ternak yang diternakkan di Indonesia dikelompokkan menjadi ternak besar (sapi, kerbau, dan kuda), ternak kecil (domba, kambing, dan babi), ternak unggas (ayam dan itik), dan aneka ternak (kelinci dan burung puyuh). Peternakan berperan dalam pemenuhan kebutuhan konsumsi pangan asal hewan, seperti daging, susu, dan telur di Indonesia.
Jenis ternak
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia, jenis ternak dikelompokkan menjadi ternak besar, ternak kecil, ternak unggas, dan aneka ternak. Ternak yang masuk dalam kategori ternak besar adalah sapi potong, sapi perah, kerbau, dan kuda; ternak kecil meliputi kambing, domba, dan babi; ternak unggas meliputi ayam buras, ayam ras petelur, ayam ras pedaging, itik, dan itik manila, sedangkan ternak yang masuk dalam kategori aneka ternak adalah kelinci dan burung puyuh.[1]
Ternak besar
[sunting | sunting sumber]Sapi dan kerbau merupakan sumber daging merah utama bagi masyarakat Indonesia yang sebagian besar merupakan penganut agama Islam. Pada tahun 2022, populasi sapi potong yaitu 18,61 juta ekor, sapi perah yaitu 593 ribu ekor, kerbau yaitu 1,17 juta ekor, sedangkan kuda yaitu 394 ribu ekor.[2] Lima provinsi dengan populasi sapi potong terbanyak yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur.[3] Produksi daging sapi dan daging kerbau masing-masing adalah 498,92 ribu ton dan 21,12 ribu ton per tahun, sedangkan susu sapi adalah 968,98 ribu ton per tahun.[4] Sekitar 30 hingga 40 persen kebutuhan konsumsi daging sapi dan kerbau disediakan melalui impor,[5] baik berupa hewan hidup maupun daging. Mayoritas impor sapi hidup, baik sapi indukan, sapi bakalan, dan sapi potong, berasal dari Australia,[6] sedangkan impor daging sapi dan daging kerbau, termasuk jeroannya, berasal dari Australia, India, Amerika Serikat, dan Selandia Baru.[7][8] Sementara itu, peternak tradisional berperan dalam perdagangan sapi dan kerbau dalam skala individual dan UMKM.
Peternakan kerbau di Indonesia terbagi menjadi dua jenis kerbau ternak, yaitu kerbau murrah dan kerbau rawa.[9] Kerbau murrah adalah salah satu jenis kerbau perah. Badannya berukuran besar dengan kulit berwarna hitam pekat. Kepala kerbau murrah berukuran kecil dengan bentuk tanduk yang spiral. Jenis kerbau murrah yang diternakkan di Indonesia berasal dari India. Lokasi peternakan kerbau murrah di Indonesia adalah di Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.[10]
Kerbau rawa merupakan jenis kerbau hasil domestikasi. Jenis kerbau rawa berasal dari Thailand dan kemudian mulai menyebar untuk diternakkan di Indonesia mulai dari Sumatra. Setelah itu, peternakan kerbau rawa mulai diadakan di Jawa, Sulawesi dan Kepulauan Nusa Tenggara. Jenis kerbau rawa memiliki keunggulan genetik dibandingkan dengan jenis kerbau lain yang diternakkan di Indonesia.[11]
Ternak kecil
[sunting | sunting sumber]Di Indonesia, kambing yang diternakkan dapat dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan asal daerahnya. Ketiganya adalah kambing asli, kambing lokal dan kambing impor.[12]
Kambing lokal merupakan salah satu jenis ternak yang telah beradaptasi dengan lingkungan Indonesia yang beriklim tropis. Pada musim hujan maupun musim kemarau, kambing lokal masih dapat hidup dan berkembang. Kinerja reproduksi kambing lokal tetap baik selama memperoleh pakan dan penatalaksanaan yang baik. Berat kambing lokal betina di Indonesia berkisar antara 25–40 kg pada usia dewasa. Sedangkan berat kambing lokal jantan di Indonesia berkisar antara 35–60 kg pada usia dewasa.[13] Jenis kambing lokal yang diternakkan di Indonesia umumnya adalah kambing kacang. Kemampuan dari kambing kacang adalah mudah beradaptasi terhadap berbagai kondisi lingkungan. Selain itu, tingkat kelahiran kambing kacang termasuk tinggi.[14]
Jenis kambing asli Indonesia yang diternakkan adalah kambing marica. Kambing marica merupakan hasil persilangan antara kambing lokal di Sulawesi dengan kambing kacang. Bentuk tubuhnya mirip dengan kambing kacang namun memiliki ukuran yang lebih kecil. Peternakan kambing marica tersebar di beberapa kabupaten dan kota di Sulawesi Selatan, antara lain di Kabupaten Soppeng, Kabupaten Maros dan Kota Makassar. Kelebihan kambing marica adalah mampu bertahan hidup hanya dengan memakan rumput kering di bebatuan pada musim kemarau.[15]
Jenis kambing impor yang diternakkan di Indonesia adalah kambing boer. Kambing broer diimpor dari Afrika Selatan.[16] Peternakan kambing broer di Indonesia dilakukan karena ukuran tubuhnya yang lebih besar dan lebih berat dibandingkan dengan kambing kacang. Kelebihan ini membuat kambing broer menghasilkan daging yang banyak.
Ternak unggas
[sunting | sunting sumber]Ayam merupakan jenis ternak unggas yang paling umum di Indonesia. Jenis ayam yang diternakkan di Indonesia adalah ayam broiler dan ayam kampung.[17]
Pengelolaan
[sunting | sunting sumber]Pihak pengelola
[sunting | sunting sumber]Sebesar 99% usaha peternakan sapi di Indonesia dikelola oleh rakyat.[18] Usaha peternakan Indonesia masih dalam skala rumah tangga, khususnya untuk peternakan sapi dan kerbau. Model pengelolaan masih bersifat tradisional.[19] Jumlah rumah tangga yang mengelola usaha peternakan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 30% terhitung tahun 2003 hingga 2013.[20] Pada tahun 2003, terdapat 18,6 juta rumah tangga usaha peternakan di Indonesia. Namun, jumlahnya menjadi 12,97 juta rumah tangga pada tahun 2013.[21]
Pada tahun 2018, terdapat sebanyak 4 juta rumah tangga di Indonesia yang bekerja sebagai peternak sapi potong. Jumlah sapi yang diternakkan sebanyak 10, 5 juta ekor.[22] Pada peternakan sapi potong di Indonesia, peternak mampu mengelola ternak sebanyak 2 atau 3 ekor.[18]
Pengelolaan sarana produksi
[sunting | sunting sumber]Sarana produksi pada peternakan di Indonesia masih diperoleh secara impor. Jenis sarana ini meliputi bibit ternak, bahan pakan maupun perlengkapan peternakan.[23]
Pengelolaan kandang
[sunting | sunting sumber]Indonesia merupakan daerah beriklim tropis sehingga pembuatan kandang menggunakan bahan-bahan yang tidak menyerap panas. Pemilihan bahan ini mempertimbangkan ketersediaan di lokasi pembuatan kandang. Harga bahan yang akan dibuat kandang juga harus murah sehingga dapat dibeli. Kondisi bahan yang diutamakan adalah tidak mudah lapuk dan tahan lama. Bagian utama dari kandang yang perlu diperhatikan pembuatannya adalah atap, dinding dan lantai.[24]
Populasi ternak
[sunting | sunting sumber]Pada tanggal 1–30 Juni tahun 2011 diadakan pendataan jumlah sapi perah, sapi potong dan kerbau di Indonesia. Hasil pendataan ini menyatakan bahwa jumlah sapi ternak di Indonesia mencapai 14,8 juta ekor, sapi perah sebanyak 597,1 ribu ekor, dan kerbau sebanyak 1,3 juta ekor.[25]
Pada tahun 2020, populasi ternak besar di Indonesia yaitu 17,4 juta ekor sapi potong, 568 ribu ekor sapi perah, 1,2 juta ekor kerbau dan 384,1 ribu kuda. Populasi ternak kecil di Indonesia pada tahun 2020 yaitu 18,7 juta ekor kambing, 17,5 juta ekor domba, dan 7,6 juta ekor babi. Populasi ternak unggas di Indonesia pada tahun 2020 yaitu 305,4 juta ekor ayam buras, 345,2 juta ekor ayam ras petelur, 2,8 miliar ayam ras pedaging, 48,2 juta ekor itik, dan 8,3 juta ekor itik manila. Sementara itu, pada tahun 2020 populasi aneka ternak di Indonesia yaitu 1,2 juta ekor kelinci dan 15,2 juta ekor burung puyuh.[26]
Produk
[sunting | sunting sumber]Produk peternakan di Indonesia diproduksi dengan menggunakan campuran bahan-bahan kimia. Bahan-bahan ini dicampurkan dalam bentuk pakan atau obat-obatan.[27]
Peran
[sunting | sunting sumber]Pemenuhan kebutuhan daging di Indonesia
[sunting | sunting sumber]Peran dari peternakan di Indonesia salah satunya untuk pemenuhan kebutuhan daging di Indonesia. Lembaga Studi Pembangunan Peternakan Indonesia menyatakan bahwa pada tahun 2011, peternakan di Indonesia mampu memenuhi kebutuhan daging di Indonesia sebesar 61%. Kebutuhan daging ini khususnya daging sapi. Sementara 18% lainnya diperoleh dari daging sapi impor.[28]
Referensi
[sunting | sunting sumber]Catatan kaki
[sunting | sunting sumber]- ^ Ditjen PKH 2022, hlm. 87.
- ^ Ditjen PKH 2022, hlm. 90.
- ^ Ditjen PKH 2022, hlm. 91.
- ^ Ditjen PKH 2022, hlm. 122.
- ^ Pusdatin Kementan 2022a, hlm. 1.
- ^ Meat and Livestock Australia (November 2020), Market Snapshot: Beef & Sheepmeat (PDF)
- ^ "Berapa dan Dari Mana Saja Impor Daging Indonesia?". Tempo. 1 Maret 2023. Diakses tanggal 24 Mei 2023.
- ^ "Impor Daging Sejenis Lembu Menurut Negara Asal Utama, 2017–2021". Badan Pusat Statistik. Diakses tanggal 24 Mei 2023.
- ^ Yusnizar, dkk. 2015, hlm. 4.
- ^ Yusnizar, dkk. 2015, hlm. 5.
- ^ Yusnizar, dkk. 2015, hlm. 3.
- ^ Pratama, Samudro, dan Pribadi 2018, hlm. 43.
- ^ Ismaya, dkk. 2016, hlm. 2.
- ^ Pratama, Samudro, dan Pribadi 2018, hlm. 45.
- ^ Pratama, Samudro, dan Pribadi 2018, hlm. 52.
- ^ Pratama, Samudro, dan Pribadi 2018, hlm. 48.
- ^ Hasyim, A. R., dkk. (2020). "Perfora Ayam KUB (Kampung Unggul Balitbangtan) dan Sentul Terseleksi (Sensi) dengan Penggunaan Bahan Pakan Lokal pada Umur 0-11 Minggu di Balitbangtan BPTP Sumatera Utara". E-Prosiding Seminar Nasional Ilmu Peternakan Terapan Jurusan Peternakan Politeknik Negeri Jember: 104. doi:10.25047/proc.anim.sci.2020.15.
- ^ a b Hasan, S., dan Baba, S. (2014). "Model Pengembangan Sapi Potong Berbasis Peternakan Rakyat dalam Mendukung Program Swasembada Daging Sapi Nasional". Prosiding Seminar Nasional Teknologi dan Agribisnis Peternakan untuk Akselerasi Pemenuhan Pangan Hewani. II: 2.
- ^ Retno, dkk. 2014, hlm. 11.
- ^ Retno, dkk. 2014, hlm. 11-12.
- ^ Retno, dkk. 2014, hlm. 12.
- ^ Utami dan Riyanto 2018, hlm. 6.
- ^ Sutawi 2007, hlm. 210.
- ^ Ismaya, dkk. 2016, hlm. 5-6.
- ^ Suhubdy (2011). "Potensi dan Prospek Ternak Herbivora Lokal Nonsapi sebagai Kimah Nasional dalam Menunjang Ketahanan Pangan Hewani di Indonesia". Prosiding Seminar Nasional Prospek dan Potensi Sumberdaya Ternak Lokal dalam Menunjang Ketahanan Pangan Hewani: 16–17. ISBN 978-979-9204-58-5.
- ^ Ramadhany, A., dan Ermansyah, L., ed. (2021). Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2021 (PDF). Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. hlm. 85. ISBN 978-979-628-043-8.
- ^ Sutawi 2007, hlm. 208.
- ^ Utami dan Riyanto 2018, hlm. 5.
Daftar pustaka
[sunting | sunting sumber]- Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2022). Ramadhany, A.; Ermansyah, L., ed. Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2022 (PDF). Jakarta: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Republik Indonesia. ISSN 2964-1047.
- Ismaya, dkk. (2016). Integrated Farming System dalam Pengentasan Kawasan Rawan Pangan (PDF). Yogyakarta: CV. Kolom Cetak. ISBN 978-602-749-291-2.
- Pratama, Y. P., Samudro, B. R., dan Pribadi, K. S. (2018). Haryono, Muhammad, ed. Pemberdayaan Petani (PDF). Penerbit CV. Draft Media.
- Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2022). Susanti, A.; Putra, R.K., ed. Outlook Komoditas Peternakan: Daging Sapi (PDF). Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Republik Indonesia. ISSN 1907-1507.
- Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian (2022). Susanti, A.; Putra, R.K., ed. Outlook Komoditas Peternakan: Susu (PDF). Jakarta: Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Republik Indonesia. ISSN 1907-1507.
- Retno P., D., Larasati, D. N., dan Fani R., R. (2014). Analisis Rumah Tangga Usaha Peternakan di Indonesia: Hasil Survei Rumah Tangga Usaha Peternakan 2014 (PDF). Jakarta: Badan Pusat Statistik. ISBN 978-979-064-806-7.
- Sutawi (2007). Kapita Selekta Agribisnis Peternakan: Program Penulisan Buku Teks Pembelajaran Periode X (PDF). Malang: Fakultas Peternakan-Perikanan Universitas Muhammadiyah Malang. ISBN 979-796-031-5.
- Utami, K. B. dan Riyanto (2018). Produksi Ternak Potong Besar (PDF). Pusat Pendidikan Pertanian, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Pertanian. ISBN 978-602-6367-28-0.
- Yusnizar, Y., dkk. (2015). Kerbau, Ternak Potensial yang Terlupakan (PDF).